Anda di halaman 1dari 4

Minggu VI

Tutorial 5: Perdagangan dan Investasi

Discussion Task (2)


Trade Related Investment Measures yang selanjutnya akan disingkat dengan
TRIM’s adalah merupakan salah isu yang menjadi bagian integral dari Perjanjian
Pembentukan WTO. Pasal 28H ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 yang
mencantumkan “Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik
tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang – wenang oleh siapapun”
merupakan perlindungan Hak Asasi Ekonomi bagi Warga Negara Indonesia untuk
mendapatkan perlindungan hak asasi ekonominya tersebut dari Negara. Sebagai
bagian dari masyarakat internasional, Indonesia juga tidak bisa
mengenyampingkan hukum internasional, dengan melakukan penerapannya harus
sesuai dengan ketentuan hukum Indonesia. Konstitusi mencantumkan pada Pasal
11 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, bahwa dalam proses pemberlakuan hukum
internasional yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar ke dalam hukum
nasional, terlebih dahulu wajib mengambil langkah trasnformasi melalui proses
perundang – undangan nasional dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Jadi, meskipun Indonesia telah memiliki landasan hukum hak asasi ekonomi yang
kuat di dalam negeri, tetap dipandang perlu untuk mengikatkan diri dengan sistem
perlindungan internasional hak asasi ekonomi. Sebab dengan pengikatan itu,
selain menjadikan hukum internasional sebagai bagian dari hukum nasional
(supreme law of the land), juga memberikan landasan hukum kepada warga
negaranya untuk menggunakan mekanisme perlindungan hak ekonomi
internasional, apabila warga negara merasa mekanisme dalam negeri telah
mengalami “exhausted” alias tidak berdaya.1

1
Landasan Hukum ini tercantum pada Pasal 17 ayat (1) U.U.R.I. Nomor 39 Tahun 1999,
“Setiap orang berhak untuk menggunakan semua upaya hukum nasional dan forum internasional
atas semua pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dijamin oleh hukum Indonesia dan hukum
internasional mengenai Hak Asasi Manusia yang telah diterima oleh Negara Republik Indonesia”.
Minggu VII
Tutorial 6: Kejahatan Transnasional 1 (Terorisme)

Discussion Task
Landasan Hukum untuk menangkap dan mengadili para pelaku Bom Bali I
melalui Perpu Nomor 2 Tahun 2002, dengan mengesampingkan asas non-
retroaktif dan asas legalitas, yang dianggap berlebihan oleh berbagai kalangan
saya Tidak Setuju.
Dengan mengesampingkan asas non retroaktif dan asas legalitas untuk
menghindarkan para pelaku Bom Bali I bebas dari tuntutan pemidanaan, akan
merugikan rasa keadilan bagi korban aksi terorisme Bom Bali I. Penerapan ini
terhadap pelaku Bom Bali I dilihat dari kejahatan yang dilakukannya Tidak
sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Bidang Hak _ Hak Sipil dan Hak
– Hak Politik. Dengan mengesampingkan kedua asas tersebut untuk menegakkan
hak – hak sipil dan hak – hak politik yaitu:
a. Untuk menjamin terpeliharanya ketertiban hidup di masyarakat dan untuk
melindungi kepentingan yang lebih besar.
b. Untuk mewujudkan Perdamaian (peace), Keadilan (justice), Kemanfaatan
(utility), dan Kepastian (certainty).
c. Kondisi obyektif Indonesia pada umumnya dan Bali pada Khususnya,
yang sedang mengalami keterpurukan hukum sangat membutuhkan proses
peradilan pidana terorisme dengan mengesampingkan kedua asas tersebut.
Para pelaku Bom Bali I telah menyalahgunakan hak – haknya sebagai manusia
dengan melakukan pelanggaran – pelanggaran terhadap hak – hak yang
dimilikinya tersebut dan mengancam hak – hak sipil baik Warga Negara Indonesia
maupun Warga Negara Asing yang sedang berada di Indonesia.
Perbuatan para pelaku Bom Bali I tersebut, sudah mengancam Hak atas
Kehidupan, Kebebasan, dan Keselamatan sebagai individu warga Pulau Bali pada
khususnya dan warga Indonesia pada umumnya.
Problem Task
State Terorism (Kasus Imajiner)
Indonesia adalah negara hukum dan sejak Proklamasi Kemerdekaan pada
Tanggal 17 Agustus 1945 telah menjunjung Hak Asasi Manusia. Menurut hukum
Hak Asasi Manusia internasional, suatu negara tidak boleh secara sengaja
mengabaikan hak – hak dan kebebasan – kebebasan. Sebaliknya negara
diasumsikan memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan
memastikan terpenuhinya hak – hak dan kebebasan – kebebasan. Untuk
kebebasan – kebebasan tersebut, sebuah negara boleh memberikan kebebasan
dengan memberikan sedikit pembatasan. Satu – satunya pembatasan adalah suatu
hal yang secara hukum disebut sebagai pembatasan – pembatasan. Untuk hak
untuk hidup negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif. Negara wajib
membuat aturan hukum dan mengambil langkah – langkah guna melindungi hak –
hak dan kebebasan secara positif yang dapat diterima oleh negara. Karena alasan
inilah, maka negara berkewajiban membuat aturan hukum yang melarang
pembunuhan untuk mencegah aktor non negara (non state actor) melanggar hak
untuk hidup. Penekanannya adalah bahwa negara harus bersifat proaktif dalam
menghormati hak untuk hidup dan bukan bersifat pasif.2
Terkait dengan penangkapan, interogasi disertai dengan penganiayaan dan
penahanan yang berlebihan terhadap setiap orang yang diduga sebagai bagian dari
jaringan teroris, adalah merupakan bagian dari tindakan negara memasukkan
derogasi dalam hukumnya. Derogasi merupakan “pengecualian”, yaitu suatu
mekanisme di mana suatu negara menyimpangi tanggung jawabnya secara hukum
karena adanya situasi yang darurat. Pada Pasal 4 ayat (1) Kovenan Internasional
tentang Hak Sipil dan Politik yang telah diratifikasi menjadi Undang – Undang
Nomor 12 Tahun 2005 mencantumkan bahwa “Dalam keadaan darurat umum
yang mengancam kehidupan bangsa dan keadaan darurat tersebut telah
diumumkan secara resmi, Negara Pihak pada kovenan ini dapat mengambil
tindakan untuk mengurangi kewajiban mereka menurut Kovenan ini, sejauh yang

2
Rhona K.M. Smith, et.al. 2008, Hukum Hak Asasi Manusia, PUSHAM UII, Yogyakarta, h.
41.
sungguh – sungguh diperlukan oleh tuntutan situasi, dengan ketentuan bahwa
tindakan tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban lain Negara Pihak menurut
hkum internasional dan tidak menyangkut diskriminasi yang semata – mata
didasarkan atas ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama atau asal – usul
sosial”.
Alasan yang boleh digunakan untuk membuat derogasi adalah suatu keadaan
darurat yang esensial dan mengancam kelanjutan hidup suatu negara, ancaman
esensial terhadap keamanan nasional dan disintegrasi bangsa. Bentuk paling
kontroversial penggunaan derogasi adalah derogasi atas Undang – Undang Anti –
Terorisme.3

3
Ibid. h.42.

Anda mungkin juga menyukai