Anda di halaman 1dari 52

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2015


UNIVERSITAS HASANUDDIN

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Disusun oleh:
Irma Rusnu
C11111283

Pembimbing Lapsus:
dr. Syahrir Parawansyah

Supervisor Pembimbing:
Dr. dr. Hasyim Kasim, Sp. PD. KGH

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

1
LEMBAR PENGESHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :


Nama : Irma Rusnu
NIM : C11111283
Universitas : Universitas Hasanuddin
Judul : Dengue Hemorrhagic Fever
telah menyelesaikan lapsus dengan judul tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik
pada bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas hasanuddin.

Makassar, Juni 2015

Pembimbing Coass

dr. Syahrir Parawansyah Irma Rusnu

Pembimbing Baca

2
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : N.N
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : Makassar 01-01-1995 (20 Tahun)
Agama : Islam
Alamat : Makassar
Ruang Rawat : Lontara 1 Atas Belakang RS Wahidin Sudirohusodo
RM : 710502

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama : Demam
 Dialami sejak sekitar 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam
dirasakan terus menerus, turun dengan obat penurun panas tetapi naik
kembali beberapa jam kemudian.Kadang demam disertai dengan nyeri
kepala. 1 hari sebelum masuk rumah sakit muncul bercak bercak
kemerahan pada kedua tungkai . Riwayat Perdarahan gusi dan mimisan
tidak ada. Riwayat penyakit DBD disekitar lingkungan tempat tinggal
tidak diketahui. riwayat berkunjung kedaerah endemik malaria ridak
ada.
 Batuk dan sesak tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada, nyeri perut tidak ada, nafsu makan
berkurang sejak 2 hari terakhir sehingga pasien merasa lemas.
 BAK : lancar, warna kuning. Riwayat BAK berwarna kemerahan tidak
ada.
 BAB : 1 kali sehari setiap pagi , konsistensi lunak. Riwayat BAB
berwarna hitam atau bercampur darah tidak ada
 Riwayat haid teratur setiap Bulan.Saat ini pasien tidak haid .

3
2. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Malaria tidak ada .


 Riwayat Thypoid Tidak ada .

3. Riwayat Pribadi, Sosial, Keluarga Dan Ekonomi

 Pasien merupakan seorang mahasiswi di salah satu universitas di


Makassar.
 Pola Makan teratur
 Aktivitas olahraga jarang
 Biaya perawatan selama di RS di tanggung oleh BPJS.

C. Pemeriksaan Fisis
Status Present :
Sakit Sedang/ Gizi cukup / Komposmentis

T : 110/60 mmHg P : 20x/menit


N : 92 x/menit S : 37,7°C (axilla)

TB : 170 cm
BB : 55 kg
IMT : 19,03 kg/m2

Kepala : Ekspresi : Biasa


Wajah : Simetris kiri = kanan
Deformitas : ( - )
Rambut : hitam, lurus, kering, sukar dicabut
Mata : Eksopthalmus/Enophtalmus : ( - )
Kelopak mata : edema palpebra ( - ) , ptosis ( - )

4
Konjungtiva : anemis ( - )
Sklera : ikterus ( - ) perdarahan (-)
Kornea : jernih, refleks cahaya dextra = sinistra
Pupil : isokor, diameter 2.5 mm/2.5 mm
Telinga : Tophus : ( - )
Pendengaran : normal
Hidung : Perdarahan ( - )
Sekret ( - )
Mulut : Bibir : kering ( - )
Mulut : Stomatitis ( - )
Tonsil : T1-T1 hiperemis ( - )
Faring : Hiperemis ( - )
Gigi geligi : caries dentis ( - )
Gusi : Perdarahan ( - )
Lidah : kotor ( - )
Leher : Kelenjar getah bening : pembesaran ( - )
Kelenjar gondok : pembesaran ( - )
DVS : R-2 cm H2O
Massa Tumor : ( - )
Thoraks : Inspeksi : Simetris kiri dan kanan,
Payudara : simetris kiri = kanan
Sela iga : kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan : ( - )
Massa tumor : ( - )
Vokal fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru hepar : ICS VI dextra anterior
Batas paru belakang kanan : Vertebra Thoracal X
Batas paru belakang kiri : Verteba Thoracal XI
Auskultasi : Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronchi ( - ), wheezing ( - )

5
Jantung : Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Batas jantung atas l ICS II parasternalis sinistra
Batas jantung bawah ICS V midclavicularis
Batas jantung kiri ICS V linea midclavicula
sinistra
Batas jantung kanan ICS IV linea parasternalis
dextra
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur ( - )
Abdomen : Inspeksi : Datar ikut gerak napas
Auskultasi : Peristaltik ada, kesan normal
Palpasi : Massa tumor ( - ) , nyeri tekan epigastrium ( - )
,Hepar dan lien tak teraba.
Ginjal : ballotement tidak ada
Perkusi : Tympani
Ekstremitas : Edema : ( - ) , petechiae ada pada kedua extremitas superior
dan inferior.

D. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 1 Mei 2015
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
RBC 5,01 x 106/μL 4,00 x 106 – 6,00 x 106/ μL
HGB 14.3 gr/dL 12,0-16,0 g/dl
HCT 42,7 % 37-48%
MCV 85,2/fl 80,0-97,0/fl
MCH 28,5/pg 26,5-33,5/pg
MCHC 33,5g/dl 31,5-35,0 g/dl
PLT 95 x 103/μL 150x103-400 x 103/μL
WBC 2,78 x 103/μL 4,0 – 10,0 x 103/μL
NEUT - -
LYM 0.37% 0,0 – 99,9 %
MON - -
EOS - -
BAS 0,01% 0,0 – 99,9 %

6
Kimia Klinik
Glukosa Darah
GDS 155 < 200 mg/dL

Fungsi Ginjal
Ureum 22 10 – 50 mg/dL
Kreatinin 0,8 < 1.1 mg/dL

Fungsi Hati
AST (SGOT) 25 < 38 U/L
ALT (SGPT) 16 < 41 U/L

Elektrolit 136 – 145


Na 139 3.5 – 5.1
K 4 97 – 111
Cl 93

Tanggal 1 Mei 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Urynalisa
Warna Kuning muda Kuning muda
Ph 5,5 4,5-8,0
Blood +/25 Negative
Sedimen eritrosit 5 <5
Leukosit Negative Negative
Protein Trace negatif

E. Pemeriksaan Penunjang lainnya


1. IgM Dengue (+)
2. IgG Dengue (+)

F. Diagnosis Sementara :
1. Dengue Hemorrhagic Fever grade II

7
G. Penatalaksanaan :
 Terapi :
a. Non Farmakologik :
 Minum air minimal 1.500 mL/hari
 Tirah baring
 Makanan Biasa
b. Farmakologik :
 IVFD Ringer Laktat 30 tpm
 Paracetamol 500 mg 1 tab/8jam/oral ( jika demam )
 Monitoring :
 Kontrol DR/24 jam
 Observasi tanda-tanda syok dan manifestasi perdarahan aktif
(perdarahan gusi, mimisan, muntah darah, batuk darah, BAK atau
BAB bercampur darah)

8
Tanggal Perjalanan penyakit Instruksi dokter

01/05/2015 S:Perjalanan demam hari ke- 3 P:

Perawatan Demam (+), sakit kepala (+),  IVFD RL 30 tpm


hari 1 pusing (-), batuk (-), sesak (-),  Paracetamol 500 mg 1
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), tab/8 jam/oral
mual (-), muntah (-), mimisan (-),
perdarahan gusi (-), bercak
kemerahan (+ )

Asupan makanan berkurang Monitoring :

Asupan cairan cukup  Darah rutin/24 jam


 Awasi tanda-tanda
Bak : lancar, kuning
perdarahan
Bab : 1 kali sehari warna kuning

O : SS/GC/CM
TD : 110/60 mmhg

N : 92x/menit

P : 20x/menit

S : 37,70C

 Anemis -/-, ikterus -/-


 DVS R- 2 cmH2O,
pembesaran KGB (-)
 BP : vesicular
BT : I/II murni regular
 Peristaltik (+) kesan
Normal
H/ L : tidak teraba
 Ext :, edema -/-dan
petechiae di kedua

9
extremitas superior dan
inferior

Hasil Lab:

WBC : 2,78 x 103/uL

RBC : 5,01 x 106/uL

HCT : 42,7 %

HGB : 14,3 g/dL

PLT : 95 x 103/uL

Ig M dan Ig G : positif / positif

A: DHF grade II

02/05/2015 S:Perjalanan demam hari ke 4 P:

Demam (+), sakit kepala (+),  IVFD RL 30 tpm


pusing (-), batuk (- ), sesak (-),  Paracetamol 500 mg 1
Perawatan
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (- ), tab/8 jam/oral
hari ke 2
mual (- ), muntah (- ), mimisan (-),
perdarahan gusi ( - ), bercak
kemerahan(+ )

Asupan makan dan minum cukup Monitoring :

Bak : lancar,kuning  Darah rutin/hari


 Awasi tanda-tanda
Bab : 1 kali sehari warna kuning

10
O : SS/GC/CM perdarahan
TD : 110/70 mmhg

N : 94x/menit

P : 20x/menit

S : 37,7 0C

 Anemis -/-, ikterus -/-


 DVS R- 2 cmH2O,
pembesaran KGB (-)
 BP : vesicular
BT : I/II murni regular
 Peristaltik (+) kesan
Normal
H/L : tidak teraba
 Ext : edema -/- ,petechiae
di kedua extremitas
superior dan inferior.
Hasil lab

WBC : 2,78x 103/uL 1,8 x


103/ul

RBC : 5,01x 106/uL 4,61x106

HCT : 42,7 % 39%

HGB : 14,3 g/dL 13 g /dl

PLT : 95 x 103/uL 85 x
103/ul

Ig M dan Ig G : positif / positif

11
A: DHF Grade II P:

 IVFD RL 30 tpm
 Paracetamol 500mg/ 8
04/05/2015 S:Riwayat demam hari ke 5
jam /oral ( bila perlu )
Perawatan Demam ( - ), sakit kepala (- ), Monitoring :
hari ke 3 pusing (-), batuk (- ), sesak (-),
 Darah rutin/hari
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (- ),
 Awasi tanda-tanda
mual (-), muntah (- ), mimisan (-),
perdarahan
perdarahan gusi (- ), bercak
kemerahan(+)

Asupan makan dan minum cukup

Bak : lancar, kuning

Bab : 1 kali sehari , warna kuning

O:

SS/GC/CM
TD : 100/60 mmhg

N : 100x/menit

P : 20x/menit

S : 37,50C

 Anemis -/-, ikterus -/-


 DVS R- 2 cmH2O,
pembesaran KGB (-)
 BP : vesicular
BT : I/II murni regular
 Peristaltik (+) kesan
Normal

12
H/ L : tidak teraba
Ext : edema -/-.petechiae
di kedua extremitas
superior dan inferior .

Hasil lab

WBC : 1,8x 103/uL 3,9x


103

RBC : 4,61 x 106/uL 4,59 x


10 6

HCT : 39 % 39 %

HGB : 13 g/dL 12,7 g/dl

PLT : 85 x 103/uL 52 x 103

Ig M dan Ig G : positif / positif

A: DHF grade II

05/05/2015 S: riwayat demam hari ke 6 P:

Perawatan Demam (- ), sakit kepala (- ),  IVFD RL 30 tpm


hari ke 4 pusing (-), batuk (- ), sesak (-),  Paracetamol 500mg/ 8
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (-), jam /oral ( bila demam
mual (- ), muntah (-), mimisan (-), )
perdarahan gusi (- ), bercak
kemerahan (+)

13
Asupan makan dan minum cukup Monitoring :

Bak : lancar, kuning  Darah rutin/hari


 Awasi tanda-tanda
Bab : 1 kali sehari , warna kuning
perdarahan
O : SS/GC/CM
TD : 110/70 mmhg

N : 88 x/menit

P : 20x/menit

S : 36,80C

 Anemis -/-, ikterus -/-


 DVS R- 2 cmH2O,
pembesaran KGB (-)
 BP : vesicular
BT : I/II murni regular
 Peristaltik (+) kesan
Normal
H/ L : tidak teraba
Ext : edema -/-.petechiae
di kedua extremitas
superior dan inferior (
berkurang )

Hasil lab

WBC : 3,9 x 103/uL 4,0 x


103

RBC : 4,59 x 106/uL 4,52 x


10 6

HCT : 39 % 39%

14
HGB : 12,7 g/dL 13g/dl

PLT : 52 x 103/uL 80 x 103

Ig M dan Ig G : positif / positif

A: DHF grade II

06/05/2015 S: Perjalanan demam hari ke 7 P:

Perawatan Demam (-), sakit kepala (- ),  IVFD RL 30 tpm


hari ke 5 pusing (-), batuk (- ), sesak (-),  Paracetamol 500 mg 1
nyeri dada (-), nyeri ulu hati (- ), tab/8 jam/oral( bila
mual (- ), muntah (- ), mimisan (-), demam )
perdarahan gusi (-), bercak
kemerahan(+)
Monitoring :
Asupan makan dan minum cukup
 Rawat Jalan
Bak : lancar, kuning

Bab : 1 kali sehari ,warna kuning

O:

SS/GC/CM
TD : 110/70 mmhg

N : 84x/menit

P : 22x/menit

S : 36,70C

 Anemis -/-, ikterus -/-

15
 , DVS R- 2 cmH2O,
pembesaran KGB (-)
 BP : vesicular
BT : I/II murni regular
 Peristaltik (+) kesan
Normal
H/ L : tidak teraba
Ext : edema -/- petechiae
di kedua extr inferior
berkurang .

Hasil lab

WBC : 4 x 103/uL 4 x 103

RBC : 4,52 x 106/uL 4,55 x


106

HCT : 39 % 40%

HGB : 13 g/dL 13,5 g/dl

PLT : 80 x 103/uL 105x 103

Ig M dan Ig G : positif / positif

A: DHF grade II

16
Resume :

Seorang perempuan usia 20 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan


utama febris Dialami sejak sekitar 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
febris dirasakan terus menerus, turun dengan obat penurun panas tetapi
naik kembali beberapa jam kemudian.Kadang febris yang disertai
dengan cefalgia . 1 hari sebelum masuk rumah sakit muncul petechiae
pada kedua tungkai bawah dan atas. Riwayat Perdarahan gusi dan
mimisan tidak ada. Riwayat penyakit DBD disekitar lingkungan tempat
tinggal tidak diketahui. riwayat berkunjung kedaerah endemic malaria
ridak ada.
Nafsu makan berkurang sejak 2 hari terakhir sehingga pasien merasa
lemas.
BAK : lancar, warna kuning. Riwayat BAK berwarna kemerahan tidak
ada.
BAB : 1 kali sehari setiap pagi , konsistensi lunak. Riwayat BAB
berwarna hitam atau bercampur darah tidak ada
Riwayat haid teratur setiap Bulan.Saat ini pasien tidak haid .

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit sedang, gizi baik,
kesadaran composmentis, status vitalis tekanan darah 110/60 mmHg , subfebris ( S
37,7 C ), takikardi (nadi 92 x/menit), dan pernapasan dalam batas normal. . Pada
keempat ekstremitas didapatkan petechiae spontan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HCT 42,7 %, PLT 95.000/μl,
WBC 2,78/μl, tes serologis Ig G (+) dan Ig M antiDengue (+).

Sehingga berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan


penunjang lainnya, maka pasien ini didiagnosis DHF grade II

DISKUSI KASUS

17
 Seorang perempuan usia 20 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan
utama febris Dialami sejak sekitar 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
febris dirasakan terus menerus, turun dengan obat penurun panas tetapi
naik kembali beberapa jam kemudian.Kadang febris yang disertai
dengan cefalgia . 1 hari sebelum masuk rumah sakit muncul petechiae
pada kedua tungkai bawah dan atas. Riwayat Perdarahan gusi dan
mimisan tidak ada. Riwayat penyakit DBD disekitar lingkungan tempat
tinggal tidak diketahui. riwayat berkunjung kedaerah endemic malaria
ridak ada.
 Batuk dan sesak tidak ada.
 Mual dan muntah tidak ada, nyeri perut tidak ada ,nafsu makan
berkurang sejak 2 hari terakhir sehingga pasien merasa lemas.
 BAK : lancar, warna kuning. Riwayat BAK berwarna kemerahan tidak
ada.
 BAB : 1 kali sehari setiap pagi , konsistensi lunak. Riwayat BAB
berwarna hitam atau bercampur darah tidak ada
 Riwayat haid teratur setiap Bulan.Saat ini pasien tidak haid .

Pada pemeriksaan fisis didapatkan pasien tampak sakit sedang, gizi baik,
kesadaran composmentis, status vitalis tekanan darah 110/60 mmHg , subfebris ( S
37,7 C ), takikardi (nadi 92 x/menit), dan pernapasan dalam batas normal. . Pada
keempat ekstremitas didapatkan petechiae spontan.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan HCT 42,7 %, PLT 95.000/μl,
WBC 2,78/μl, tes serologis Ig G (+) dan Ig M antiDengue (+).

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium


pasien didiagnosa sebagai DHF grade II menurut WHO 2011
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda
terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif), derajat II yaitu
derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III

18
yang ditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi (sistolik menurun sampai <80
mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah, serta derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu
nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Pasien ini memenuhi 3 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan oleh
WHO 1997, antara lain :
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari
pertama dan membaik pada hari-hari selanjutnya). Paien ini mengalami demam
selama 3 hari.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien ini dilakukan uji
Rumple leede dan hasilnya positif dan terdapat purpura pada kedua extremitas
superiornya..
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini memiliki
trombosit yang menurun yaitu 73.000 /μL. Keadaan trombositopenia pada
pasien ini disebabkan oleh penghancuran trombosit oleh system
retikuloendotelial karena terjadi agregasi trombosit.
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat tanda
klinis kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun, tanda
kebocoran plasma dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Penilaian
kebocoran plasma juga dapat ditandai dengan adanya leukopenia progresif
disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.

Menurut WHO 2009, berdasar riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan atau
darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase
penyakit (febris,kritis,atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs,
hidrasi dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat
inap.
Pasien ini sedang berada pada hari ke-4 dan tekanan darah saat masuk
100/60mmHg. Pasien juga memiliki warning signs berupa nyeri kepala, dan
penurunan trombosit. Pasien memerlukan rawat inap atas dasar adanya warning

19
signs. Setelah diagnosis ditegakkan maka selanjutnya adalah menentukan
tatalaksana yang sesuai dengan pasien.
Menurut WHO 2009, pasien masuk dalam kelompok- B dengan warning
signs. Tatalaksana untuk keadaan ini harus dirawat inap untuk observasi ketat,
khususnya fase kritis.
Sedangkan Menurut WHO 2011, Termasuk dalam Kategori Dengue
Hemoragic fever grade II kerana pasien Masuk dengan adanya manifestasi
perdaarahan spontan yaitu petechiae di extremitas superior dan inferior yang
disertai sesuai dengan DHF grade I yaitu demam dan uji tourniquet positif disertai
trombositopenia.
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang
paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Maka pada pasien ini
terapi yang diberikan adalah terapi cairan yaitu IVFD RL dengan 30 tetes per menit
sebagai terapi perbaikan hemodinamik dan terapi lainnya sesuai dengan
simptomatik yatiu paracetamol 500 mg dengan dosis 3x1 untuk menurunkan
panas/demam,. Untuk selanjutnya rencana pengontrolan darah rutin, pantau tanda-
tanda vital dan manifestasi perdarahan.

Pada hasil pemeriksaan Ig M dan Ig G Dengue didapatkan positif


,menandakan bahwa pasien tersebut telah terinfeksi primer maupun sekunder dari
virus dengue, IgM timbul sekitar hari ke 3 dan kadarnya meningkat pada akhir
minggu pertama sampai dengan minggu ke-3 dan menghilang pada minggu ke-6,
sedang IgG timbul pada hari ke-5 dan mencapai kadar tertinggi pada hari ke-14,
kemudian bertahan sampai berbulan-bulan. Pada infeksi sekunder kadar IgG telah
meningkat pada hari ke-2 melebihi kadar IgM. Uji ini telah dipakai untuk
membedakan infeksi virus dengue dari infeksi virus Japanese B ensefalitis.
Penelitian yang dilakukan Wu SJL dkk dengan menggunakan tes dipstick ELISA

20
untuk mendeteksi IgG dan IgM Anti dengue di dalam serum mennunjukkan
sensitivitas 97,9 % dan spesifitas 100 %.11

Gambar . Protokol 2 Pemberian cairan pada tersangka DBD Dewasa di R.Rawat

Kriteria pemulangan pasien demam berdarah Dengue yaitu jika :

 Tidak ada demam sekurang-kurangnya 24 jam tanpa penggunaan antipiretik


 Terdapat perbaikan klinis, nafsu makan baik
 Pengeluaran urine baik
 Hematokrit stabil
 Tidak dijumpai stress napas,efusi pleura, dan asites
 Jumlah trombosit > 50.000/mmᵌ

21
DEMAM BERDARAH DENGUE

I. PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue


Haemorrhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam disertai dengan sakit kepala, nyeri pada
retro-orbital, nyeri otot dan/atau nyeri sendi, ruam dan manifestasi perdarahan
yang disertai leukopenia, dan trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.1

Penyakit demam berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan di


Indonesia. Hal ini tampak dari kenyataan seluruh wilayah di Indonesia yang
beresiko untuk terjangkit penyakit demam berdarah Dengue. Wabah demam
berdarah Dengue cenderung meningkat setiap tahun. Tingkat kematian korban
DBD tahun Januari 2007 lebih tinggi dibandingkan periode pada tahun 2006,
dengan tingkat kematian mencapai 1,8%. Dari Februari 2006 samapai 31 Januari
2007 total penderita DBD mencapai 8.019 orang dan korban meninggal sebanyak
144 orang (Depkes 2007). Tidak jarang penderita meninggal dunia akibat penyakit
DBD ini karena keterlambatan penanganan secara medis. 1,2

II. DEFINISI

Infeksi Dengue merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh salah satu dari 4
serotipe virus Dengue (DENV) yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes (Stegomnya). Dengue ditemukan di daerah tropis dan
subtropis, terutama di dareah perkotaan. Infeksi Dengue merupakan penyakit
sistemik yang dinamis dan memiliki spektrum manifestasi klinis yang sangat luas,
mulai dari yang tanpa gejala klinis (asimptomatik) sampai dengan kasus yang
memiliki gejala yang serius seperti syok hipovolemi. Gejala klinis berupa demam
yang muncul secara tiba-tiba setelah fase inkubasi selesai (4-10 hari). Gejala klinis

22
yang muncul terbagi atas tiga fase, yaitu fase febris, fase kritis dan fase
penyembuhan. Demam Dengue (Dengue Fever/ DF), dan demam berdarah Dengue
(Dengue Haemorrhagic Fever/ DHF) merupakan manifestasi klinis dari infeksi
Dengue.1,2,3

Menurut WHO, demam berdarah Dengue adalah demam yang diawali dengan
demam tinggi mendadak berlangsung 2-7 hari, naik turun. Terdapat manifestasi
perdarahan dengan uji tourniket positif atau adanya peteki, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, melena atau hematemesis. Selain itu, adanya hepatomegali dan
kegagalan sirkulasi (syok). Dari kriteria laboratorisnya adanya trombositopenia (≤
100.000/µl) serta hemokonsentrasi nya meningkat ≥ 20%.1

III. EPIDEMIOLOGI

Infeksi Dengue – Secara Global

Infeksi Dengue terhitung merupakan infeksi virus melalui serangga yang


paling cepat menyebar di seluruh dunia. Keempat serotipe virus Dengue (DENV)
tersebar di Asia, Australia, Afrika dan Amerika. Benua yang tercatat tidak pernah
mengalami infeksi Dengue hanya Eropa dan Antartika. Hal ini mungkin disebabkan
karena vektor dari infeksi Dengue, yaitu nyamuk Aedes, tidak dapat bertahan pada
iklim yang relatif dingin.1,2,4

Infeksi Dengue yang paling pertama dilaporkan tercatat di dalam Chinese


Encyclopedia of Symptomps pada masa pemerintahan dinasti Chin. Pada jaman itu,
penyakit ini disebut penyakit “the poison water” karena berhubungan dengan
serangga yang hidup di habitat yang berair.4

Insiden terbesar infeksi Dengue di Amerika yang pernah dilaporkan adalah


pada tahun 1981 di Cuba, dimana lebih dari 116.000 orang yang harus dirawat inap
dengan kasus terbanyak per harinya adalah 11.000 kasus. Sejak tahun 2000 hingga
sekarang, setidaknya ada 8 negara yang melaporkan insiden pertama infeksi
Dengue di negaranya, negara-negara tersebut antara lain Nepal, Bhutan, Macau,
Hongkong, Taiwan, Madagaskar, Kepulauan Easter dan Galapagos.4

23
Dalam 50 tahun terakhir, insiden infeksi Dengue meningkat sebanyak 30 kali
seiring dengan bertambahnya jumlah populasi di dunia. Tercatat sebanyak 50 - 100
juta kasus infeksi Dengue dilaporkan tiap tahunnya.Sekitar 500,000 orang dengan
infeksi Dengue harus diopname di rumah sakit setiap tahunnya, sekitar 90% nya
adalah anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, dan 2.5% nya tercatat meninggal
dunia.1,2,4

Infeksi Dengue – Region Asia Tenggara

Tercatat sekitar 2.5 milyar manusia (2/5 populasi dunia) tinggal di daerah
tropis dan subtropis, dimana mereka termasuk populasi risiko tinggi terinfeksi
Dengue (terdiri dari kurang lebih 112 negara). Sekitar 75% populasi risiko tinggi
infeksi Dengue terdapat/tinggal di region Asia dan Pasifik, khususnya pada region
Asia tenggara dan region Pasifik barat.1,2,4

Endemik Dengue di Asia pertama kali dilaporkan terjadi di Filipina tahun


1953-1954 dan di Thailand tahun 1958. Sejak saat itu, negara-negara anggota WHO
South-East Asia (SEA/ Asia Tenggara) dan Western Pasific (WP/ Pasifik Barat),
secara beruntun terus melaporkan insiden kejadian infeksi Dengue. Di India, infeksi
Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1963. Negara-negara lain seperti
Indonesia, Maldives, Myanmar, dan Sri Lanka juga melaporkan insiden pertama
infeksi Dengue pada pertemuan biregional SEA & WP pada tahun1974 di Manila.
Pada tahun 1980 di Bangkok, Guidelines pertama mengenai Dengue resmi
dikeluarkan oleh WHO untuk menangani dan mengontrol infeksi Dengue.1

Di region Asia Tenggara, peningkatan dan penyebaran signifikan infeksi


Dengue terjadi sejak tahun 2000. Pada tahun 2003 tercatat ada 8 negara yang
mengalami kasus infeksi Dengue terbanyak, antara lain Bangladesh, India,
Indonesia, Maldives, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste. Pada Tahun
2004, terjadi infeksi Dengue pertama di Bhutan. Pada Tahun 2005 dilaporkan kasus
infeksi Dengue dengan angka kematian yang cukup tinggi (3.55%) di Timor
Leste.Hingga tahun 2009, semua negara anggota WHO SEA sudah melaporkan
insiden infeksi Dengue, kecuali negara Korea.Negara-negara seperti Indonesia,

24
Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste merupakan negara endemik infeksi
Dengue karena memiliki iklim tropis dimana Aedes aegypti tersebar luas baik di
daerah kota maupun desa.1,2

Jumlah kasus infeksi Dengue dilaporkan meningkat pada 3-5 tahun terakhir.
Khusus di negara Thailand, Indonesia dan Myanmar, kasus Dengue yang
dilaporkan, tercatat sebagian besar merupakan kasus infeksi Dengue yang berat.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan insiden terbesar untuk infeksi
Dengue di Asia Tenggara.1,4

Di Indonesia, dimana 35% populasinya hidup di daerah kota, tercatat 150,000


kasus infeksi Dengue dilaporkan pada tahun 2007. Angka ini merupakan angka
paling tinggi yang pernah dilaporkan, dimana 25,000 kasus berasal dari Jakarta dan
Jawa Barat. Angka kematian akibat infeksi Dengue pada tahun 2007 di Indonesia
kurang lebih 1%. Di Indonesia, infeksi Dengue merupakan salah satu penyebab
paling sering opname dan kematian pada pasien dewasa.2

Gambar 1. Negara-negara dengan risiko tinggi terjadinya infeksi Dengue.

25
V. Etiologi dan Transmisi

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus


dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.
Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam
ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106.1

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
terbanyak. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (Stegomya) dan Toxorhynchites.1

Vektor virus dengue adalah nyamuk Aedes Aegypti atau Aedes


Albopictus. Virus dengue ditransmisikan ke manusia melalui gigitan nyamuk
Aedes betina yang terinfeksi. Nyamuk betina tersebut mendapatkan infeksi
virus dengue saat sedang mencari makanan dalam darah manusia yang
terinfeksi. Setelah melewati masa inkubasi yang biasanya sekitar 8-10 hari,
nyamuk tersebut dapat menularkan infeksi virus dengue kepada manusia lain
hingga seumur hidupnya saat sedang mencari makanan dalam darah manusia
tersebut. Nyamuk betina tersebut juga dapat menularkan infeksi virus melalui
telur yang dikeluarkannya, tetapi mekanisme transmisi tersebut hingga saat ini
belum diketahui secara rinci.1,2

VI. KLASIFIKASI

Klasifikasi infeksi Dengue yang terakhir kali dikeluarkan oleh World


Health Organization (WHO) adalah pada Guidelinestahun 2011 yang lalu.
Sebelumnya, WHO sempat mengeluarkan klasifikasi infeksi Dengue yang
sedikit berbeda pada Guidelines tahun 2009 dan 1999 yang masih dipakai di
beberapa daerah tertentu.1,2,5

26
Guidelines Tahun 2011 – Guidelines terakhir dari WHO

Pada Guidelines tahun 2011, disebutkan bahwa infeksi Dengue dibagi


menjadi 2 berdasarkan gejala klinis yang ditemukan, yaitu asimptomatik
(tanpa gejala) dan simptomatik (dengan gejala klinis).Dengue simptomatik
terbagi menjadi 4, yaitu undiffrentiated fever (viral syndrome),Dengue fever
(DF/ demam Dengue), Dengue haemorrhagic fever (DHF/ demam berdarah
Dengue), dan expand Dengue syndrome (Dengue dengan manifestasi yang
tidak umum). DHF terbagi menjadi 4 kelas, berdasarkan tingkat
keparahannya. DHF yang berlangsung tanpa fase syok hipovolemi, masuk
dalam kelas DHF grade I dan DHF garde II. DHF yang berlangsung dengan
fase syok hipovolemi disebut juga Dengue shock syndrome (DSS), dan
masuk dalam kelas DHF grade III dan DHF grade IV. Dengue asimptomatik
dapat berkembang menjadi undiffrentiated fever, DF, atau menjadi DHF
tanpa, atau dengan fase syok (DSS).1,2

A. Undiffrentiated Fever (viral syndrome)

Undiffrentiated fever merupakan demam yang sulit dibedakan dengan


demam yang disebabkan oleh virus lainnya. Anak-anak, remaja atau dewasa
muda yang terinfeksi Dengue untuk pertama kalinya (infeksi primer)
bisanya memiliki gejala demam yang sulit dibedakan dari demam yang
disebabkan oleh virus lain.1

Makulopapular rash bisa timbul pada fase febris atau pada saat fase
penyembuhan. Biasa disertai gejala-gejala gangguan pernapasan dan sluran
cerna.1

B. Dengue Fever (DF)


Dengue fever (DF) atau demam Dengue merupakan bentuk infeksi
Dengue yang ringan. DF paling sering ditemukan pada usia anak-anak yang
telah beranjak dewasa. Pasien dapat didiagnosis DF jikamemenuhi 2 kriteria
berikut:1,2,4

27
 Demam dengan durasi kurang dari 7 hari dan memiliki 2 atau lebih
manifestasi klinis berikut:
 Sefalgia,
 Nyeri retroorbital,
 Myalgia/arthralgia,
 Rash,
 Leukopenia (WBC < 5000 /uL)
 Trombositopenia (Platelet < 150,000 /uL)
 Peningkatan hematokrit (5-10%).8
 Tanpa adanya bukti kebocoran plasma seperti:
 Peningkatan angka hematokrit > 20%
 Penurunan angka hematokrit > 20% setelah pasien diterapi cairan
 Tanda-tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites atau
hiponatremia)

Pada anak-anak, DF biasanya ringan. Pada orang dewasa, DF biasanya sering


disertai dengan nyeri tulang atau persendian yang hebat, maka dari itu DF
mendapat nama lain yaitu “Break-Bone Fever”. Pada DF dapat terjadi
perdarahan yang tidak biasa seperti perdarahan saluran cerna,
hipermenorrhea, dan epistaksis masif. Namun hal ini sangat jarang terjadi.1,2

C. Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)


Dengue haemorrhagic fever (DHF) atau demam berdarah Dengue
lebih sering terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun.
Meskipun begitu, insiden DHF pada usia dewasa meningkat dalam 1 dekade
terakhir.DHF ditandai dengan demam yang sering disertai dengan tanda-
tanda perdarahan baik spontan maupun provokasi.1

28
DHF terbagi menjadi 4 kelas, yaitu:1

 DHF grade I
Pasien di golongkan ke dalam DHF grade I jika terdapat manifestasi
klinis berupa demam dengan tes provokasi perdarahan positif (tes
Torniquet/tes Rumple Leede), disertai trombositopeni (Platelet
<100,000/uL) dan adanya bukti kebocoran plasma seperti:
 Peningkatan angka hematokrit > 20%
 Penurunan angka hematokrit > 20% setelah pasien diterapi cairan
 Tanda-tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites atau
hiponatremia).1
 DHF grade II
Pasien dimasukkan kedalam DHF grade II jika telah memenuhi kriteria
DHF grade I, ditambah adanya manifestasi perdarahan spontan (pteki,
ekimosis, purpura, epistaksis, perdarah gusi, haematemesis, melena,
injeksio konjungtiva,dan perdarahan mukosa lainnya).1
 DHF grade III
Pasien dimasukkan ke dalam DHF grade III jika telah memenuhi
kriteria DHF grade II ditambah tanda-tanda kegagalan sirkulasi (syok
hipovolemi) seperti:1
 Gelisah,
 Akral dingin,
 Takikardi,
 Nadi lemah,
 Hipotensi (tekanan sistol < 80 mmHg),
 Tekanan nadi < 20mmHg.1
 DHF grade IV
Pasien dimasukkan ke dalam DHF grade IV jika telah memenuhi
kriteria DHF grade III ditambah syok dalam dengan tekanan darah
yang tidak terdeteksi dan nadi tidak teraba.1

29
 Dengue Shock Syndrome (DSS)
Pasien dapat didiagnosis sebagai DSS jika telah memenuhi kriteria
diagnosis DHF grade III atau DHF grade IV.1

D. Expanded Dengue Syndrome


Merupakan bentuk infeksi Dengue dengan manifestasi klinis yang
tidak umum dan melibatkan beberapa organ seperti ginjal, jantung dan otak,
dimana bukti atau tanda-tanda adanya kebocoran plasma tidak ditemukan.
Bentuk infeksi Dengue yang satu ini biasanya merupakan hasil dari
koinfeksi, komplikasi atau pasien-pasien yang telah melalui fase syok dari
DHF.1

VII. Patogenesis
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada
DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini
menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi
yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog
mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

30
yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus
tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi
dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent
enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan
replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan
terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok. (4,5)

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary


heterologous infection dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan
titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya
virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibodi kompleks) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat
aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah danmerembesnya plasma dari ruang intravaskular ke ruang
ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat
berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam.
Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar
hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal;
oleh karena itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.
Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus
binatang lain dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu

31
virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh
nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus
dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu
beberapa strain virus mempunyai kemampuan untuk menimbulkan wabah
yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan
laboratoris.5

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-


antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi melalui kerusakan
sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat), sehingga
trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan menyebabkan trombosit
dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi
trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran
platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID =
koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.1

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi


trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak
berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dankerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya, perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.6

32
VIII. Perjalanan dan Manifestasi Klinis Demam Berdarah

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik,


atau dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah
dengue atau sindrom syok dengue (SSD).1
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 – 7 hari,
yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien
sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan
jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.1

A. Fase Febris
Pasien biasanya demam tinggi tiba-tiba. Fase demam akut ini
berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,
eritema kulit, sakit seluruh badan, mialgia, arthralgia, sakit mata retro-
orbital, fotofobia dan sakit kepala. Beberapa pasien mungkin mengeluh sakit

33
tenggorokan. Pasien juga biasanya mengeluh tidak nafsu makan, mual dan
muntah.5
Di fase awal demam, bisa jadi sulit untuk membedakan klinis DBD
dari penyakit demam non-dengue.Tes tourniquet positif dalam fase ini
menunjukkan peningkatan probabilitas dengue. Namun, gambaran klinis
tidak memprediksi tingkat keparahan penyakit. Oleh karena itu sangat
penting untuk memantau tanda-tanda peringatan dan parameter klinis lain
untuk mengenali perkembangan ke fase kritis.5
Manifestasi perdarahan ringan seperti petechiae dan perdarahan
membrane mukosa (misalnya dari hidung dan gusi) dapat ditemukan.
Perdarahan masif per vaginam (pada wanita usia subur) dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi selama fase ini meskipun hal ini tidak umum
ditemukan. Pembesaran hepar bisa saja terjadi setelah beberapa hari demam.
Awal kelainan pada hitung darah lengkap adalah penurunan progresif
jumlah sel darah putih, yang harus diwaspadai oleh dokter untuk
probabilitas tinggi dengue.(5,7)
B. Fase Kritis
Selama transisi dari fase demam ke fase penyembuhan, pasien
dengan tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan mengalami perbaikan
tanpa melalui fase kritis. Pasien dengan peningkatan permeabilitas kapiler
dapat bermanifestasi dengan tanda-tanda peringatan, sebagian besar sebagai
akibat dari kebocoran plasma.8
Tanda-tanda peringatan menandai awal dari fase kritis. Keadaan
pasien menjadi lebih buruk pada waktu penurunan suhu badan sampai yang
normal, saat suhu turun menjadi 37,5-38 ° C atau kurang dan tetap berada
pada fase ini, biasanya pada hari 3-8 sakit. Leukopenia progresif yang
diikuti oleh penurunan cepat jumlah trombosit biasanya mendahului
kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit menjadi salah satu tanda
tambahan awal. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya berlangsung 24-48 jam. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.

34
Peningkatan hematokrit mendahului perubahan tekanan darah dan denyut
nadi.5
Tingkat hemokonsentrasi mencerminkan tingkat keparahan
kebocoran plasma. Namun hal ini dapat dikurangi dengan pemberian cairan
intravena. Oleh karena itu, pemeriksaan pengukuran hematokrit sesering
mungkin penting karena sebagai tanda perlunya kemungkinan penyesuaian
terapi cairan intravena. Selain kebocoran plasma, manifestasi perdarahan
seperti mudah memar sering terjadi.5
Jika syok terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui
kebocoran, seringkali didahului oleh tanda-tanda peringatan. Suhu tubuh
bisa subnormal ketika syok terjadi. Dengan syok mendalam dan/atau
berkepanjangan, hipoperfusi mengakibatkan asidosis metabolik dan
gangguan organ progresif. Hal ini dapat menyebabkan perdarahan hebat
yang menyebabkan hematokrit menurun. Beberapa pasien maju ke fase
kritis yaitu mengalami kebocoran plasma dan syok sebelum penurunan suhu
badan sampai yang normal. Pada pasien ini mengalami peningkatan
hematokrit dan timbulnya trombositopenia atau tanda-tanda peringatan,
menunjukkan terjadinya kebocoran plasma. Pasien dengue dengan tanda
peringatan biasanya akan membaik dengan rehidrasi intravena. Beberapa
pasien memburuk menjadi dengue berat.9

Tanda Peringatan Dengue


Tanda-tanda peringatan biasanya mendahului manifestasi syok dan
muncul menjelang akhir fase demam, biasanya antara hari 3-7 sakit. Muntah
dan nyeri perut hebat adalah indikasi awal kebocoran plasma dan menjadi
semakin memburuk karena kondisi pasien berkembang menjadi syok.
Pasien menjadi semakin lesu tapi biasanya tetap waspada secara mental.
Gejala ini dapat menetap sampai ke tahap syok. Kelemahan, pusing atau
hipotensi postural terjadi selama keadaan shock. Perdarahan mukosa
spontan merupakan manifestasi penting. Pembesaran hepar sering dijumpai.
Namun akumulasi cairan klinis hanya dapat dideteksi jika kehilangan

35
plasma secara signifikan atau setelah pengobatan dengan cairan intravena.
Peningkatan platelet secara cepat dan progresif menjadi 100.000/mm3 dan
kenaikan hematokrit melebihi batas normal menjadi tanda awal kebocoran
plasma. Hal ini biasanya didahului dengan leukopenia (≤ 5000 sel/mm3).10

C. Fase Penyembuhan
Setelah pasien berada pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
cairan kompartemen ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya.
Keadaan umum membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
mereda, status hemodinamik stabil, dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa
pasien memiliki eritematosa konfluen atau petekie dengan daerah kecil kulit
normal, digambarkan sebagai "pulau putih di laut merah". Bradikardi dan
perubahan EKG sering terjadi pada fase ini. Hematokrit stabil atau mungkin
lebih rendah karena efek dilusi penyerapan cairan. Jumlah sel darah putih
biasanya mulai naik segera setelah penurunan suhu badan sampai yang
normal tetapi pemulihan jumlah trombosit biasanya lambat dibandingkan
dengan jumlah sel darah putih. Gangguan pernapasan dari efusi pleura masif
dan ascites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama
fase kritis dan/atau fase pemulihan jika diberikan cairan intravena yang
berlebihan.5
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan
tanda terdapat demam disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif);
derajat II yaitu derajat I ditambah ada perdarahan spontan di kulit atau
perdarahan lain, derajat III yangditandai adanya kegagalan sirkulasi yaitu
nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi
(sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral
dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang
ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur.5

36
IX. Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :10
o Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosit)
o Trombosit: terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
o Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, dimulai pada hari ke-3
demam
o Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
o Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
o SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat terganggu karena virus
dengue merusak lapisan parenkim hati.
o Ureum, Kreatinin : untuk mengetahui bila terdapat gangguan fungsi ginjal.
o Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
o Golongan Darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
o Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
o IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningakat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
o NS 1 : Antigen NS 1 dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai
hari ke delapan. Sensitifitas antigen NS 1 berkisar 63% - 93,4 % dan
spesifitas 90%-100 % dengan sensitivitas 100 % sama tingginya dengan
sensitifitas gold standard kultur virus. Hasil negatif NS 1 tidak
menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.11

37
X. DIAGNOSIS
Diagnosis demam berdarah ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis
menurut WHO tahun 2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.3
A. Kriteria Klinis
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung terus menerus
selama 2 – 7 hari.
2. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
• Uji tourniquet positif
• Petekia, ekomosis, epitaksis, perdarahan gusi.
• Hemetamesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,
hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak
gelisah.
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (<100.000 sel/ mm3 atau kurang)
2. Hemokonsentrasi peningkatan hematoksit 20% atau lebih. 1

Dua kriteria pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau


peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah
dengue.3

XI. PENATALAKSANAAN

TATALAKSANA DBD PADA DEWASA1

Tidak ada spesifikasi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan
yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.1

38
Protokol 1 Pasien Tersangka DBD

Protokol 1 ini dapat digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan


pertolongan pertama pada pasien DBD atau yang diduga DBD di Puskesmas atau
Istalasi Gawat Darurat Rumah Sakit dan tempat perawatan lainnya untuk dipakai
sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rujuk atau rawat.1

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan


pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :1

 Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran control atau berobat jalan ke poliklinik
dalam waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit
tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit
Gawat Darurat.
 Hb, Ht normal tetapi trombosit <100.000 dianjurkan untuk dirawat
 Hb, Ht meningkat, dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.

Indikasi rawat pasien DBD dewasa pada seleksi pertama adalah :2

1. DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan.

2. DBD dengan perdarahan masif dengan atau tanpa syok

3. DBD tanpa perdarahan masif dengan :

a. Hb, Ht, normal dengan trombosit < 100.000/pl

b. Hb, Ht yang meningkat dengan trombositopenia < 150.000/pl

Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil Hb, Ht dan trombosit
dalam batas nomal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik
Rumah Sakit dalam waktu 24 jam berikutnya atau bila keadaan pasien rnemburuk
agar segera kembali ke Puskesmas atau Fasilitas Kesehatan. Sedangkan pada kasus
yang meragukan indikasi rawatnya, rnaka untuk sementara pasien tetap diobservasi

39
di Puskesmas dengan aniuran minum yang banyak, serta diberikan infus ringer
laktat sebanyak 500cc dalam empat jam. Setelah itu dilakukan pemeriksaan ulang
Hb, Ht dan trombosit. Pasien di rujuk apabila didapatkan hasil sebagai berikut:2

1. Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/pl atau

2. Hb, Ht yang meningkat dengan jumlah trombosit kurang dari 150.000/pl

Pasien dipulangkan apabila didapatkan nilai Hb, Ht dalam batas normal


dengan jumlah trombosit lebih dari 100.000/pl dandalam waktu 24 jam kemudian
diminta kontrol ke Puskesmas/poliklinik atau kembali ke IGD apabila keadaan
menjadi memburuk. Apabila masih meragukan, pasien tetap diobservasi dantetap
diberikan infus ringer laktat 500cc dalam waktu empat jam berikutnya. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan ulang Hb. Ht danjumlah trombosit.2

Pasien dirawat bila didapatkan hasil laboratorium sebagai berikut :2

1. Nilai Hb, Ht dalam batas normal dengan jumlah trombosit kurang dari
100.000/ul

2. Nilai Hb, Ht tetap/meningkat dibanding nilai sebelumnya dengan jumlah


trombosit normal atau menurun

Selama diobservasi perlu dimonitor tekanan darah, frekuensi nadi, dan


pernafasan serta jumlah urin minimal setiap 4 jam.2

Protokol 2 DBD Tanpa perdarahan masif dan syok

Pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif (uji tourniquet positif,
petekie, purpura, epistaksis ringan, perdarahan gusi ringan) dan tanpa syok di ruang
rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah rumus:

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

Setelah pemberian caira dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam;

40
 Bila Hb, Ht meningkat 10 – 20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb , Ht trombo
dilakukan tiap 12 jam
 Bila Hb, Ht meningkat >20% dan rombosit <100.000 maka pemberian
cairan sesuai protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Pemberian cairan Ringer laktat merupakan pilihan pertama. Cairan lain yang
dapat dipergunakan antara lain cairan dekstrosa 5% dalam ringer laktat atau
ringer asetat, dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45%, dekstrosa 5% dalam larutan
garam atau NaCl 0,9%. Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama
24 jam, pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pada pasien dengan berat
badan sekitar 50-70 kg diberikan ringer laktat per infus sebanyak 3.000 cc
dalam waktu 24 jam. Pasien dengan berat badan kurang dari 50 kg pemberian
cairan infus dapat dikurangi dan diberikan 2.000 cc/24 jam, sedangkan pasien
dengan berat badan lebih dari 79 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan
4.000 cc/ 24 jam. Jumlah cairan infus yang diberikan harus diperhitungkan
kembali pada pasien DBD dewasa dengan kehamilan terutama pada usia
kehamilan 28-32 minggu atau pada pasien dengan kelainan jantung/ginjal atau
pada pasien lanjut usia lanjut serta pada pasien dengan riwayat epilepsi. Pada
pasien dengan usia 40 tahun atau lebih pemeriksaan elektrokardiografi
merupakan salah satu standar prosedur operasional yang harus dilakukan.1

Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya
setiap harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda
penyembuhan yaitu suhu tubuh mulai turun, pasien dapat minum dalam jumlah
cukup banyak (sekitar dua liter dalam 24 jam) dan tidak didapatkannya tanda-
tanda hemokonsentrasi serta jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari
50.000/pi, maka jumlah cairan infus selanjutnya dapat mulai dikurangi.
Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa
perdarahan masif dan tanda renjatan tersebut sudah memadai, maka
pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukannya setiap 12 jam untuk pasien
dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/p 1, sedangkan untuk pasien

41
DBD dewasa dengan jumlah trombosit berkisar 100.000 -
150.000/pl,pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 24 jam.1

Pemeriksaan tekanan darah, frekwensi nadi dan pernafasan, dan jumlah


urin dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien semakin memburuk
dengan didapatkannya tanda-tanda syok, maka pemeriksaan tanda-tanda vital
tersebut harus lebih diperketat. Mengenai tanda-tanda syok sedini mungkin
sangat diperlukan, karena penanganan pasien DSS lebih sulit, dan disertai
dengan risiko kematian yang lebih tinggi.1

Tanda-tanda syok dini yang harus segera dicurigai apabila pasien


tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba lebih dingin dan
tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5ml/kgBB/jam.
Gejala-gejala diatas merupakan tanda-tanda berkurangnya aliran/perfusi darah
ke organ vital tersebut. Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah
menurun dengan tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang
dari 20 mmHg, nadi cepat dan kecil. Apabila didapatkan tanda-tanda tersebut
pengobatan syok harus segera diberikan.1

Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan


masif (perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah
trombosit < 100.000/pl, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular disseminata
(KID). Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak
diberikan transfusi suspensi trombosit.1

Pasien dapat dipulang apabila :2

1. Keadaan umum /kesadaran danhemodinamik baik, serta tidak demam

2. Pada umumnya Hb, Ht danjumlah trombosit dalam batas normal serta stabil
dalam 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit
belum mencapai normal (diatas 50.000) pasien sudah dapat dipulangkan.

Apabila pasien dipulangkan sebelum hari ketujuh sejak masa sakitnya


atau trombosit belum dalam batas normal, maka diminta kontrol ke poiliklinik

42
dalam waktu 1x24 jam atau bila kemudian keadaan umum kembali memburuk
agar segera dibawa ke UGD kembali.2

Protokol 3 DBD dengan peningkatan Ht > 20%

Gambar 2.8. Protokol 3 Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20 %

Meningkatnya Ht >20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit


cairan sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah
dengan memberikan infus kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai

43
dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi rin meningkat, maka jumlah cairan infus dikurangi 5ml/kgBB/jam.
Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian
cairan dapaat dihentikan 24-48 jam kemudian.1

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi


keadaan tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi menngkat, tekanan
darah menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan
jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan
pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah
cairan dikurangi menjadi 2 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan
perbaikan maka maka jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam
dan bila dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan
tanda-tanda syok maka pasien ditangani sesia dengan protokol tatalaksana
sindrome syok dengue pada dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian
cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.1

Protokol 4 DBD dengan perdarahan spontan dan masif, tanpa syok

44
Gambar 2.9 Protokol 4 Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD dewasa misalnya


perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberi
tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan
perdarahan tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5
ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan
ringer laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan lainnya. Pemeriksaan
tekanan darah, nadi, pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin
dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostasis harus segera
dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulang 4-6 jam.
Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma
(FFP) diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan
PTT yang memanjang), Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang
dari 10 g%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan
spontan dan masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3 disertai
atau tanpa KID.1

Pada kasus dengan KID pemeriksaan hemostase diulang 24 jam


kemudian, sedangkan pada kasus tanpa KID pemeriksaan hemostase dikerjakan
bila masih ada perdarahan. Penderita DBD dengan gejaia-gejala tersebut diatas,
apabila dijumpai di Puskesmas perlu dirujuk dengan infus. Idealnya
menggunakan plasma expander (dextran) 1-1,5 liter/24jam. Bila tidak tersedia,
dapat digunakan cairan kristaloid.1

45
Protokol 5 DBD dengan syok dan perdarahan spontan

46
Kewaspadaan terhadap tanda syok dini pada semua kasus DBD sangat
penting, karena angka kematian pada SSD sepuluh kali lipat dibandingkan
pasien DBD tanpa syok. SSD dapat terjadi karena keterlambatan penderita
DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat
termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda syok dini, dan pengobatan
SSD yang tidak adekuat.1

Pada kasus SSD, ringer laktat adalah cairan kristaloid pilihan pertama
yang sebaiknya diberikan karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa.
Pilihan lainya adalah NaCl 0,9%. Selaian resustasi cairan, pasien juga diberi
oksigen 2-4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah elektrolit
natrium, kalium, klorida serta ureum dan kreatinin.1

Pada Ease awal ringer laktat diberikan sebanyak 20 ml/kgBB/jam (infus


cepat/guyur) dapat dilakukan dengan memakai jarum infus yang besar/nomor
12), dievaluasi selama 30-120 menit. Syok sebaiknya dapat diatasi
segera/secepat mungkin dalam waktu 30 menit pertama.1

Syok dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien membaik,


kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg atau
lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekwensi nadi kurang dari
100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat,
serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam. Apabila syok sudah dapat diatasi pemberian
ringer laktat selanjutnya dapat dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan evaluasi
selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian
cairan ringer selanjutnya sebanyak 500 cc setiap 4 jam. Pengawasan dini
kemungkinan terjadi syok berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48
jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis
penyakit masih berlangsung, juga sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja
yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya.1

Oleh karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai
Ht lebih dari 30% dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid

47
dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol %
hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (packed red cells). Apabila
pasien SSD sejak awal pertolongan cairan diberikan kristaloid dan ternyata syok
masih tetap belum dapat diatasi, maka sebaiknya segera diberikan cairan koloid.
Bila hematokrit kurang dari 30 % dianjurkan diberikan juga sel darah merah.
Cairan koloid diberikan dalam tetesan cepat 10-20 ml/kgBB/jam dan sebaiknya
yang tidak mempengaruhi/menggangu mekanisme pembekuan darah.1

Gangguan mekanisme pembekuan darah ini dapat disebabkan terutama


karena pemberian dalam jumlah besar, selain itu karena jenis koloid itu sendiri.
Oleh sebab itu koloid dibatasi maksimal sebanyak 1000-1500 ml dalam 24
jam.1

Pada kasus SSD apabila setelah pemberian cairan koloid syok dapat
diatasi, maka penatalaksanaan selanjutnya dapat diberikan ringer laktat dengan
kecepatan sekitar 4-6 jam setiap 500cc. Bila syok belum dapat diatasi, selain
ringer laktat juga dapat diberikan obat-obatan vasopresor seperti dopamin,
dobutamin, atau epinephrin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada
KID maka heparin. Bila dari pemeriksaan hemostasis disimpulkan ada KID,
maka heparin dan transfusi kompunendarah diberikan sesuai dengan indikasi
seperti tersebut diatas.1,3

Pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit dilakukan setiap 4-6 jam.


Pemeriksaan hemostasis ulangan pada kasus dengan KID dilakukan 24 jam
kemudian sejak dimulainya pemberian heparin, sedangkan pada kasus tanpa
KID, pemeriksaan hemostasis ulangan hanya dilakukan bila masih
terdapatperdarahan. Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada SSD
mengingat kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri
dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD, bila
didapatkannya infeksi sekunder di tempat/organ lainnya, dan antibiotik yang
digunakan hendaknya yang tidak mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.5

48
A. Penanganan Komplikasi
Overload cairan atau hipervolemia merupakan komplikasi paling sering
dari DHF. Hal ini ditandai dengan adanya takipnu, dyspnu, edema
palpebra, ascites, dan edema pretibial. Untuk menangani ini harus
dilakukan beberapa hal berikut :1
 Pemasangan keteter urin untuk memantau balance cairan
 Hentikan pemakaian cairan hipotonik
 Ganti cairan kristaloid dengan cairan koloid
 Furosemid dapat diberikan jika keadaan pasien stabil dengan tanda-
tanda edema paru yang jelas
 Setelah pemberian furosemid, pasien harus di follow up per 15 menit
 Jika pemberian furosemid tidak berhasil (anuri atau oligouri), maka
forosemid dengan dosis sama atau dengan dosis double dapat
diberikan. Jika masih tidak memberikan hasil, maka curigai ada
gangguan di ginjal.

B. Kriteria memulangkan pasien


Pasien DHF dapat dipulangkan jika memenuhi seluruh kriteria berikut:1
 Bebas demam selama paling tidak 24 jam tanpa penggunaan antipiretik,
 Nafsu makan baik,
 Keadaan klinis membaik,
 Produksi urin lancar,
 Tidak ada distress pernafasan,
 Trombosit di atas 50,000 /uL,
 3 hari setelah melalui fase syok.
XII. DIAGNOSA BANDING

1. Malaria
2. Morbili
3. Demam Chikungunya
4. Leptospirosis1,2,4

49
XIII. PENGOBATAN
Tidak ada spesifikasi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip
utama adalah terapi suportif. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD.
Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral. Jika asupan
cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi
secara bermakna.1
XIV. PROGNOSIS
Kematian oleh Demam dengue (DD) hampir tidak ada. Sebaliknya
pada DHF/DSS mortaliasnya cukup tinggi. Menurut penelitian prognosis dan
perjalanan penyakit orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak.3

XV. PENCEGAHAN

Untuk memutuskan rantai penularan pemberantasan vektor dianggap cara


paling memadai. Ada 2 cara pemberantasan vektor :6
1. Menggunakan Insektisida
Biasanya digunakan malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan abate
untuk membunuh jentik. Dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gr Abate 56
1% per 10 ltr air.
2. Tanpa Insektisida
Minimal 1 x minggu
• Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
• Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, bool-botol pecah
dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

50
DAFTAR PUSTAKA
1. Suhendro, Nainggolan L, Herdiman T. Demam Berdarah Dengue. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta, 2006; p 2773-2779.
2. World Health Organization. Comperhensive Guidelines for Prevention and
Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. New Delhi: WHO Press.
2011; p. 1-56.
3. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment,
Prevention and Control New Edition. Geneva: WHO Press. 2009; p. 22-90.
4. Soedarto. Dengue. Sinopsis Kedokteran Tropis. Airlangga Unversity Press.
Surabaya, 2007. p 255-8
5. Guzman MG, Vazquez S. The Complexity of Antibody-Dependent
Enhancement of Dengue Virus. Viruses 2010;2:2649-62.
6. Jaiyen Y, Masrinoul P, Kalayanarooj P, Pulmanaushakul R, Ubol S.
Characteristic of Dengue Virus-Infected Peripheral Blood Mononuclear Cell
Death That Correlates With The Severity of Illness. Microbiolimmunol.
2009;53;442-50.

7. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas.


Waryadi,Suharyono. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.
Depkes & Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular &
Penyehatan Lingkungan Hidup. Jakarta, 2001; Hal 1 – 33.
8. Mubin Halim Prof. dr., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam (Diagnosis dan
Terapi). Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2008.
9. Thomas Suroso, Hadinegoro SR, Wuryadi S dkk (Editor): Pencegahan dan
Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue.
Depkes RI. Jakarta, 2003.
10. Zein Umar, Pedoman Penatalaksanaan “One Day Care” Penderita Demam
Berdarah Dengue Dewasa, Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Fakultas
Kedokteran USU Medan, 2004.
11. Supriatna M, Hapsari, Mexitalia M, Istanti Y. Skor Diskriminan Manifestasi
Klinis dan Laboratorik sebagai Prediktor Syok pada Demam Berdarah
Dengue. M Med Indones. 2010; 44(3).

51
DAFTAR HADIR AUDIENCE
PEMBACAAN LAPORAN KASUS

MAKASSAR, 2015

NAMA : Irma Rusnu


NIM : C11111283
JUDUL : Dengue Hemorrhagic Fever

NO NAMA MGG STASE TTD

Mengetahui,

Pembimbing baca, Coass,

dr. Irma Rusnu

52

Anda mungkin juga menyukai