Anda di halaman 1dari 54

1

BAB l
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator dalam menentukan

keberhasilan suatu negara, yang ditinjau dari bertambahnya barang produksi,

berkembangnya infrastuktur, bertambahnya sekolah, serta bertambahnya sektor barang

modal dan bertambahnya sektor jasa.

Sebagai salah satu negara dengan penduduk terbesar di dunia, Indonesia

dihadapkan dengan berbagai permasalahan ekonomi, diantaranya : terjadinya krisis

keuangan gobal pada tahun 2009 dan 2013, diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi

ASEAN) yang memungkinkan adanya transaksi perdagangan bebas di kawasan Asia

Tenggara. Kemudian dari dalam negeri dipengaruhi oleh faktor:

1. Akumulasi modal yang meliputi semua investasi, yaitu dalam bentuk tanah,

peralatan fisik, sumber daya manusia, melalui perbaikan dalam bidang

kesehatan, pendidikan dan ketrampilan kerja.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan

pada angkatan kerja dan jumlah tenaga kerja.

3. Kemajuan teknologi yang dapat mempermudah proses produksi, dalam rangka

efisiensi tenaga kerja.

Kondisi terbesar yang akan dialami Indonesia dalam rangka meningkatkan ekonomi

dalam negeri saat ini adalah diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN). Lebih

dari satu dekade lalu, para pemimpin ASEAN sepakat membentuk sebuah pasar tunggal

dikawasan Asia Tenggara pada akhir tahun 2015. Ini dilakukan agar daya saing di ASEAN

1
2

meningkat serta dapat menyaingin Cina dan India untuk menarik investasi asing.

Penanaman modal asing dikawasan ASEAN sangat dibutuhkan untuk meningkatkan

lapangan perkerjaan dan meningkatan kesejahteraan.

Pembentukan pasar tunggal yang dinamakan MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN),

memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara

lain diseluruh Asia Tenggara. MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), tidak hanya membuka

arus perdagangan barang dan jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional. Hal ini

yang akan mengakibatkan persaingan akan semakin ketat diantara negara-negara

ASEAN.

Oleh karena itu, Indonesia harus siap dengan kondisi tersebut. Terlebih lagi Badan

Statistik Nasional mencatat pertumbuhan ekonomi lima tahun terakhir selalu mengalami

penurunan. Jika realisasi pertumbuhan ekonomi di Indonesia dibawah 5 persen tahun

2016, maka perlambatan pertumbuhan ekonomi akan terjadi selama lima tahun

berturut-turut. Berikut adalah data pertumbuhan ekonomi di Indonesia dari tahun 2010

sampai dengan 2015:


Gambar 1.1
Petumbuhan Ekonomi Di Indonesia Dari Tahun 2010 Sampai Dengan 2015

Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Thn 2010-2015 (Dalam Persen)

Sumber : BPS-Statistic Indonesia (2015)


3

Pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia setelah terjadinya krisis moneter

tahun 1998 adalah pada tahun 2010, yaitu sebesar 6,4%. Setelah itu mengalami

penurunan secara terus-menerus hingga tahun 2015.

Pola pertumbuhan mengalami perubahan mendasar (structural change). Sebelum

krisis, ujung tombak pertumbuhan ekonomi adalah sektor tradabels (penghasil barang:

pertanian, pertambangan dan industri manufaktur). Setelah krisis, sektor non-tradabels

mengedepankan dengan laju pertumbuhan yang semakin jauh lebih tinggi dari pada

sektor tradabels. Berikut adalah data perbandigan antara sektor tradabels dengan sektor

non-tradabels di Indonesia dari tahun 2010 sampai dengan 2015:

Gambar 1.2
Perbandingan Pertumbuhan Sektor Tradable dengan Non-tradable

Sumber : BPS-Statistic Indonesia (2015)

Ketika pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan selama

kurun waktu 2010-2013, sektor non-tradabels mampu bertahan dengan laju

pertumbuhan tinggi diatas 7,1 persen. Sebaliknya sektor tradabels menurun dari 5,1
4

persen pada tahun 2011, menjadi 4,7 persen di tahun 2012 dan 3,7 persen pada tahun

2013. Bahkan pada tahun 2015, pada saat produk domestik bruto (PDB) dan sektor

tradabels terus mengalami penurunan, sektor non-tradabels mengalami peningkatan.

Hal tersebut membuktikan bahwa sektor non-tradabels mampu bertahan

menghadapi kokoh menghadapi gejolak perekonomian internal dan eksternal (global).

Salah satu contoh sektor sektor non-tradabels yang ada di Indonesia adalah Koperasi.

Rudianto (2006:1), secara umum koperasi dipahami sebagai perkumpulan orang yang

secara sukarela mempersatukan diri untuk memperjuangkan peningkatan kesejahteraan

ekonomi mereka, melalui pembentukan sebuah badan usaha yang dikelola secara

demokratis.

Koperasi merupakan perwujudan dari azaz kekeluargaan, yang mempunyai tujuan

utama yaitu untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya. Pada

dasarnya, koperasi bukanlah suatu usaha yang mencari keuntungan, koperasi berusaha

memenuhi serta mencukupi kebutuhan sehari-hari anggotanya.

Seperti halnya perusahaan yang bertujuan untuk memperoleh laba, koperasi juga

melaksanakan aktivitasnya untuk menghasilkan laba yang disebut dengan Sisa Hasil

Usaha (SHU). Hal ini ditujukan agar pada setiap akhir tahun, koperasi dapat membagikan

Sisa Hasil Usaha (SHU) kepada para anggotanya, dalam rangka meningkatkan taraf hidup

mereka.

Dari segi perkembangannya, koperasi sudah memberikan banyak kontribusi bagi

perekonomian di Indonesia . Periode juni 2014, koperasi telah menyerap sebanyak

463.161 tenaga kerja, serta volume usaha koperasi telah mencapai 125 trilyun rupiah

(Sumber: Kopma).
5

Kemudian, koperasi mengalami tingkat pertumbuhan yang cukup baik di lima tahun

terakhir. Berikut adalah pertumbuhan koperasi di Indonesia pada lima tahun terakhir:

Gambar 1.3
Pertumbuhan Koperasi Di Indonesia Dari Tahun 2011 Sampai Dengan 2015

, PERTUMBUHAN KOPERASI DI INDONESIA


215,000
209,000
210,000 206,288
205,000
200,000 194,295
195,000
188,181
Jumlah

190,000
185,000
180,000 177,482
175,000
170,000
165,000
160,000
2011 2012 2013 2014 2015
Tahun

Sumber : BPS- Statistic Indonesia (2016)

Dalam perkembanganya koperasi mengalami pasang surut, hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor, diantaranya: kurangnya pastisipasi anggota, sosialisasi koperasi,

managemen koperasi, permodalan, sumber daya manusia. Selain dengan

melakukan kegiatan promosi serta pemasaran, hal yang tidak kalah penting adalah

dengan cara melakukan managerial terhadap persedian barang dagang.

Persediaan mempunyai arti yang sangat strategis bagi perusahaan, baik perusahaan

dagang maupun perusaahan manufaktur. Persediaan pada perusahaan dagang

merupakan bagian dari aktiva yang terdiri dari barang-barang yang tersedia untuk dijual

dalam kegiatan bisnis normal, pada perusahaan manufaktur adalah barang-barang yang

ditunjukan dalam proses produksi atau yang ditempatkan dalam kegiatan operasi
6

perusahaan, yang dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: Persediaan bahan baku,

persediaan barang dalam proses dan persediaan produk jadi, sementara pada koperasi

merupakan asset yang paling besar.

Selain itu, tujuan akuntansi persediaan adalah:

1. Menentukan laba-rugi periodik (income determination) yaitu melalui

perhitungan antara harga pokok barang yang dijual dengan hasil penjualan

dalam waktu suatu periode akuntansi.

2. Menentukan jumlah persediaan yang akan disajikan dalam neraca.

Sebagai akun yang paling aktif dalam kegiatan operasi perusahaan, persediaan

secara terus menerus dibeli maupun diproduksi sendiri melalui berbagai tahap dan

kemudian dijual kepada para konsumen. Modal yang tertanam dalam persediaan sering

kali merupakan harta lancar yang paling besar dalam perusahaan. Dan merupakan asset

terlancar ke-dua setelah kas. Maka dalam proses managerialnya harus benar-benar

dilakukan dengan baik.

Persediaan barang dagang akan dilakukan penilaian dan pencatatan serta

penentuan harga pokok penjulan, dimana dalam pencatatan dan penilaian persediaan

tidak terlepas dari aturan-aturan PSAK yang berlaku. Maka penilaian dan pencatatan

persediaan barang dagang harus benar-benar diperhitungkan dengan menggunakan

prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku. Penerapan prinsip-prinsip akuntansi dalam

menetapkan nilai persediaan barang dagang sangatlah pentng, karena dengan

menggunakan prinsip-prinsip akuntansi, penilaian dan pencatatan persediaan barang

dagang akan lebih mudah, hasilnya akan dapat dipertanggungjawabkan dan

kebenarannya akan diakui oleh umum.


7

Kopetri sebagai salah satu koperasi karyawan yang ada di Karawang, mempunyai

persediaan serta penjualan yang cukup materiil, sehingga menarik untuk diteliti tentang

bagaimana sistem persediaan yang diterapkan disana. Berikut data penjualan Kopetri

Karawang pada tahun 2016:


Gambar 1.4
Penjualan Kopetri Dari Bulan Juli Sampai Dengan Bulan Desember

Data Penjualan Kopetri Karawang Tahun 2016


180,000,000
160,000,000
140,000,000
Dalam Rupiah

120,000,000
100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
-
Jul Agu Sep Okt Nov Des
Bulan

Sumber : Kopetri Karawang

Dari data diatas dapat di ketahui penjualan rata-rata Kopetri Karawang diatas Rp

100.000.000 setiap bulannya, dan tentu saja ini adalah nilai yang cukup materiil untuk

kelas UKM.

Di Kopetri Karawang sendiri sudah diadakannya pembuatan kartu stok, tetapi kartu

stok tersebut hanya untuk kartu stock opname per tiga bulan. Selain itu, Kopetri

Karawang belum melakukan pembuatan jurnal untuk setiap transaksi yang terjadi.

Pembukuan akuntansi terhadap persediaan barang dagang sudah dilaksanakan, akan

tetapi hanya menghitung laba dengan cara mengurangi penjualan bersih dengan harga

pokok penjualan.
8

Untuk penyajian laporan keuangan belum sesuai standar keuangan yang berlaku.

Kopetri Karawang melaporkan pendapatan dari kegiatan operasianalnya dengan laporan

sederhana yang memuat hanya pendapatan pada bulan berjalan yang dilakukan setiap

satu bulan sekali, sehingga laba bersih tidak bisa diketahui pada laporan tersebut.

Kemudian, SDM (Sumber Daya Manusia) di Kopetri Karawang masih kurang dalam

hal pembagian tugas untuk persediaan, semua pembelian dan penjualan serta otoritas

terhadap transaksi persediaan barang masih di pegang satu orang, sehingga kontrol

terhadap persediaan kurang baik.

Untuk tempat penyimpanan persediaan barang dagang di Kopetri Karawang masih

kurang, yaitu belum adanya pengamanan CCTV, penempatan yang belum digolongkan

setiap jenisnya, kemudian semua karyawan bebas keluar masuk gudang tanpa adanya

pembatasan akses. Seharusnya persediaan barang dagang disimpan dalam gudang yang

dimana aksesnya dibatasi hanya untuk karyawan tertentu saja. Kemudian, pengeluaran

barang dari gudang belum dilengkapi atau didukung dengan formulir permintaan

pengeluaran barang yang telah diotorisasi sebagaimana semestinya.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka maka dapat diidentifikasi berbagai

permasalahan sebagai berikut:

1. Kopetri Karawang yang belum menerapkan sistem persediaan dengan baik.

2. Belum adanya kartu persediaan sebagai kontrol persediaan barang dagang.

3. Belum dibuatkan jurnal khusus untuk transaksi yang ada.

4. Penyajian laporan keuangan yang belum sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan.
9

5. Pengendalian terhadap persediaan barang dagang yang belum baik.

6. Belum adanya pembagian tugas dan wewenang yang baik, dalam hal

pengelolaan persedian barang dagang.

1.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari permasalahan yang lebih luas, dilakukan pembatasan masalah

sebagai berikut:

1. Bidang Ilmu : Akuntansi

2. Tema Penelitian : Perlakuan Akuntansi Persediaan Barang Dagang

3. Objek penelitian : Kopetri Karawang

4. Metode Analisis : Deskriptif Kuantitatif

5. Alat Bantu : Microsoft excel dan Photo Scape

1.4. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana metode pencatatan persediaan barang dagang pada Kopetri

Karawang?

2. Bagaimana metode penilaian persediaan barang dagang pada Kopetri

Karawang?

3. Bagaimana penyajian laporan keuangan pada Kopetri Karawang?

1.5. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diungkapkan, dapat diketahui bahwa

tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis metode pencatatan

persediaan barang dagang pada Kopetri Karawang.


10

2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis metode persediaan barang

dagang pada Kopetri Karawang.

3. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis penyajian lapoan keuangan

yang ada di Kopetri Karawang.

1.6. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat tidak hanya bagi peneliti,

tetapi juga bagi pihak perusahaan, bagi pembaca, dan bagi pihak akademik atau

penelitian selanjutnya. Kemudian secara umum kegunaan penelitian secara teoritis dan

secara praktis adalah sebagai berikut:

1.6.1. Secara Teoritis

1. Dengan diketahuinya kebijakan perusahaan tentang transaksi, serta pengendalian

persediaan barang dagang, maka secara toeristis akan bermanfaat untuk dapat

memberikan sumbangan pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep praktek

pekerjaan.

2. Dengan diketahuinya proses perlakuan akuntansi yang dipergunakan oleh

perusahaan, maka secara teoritis akan bermanfaat untuk menambah

pengetahuan tentang jurnal-jurnal yang sudah ada.

3. Dengan diketahuinya analisis mengenai kebijakan transaksi persediaan barang

dagang, maka secara teoritis akan bermanfaat untuk mengetahui apakah

kebijakan perusahaan tersebut sudah sesuai dengan standar akuntansi keuangan

(SAK).

4. Dengan diketahuinya perlakuan akuntansi terhadap persediaan baang dagang,

secara teoritis akan bermanfaat untuk mengetahui bagaimana Standar Akuntansi

Keuangan (SAK) itu diterapkan oleh perusahaan.


11

1.6.2. Secara praktis

1. Dengan diketahuinya kebijakan perusahaan tentang transaksi persediaan barang

dagang, maka secara praktis akan bermanfaat untuk menambah pengetahuan

tentang kebijakan yang diambil oleh suatu perusahaan dalam hal penerimaan

ataupun pengeluaran persediaan barang dagang.

2. Dengan diketahuinya proses pengendalian internal mengenai persediaan barang

dagang oleh perusahaan, maka secara praktis dapat menambah pengetahuan

tentang proses penyimpanan, pengaturan gudang serta prosedur akses terhadap

gudang persediaan.

3. Dengan diketahuinya perlakuan akuntansi terhadap persediaan barang dagang,

maka secara praktis bermanfaat untuk mengetahui semua proses akuntansi yang

terjadi atas penyajian laporan tentang persediaan barang dagang pada

perusahaan.

1.7. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kopetri Karawang, yang beralamat di JL. Teluk

Jambe Raya No. 5, Karawang.

2. Waktu Penelitian

Berikut adalah waktu yang akan digunakan penulis untuk penyusunan skripsi,

yang disajikan dalam bentuk tabel:

Tabel 1.1
12

Jadwal Waktu Penelitian

Mei Juni Juli Agustus September Oktokber

2015 2016 2016 2016 2016 2016

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penulisan Proposal

Konsultasi Bimbingan

Perbaikan Proposal

Usulan Seminar

Seminar Proposal

Pengurusan Ijin

Pengambilan Data

Analisis Data

Penyusunan Skripsi

Perbaikan Skripsi

Sidang Skripsi

Sumber : Kajian penulis

: Rencana

: Realisasi
13

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
2.1. Akuntansi

2.1.1. Pengertian Akuntansi

Menurut Horngren dan Harrison (2007:4) Akuntansi adalah sistem informasi yang

mengukur aktivias bisnis, memproses data menjadi laporan dan mengkomunikasikan

hasilnya kepada para pengambil keputusan.

Menurut Rudjanto (2008:4) Akuntansi adalah sebuah sistem informasi yang

menghasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai

aktivitas ekonomi dan kondisi suatu perusahaan.

Menurut Reeve, dkk. (2009:9 Akuntansi adalah suatu sistem informasi yang

menyediakan laporan untuk para pemangku kepentingan mengenai aktivitas dan kondisi

ekonomi perusahaan.

Dapat disimpulkan pengertian akuntansi adalah suatu sistem informasi, yang tujuan

utamanya memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan, untuk

pengambilan suatu keputusan.

2.1.2. Kajian Teori Akuntansi

Sejalan dengan perkembangan dan sejarah peradaban manusia, akuntansi sebagai

salah satu tamuan manusia, ikut berkekembang. Mulai dari pencatatan yang sangat

sederhana, akuntansi berkembang semakin kompleks selaras dengan semakin

kompleksnya dunia usaha saat ini. Akuntansi telah mengembangkan konsep dan teknik-

teknik baru untuk mengimbangi kebutuhan akan informasi keungan yang terus

meningkat dan beragam. Tanpa informasi yang akurat dan tepat waktu, banyak sekali

keputusan ekonomi dan bisnis yang akan tertunda dan salah.

13
14

Menurut Rudjanto (2008:4) Akuntansi adalah sebuah sistem informasi yang

menghasikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai

aktivitas ekonomi dan kondisi suatu perusahaan.

Rudjanto (2008:4) juga memaparkan secara umum, dilihat dari siapa pemakai

laporan keuangan perusahaan, akuntansi dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1. Akuntansi Keuangan adalah sistem akuntansi dimana pemakai informasinya

adalah pihak eksternal perusahaan, seperti: kreditur, pemerintah, pemegang

saham, investor.

2. Akuntansi Manajemen adalah sistem akuntansi dimana pemakainya adalah pihak

internal perusahaan, seperti manajer produksi, manajer keuangan, manajer

pemasaran. Akuntansi Manajemen berguna sebagai alat bantu pengambilan

keputusan manajemen.

Rudjanto (2008:5-6), juga mengemukakan dalam rangka menjalankan aktivitasnya

untuk menghasilkan barang dan jasa, perusahaan akan berinteraksi dengan berbagai

pihak. Dan akuntansi sebagi sistem informasi sangat berguna bagi pihak-pihak tersebut.

Diantara kegunaan akuntansi bagi pengguna informasi keuangan adalah sebagai berikut:

1. Kreditor sebagai pihak yang memberikan pinjaman dana kepada perusahaan,

kreditor membutuhkan informasi untuk menjamin bahwa uang yang

dipinjamkannya akan dibayar beserta bunganya. Oleh karena itu, informasi yang

diperlukan mencakup:

a. Besarnya kekayaan perusahaan.

b. Kemampuan menghasilkan laba.


15

c. Perbandingan hutang dengan total kekayaan perusahaan.

2. Pemerintah sebagai pihak yang akan memungut pajak penghasilan, maka

informasi utama yang diperlukan pemerintah mencakup:

a. Laba usaha yang diperoleh.

b. Beban yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan.

3. Calon Investor adalah orang atau lembaga yang akan menanamkan modalnya

didalam suatu perusahaan dimasa yang akan datang. Karena itu, informasi yang

diperlukan calon investor mencakup:

a. Laba yang diperoleh dalam beberapa tahun terakhir.

b. Pertumbuhan kekayaan perusahaan.

4. Pemasok (supplier) adalah orang atau perusahaan yang menjual berbagai barang

kepada perusahaan, mulai dari peralatan kantor, mesin, kendaraan, sampai bahan

baku usaha. Informasi yang diperlukan mecakup:

a. Besarnya kekayaan perusahaan.

b. Kemampuan menghasilkan laba usaha. Perbandingan hutang dengan total

kekayaan perusahaan.

c. Perbandingan hutang dengan total kekayaan perusahaan.

5. Pemilik atau pemegang saham.

Sebagai pihak yang menanamkan uangnya didalam perusahaan, pemilik

perusahaan harus memperoleh imbalan atas kekayaan yang telah ditanamkannya.

Oleh karana itu informasi yang diperlukan mencakup:

a. Laba yang diperoleh perusahaan.

b. Perubahan kekayaan perusahan dalam beberapa tahun.


16

6. Manajer produksi adalah orang yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan

proses produksi didalam suatu perusahaan. Manajer produksi memerlukan

informasi berkaitan dengan keseluruhan biaya maupun rincian biaya yang

diperlukan untuk menghasilkan produk perusahaan.

7. Manajer pemasaran adalah orang yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan

proses pemasaran, mulai dari promosi, distribusi sampai dengan pelayanan

penjualan. Manajer pemasaran memerlukan data biaya produksi dari setiap

produknya guna menentukan harga jual produk tersebut, serta perincian dari

biaya pemasaran untuk mencari altenatif biaya pemasaran yang paling efisien bagi

perusahaan tanpa mengabaikan efektifitas pemasarannya.

Kemudian ada empat kelompok profesi akuntansi, yaitu:

1. Akuntan perusahaan adalah akuntan yang bekerja secara internal didalam suatu

perusahaan dan bertugas menyiapkan informasi keuangan untuk perusahan

dimana mereka bekerja.

2. Akuntan publik akuntansi yang memiliki posisi independen dan bekerja untuk

berbagi pihak yang membutuhkan jasa mereka dalam memeriksa dan menilai

kewajaran laporan keuangan suatu perusahaan.

3. Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja untuk kepentingan pemerintah

dan berfungsi mengamankan berbagai kepentingan pemerintah.

4. Akuntan pendidik yaitu akuntan yang mengabdikan dirinya di dalam suatu institusi

tertentu yang bertugas mempersiapkan, membimbing dan melatih naradidik

untuk menjadi akuntan profesional.


17

2.2. Akuntansi Keuangan

2.2.1 Pengertian Akuntansi Keuangan

Menurut Sugiarto (2002:9) akuntansi keuangan adalah “bidang akuntansi yang

berfokus pada penyiapan laporan keuangan suatu perusahaan yang dilakukan secara

berkala”.

Menurut Kieso (2000:6):

“Akuntansi keuangan adalah suatu rangkaian proses yang berujung pada


penyusunan laporan keuangan yang berkaitan dengan perusahaan secara
keseluruhan untuk digunakan oleh pengguna laporan keuangan baik di dalam
ataupun di luar perusahaan.”

Menurut dwi martani,dkk (2014:2) akuntansi adalah “ bidang akuntansi yang

membahas penyusunan laporan keuangan untuk pengguna eksternal”.

Dapat disimpulkan pengertian akuntansi keuangan adalah bidang akuntansi yang

berfokus tehadap penyiapan laporan keuangan suatu perusahaan secara berkala untuk

memberikan informasi baik untuk pihak internal maupun eksternal perusahaan.

2.2.2 Kajian Teori Akuntansi Keuangan

Produk atau hasil utama dari akuntansi keuangan yaitu menghasilkan laporan

keuangan yang menurut PSAK no.1 (revisi 2009) adalah memberikan informasi

mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi

sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.

Laporan keuangan juga menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atau

pengguna sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Secara umum tujuan laporan

keuangan untuk:
18

1. Memberikan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta

perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar

pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.

2. Menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen dan pertanggungjawaban

sumber daya yang dipercayakan kepadanya.

3. Memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pemakai.

4. Menyediakan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu.

Akuntansi keuangan untuk sebuah perusahaan hampir sama dengan peranan

bagian akuntansi lainnya yaitu sebagai penyedia laporan keuangan perusahaan. Adapun

peranan akuntansi keuangan dalam perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pengumpul informasi keuangan bagi perusahaan. Untuk bisa

menghasilkan laporan keuangan, bagian akuntansi keuangan harus

mengumpulkan berbagai macam informasi terkait keuangan perusahaan seperti

kondisi modal, transaksi penjualan, transaksi pembelian, dan beberapa transaksi

lainnya. Setelah informasi keuangan yang ada di perusahaan dikumpulkan,

selanjutnya bagian akuntansi keuangan akan mengolahnya menjadi laporan

keuangan yang mudah untuk digunakan.

2. Akuntansi keuangan memiliki peranan sebagai bagian perusahaan yang

menyediakan laporan keuangan untuk pihak eksternal perusahaan. Hasil laporan

keuangan yang dibuat oleh bagian akuntansi keuangan biasanya akan dijadikan

tolok ukur pihak eksternal perusahaan dalam mengambil keputusan terkait

perusahaan seperti perjanjian jual beli, besaran pajak, pemberian kredit dan lain-

lain
19

Akuntansi keuangan sebagai lembaga audit internal perusahaan. Dalam aktivitas

pengelolaan data-data keuangan, seorang akuntan keuangan harus bekerja dengan jujur

sehingga berbagi macam kesalahan ataupun penyelewengan yang terjadi di perusahaan

dapat diidentifikasi dan diatasi. Seorang akuntan keuangan harus dapat

memperhitungkan berbagai macam kemungkinan yang bisa terjadi di perusahaan

seperti peramalan biaya, peramalan anggaran, dll.

2.3. Persediaan

2.3.1. Pengertian Persediaan

Menurut Agus Sarotono (2008:443) Persediaan adalah barang-barang atau bahan

yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang-barang yang akan segera dijual,

digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan.

Menurut Al. Haryono Jusup (2005:333) Persediaan adalah barang-barang yang

disediakan untuk dijual kepada para konsumen selama periode normal kegiatan

perusahaan.

Menurut Marihot Manullang dan Dearlina Sinaga (2005:50):

“Persediaan adalah sebagai suatu aktiva lancar yang meliputi barang–barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha normal atau
persediaan barang–barang yang masih dalam pekerjaan proses produksi ataupun
persediaan bahan baku yang menunggu penggunaanya dalam suatu proses
produksi.”

Menurut John J.Wild, K R.Subramanyam dan Robert F Halsey (2004:265),

Persediaan (inventory) merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal

perusahaan.
20

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2011:14):

“Persediaan adalah asset:


1. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa
2. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau
3. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa.”

Dapat disimpulkan pengertian persediaan merupakan barang yang akan digunakan

sebagai kegiatan utama operasional perusahaan, baik itu barang dalam proses, maupun

barang yang akan segera dijual, yang masih tersisa dalam tanggal neraca.

2.3.2. Kajian Teori Persediaan

Salah satu permasalahan yang sering kali dihadapi oleh perusahaan adalah terkair

dengan pengakuan kepemilikan atas persediaan. Secara teknik, seharusnya suatu entitas

mencatat pembelian atau penjualan atas persediaan ketika telah mendapatkan atau

melepaskan hak kepemilikan barang tersebut. Namun, seringkali penentuan atas

perpindahan hak kepemilikan tersebut relatif sulit dilakukan.

Menurut Dwi Martani (2012:246), klasifikasi barang dalam persediaan mencakup:

1. Barang yang ada pada suatu entitas dan merupakan miliknya.

2. Barang yang ada pada suatu entitas tapi bukan miliknya.

3. Barang yang ada pada suatu entitas tapi bukan miliknya.”

Pada klasifikasi kedua dan ketiga sering kali entitas mengalami kesulitan dalam

menentukan perpindahan hak kepemilikan atas barang. Kesulitan menentukan

perpindahan hak atas barang antara lain timbul dalam keadaan berikut ini:
21

1. Barang dalam transit

Dalam proses pembelian barang, dapat saja terjadi dimana barang masih

berada pada posisi transit (belum diterima oleh pembeli, tetapi sudah dikirim oleh

penjual) pada akhir periode fiskal. Pada dasarnya suatu barang diakui sebagai

persediaan oleh suatu entitas yang memiliki tanggung jawab finansial terhadap

biaya transportasi. Tanggung jawab finansial ini dapat diindikasikan dari istilah

pengiriman (shipping term) yang biasanya diistilahkan sebagai free on board

(FOB).

Ada 2 (dua) syarat pengiriman, yaitu :

a. Shipping Term FOB Destination, maka biaya transportasi akan dibayar oleh

penjual dan hak kepemilikan tidak beralih hingga pembeli menerima barang

tersebut, sehingga pengakuan persediaan tetap berada pada penjual selama

periode transit.

b. Shipping Term FOB Shipping Point, maka biaya transportasi akan dibayar oleh

pembeli dan hak kepemilikan beralih ketika barang dikirimkan, sehingga

pengakuan persediaan berada pada pembeli ketika periode transit.

2. Penjualan konsinyasi

Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penjualan, banyak perusahaan

yang saat ini menggunakan metode konsinyasi dalam penjualannya. Barang

konsinyasi akan tetap menjadi milik pemilik barang dan pemilik barang tetap akan

mencatat barang tersebut pada persediaannya. Pihak penjual yang dititipkan

barang tersebut tidak mengakui barang itu dalam persediaanya. Pengungkapan

yang memadai dalam laporan keuangan dilakukan oleh pemilik barang dengan

mengungkapkan jumlah barang yang dikonsinyasi.


22

3. Barang atas penjualan dengan perjanjian khusus

Seringkali dalam perjanjian penjualan barang, perusahaan harus melihat

substansi atas penjualan tersebut. Ketika transaksi penjualan dilakukan dan hak

kepemilikan telah beralih, maka seharusnya risiko dan manfaat dari kepemilikan

juga beralih kepada pembeli. Namun demikian, dapat terjadi dimana penjual

masih memegang risiko dan manfaat dari kepemilikan atas barang tersebut

Beberapa perjanjian khusus yang memerlukan evaluasi atas pengalihan risiko dan

manfaat dari penjual kepada pembeli diantaranya adalah:

a. Penjualan dengan perjanjian pembelian kembali

Pada penjualan ini, maka pembeli tidak dapat mengakui perjanjian tersebut

sebagai penjualan dan tidak mengurangi barang tersebut dari persediaannya.

b. Penjualan dengan tingkat pengembalian tinggi

Pada penjualan ini, maka penjual memiliki dua pilihan, pertama adalah

mencatat penjualan pada nilai penuh dan membentuk akun penyisihan atas

estimasi pengembaliab penjualan. Kedua adalah tidak mencatat adanya

penjualan hingga dapat diperkirakan tingkat pengembalian oleh pembeli.

c. Penjualan cicilan

Pada penjualan ini, maka penjual akan mengakui adanya penjualan dan

mengeluarkan penjualan dari persediaanya apabila dapa diestimasikan secara

baik nilai presentase kemungkinan penjualannya tidak tertagih.

Bambang Riyanto dalam (2008:69), mengemukakan bahwa persediaan barang

sebagai elemen utama dari modal kerja, merupakan aktiva yang selalu berputar, dimana

secara terus-menerus mengalami perubahan.


23

Masalah penentuan besarnya investasi atau alokasi modal dalam inventory

mempunyai efek yang langsung terhadap perusahaan. Kesalahan dalam penetapan

besarnya investasi dalam inventory akan menekan keuntungan perusahaan. Adanya

investasi inventory yang terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan, akan

memperbesar biaya penyimpanan dan memperbesar biaya pemeliharaan gudang, serta

memperbesar kemungkinan kerugian karena kerusakan, turunnya kualitas, keusangan,

sehingga semuanya ini akan memperkecil keuntungan perusahaan. Demikian pula

sebaliknya, adanya investasi yang terlalu kecil dalam inventory, akan memnyebabkam

efek menekan keuntungan pula. Karena kekurangan material, perusahaan tidak dapat

melakukan proses produksi secara maksimal. Oleh karena perusahaan tidak bekerja

dengan full-capasity, berati bahwa “capital asset” dan “direct labor” tidak dapat

didayagunakan sepenuhnya, sehingga hal ini akan mempertinggi biaya produksi rata-

rata, yang pada akhirnya menekan keuntungan yang diperoleh.

Dalam perusahaan dagang, pada dasarnya hanya ada satu golongan persediaan,

yang mempunyai sifat perputaran yang sama, yaitu “merchandise inventory”

(persediaan barang dagana). Persediaan ini selalu dalam perputaran, yang selalu dibeli

dan dijual, yang tidak mengalami proses lebih lanjut dalam perusahaan.

Kiesso (2008:434) menyatakan, sedangkan perusahaan manufaktur, biasanya

memiliki tiga akun persediaan, yaitu:

1. Persediaan bahan mentah (raw material inventory).

2. Persediaan barang dalam proses atau barang setengah jadi (work in

process/goods in process inventory).

3. Persediaan barang jadi (finished goods inventory).


24

2.4. Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang

Ada 2 (dua) sistem yang dapat digunakan dalam hubungannya dengan pencatatan

persediaan, yaitu:

2.4.1. Metode Persediaan Perpetual

2.4.1.1. Pengertian Metode Persediaan Perpetual

Menurut Herry (2016:196):

“Dalam metode perpetual, setiap barang dagangan dari pemasok akan dicatat
oleh perusahaan dengan cara mendebet akun persediaan barang dagang dan
mengkredit akun kas atau utang usaha. Demikian juga pada transaksi penjualan
barang dagang ke pelanggan, harga pokok dari barang yang dijual akan dicatat
dengan cara mendebet akun harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan
barang dangan.”

Menurut Ardiyos (2010:701):

“Metode perpetual (Perpetual Inventory Method) adalah suatu metode


persediaan, dimana semua pemasukan (pembelian) dan semua pengeluaran
(penjualan) barang dibukukan ke dalam perkiraan inventory barang yang
bersangkutan, masing-masing sebesar harga pembelinya. Dengan demikian,
dalam perkiraan inventory senantiasa menunjukan kuantitas atau jumlah
maupun nilai persediaan yang masih ada, serta setiap mutasi perubahannya,
tanpa harus menghitung dan menilai secara pisik lagi.”

Reeve dan Warren (2009:348):

“Persediaan perpetual dalam perusahaan dagang menghasilkan alat


pengendalian persediaan yang efektifl, dimana buku besar pembantu
persediaan menjaga kuantitas persediaan pada tingkat tertentu, kemungkinan
pemesanan kembali tepat pada waktunya dan mencegah pemesanan kembali
dalam jumlah yang berlebih. Akun persediaan pada awal periode akuntansi,
menunjuan persediaan tersedia pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat
dengan mendebet persediaan dan mengkredit kas atau hutang dagang. Pada
tanggal terjadinya penjualan, dicatat dengan mendebet harga pokok penjualan
dan mengkredit penjualan.”

Dapat disimpulkan pengertian sistem pepetual adalah suatu sistem penilaian

persediaan yang pencatatanya dilakukan secara terus-menerus, dengan mendebet dan


25

mengkredit akun-akun terkait pada setiap transaksi yang terjadi, kemudian

menggunakan kartu persediaan sebagai alat kontrol untuk setiap jenis persediaan.

2.4.1.2. Kajian Teori Metode Persediaan Perpetual

Menurut Herry (2016:196):

“Dalam sistem persediaan perpetual, setiap pembelian barang dagang dari


pemasok akan dicatat oleh perusahaan dengan cara mendebet akun persediaan
barang dangan, dan mengkredit akun kas atau hutang usaha. Demikian juga pada
setiap transaksi penjualan barang dagang dari pelanggan, harga pokok dari barang
yang dijual akan dicatat dengan mendebet akun harga pokok penjualan dan
mengkredit akun persediaan barang dagang.”

Menurut Reeve dan Warren (2009:348) :

“Sistem persediaan perpetual dalam perusahaan dagang, menghasilkan alat


pengendalian persediaan yang efektif, dimana buku besar pembantu persediaan
menjaga kuantitas persediaan pada tingkat tertentu, dan memungkinkan
pemesanan kembali tepat pada waktunya, dan mencegah pemesanan kembali
dalam jumlah yang berlebihan. Hasil perhitungan fisik persediaan yang dilakukan,
dibandingkan dengan catatan persediaan, namun apabila terjadi ketidakcocokan
antara fisik dengan catatan, maka catatan akuntansi harus disesuaikan.”

Menurut Hamizar dan Muhammad Nuh (2009:93):

“Dalam metode perpetual, setiap jenis barang dibuatkan kartu persediaan dan
didalam pembukuan, dibuatkan rekening pembantu persediaan. Rincian dalam
buku pembantu bisa diawasi dari rekening kontrol persediaan barang dalam buku
besar. Rekening yang digunakan untuk mencatat persediaan ini terdiri dari
beberapa kolom yang dapat dipakai untuk mencatat pembelian, penjualan dan
saldo persediaan.”

Dan berikut adalah format kolom kartu persediaan (kartu stok):


Tabel : 2. 1
Contoh Format Kartu Persediaan Sistem Perpetual

Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan


Tgl
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total

Sumber : Herry (2016:197)


26

Ciri-ciri penting dalam metode perpetual adalah:


1. Pembelian barang dagang dicatat dengan mendebet akun persediaan.

2. Harga Pokok Penjualan dihitung untuk tiap transaksi penjualan dan dicatat dengan

mendebet rekening HPP pada penjualan.

3. Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan buku pembantu.

Tabel 2.2
Contoh ayat jurnal dengan menggunakan metode perpetual:

Tgl. Perkiraan Akun Debit Kredit


Piutang Usaha/Kas xxx
Penjualan xxx

Harga Pokok Penjualan xxx


Persediaan Barang Dagang xxx
(Pada Saat TerjadiPenjualan)

Persediaan Barang Dagang xxx


Utang Usaha/Kas xxx
(Pada Saat Terjadi Pembelian)

Sumber : Kiesso (2008:406)

2.4.2. Metode Persediaan Fisik (Periodik)

2.4.2.1. Pengertian Metode Persediaan Fisik (Periodik)

Menurut Herry (2016:201):

“Persediaan periodik digunakan, maka hanya pendapatan saja yang dicatat ketika
penjualan terjadi, tidak ada ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat besarnya harga
pokok penjualan. Nantinya, pada setiap akhir periode akuntansi, perhitungan fisik
atas persediaan akan dilakukan untuk menentukan besarnya persediaan akhir dan
harga pokok penjualan.”

Menurut Ardiyos (2010:704):

“Metode persediaan fisik (Physical Inventory Method) adalah suatu metode


persediaan dimana semua pemasukan (pembelian) dan semua pengeluaran
(penjualan) barang tidak dibukukan dengan perkiraan inventory dari barang yang
bersangkutan. Pemasukan (pembelian) barang dibukukan kedalam perkiraan
purchase dan perkiraan lain yang menyertainya seperti purchase discount, purchase
27

return dan purchase allowance sebesar harga pembelian barang yang


bersangkutan. Sedangkan pengeluaran (penjualan) barang, dibukukan kedalam
perkiraan sales sebesar harga barang yang bersangkutan. Dengan demikian,
perkiraan inventory hanya menunjukan nilai persediaan awal dan persediaan akhir
periode barang yang bersangkutan.”

Menurut Reeve dan Warren (2009:308):

“Pada sistem persediaan periodik, pencatatan pendapatan dari penjualan,


dilakukan dalam cara yang sama dengan sistem persediaan perpetual, yaitu setiap
kali terjadi penjualan, tetapi harga pokok penjualan tidak dicatat setiap kali terjadi
penjualan. Kemudian pembelian persediaan dicatat dalam akun pembelian dan
bukan dalam akun persediaan.”

Menurut Ely Suhayati dan Sri Dewi Anggadini (2009:226):

“Sistem pencatatan fisik (physical inventory system) merupakan pencatatan dimana:


1. Mutasi persediaan tidak menggunakan perkiraan inventory, melainkan
menggunakan purchase, purchase return, sales, sales return dan sebagainya.
2. Tidak menggunakan kartu persediaan.
3. Kalkulasi persediaan dengan menetapkan persediaan akhir terlebih dahulu
melalui perhitungan secara fisik, selanjutnya dihitung Cost Of Good Sold.”

Dapat disimpulkan pengertian sistem periodik adalah suatu sistem pencatatan

persediaan, yang pencatatannya tidak menggunakan perkiraan inventory pada saat

terjadi transaksi, kemudian harga pokok penjualan akan diketahui setelah melakukan

perhitungan fisik pada akhir periode dan untuk kontrol, metode ini tidak menggunakan

kartu persediaan.

2.4.2.2. Kajian Teori Metode Persediaan Fisik (Periodik)

Menurut Herry (2016:201):

“Jika sistem persediaan periodik digunakan, maka hanya pendapatan saja yang
dicatat ketika penjualan terjadi, tidak ada ayat jurnal yang dibuat untuk mencatat
besarnya harga pokok penjualan. Nantinya, pada setiap akhir periode akuntansi,
perhitungan fisik atas persediaan akan dilakukan untuk menentukan besarnya
persediaan akhir dan harga pokok penjualan.”

Harga pokok penjualan dihitung dengan cara mengurangkan besarnya harga pokok

barang yang tersedia untuk dijual, dengan besarnya persediaan akhir yang diperoleh dari
28

perhitungan fisik. Harga pokok barang yang tersedia untuk dijual, merupakan

penjumlahan antara persediaan awal dengan harga pokok barang yang dibeli.

Sedangkan, harga pokok dari barang yang dibeli, merupakan penjumlahan antara

besarnya pembelian bersih dengan ongkos angkut, kemudian dikurangi dengan

potongan pembelian dan retur pembelian.

Untuk perhitungan harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus:

Harga Pokok Penjualan = (Persediaan Awal + Harga Pokok Pembelian) –

Persediaan Akhir

Sumber : Herry (2016:191)

Tabel 2.3
Contoh ayat jurnal dengan menggunakan metode fisik:

Tgl. Perkiraan Akun Debit Kredit

Pembelian xxx
Utang / Kas xxx
(Pada Saat Terjadi Pembelian)

Piutang / Kas xxx


Penjualan Xxx
(Pada Saat Terjadi Penjualan)

Sumber : Kiesso (2008:406)

Dengan cara ini, keluar atau masuknya barang dagang tidak bisa terdeteksi secara

langsung, kemudian nilai barang dagang yang tercatat dalam pembukuan perusahaan

pada akhir periode merupakan nilai barang dagang awal pada periode selanjutnya.

Barang dagang pada akhir periode harus dihitung fisiknya secara langsung, agar dapat

menggambarkan nilai persediaan barang dagang yang sesungguhnya dalam laporan

keuangan.
29

2.5. Metode Penilain Persediaan Barang Dagang

Penilain persediaan merupakan salah satu hal yang terdapat dalam laporan harga

pokok persediaan, oleh karenanya dalam menilai persediaan dilakukan beberapa

metode.

Menurut Dwi Martani (2012:251) menyatakan bahwa terdapat beberapa alternatif

yang dapat dipertimbangkan oleh suatu entitas terkait dengan asumsi arus biaya, yaitu:

2.5.1. Metode Penilaian FIFO (First In First Out)

2.5.1.1. Pengertian Metode Penilaian FIFO (First In First Out)

Herry (2016:202), menyatakan bahwa metode FIFO (First In First Out) adalah suatu

metode dimana barang yang sudah ada lebih dulu atau dibeli pertama kali, maka yang

menjadi persediaan akhir adalah barang yang dibeli bekangan.

Menurut Reeve dan Warren (2009:345):

“Metode FIFO berasal dari biaya yang paling akhir, yaitu barang-barang yang dibeli
paling akhir. Perusahaan menjual barang berdasarkan urutan yang sama pada saat
barang dibeli, terutama dilakukan untuk barang yang tidak tahan lama dan barang
yang modelnya sering berubah.”

Menurut Donald E. Kieso (2007:418):

“Metode FIFO (First In First Out) mengasumsikan bahwa barang-barang digunakan


(dikeluarkan) sesuai urutan pembeliannya. Dengan kata lain, metode ini
mengasumsikan bahwa barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang
digunakan (dalam perusahaan manufaktur) atau dijual (dalam perusahaan dagang).
Karena itu, persediaan yang tersisa merupakan barang yang dibeli paling terakhir.”

Dapat disimpulkan pengertian metode FIFO (First In First Out) adalah suatu metode

penilaian persediaan yang mengasumsikan bahwa, barang yang pertama kali digunakan

(dijual) merupakan barang yang pertama kali masuk (dibeli), maka persediaan akhir

periode merupakan persediaan yang dibeli paling terakhir.


30

2.5.1.2. Kajian Teori Metode Penilaian FIFO (First In First Out)

Menurut Kiesso (2007:419):

“Dalam semua kasus FIFO, persediaan dan harga pokok penjualan akan sama pada
akhir bulan, terlepas dari apakah yang dipakai adalah sistem persediaan perpetual
atau periodik. Hal ini disebabkan karena yang akan menjadi bagian dari harga pokok
penjualn adalah barang-barang yang dibeli terlebih dahulu, dan karenanya
dikeluarkan terlebih dahulu.”

Dengan menggunakan FIFO, harga pokok dari barang yang pertama kali deibeli

adalah yang diakui pertama kali sebagai harga pokok penjualan. Dalam hal ini, bukan

berarti bahwa unit atau barang yang pertama kali dibeli adalah unit atau barang yang

pertama kali akan dijual. Jadi, penekanannya disini bukan pada unit atau fisik barangnya,

melainkan lebih kepada harga pokoknya.

Salah satu tujuan daru FIFO adalah menyamai arus fisik barang. Jika arus fisik

barang secara aktual adalah yang pertama masuk yang pertama keluar, maka metode

FIFO tidak memungkinkan perusahaan memanipulasi laba, karena perusahaan tidak

bebas memilih item-item biaya tertentu untuk dimasukan ke beban.

Keunggulan lain dari FIFO adalah mendekatkan nilai persediaan akhir dengan biaya

berjalan. Karena barang pertama yang dibeli adalah barang pertama yang akan keluar,

maka nilai persediaan akhir akan terdiri dari pembelian paling akhir. Pendekatan ini

umumnya menghasilkan nilai persediaan akhir di neraca yang mendekati biaya

pengganti (replacement cost) jika tidak terjadi perubahan harga sejak pembelian paling

terakhir.

Kelemahan mendasar metode FIFO (First In First Out) adalah bahwa biaya berjalan

tidak ditandingkan dengan pendapatan berjalan pada laporan laba-rugi. Biaya-biaya

paling tua dibebankan ke pendapatan paling akhir, yang memungkinkan mendistorsi

laba kotor dan laba bersih.


31

Dan berikut adalah contoh kartu stok (metode perpetual) dengan menggunakan

metode FIFO:

Tabel 2.4
Contoh Kartu Persediaan (Metode FIFO)

Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan


Tgl
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Mar 120 200 24.000
5 Mar 84 200 16.800 36 200 7.200
12 Mar 96 210 20.160 36 200 7.200
96 210 20.160
19 Mar 36 200 7.200

12 210 2.520 84 210 17.640

23 Mar 24 210 5.040 60 210 12.600


27 Mar 60 220 13.200 60 210 12.600
60 220 13.200
31 Mar 60 220 13.200 60 210 12.600
120 220 26.400
Sumber : Herry (2016:197)

2.5.2. Metode Penilaian Rata-rata (Average)

2.5.2.1. Pengertian Metode Penilaian Rata-rata (Average)

Menurut Herry (2016:204):

“Dengan menggunakan metode rata-rata, besarnya harga pokok ditentukan


dengan cara membagi keseluruhan harga pokok dari barang yang tersedia untuk
dijual sepanjang periode dengan banyaknya unit barang terkait yang tersedia untuk
dijual.”

Donald E. Kieso (2007:417) menyatakan bahwa, metode rata-rata (average cost

method) menghitung harga pos-pos yang terdapat dalam persediaan atas dasar biaya

rata-rata barang yang sama yang tersedia selama suatu periode.


32

Charles T. Hongren (2007:305) menyatakan bahwa metode biaya rata-rata

membebankan biaya rata-rata yang sama ke setiap unit.

Dapat disimpulkan pengertian metode penilaian rata-rata adalah satu metode

penilaian persediaan yang didasarkan pada biaya rata-rata barang yang sama, yang

tersedia dalam periode tertentu.

2.5.2.2. Kajian Teori Metode Penilaian Rata-rata (Average)

Donald E. Kieso (2007:418) menerangkan:

“Pemakaian metode rata-rata biasanya dapat dibenarkan dari sisi praktis, bukan
karena alasan konsetual. Metode ini mudah diterapkan, objektif, dan tidak dapat
dimanfaatkan untuk memanipulasi laba seperti halnya beberapa metode
penentuan harga persediaan lainnya. Selain itum pendukung biaya rata-rata
berpendapat bahwa secara umum perusahaan tidak mungkin mengukur arus fisik
persediaan secara khusus. oleh karena itu, lebih baik menghitung biaya persediaan
atas dasar harga rata-rata. Argumen ini memang ada benarnya jika persediaan
bersifat homogen.”

Metode biaya rata-rata bisa dianggap sebagai metode yang realistis dan pararel

dengan arus fisik barang. Tidak seperti metode persediaan yang lain, pendekatan biaya

rata-rata memberikan nilai yang sama untuk unsur serupa, dengan nilai yang sama.

Metode ini tidak diperbolehkan memanipulasi keuntungan. Akan tetapi, keterbatasan

dari metode biaya rata-rata adalah nilai persediaan dapat tertinggi secara signifikan

terhadap harga dalam periode di mana terdapat kenaikan atau penurunan harga yang

cepat.

Herry (2016:200,204) menerangkan:

”Metode harga pokok rata-rata dalam sistem pencatatan perpetual dinamakan


sebagai metode biaya rata-rata bergerak (moving average cost method), sedangkan
metode harga pokok rata-rata dalam sistem pencatatan periodik dinamakan
sebagai metode rata-rata tertimbang (weight average cost method).”
33

Dan berikut adalah contoh kartu stok (metode perpetual) dengan menggunakan metode

rata-rata:

Tabel 2.6
Contoh Kartu Persediaan (Metode Average)

Pembelian Harga Pokok Penjualan Saldo Persediaan


Tgl
Unit HP Total Unit HP Total Unit HP Total
1 Mar 120 200 24.000
5 Mar 84 200 16.800 36 200 7.200
12 Mar 96 210 20.160 132 207,272 27,360
19 Mar 48 207,272 9.950 84 207,272 17,410
23 Mar 24 207,272 4.975 60 207,272 12,436
27 Mar 60 220 13.200 120 213,633 12,6
31 Mar 60 220 13.200 180 215.756 38.836
Sumber : Herry (2016:200)

2.5.3. Metode Harga Terendah Antara Harga Perolehan Dengan Harga Pasar (Lower
Cost Of Market Method)

2.5.3.1. Pengertian Metode Harga Terendah Antara Harga Perolehan Dengan


Harga Pasar (Lower Cost Of Market Method)

Herry (2016:204), memaparkan:

”Kadang-kadang nilai atas persedian yang lama menjadi turun sebagai akibat dari
perubahan teknologi dan mode yang berkembang sangat pesat. Ketika harga pokok
untuk membeli barang yang sama pada saat ini (harga pasar) lebih kecil
dibandingkan dengan harga perolehan (cost) pada saat barang pertama kali dibeli,
maka metode harga yang terendah antara harga perolehan dengan harga pasar
(Lower Cost Of Market Method) untuk menilai persediaan.”

Earl K. Stice (2011:503) memaparkan:

“Konsep konservatisme menghasilkan aturan mana yang lebih rendah antara biaya
dan harga pasar (Lower Cost Of Market Method-LCM), yang berati bahwa asset
dicatat pada nilai yang lebih rendah antara biaya atau harga pasarnya.”

Kiesso (2008:462) memaparkan penyimpangan yang besar terhadap prinsip biaya

historis bisa dilakukan jika nilai persediaan menurun di bawah biaya awalnya.
34

Dapat disimpulkan pengertian metode harga terendah antara harga perolehan

dengan harga pasar (Lower Cost Of Market Method) adalah konsep dimana harga

persediaan yang lama menjadi lebih rendah sebagai akibat perkembangan teknologi dan

mode, dan nilai harga pokok dicatat berdasarkan harga terendah antara harga

perolehan dengan harga sekarang (harga pasar).

2.5.3.2. Kajian Teori Metode Harga Terendah Antara Harga Perolehan Dengan
Harga Pasar (Lower Cost Of Market Method)

Herry (2016:204) menyatakan bahwa:

“Harga pasar yang digunakan dalam metode LCM adalah harga pokok untuk
membeli barang yang sama pada saat ini (sekarang) dari pemasok yang biasa dan
dalam jumlah yang biasa. Jadi, harga pasar yang dimaksud dalam metode LCM ini
adalah bukan merupakan harga jual (selling price) atau nilai keluar (exit value,
output value), akan tetapi merupakan harga barang pengganti saat ini (current
replacement cost). Jadi pada intinya, harga pengganti barang saat ini merupakan
harga pokok untuk menggantikan barang yang sama pada tanggal dimana
persediaan dilaporkan, sedangkan harga pokok pada saat persediaan pertama kali
dibeli, merupakan biaya historis (historical cost).”

Untuk tujuan perhitungan nilai persediaan (dengan menggunakan metode LCM),

harga pasar ditentukan sebesar current replacement cost yang dibatasi oleh ceilling dan

floor. Menurut herry (2016:204) Celling adalah nilai pasar persediaan yang besarnya

tidak akan melebihi nilai bersih persediaan yang dapat direalisasi. Nilai realisasi bersih

persediaan dihitung sebesar estimasi harga jual dikurangi biaya penjualan normal.

Sedangkan floor menurut Herry (2016:204-205) adalah nilai pasar persediaan yang

besarnya tidak akan lebih kecil dari nilai celling dikurangi keuntungan normal.

Metode LCM lahir dari konsep konservatisme, yang merupakan salah satu dari

konsep akuntansi tradisional. Menurut konsep konservatisme, ketika kerugian terjadi

maka seluruh kerugian tersebut akan langsung diakui meskipun belum terealisasi, akan
35

tetapi jika keuntungan terjadi, maka keuntungan yang belum teralisasi tidaklah akan

diakui.

Metode LCM dapat diterapkan ke setiap item persediaan, ke kelompok atau kategori

utama dari item persediaan atau ke persediaan secara keseluruhan. Penerapan metode

LCM ke setiap item persediaan akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih kecil,

karena kenaikan harga pasar dari beberapa item persediaan tidak akan mengurangi

penurunan harga pasar dari setiap item persediaan lainnya.

2.5.4. Metode Laba Kotor

2.5.4.1. Pengertian Metode Laba Kotor

Herry (2016:209) memaparkan bahwa:

“Metode laba kotor didasarkan pada observasi bahwa hubungan antara penjualan
bersih dengan harga pokok penjualan biasanya relatif cukup stabil dari satu periode
ke periode berikutnya. Jadi, besarnya presentase laba kotor untuk periode berjalan
diasumsikan sama dengan besarnya presentase laba kotor yang dihasilkan dalam
periode-periode sebelumnya.”

Kiesso (2007:474) menyatakan bahwa:

Metode yang digunakan ketika catatan perusahaan atau persdiaan itu sendiri telah
musnah akibat kebakaran atau bencana lain. Metode laba kotor (gross profit
method) didasarkan pada tiga asumsi:
1. Persediaan awal ditambah pembelian sama dengan total barang yang
diperhitungkan.
2. Barang yang belum terjual harus berada ditangan.
3. Jika penjualan dikurangi biaya, dikurangkan dari jumlah persediaan awal
ditambah pembelian, maka hasilnya adalah persediaan akhir.

Soemarso (2002:394) menyatakan bahwa:

“Metode laba kotor (gross profit method) adalah metode penetapan harga pokok
persediaan secara taksiran, yang didasarkan atas hubungan yang terdapat pada
periode lalu, antara laba bruto dengan harga jual.”
36

Dapat disimpulkan pengertian metode laba kotor adalah metode yang digunakan

untuk mengestimasi persediaan suatu persediaan, yang didasarkan pada harga jual

dengan laba bruto pada periode yang telah lalu.

2.5.4.2. Kajian Teori Metode Laba Kotor

Menurut Herry (2016:209):

“Presentase laba kotor periode sebelumnya merupakan hasil bagi antara besarnya
laba kotor (penjualan bersih dikurangi dengan harga pokok penjualan) dengan
besarnya penjualan bersih. Presentase laba kotor yang diperoleh dari periode-
periode sebelumnya ini, lalu akan dikaitkan dengan penjualan bersih aktual periode
berjalan untuk mengestimasi besarnya harga pokok penjualan. Lalu besarnya
estimasi harga pokok penjualan ini akan dikurangkan dari harga pokok barang yang
tersedia untuk dijual, untuk menentukan besarnya estimasi persediaan akhir.”

Untuk mengilustrasikan aplikasi dari metode laba kotor, berikut adalah contohnya:

Saldo persediaan awal, 1 Januari Rp 250.000.000

Penjualan bersih selama bulan Januari Rp 500.000.000

HP barang yang dibeli selama bulan januari Rp 400.000.000

Presentase laba kotor priode lalu (data historis) 40%

Presentase laba kotor periode lalu sebesar 40% akan digunakan untuk menentukan

besarnya enstimasi labo kotor bulan januari, yang kemudian selanjutnya memungkinkan

untuk melakukan perhitungan atas besarnya estimasi harga pokok penjualan dan

persediaan akhir.

Penjualan bersih (aktual) Rp 500.000.000 100%

Harga pokok penjualan (estimasi) ( Rp 300.000.000 ) ( 60% )

Laba kotor (estimsasi) Rp 200.000.000 40%

Setelah besarnya estimasi harga pokok penjualan diperoleh, estimasi persediaan

akhir dapat dihitung dengan cara:


37

Persediaan wal (aktual) Rp 250.000.000

Harga pokok barang yang dibeli (aktual) ( Rp 400.000.000 )

HP barang yang tersedia untuk dijual (aktual) Rp 650.000.000

Harga pokok penjualan (estimasi) ( Rp 300.000.000 )

Persediaan akhir (estimasi) Rp 350.000.000

2.5.5. Metode Harga Ecer

2.5.5.1. Pengertian Metode Harga Ecer

Herry (2016:210) memaparkan:

“Metode harga ecer banyak dipakai oleh pengecer untuk menghitung nilai
persediaan akhir menurut estimasi harga pokok (harga perolehan). metode harga
ecer (harga jual) sama seperti metode laba kotor, metode harga ecer dapat
digunakan untuk menentukan besarnya estimasi persediaan kapanpun diinginkan,
dan memungkinkan untuk mengestimasi nilai persediaan tanpa memerlukan waktu
dan biaya untuk melakukan perhitungan fisik atas persediaan atau untuk
menyelenggarakan catatan persediaan perpetual.”

Menurut Warren, Reeve, Fees (2005:459):

“Metode persediaan eceran (retail inventory method), mengestimasikan biaya


persediaan berdasarkan hubungan antara harga pokok barang dagang yang sama.
Untuk menggunakan metode ini, harga eceran dari semua barang dagang harus
ditetapkan dan dijumlahkan.”

Kiesso (2008:477) menyatakan:

“Dalam sebagian besar perusahaan eceran, terdapat pola yang dapat diamati
antara biaya dengan harga. Karena itu, harga eceran dapat dikonversikan menjadi
biaya dengan satuan rumus. Metode ini dinamakan metode persediaan eceran.”

Dapat disimpulkan pengertian metode harga ecer adalah metode penilaian

persediaan, yang didasarkan pada hubungan antara harga pokok (harga perolehan)

barang dagang yang sama.


38

2.5.5.2. Kajian Teori Metode Harga Ecer

Metode harga ecer (harga jual) banyak dipakai oleh perusahaan pengecer untuk

menghitung nilai persediaan akhir menurut estimasi harga pokok. Akan tetapi, metode

harga ecer lebih fleksibel dibandingkan dengan metode laba kotor, karena dengan

metode harga ecer memungkinkan perusahaan untuk mengestimasi nilai persediaan

berdasarkan metode penilaian FIFO, LIFO dan rata-rata dan bahkan metode harga yang

terendah antara harga perolehan dengan harga pasar (metode LCM).

Ketika teknik estimasi dengan metode haraga ecer digunakan, catatan atas barang

yang dibeli haruslah diselenggarakan dalam dua jumlah, yaitu sebesar harga perolehan

dan harga ecer (harga jual).

Ikhtisar rumus:

1. Presentase harga pokok (harga perolehan):

Barang yang tersedia untuk dijual (harga perolehan)

Barang yang tersedia untuk dijual menurut harga ecer

Sumber : Herry (2016:211)

2. Nilai persediaan akhir menurut harga ecer:

Barang yang tersedia untuk dijual (harga ecer)

Penjualan bersih sepanjang periode

Sumber : Herry (2016:211)

3. Nilai persediaan akhir menurut estimasi harga pokok (harga perolehan):

Presentase Harga Pokok (Harga Perolehan)

Nilai Persediaan Akhir (Harga Ecer)

Sumber : Herry (2016:211)


39

2.5. Penyajian Laporan Keuangan

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (2015:1.3) laporan keuangan adalah suatu

penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas.

Menurut Kasmir (2012:7) laporan keuangan adalah laporan uang menunjukan

kondisi keuangan perusahaan pada saat ini atau dalam periode tertentu.

Menurut Raharjaputra (2011:194) laporan keuangan merupakan alat yang sangat

penting untuk memperoleh informasi sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil

yang telah dicapai oleh perusahaan yang bersangkutan.

Dapat disimpulkan pengertian laporan keuangan adalah suatu laporan yang

disajikan secara terstruktur dari posisi keuangan dan hasil yang telah dicapai oleh suatu

perusahaan dalam periode tertentu.

Tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi mengenai posisi

keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian

besar pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan dan juga menunjukan

hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang

dipercayakan kepada mereka. Ukuran laba menggambarkan kinerja manajemen dalam

menghasilkan profit untuk membayar bunga kreditur, deviden dan pajak pemerintah.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, laporan keuangan meyajikan informasi yang

meliputi: asset, liabilitas, ekuitas, penghasilan dan beban (termasuk keuntungan dan

kerugian), kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai

pemilik, arus kas. Informasi tersebut, beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan

atas laporan keuangan, membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi


40

arus kas masa depan perusahaan dan dalam hal kepastian deperolehnya kas dan setara

kas.

Komponen Laporan Keuangan menurut PSAK 1 (2015:1.4):

1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode.

Laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos yaitu: aset

tetap, properti investasi, aset tak berwujud, aset keuangan, persediaan, piutang

dagang, piutang lain, kas dan setara kas, utang dagang, utang lain, provisi, liabilitas

keuangan, liabilitas dan aset untuk pajak, liabilitas dan aset pajak tangguhan, liabilitas

yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk

dijual sesuai dengan PSAK 58, kepentingan non pengendali dan modal saham.

2. Laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain selama periode.

Pos-pos yang disyaratkan oleh SAK dalam laporan laba rugi mencakup: pendapatan,

biaya keuangan, bagian laba rugi dan beban pajak.

Kemudian perusahaan menyajikan analisis beban yang diakui dalam laba rugi

dengan menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat atau fungsinya yang dapat

menyediakan informasi andal dan lebih relevan. Bentuk-bentuknya adalah sebagai

berikut:

a. Metode sifat beban.

Perusahaan menggabungkan beban dalam laba rugi berdasarkan sifatnya (sebagai

contoh: penyusutan, pembelian bahan baku, biaya transportasi, imbalan kerja dan biaya

iklan), dan tidak mengalokasikan menurut berbagai fungsi perusahaan.

Contoh dengan menggunakan metode sifat beban adalah sebagai berikut:


41

Pendapatan xxx

Penghasilan lain xxx

Perubahan atas persediaan barang jadi dan

barang dalam proses xxx

Bahan baku yang digunakan xxx

Beban imbalan kerja xxx

Beban penyusutan dan amortisasi xxx

Beban lain xxx

Total beban ( xxx )

Laba sebelum pajak xxx

Sumber : PSAK 1 (2015:1.19)

b. Metode fungsi beban atau metode biaya penjualan

Metode ini mengklasifikasikan beban sesuai dengan fungsinya sebagai bagian dari

biaya penjualan. Minimal perusahaan mengungkapkan biaya penjualannya secara

tersendiri dari beban lain. Metode ini dapat menyediakan informasi yang lebih relevan

kepada pengguna, dibandingakan dengan metode berdasarkan sifat, tetapi

pengalokasian biaya berdasarkan fungsi mungkin mensyaratkan pertimbangan yang

lebih matang lagi.

Contoh klasifikasi berdasarkan metode fungsi beban adalah sebagai berikut:

Pendapatan xxx

Beban penjualan ( xxx )

Laba bruto xxx


42

Penghasilan lain xxx

Biaya distribusi ( xxx )

Beban administrasi ( xxx )

Beban lain ( xxx )

Laba sebalum pajak xxx

Sumber : PSAK 1 (2015:1.9)

3. Laporan perubahan ekuitas selama periode.

Laporan perubahan ekuitas mengungkapkan masing-masing perubahan yang timbul

dari: laba rugi, penghasilan komperehensif lain dan transaksi dengan pemilik dalam

kapasitasnya sebagai pemilik.

4. Laporan arus kas selama periode.

Informasi arus kas menyediakan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk

menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas, serta

kebutuhan perusahaan dalam menggunakan kas tersebut.

5. Catatan atas laporan keuangan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang

signifikan dan informasi penjelasan lain.

Catatan atas laporan keuangan menyajikan informasi tentang:

a. Dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi yang

digunakan.

b. Informasi yang disyaratkan oleh SAK di dalam laporan keuangan.

c. Informasi yang tidak disajikan dibagian manapun dalam laporan keuangan,

tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan.

6. Informasi komparatif mengenai periode terdekat.

7. Laporan posisi keuangan pada awal periode terdekat sebelumnya.


43

Dalam PSAK 1 (2015:1.6), perusahaan menyusun laporan keuangan atas dasar

accual basis, kecuali laporan arus kas, yaitu perusahaan melaporkan pendapatan

maupun beban dalam laporan laba rugi dimana pendapatan dan beban sudah terjadi,

tanpa memperhatikan arus uang kas masuk ataupun keluar. Sebagai contoh adalah

(dalam perusahaan jasa), bahwa pendapatan akan segera langsung diakui begitu

perusahaan telah memberika jasanya kepada pelanggan, baik sudah menerima

pembayaran maupun belum. Demikian juga (dalam perusahaan dagang), apabila

perusahaan menjual barang dagangan kepada pelanggan, maka penjual akan langsung

mengakuinya sebagai pendapatan, tidak peduli apakah penjualan tersebut dilakukan

secara tunai maupun kredit. Perlakuan yang sama juga berlaku untuk beban, yaitu akan

langsung diakui dimana beban-beban sudah terjadi, meskipun belum dibayarkan.

Dengan accrual bassis, beban-beban yang terkait dengan pendapatan haruslah

dilaporkan dalam periode yang sama, dimana pendapatan dan beban tersebut diakui.

Perusahaan melaporkan laporan keuangan setidaknya secara tahunan. Umumnya

perusahaan secara konsisten menyusun laporan keuangan untuk periode satu tahun,

akan tetapi untuk alasan praktis beberapa perusahaan lebih memilih untuk melaporkan

sebagai contoh untuk periode 5 minggu. Kemudian perusahaan menyajikan informasi

komparatif terkait dengan periode terdekat sebelumnya, minimal dua laporan posisi

keuangan, dua laporan laba rugi dan penghasilan komperehensif lain, dua laporan laba

rugi terpisah, dua laporan arus kas, dan dua laporan perubahan ekuitas serta catatan

atas laporan keuangan terkait.


44

2.6. Hasil Penelitian Terdahulu

dan berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan penulis sebagai

bahan referensi:

Tabel 2.7
Daftar Penelitian Terdahulu

No Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


1 Analisis Perlakuan Peneliti Berhasil Mengidentifiksi, Meneliti Tempat
Akuntansi Persediaan Bahwa Telah Banyak Kesesuaian Tentang Penelitian.
Obat-Obatan, Pada Antara PSAP Tahun 2010, Perlakuan
RSUD Kediri. (Lela Tri Dengan Kebijakan Yang Akuntansi
Ratnasari. Universitas Diterapkan Dirumah Sakit Terhadap
Brawijaya Malang. Umum Daerah Kediri. Persediaan.
2010)
2 Analisis Pencatatan Sistem Pencatatan Persediaan Meneliti Tempat
Dan Penilaian Yang Dipakai UD Jaya Tentang Penelitian.
Persediaan Sesuai Alumunium Gresik, Secara Perlakuan
Dengan PSAK No.14 Keseluruhan Sesuai Dengan Akuntansi
Pada UD Jaya PSAK No. 14 Tahun 2009. Terhadap
Alumunium Gresik. Persediaan.
(Nikmatus Salamah.
Universitas Wijaya
Putra Surabaya. 2014)
3 Analisis Penerapan Secara Keseluruhan Persediaan Meneliti Tempat
Akuntansi Persediaan Yang Disajikan Dalam Laporan Tentang Penelitian.
Pada PT Gatraco Indah Keuangan Pt Gatraco Indah Perlakuan
Manado. (Herman Manado, Telah Sesuai Dengan Akuntansi
Karamoy. Universitas Standar Akuntansi Keuangan Terhadap
Sam Ratulangi. 2014) Yang Berlaku. Persediaan.

4 Inventory Managament Sistem Persediaan Dan Meneliti Tempat


System Used By Manajemen Persediaan Yang Tentang Penelitian
Manufacturing Smaal, Dijalankan, Belum Menggunakan Akuntansi Dan
Medium And Micro IFRS Yang Berlaku. Tetapi Persediaan. Metode
Entreprises In Cape Menggunakan Sistem Dan Penelitian.
Town (Sistem Manajemen Yang Disesuaikan
Manajemen Persediaan Dengan Persediaan Yang Ada
Yang Digunakan Oleh Pada Masing-Masing UMKM,
UMKM di Cape Town). Yang Pada Akhirnya Tidak Dapat
Menjamin Peningkatan Operasi
Bisnis Dan Profitabilitas.
Sumber : Kajian penulis
45

2.7. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini berawal dari akuntansi sebagai sumber

kajian, kemudian penulis mengambil persediaan barang dagang sebagai tema penelitian.

Ada beberapa metode yang akan dipakai untuk meneliti persediaan barang

dagang yang ada pada Kopetri Karawang, yaitu:

1. Metode Pencatatan Persediaan

Metode pencatatan persediaan berhubungan dengan bagaimana Kopetri Karawang

mencatat semua transaksi persediaan, yang kemudian pada akhirnya dilaporkan kepada

para anggota, sebagai pertanggungjawaban kegiatan operasionalnya. Ada 2 (dua)

metode yang akan digunakan dalam pencataatan persediaan barang dagang, yaitu:

metode perpetual dan metode fisik.

2. Metode Penilaian Persediaan

Setelah transaksi dicatat kedalam jurnal, maka selanjutnya metode penilaian

persediaan yang digunakan untuk mengetahui nilai harga pokok setiap jenis serta setiap

unit barang dagang yang tersedia. Sehingga memudahkan untuk menentukan harga jual

barang dagang setiap unitnya. Ada 2 (dua) metode yang akan digunakan dalam

penilaiam persediaan barang dagang dalam penelitian ini, yaitu: metode FIFO dan

metode Rata-rata (Average).

Setelah menggunakan metode pencatatan persediaan serta metode penilaian

persediaan untuk meneliti semua data yang ada, maka akan didapatakan laporan

persediaan barang yang diinginkan.


46

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan Kerangka Pemikiran

Akuntansi
Sumber: Rudjanto (2008)

Persediaan
Sumber: Dwi Martani (2012)

Metode Pencatatan Persediaan Metode Penilaian Persediaan


Sumber: Herry (2016) Sumber: Herry (2016)

1. Sistem Perpetual 1. Metode FIFO


2. Sistem Periodik 2. Metode Rata-rata
Sumber: Herry Sumber: Herry
(2016) (2016)

Gambar 2.1.
Sumber: Kajian Peneliti

Penyajian Dalam
Laporan Keuangan

Gambar 2.1

Sumber : Kajian Penulis


47

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

3.1.1. Metode Penelitian Yang Digunakan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi persediaan

barang dagang pada Kopetri Karawang. Dengan memperhatikan tujuan tersebut, maka

metode peneiltian yang digunakan adalah metode deskriptif.

Menurut Asep Rohmat (2014:34), deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan

untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal lain-lain yang sudah disebutkan, yang

hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian.

Bedasarkan pengertian tersebut, tujuan dari penelitian deskriptif adalah membuat

gambaran secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan

hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Menurut Sugiyono (2012:7):

“Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional karena metode ini sudah cukup
lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian.
Metode ini disebut metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat
positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah memenuhi
kaidah-kaidah ilmiah yaitu kongkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional, dan
sistematis. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa
angka-angka.”

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa metode Deskriptif

Kuantitatif yaitu jenis data yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi

yang sudah ada, kemudian data tersebut dapat diukur dan dihitung dalam bentuk angka-

angka, kemudian data tersebut disajikan berdasarkan hasil analisis berupa keterangan

atau uraian.

47
48

3.2. Desain Penelitian

Dalam penyusunan penelitian ini, diperlukan data dan informasi yang tepat dan

akurat. Untuk itu dipergunakan beberapa metode yang dikemukakan, agar

mendapatkan informasi yang diperoleh sesuai dengan permasalahan, maka beberapa

metode yang digunakan sebagai berikut:

1. Berdasarkan Tujuan Penelitiannya

Tujuan penelitian ini merupakan penelitian murni, karena penelitian ini dilakukan

dalam kerangka pengembangan ilmu pengetahuan yang dapat dijadikan sumber

metode, teori, dan gagasan yang dapat diaplikasikan pada penelitian selanjutnya tanpa

ingin menerapkan hasilnya, mengenai analisis perlakuan akuntansi persediaan barang

dagang pada Kopetri Karawang.

2. Berdasarkan Metode Penelitian

Metode penelitian memberikan gambaran kepada peneliti tentang langkah

bagaimana penelitian dilakukan sehingga masalah tersebut dapat dipecahkan. Dalam

penelitian ini menggunakan penelitian survey. Penelitian terjun langsung pada objek

yang diteliti untuk memahami dan menjelaskan kejadian suatu kegiatan, dan penelitian

ini yaitu mengenai analisis perlakuan akuntansi persediaan barang dagang pada Kopetri

Karawang.

3. Berdasarkan Tingkat Eksplanasinya

Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini termasuk pada penelitian analisis

Deskriptif Kuantitatif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan

obyek penelitian yang sesungguhnya untuk mengetahui dan menganalisis tentang


49

permasalahan yang dihadapi oleh obyek penelitian, kemudian selanjutnya data tersebut

diukur atau dihitung menggunakan angka-angka, kemudian data tersebut disajikan

berdasarkan hasil analisis berupa keterangan atau uraian yang berkaitan dengan

perlakuan akuntansi terhadap persediaan barang dagang pada Kopetri Karawang.

4. Berdasarkan Jenis Data dan model Analisis datanya

Penelitain ini berdasarkan analisis data kuantitatif yaitu data yang disajikan dalam

bentuk skala numerik (angka-angka), kemudian data yang dapat diolah secara deskriptif

yaitu memberikan gambaran – gambaran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

3.3. Variabel Penelitian

Sugiyono (2013:38), menjelaskan:

“Untuk mendapatkan penelitian yang sempurna, variabel penelitian sangat


diperlukan. Karena pada dasarnya variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulannya.”

3.3.1 Definisi Konseptual

Merupakan suatu definisi yang diberikan penelitian kepada masing-masing

variabel penelitian secara konsep (teori), artinya konsep tersebut telah dikemukakan

para ahli atau pakar. Adapun konsep-konsep penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Akuntansi Keuangan

Akuntansi keuangan adalah bidang akuntansi yang berfokus tehadap

penyiapan laporan keuangan suatu perusahaan secara berkala untuk memberikan

informasi baik untuk pihak internal maupun eksternal perusahaan.

b. Perlakuan Akuntansi Persediaan Barang Dagang.


50

Pengertian persediaan merupakan barang yang akan digunakan sebagai

kegiatan utama operasional perusahaan, baik itu bahan baku, barang dalam

proses produksi, dan barang yang masih tersisa untuk dijual dalam tanggal neraca.

3.3.2 Definisi operasional

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 14 tentang persediaan,

disetujui dalam rapat komite prinsip Akuntansi Indonesia pada tanggal 24 Agustus 1994

dan telah disahkan oleh pengurus pusat Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 7

September 1994.

Namun, PSAK tidak wajib diterapkan untuk unsur yang tidak material (immaterial

items) dan tidak berlaku untuk hal-hal: pekerjaan kontruksi dalam proses berdasarkan

PSAK 34 Kontrak Kontruksi, dan Instrumen keuangan berdasarkan PSAK 55 Instrumen

Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran.

Dalam PSAK 14 (Revisi 2008) dinyatakan juga bahwa ruang lingkup PSAK 14 tidak

termasuk didalamnya persediaan yang terkait dengan Reale Estate yang diatur dalam

PSAK 44 Akuntansi Aktivitas Pengembangan Reale Estate dan asset biolojik yang terkait

dengan kehutanan, yang diatur dalam PSAK 32 Akuntansi Kehutanan.

PSAK 14 juga tidak berlaku untuk pengukuran persediaan yang dimiliki oleh realisasi

neto-NRB Commodity Broket-trader yang mengukur persediaan mereka pada nilai wajar

dikurangi biaya penjualanPSAK 14 wajib diterapkan untuk periode tahunan yang dimulai

pada atau setelah tanggal 1 Januari 2009.


51

3.3.3 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam

maupun sosial yang di amati, secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel

peneltian. (Sugiyono, 2013:102)

Dalam penelitian ini akan dijelaskan instrumen Penelitian yang akan digunakan, variabel,

Sub Variabel, dan indikator yang akan dijadikan bahan pengukuran sebagai berikut:

Tabel 3.1
Instrumen Penelitian
Variabel Sub Variabel Indikator
Pengukuran dan 1. Persediaan diukur pada mana yang lebih rendah
antara biaya perolehan dan nilai realisasi neto.
Pengakuan
2. Biaya persediaan terdiri dari seluruh biaya pembelian,
biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai
persediaan berada dalam kondisi dan lokasi saat ini.
3. Jika persediaan dijual, maka nilai tercatat persediaan
tersebut harus diakui sebagai beban pada periode
diakuinya pendapatan atas penjualan tersebut.
Setiap penurunan nilai persediaan di bawah biaya
menjadi nilai realisasi neto dan seluruh kerugian
persediaan harus diakui sebagai beban pada periode
terjadinya penurunan atau kerugian tersebut. Setiap
pemulihan kembali penurunan nilai persediaan
karena peningkatan kembali nilai realisasi neto, harus
diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban
persediaan pada periode terjadinya pemulihan
tersebut.
Pengungkapan 1. Kebijakan Akuntansi yang digunakan dalam pengukuran
Perlakuan
persediaan, termasuk rumus biaya yang digunakan.
Akuntansi 2. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat
menurut klasifikasi yang sesuai bagi entitas.
Persediaan
3. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai
Barang wajar dikurangi biaya untuk menjual.
4. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama
Dagang
periode berjalan.
5. Jumlah penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang
jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam
periode berjalan sesuai dengan paragraf 34.
6. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai
Dipindahkan
52

Lanjutan Tabel 3.1

yang diakui sebagai pengurang jumlah persediaan yang


diakui sebagai beban dalam periode berjalan sesuai
paragraf 34.
7. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukan sebagai
jaminan keajiban.
Sumber: PSAK 14 Ikatan Akuntansi Indonesia, 2015

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari perusahaan itu

sendiri dengan melakukan wawancara,yaitu penulis melakukan tanya jawab dengan

pihak yang dianggap dapat memberikaninformasi mengenai data data yang dibtuhkan

sebagai bahan pelegkap dalam menyusun skripsi.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dimana diperoleh

dengan bentuk ynang sudah jadi tanpa dipublikasi atau data yang diperoleh dari pihak

lain dalam hal ini penulis mengumpulkan data secara (library research) yaitu dengan

jalan melihat buku-buku yang berhubungan dengan masalah penelitian dan dapat

melengkapi / mendukung data primer.

3.3.2 Teknik pengumpulan data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini penulis

menggunakan metode sebagai berikut:


53

1. Penelitian Lapangan

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhapad objek

penelitian. Diantaranya menggunakan teknik:

a. Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data, yaitu pengumpulan

data dengan cara mengadakan wawancara secara langsung terhadap

narasumber yang berhubungan dengan permasalahan.

b. Survey yaitu dengan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta-fakta

dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual

yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.

c. Observasi yaitu dengan elakukan penelitian dan pencatatan secara langsung

terhadap objek penelitian.

2. Penelitian Kepustakaan

Studi kepustakaan yaitu teknik berdasarkan literatur guna memperoleh dasar

teoritis dalam pemecahan masalah yang diteliti. Data dari literatur berguna

sebagai bahan pertimbangan atas data yang diperoleh dengan penelaahan buku-

buku referensi dan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti untuk dijadikan dasar melakukan analisis terhadap operasional

perusahaan. Dengan studi kepustakaan, akan diperoleh gambaran dalam

menganalisis perlakuan akuntansi persediaan barang dagang, serta kebijakan yang

diterapkan perusahaan, yang akan digunakan untuk penyusunan skripsi.

3.3.3 Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif.

Adapun tahapan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
54

1. Penelitian Lapangan, penulis melakukan dengan cara mengamati langsung di

lapangan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian, serta melakukan

wawancara dengan pihak-pihak yang penulis anggap berkompeten dibidangnya dan

yang berhubungan langsung dengan penelitian ini yaitu khusus dalam bidang

Perlakuan Akuntansi Persediaan Barang Dagang Pada Kopetri Karawang.

2. Penelitian Kepustakaan, penulis melakukan dengan cara mencari, mengumpulkan,

dan mengkaji dari berbagai sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian

skripsi seperti buku-buku, literatur dan jurnal penelitian.

Setelah data-data diperoleh, maka data tersebut diolah kemudian dilakukan analisis.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode Deskriptif Kuantitatif yaitu jenis

data yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi yang sudah ada,

kemudian data tersebut dapat diukur dan dihitung dalam bentuk angka-angka,

kemudian data tersebut disajikan berdasarkan hasil analisis berupa keterangan atau

uraian.

Metode deskriptif menerangkan tentang: metode pencatatan persediaan barang

dagang, metode penilaian persediaan barang dagang serta pengendalian persediaan

barang dagang pada Kopetri Karawang, sehingga diperoleh laporan persediaan sesuai

dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Sedangkan kuantitatif menghitung

harga pokok penjualan dan laba yang diperoleh dari masing-masing metode yang ada.

Anda mungkin juga menyukai