Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Difraksi adalah kecenderungan gelombang yang dipancarkan dari sumber


melewati celah yang terbatas untuk menyebar ketika merambat. Menurut prinsip
Huygens, setiap titik pada front gelombang cahaya dapat dianggap sebagai sumber
sekunder gelombang bola. Gelombang ini merambat ke luar dengan kecepatan
karakteristik gelombang. Gelombang yang dipancarkan oleh semua titik pada muka
gelombang mengganggu satu sama lain untuk menghasilkan gelombang berjalan.
Prinsip Huygens juga berlaku untuk gelombang elektromagnetik.

Pada umumnya difraksi terjadi jika gelombang yang lewat bukan kecil
(small opening) di sekitar rintangan atau melewati sisi yang tajam. Contoh difraksi,
apabila diantara sumber titik cahaya dan layar ditempatkan suatu objek gelap,
perbatasan didaerah bayangan dan pencahayaan pada layar tidak tajam. Bayangan
akan mengandung pita-pita cahaya terang dan gelap jika cahaya membelok ke
daerah bayangan. Intensitas pada pita yang pertama akan lebih besar daripada
intensitas di daerah penerangan uniform.

Untuk dapat mempelajari dan memahami fenomena difraksi cahaya serta


pola yang dihasilkan yang terjadi pada saat difraksi cahaya, diperlukan suatu cara
yang dapat mengilustrasikan difraksi cahaya tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan difraksi cahaya.


2. Bagaimana prinsip dari difraksi cahaya.

1.3 Tujuan Percobaan

1. Memahami prinsip difraksi.


2. Menghitung intensitas distribusi bentuk difraksi Fraunhofer pada celah
tunggal.
3. Menghitung pangjang gelombang cahaya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola interferensi


Gelombang air mula-mula datang dalam formasi yang bias dikatakan membentuk
muka gelombang datar. Sebuah papan penghalang yang terdapat celah kecil
digunakan untuk menahan gelombang air menyebabkan hanya sebagian kecil saja
dari air yang di”transmisikan”. Pola gelombang dari air yang ditransmisikan
tersebut berbentuk lingkaran, pola semacam ini dapat dipahami dengan prinsip
Huygens. Karena air terus menerus mengalir maka gelombang-gelombang tersebut
saling mengalami interferensi satu sama lain. Interferensi disebabkan oleh adanya
beda lintasan antar gelombang sehingga beda fase gelombang-gelombang tersebut
juga berbeda menghasilkan pola muka gelombang yang lebih besar dan pola muka
gelombang minimum, perhatikan dengan seksama Gambar 1. Pada peristiwa
interferensi, untuk menghasilkan sumber yang koheren, secara prinsip, selalu
digunakan satu sumber gelombang dimana gelombang tersebut kemudian dipecah
menjadi dua atau lebih dan diset sedemikian rupa sehingga lintasan antar
gelombang-gelombang tersebut berbeda. Karena gelombang pada umumnya
merambat lurus, terutama gelombang elektromagnetik, maka untuk menghasilkan
beda lintasan arah rambat gelombang tersebut dibelokkan. Peristiwa dimana arah
rambat gelombang elektromagnetik dibelokkan ketika mengenai suatu penghalang
disebut sebagai difraksi.

Peristiwa difraksi yang sangat mudah kita jumpai adalah difraksi sinar matahari
oleh pintu rumah atau jendela. Jika kita perhatikan, di lantai atau dinding akan
jumpai wilayah yang terang dan agak gelap.Wilayah yang terang disebabkan oleh
sinar matahari yang masuk sedangkan wilayah yang agak gelap karena sinar
matahari tidak dapat menjangkau wilayah tersebut. Terlihat bahwa seolah-olah
terdapat garis miring yang memisahkan kedua wilayah tersebut. Garis batas
tersebut menunjukkan bahwa cahaya matahari dibelokkan oleh daun pintu atau
jendela. Itu merupakan salah satu contoh peristiwa difraksi. Berdasarkan literatur,

2
pengamatan terhadap fenomena difraksi tercatat pertama kali dilakukan oleh
Leonardo da Vinci, si pelukis terkenal yang hidup antara 1452–1519. Studi yang
lebih ekstensif dilakukan oleh Grimaldi yang hasil pengamatannya kemudian
dibukukan dan resmi dipublikasikan pada tahun 1665, dua tahun setelah
kepergiannya ke alam baka. Namun demikian teori-teori yang dicetuskan oleh
Grimaldi sebatas menjelaskan bagaimana cahaya merambat, belum dapat
menjelaskan fenomena difraksi dengan memuaskan (Baiquni, 1985).

Gambar 2.1 Pola interferensi pada gelombang air yang dilewatkan pada papan
bercelah.

Baru setelah pada tahun 1818 Fresnel menunjukkan bahwa fenomena


difraksi dapat dijelaskan dengan merujuk pada teori Huygens digabung dengan
konsep interferensi. Hasil kerja keras Fresnel ditindaklanjuti oleh Kirchhoff yang
pada tahun 1882 mencetuskan cara pandang baru dalam memahami fenomena
difraksi. Teorema Krchhoff ini terimplementasi dalam suatu persamaan yang
disebut sebagai integral Kirchhoff. Integral Kirchhoff ditarik dari prinsip Hurgens–
Fresnel yang menyatakan bahwa rambatan gelombang cahaya dari suatu muka
gelombang dihasilkan dari superposisi muka gelombang sebelumnya.
Fenomena difraksi terkenal sebagai salah satu bidang optik yang sarat
dengan matematika yang rumit sehingga solusi-solusi persamaan-persamaan
matematis yang digunakan sebagai penjelas fenomena difraksi pada saat itu tidak
ada satupun yang dianggap paling ampuh. Hingga pada tahun 1896 Sommerfeld

3
berhasil membuat formulasi yang dianggap “ampuh” untuk menjelaskan fenomena
difraksi. Sommerfeld melakukan investigasi terhadap fenomena difraksi yang
terjadi pada gelombang bidang yang dirambatkan melalui cermin reflektor-
transmiter.

Gambar 2.2 Pola difraksi yang dihasilkan dari cahaya yang dilewatkan pada celah
tunggal.

Namun, kembali pada masalah teknis, karena kerumitan model matematika


yang digunakan oleh Sommerfeld dan teman-temannya maka sebagai implifikasi
digunakanlah pendekatan-pendekatan yang, paling tidak, mencakup aspek
kuantitatif dan kualitatif fenomena difraksi. Dari model-model yang telah diuji,
model pendekatan Huygens dan Fresnel adalah yang paling banyak digemari para
ilmuwan karena disamping sederhan, metode tersebut juga cukup ampuh untuk
digunakan sebagai analisis fenomena difraksi (Halliday, 1987).

2.2 Difraksi Franhoufer dan Fresnel


Seberkas cahaya dilewatkan melalui celah tunggal dengan lebar d. Pola
difraksi dapat diamati pada layar yang diletakkan sejauh L dari celah. Berkas
cahaya dibelokkan oleh celah sebesar θrelatif terhadap arah rambat cahaya datang.
Untuk celah dengan d yang sangat kecil maka cahaya akan dibelokkan dalam
sudut θ yang sangat kecil pula. Jika layar diletakkan pada jarak yang cukup jauh
sehingga L >> d maka sudut pembelokan θ akan sangat kecil. Implikasi

4
matematisnya adalah nilai tan θ = y/L ≈ θ. Dalam keadaan seperti itu, cahaya yang
melalui celah dapat dianggap sejajar dengan arah rambat gelombang cahaya datang.
Difraksi semacam ini disebut sebagai difraksi Franhoufer. Pola difraksi yang
tampak pada layar adalah seperti pada Gamba 2.3.

Gambar 2.3 Pola difraksi yang tampak pada layar yang diletakkan pada jarak yang
cukup jauh dari celah.
Yang dimaksud dengan “dekat” di sini adalah jika sudut penyimpangan
cahaya θ cukup besar sehingga kita tidak bisa menggunakan pendekatan tan θ ≈ θ.
Perhatikan bahwa pada jarak L pola yang teramati pada layar adalah pola difraksi
Franhoufer. Ketika layar didekatkan menjadi L1 pola difraksi berubah, terlihat
bahwa pada layar terbentuk 2 puncak gelombang dimana puncak gelombang
tersebut menggambarkan interferensi konstruktif, di layar akan terlihat pola terang.
Ketika layar didekatkan sehingga jaraknya menjadi L2, pola difraksi kembali
berubah. Puncak-puncak gelombang semakin bertambah banyak dan rapat. Jika
diingat kembali, pola semacam ini muncul pada interferensi celah ganda.

2.3 Difraksi Franhoufer Celah Tunggal


Difraksi dapat dihasilkan dari sumber cahaya koheren yang dilewatkan pada
sebuah celah kecil. Seperti yang telah kita lihat pada contoh pada Gambar 1,
ilustrasi gelombang air telah menunjukkan bahwa gelombang yang melalui sebuah
celah didifraksikan dan hasil difraksi tersebut menyebabkan interferensi karena
setiap elemen gleombang air menempuh lintasan yang berbeda.
Pada subbab sebelumnya kita telah membahas mengenai difraksi Franhoufer
dimana konsep dasar difraksi tersebut adalah pembentukan difraksi oleh cahaya

5
yang dibelokkan dalam arah yang hampir sejajar dengan arah rambat gelombang
datang. Jika lebar celah ditambah sehingga lebih besar dibanding dengan panjang
gelombang cahaya maka tentu saja cahaya yang masuk melalui celah tersebut mau
tidak mau akan dibelokkan dengan sudut tertentu. Seperti terlihat pada Gambar 2.4,
seberkas cahaya dilewatkan pada celah dimana lebar celah tersebut memiliki
ukuran lebih besar dibanding panjang gelombang cahaya yang melewatinya.

Gambar 2.4 Difraksi Franhoufer pada gelombang cahaya menggunakan celah yang
memiliki ukuran lebih besar disbanding panjang gelombang cahaya. Cahaya
dibelokkan dengan sudut θrelatif terhadap cahaya datang.

Sistem difraksi yang digunakan adalah difraksi Franhoufer. Perhatikan bahwa


ketika fokus pada berkas cahaya yang dibelokkan di sekitar celah, kita lihat bahwa
berkas cahaya tersebut dibelokkan dalam sudut tertentu, dalam gambar di atas
cahaya dibelokkan sebesar θ. Ketika berkas cahaya jatuh pada layar, berkas cahaya
tersebut dianggap menempuh lintasan yang sama, ingat kembali konsep difraksi
Franhoufer. Perhatikan segmen F, kita ambil tiga berkas gelombang cahaya yaitu
berkas cahaya (1), (2), dan (3). Pada batas lintasan op,berkas cahaya (1), cahaya
menempuh lintasan sejauh pq. Kita misalkan lintasan pq sebanding dengan ½λ.
Pada segmen ½oq berkas cahaya (2) menempuh lintasan rt dimana berkas cahaya

6
yang melampui lintasan itu sebanding dengan ¼ λ. Beda fase antara berkas cahaya
(1) dan (2) adalah 1800 dan ini berarti berkas cahaya tersebut mengalami
interferensi destruktif, pola difraksi yang tampak pada titik A adalah gelap (Tipler,
2001).

Perhatikan Gambar 2.4, semakin kecil perbandingan λ/d maka semakin kecil
penyimpangan lintasan cahaya. Dalam ungkapan yang berbeda, semakin besar lebar
celah maka semakin kecil penyimpangan lintasan dan akibatnya pola difraksi yang
tampak pada layar hanya menghasilkan satu pola terang saja. Hal ini menjadi logis
karena untuk nilai n= 0, cahaya yang ditransmisikan dari celah ke layar sejajar
dengan cahaya datang dan dengan demikian, kalaupun ada interferensi,
menghasilkan pola terang. Pola difraksi yang terjadi pada difraksi Franhoufer dapat
dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pola difraksi Franhoufer celah tunggal yang tampak pada layar.

Pola gelap terang hasil interferensi yang tampak pada layar merepresentasikan
energi gelombang elektromagnetik yang jatuh suatu titik. Seperti yang telah
dikemukakan pada, intensitas berhubungan dengan tingkat kecerahan cahaya. Pada
titik dimana terdapat terang pusat, disitulah intensitas cahaya paling besar. Dalam
konteks energi elektromagnetik, pada titik itu pula energi gelombang
elektromagnetik terakumulasi secara maksimum (Ishimaru, 1991).

7
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 3.1.1 Alat dan bahan yang digunakan
No Nama Alat dan Bahan Jumlah

1 Laser He-Ne 1.0 mW, 220 V AC 1 buah

2 Diaphragm holder 1 buah

3 Diaphragm with 3 single slits 1 buah

4 Photoelement for opt. Base plt 1 buah

5 Slide device, horizontal 1 buah

6 Universal measuring amplifier 1 buah

7 Digital Multimeter 1 buah

8 Optical profile bench = 1500 mm 1 buah

9 Base for opt. Pr. Bench, h= 30 mm 1 buah

10 Connecting cord, l = 1500 mm, red 1 buah

11 Connecting cord, l = 500 mm, blue 1 buah

12 Rectangular aperture 1 buah

13 Diffraction gratings 1 buah

3.2 Prosedur Percobaan


1. Letakkan diafragma dengan celah tunggal yang berbeda (0,1 mm, 0,2 mm)
didepan laser secara bergantian.
2. Letakkan photo cell didepan diafragma sejauh mungkin dan catat jaraknya
sebagai b.
3. Hubungkan multimeter digital ke amplifier menggunakan kabel.

8
4. Catat tegangan terang pusat yang ditunjukkan pada multimeter.
5. Putar sekrup untuk menggeser photo cell kekiri dan kekanan dan catat
tegangan pada multimeter.

Mengukur Panjang Gelombang

1. Ganti celah tunggal didepan kisi dengan kisi 50 garis/mm.


2. Letakkan layar putih didepan kisi dengan jarak tertentu.
3. Posisikan laser hingga berkasnya melewati secara tegak lurus dan mengenai
kertas puih. Pada kertas akan dihasilkan titik pusat dengan titik difraksi pada
kedua sisinya.
4. Ukur jarak antara kisi dengan kertas dan catat sebagai L.
5. Ukur jarak antara titik pusat antara titik pusat dengan ttitk difraksi pertama
untuk kedua sisi dan rata-ratakan nilai tersebut untuk memperoleh nilai x.
Untuk titik difraksi yang terdekat dengan titik pusat ini, nilai m=1.

9
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Percobaan


Berikut adalah data yang diperoleh setelah melakukan percobaan ini :
Tabel 4.1.1 Data hasil pengukuran pada kisi 0.1 mm
No. y Kanan (V) Kiri (V)

1 2 3 1 2 3

1 0 0,220 0,165 0,196 0,222 0,199 0,195

2 1 0,237 0,173 0,226 0,189 0,178 0,194

3 2 0,233 0,154 0,222 0,134 0,141 0,176

4 3 0,222 0,064 0,202 0,083 0,113 0,131

5 4 0,199 0,045 0,181 0,085 0,132 0,104

6 5 0,161 0,048 0,135 0,120 0,127 0,184

7 6 0,090 0,029 0,058 0,095 0,115 0,099

8 7 0.090 0,028 0,074 0,072 0,093 0,086

9 8 0,116 0,033 0,091 0,061 0,081 0,061

10 9 0,106 0,029 0,077 0,066 0,082 0,058

11 10 0,070 0,023 0,043 0,059 0,076 0,066

12 11 0,056 0,022 0,036 0,045 0,059 0,060

13 12 0,082 0,026 0,034 0,036 0,041 0,043

14 13 0,109 0,027 0,075 0,040 0,038 0,028

15 14 0,097 0,025 0,045 0,046 0,049 0,025

16 15 0,064 0,022 0,041 - 0,056 0,032

10
Tabel 4.1.2 Nilai rata-rata kisi 0,1 mm
No. y Kananrata-rata Kirirata-rata
(V) (V)
1 0
0,19367 0,20533
2 1
0,212 0,187
3 2
0,203 0,15033
4 3
0,16267 0,109
5 4
0,14167 0,107
6 5
0,11467 0,14367
7 6
0,059 0,103
8 7
0,051 0,08367
9 8
0,08 0,06767
10 9
0,07067 0,06867
11 10
0,04533 0,067
12 11
0,038 0,05467
13 12
0,04733 0,04
14 13
0,07033 0,03533
15 14
0,05567 0,04
16 15
0,04233 0,044

Tabel 4.1.3 Data hasil pengukuran pada kisi 0.2 mm


No. y Kanan (V) Kiri (V)

1 2 3 1 2 3

1 0 0,273 0,232 0,192 0,254 0,184 0,186

11
2 1 0,285 0,225 0,167 0,191 0,162 0,152

3 2 0,263 0,231 0,241 0,148 0,114 0,119

4 3 0,181 0,166 0,268 0,127 0,144 0,090

5 4 0,152 0,103 0,272 0,103 0,191 0,104

6 5 0,156 0,116 0,225 0,095 0,116 0,092

7 6 0,064 0,021 0,112 0,078 0,081 0,086

8 7 0,132 0,093 0,174 0,064 0,094 0,076

9 8 0,075 0,055 0,121 0,087 0,084 0,061

10 9 0,090 0,036 0,180 0,077 0,067 0,090

11 10 0,075 0,051 0,127 0,065 0,085 0,080

12 11 0,047 0,019 0,045 0,056 0,087 0,089

13 12 0,073 0,040 0,089 0,067 0,075 0,085

14 13 0,035 0,024 0,063 0,042 0,053 0,076

15 14 0,034 0,018 0,081 0,033 0,063 0,057

16 15 0,016 0,012 0,043 0,032 0,051 0,031

Tabel 4.1.4 Tabel 4.1.2 Nilai rata-rata kisi 0,2 mm


No. y Kananrata-rata Kirirata-rata
(V) (V)
1 0
0,23233 0,208
2 1
0,22567 0,16833
3 2
0,245 0,127
4 3
0,205 0,12033
5 4
0,17567 0,13267

12
6 5
0,16567 0,101
7 6
0,06567 0,08167
8 7
0,133 0,078
9 8
0,08367 0,07733
10 9
0,102 0,078
11 10
0,08433 0,07667
12 11
0,037 0,07733
13 12
0,06733 0,07567
14 13
0,04067 0,057
15 14
0,04433 0,051
16 15
0,02367 0,038

4.2 Analisa Data


 Menghitung λ laser dengan menggunakan sudut difraksi orde pertama
1 1
d = 𝑁 = 10 = 0,1 mm = 1 x 10-4m

L = 70 cm =70
d sin θ
 λ= m

d sin θ
λ1 = = 1 x10-4 sin 1.14o/1
m

= 1x10-4 x 0.019/1

= 0.019 x 104 nm

d sin θ
λ2 = = 2x104 sin 1.14o/1
m2

= 1x10-4 x 0.019/2 2,7

= 0.095 x 10-4 nm

13
d sin θ
λ3 = = 2x104 sin 1.14o/1
m2

= 1x10-4 x 0.019/3

= 0.633 x 10-7 nm

Menentukan nilai α minimum pada kisi 0,1 mm

𝜆
αn = sin -1 ( n x )
𝑑
0.019 x 10−4
α1 = sin -1 ( 1 x )
10−4

= sin -1 ( 0.019)
= 1.08°
0.019 x 10−4
α2 = = sin -1 ( 2 x )
10−4

= sin -1 ( 0.038)
= 2.17°
°
0.019 x 10−4
α3 = sin -1 ( 3x )
10−4

= sin -1 ( 0.057)
= 3.26°
 Menentukan nilai α minimum pada kisi 0,2 mm
𝜆
αn = sin -1 ( n x )
𝑑
0.019 x 10−4
α1 = sin -1 ( 1 x )
2x10−4

= sin -1 ( 0.0095 )
= 0.54°
0.019 x 10−4
α2 = sin -1 ( 2 x )
2x10−4

= sin -1 ( 2x0.0095 )
= 0.019°
0.019 x 10−4
α3 =s in -1 ( 3 x )
2x10−4

= sin -1 ( 0.0095 )
= 0.028°
 Menentukan nilai α maksimum pada kisi 0,1 mm

14
α0’ = 0
𝜆
α1’ = sin -1 ( 1,430 x )
𝑑
0.019 x 10−4
= sin -1 ( 1,430 x )
10−4

= sin -1 ( 0.027 )
= 1,547°
𝜆
α2’ =sin -1 ( 2,459 x )
𝑑
0.019 x 10−4
= sin -1 ( 2,459 x )
10−4

= sin -1 (0.046)
=2.67°
 Menentukan nilai α maksimum pada kisi 0,2 mm
α0’ = 0
𝜆
α1’ = sin -1 ( 1,430 x )
𝑑
0.019 x 10−4
= sin -1 ( 1,430 x )
2x10−4

= sin -1 ( 0.013 )
= 0.77°
𝜆
α2’ =sin -1 ( 2,459 x )
𝑑
0.019 x 10−4
= sin -1 ( 2,459 x )
2x10−4

= sin -1 (0.023)
= = 1.33°
 Menghitung sudut dfraksi) L= 70
2.5 5
θ1 = tan-1 ( ) θ2 = tan-1 ( )
70 70
= tan-1 0,035 = tan-1 0,057
= 2.04o =4.08o

6.4
θ3 = tan-1 ( )
70

= tan-1 0,173
= 5.22o

15
4.3 Grafik

Chart Title
70.25
70.2
70.15
70.1
70.05
70
69.95
69.9
69.85
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

x v

Grafik 4.3.1 hubugan tegangan dengan jarak pada kisi 0,1 mm kanan

Chart Title
70.25
70.2
70.15
70.1
70.05
70
69.95
69.9
69.85
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

x v

Grafik 4.3.2 hubugan tegangan dengan jarak pada kisi 0,1 mm kiri

16
Chart Title
70.3
70.25
70.2
70.15
70.1
70.05
70
69.95
69.9
69.85
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

x v

Grafik 4.3.2 hubugan tegangan dengan jarak pada kisi 0,2 mm kanan

Chart Title
70.25
70.2
70.15
70.1
70.05
70
69.95
69.9
69.85
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

x v

Grafik 4.3.4 hubugan tegangan dengan jarak pada kisi 0,2 mm kiri

4.4 Pembahasan
Percobaan difraksi dimulai dengan mengatur cahaya laser yang melewati
celah tepat ditengah atau titik pusat dari photoelement yang digunakan. Kemudian
diukur nilai tegangan atau intensitas yang terbaca pada multimeter, lalu geser
perlahan-lahan photoelement menuju pola gelap terang mulai dari orde pertama
sampai pola gelap terang kedua. Kisi yang digunakan dalam percobaan ini ada dua

17
kisi yaitu kisi celah tunggal dengan ukuran 0,1 mm dan 0,2 mm, serta kisi dengan
celah banyak.

Berdasarkan hasil yang peroleh setelah melakukan percobaan ini diketahui


bahwa semakin jauh photo element maka nilai intensitas cahaya dari laser semakin
menurun saat akan memasuki pola, kemudian naik lagi saat memasuki pola terang.
Kemudian hal ini dapat kita lihat dari data pengukuran yang diperoleh diatas.
Kemudian ukuran dari garis kisi juga sangat berpengaruh pada nilai tegangan yang
terbaca pada multimeter. Hal ini terjadi karena semakin besar ukuran kisi yang
digunakan maka semakin besar pula intensitas cahaya yang mengenai photoelement
sehingga intensitas cahayanya pun ikut bertambah besar.

Pada celah banyak cahaya yang terbentuk pada layar mempunyai jarak yang
sama besar. Dari titik pusat menuju titik pertama (titik terdekat) mempunyai jarak
3 cm, kemudian jarak antara titik pertama ketitik kedua adalah sama besar dengan
jarak cahaya pada titik pusat dengan titik cahaya pertama.

18
BAB V
PENUTUP

4.4 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah melaukan percobaan ini adalah


sebagai berikut :

1. Pada celah tunggal semakin besar ukuran kisi maka nilai tegangan atau
intensitas cahaya yang terbaca semakin besar pula.
2. Intensitas cahaya akan semakin menurun ketika jarak dari titik pusat
cahaya semakin jauh.
3. Pada celah banyak, cahaya yang terbentuk pada layar mempunyai jarak
yang sama besar antara titik pusat dengan titik pertama, titik pertama
dengan titik kedua dan seterusnya

19
DAFTAR PUSTAKA

Baiquni. 1985. Fisika Modern. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Halliday, Resnick. 1987. Fisika Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Ishimaru, Akira. 1991. Electromagnetic, Wave Propagation, Radiation and


Scattering. Inc: Prentice Hall.

Tripler, Paul A. 2001. Fisika Untuk Sains dan Tekhnik. Jakarta: Erlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai