Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tahun Januari 2016, Tak semua emiten yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) memiliki kelangsungan usaha (going concern) yang prospektif di

masa depan. BEI mengakui ada beberapa perusahaan yang kelangsungan usahanya

masih dipertanyakan. Menurut Samsul Hidayat, Direktur Penilaian Perusahaan BEI

mengatakan, salah satu kriteria perusahaan yang disebut tidak memiliki

kelangsungan usaha adalah jika tidak memiliki pendapatan atau kinerja yang terus

merugi.

Beberapa emiten tercatat tidak memiliki pendapatan utama karena lini

usahanya sedang berhenti, salah satunya perusahaan tambang PT Sekawan

Intipratama Tbk (SIAP) dinilai masih belum mempunyai going concern yang jelas,

hal ini dikarenakan operasional pertambangan dihentikan. Ada juga perusahaan

yang memiliki banyak beban utang sehingga membuat kerugian bertahun-tahun,

dan pada kasus ini BEI menanyakan kelangsungan usaha PT Arpeni Pratama Ocean

Line Tbk (APOL), dimana APOL ini sedang dalam proses restrukturisasi utang.

(http://investasi.kontan.co.id/)

Perusahaan didirikan dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan

hidup usaha (going concern). Kelangsungan hidup suatu perusahaan merupakan

salah satu alasan investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan tersebut.

Oleh karena itu, peran auditor sangat dibutuhkan para investor karena sebagai

perantara antara kepentingan investor dengan perusahaan selaku penyedia laporan

1
2

keuangan. Kelangsungan hidup usaha juga selalu dihubungkan dengan kemampuan

manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Salah satu bentuk

pertanggungjawaban manajemen terhadap masyarakat, khususnya pemegang

saham adalah berupa laporan keuangan (Irfana dan Muid, 2012)

Semakin kompleksnya bisnis suatu perusahaan menyebabkan pemilik

perusahaan tidak mampu melaksanakan pengawasan secara langsung terhadap

perusahaan, oleh karena itu dibutuhkan manajemen yang menjalankan operasi

perusahaan. Dalam upaya melakukan pertanggung jawaban terhadap pemilik

perusahaan, maka pihak manajemen diharuskan menyusun laporan keuangan.

Laporan keuangan yang dibuat manajemen masih mungkin mengandung resiko

informasi. Resiko informasi mungkin terjadi karena berbagai alasan, diantaranya

jauhnya sumber informasi, bias dan motif penyedia informasi, jumlah data yang

sangat besar, dan transaksi pertukaran yang kompleks (Anugrah Firmansyah,

2014).

Auditor mempunyai peranan penting dalam menjembatani antara

kepentingan investor sebagai pengguna laporan keuangan dan kepentingan

perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Data perusahaan akan lebih mudah

dipercaya oleh investor dan pemakai laporan keuangan lainnya apabila laporan

keuangan tersebut mencerminkan kinerja dan kondisi perusahaan dan telah

mendapat pernyataan wajar dari auditor. Pernyataan auditor diungkapkan melalui

opini audit, para pemakai laporan keuangan, dalam hal ini adalah investor dapat

lebih mudah memahami makna yang terkandung dalam laporan keuangan serta

akan lebih mempercayai laporan keuangan yang sudah diaudit (Amalia, 2016).
3

Menurut Mulyadi (2009) opini audit merupakan pernyataan auditor

terhadap pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan auditan, dalam semua

hal yang material, yang didasarkan atas kesesuaian penyusunan laporan keuangan

tersebut dengan prinsip akuntansi berterima umum. Opini audit yang diterima oleh

perusahaan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh investor dan

pengguna laporan keuangan lain. Oleh sebab itu, opini audit yang diberikan oleh

auditor pada laporan keuangam sangat dibutuhkan untuk memberikan informasi

dan keyakinan kepada investor dan pengguna laporan keuangan untuk mengambil

keputusan berinvestasi (Astuti dan Darsono, 2012).

International Standard on Auditing (ISA) dikeluarkan oleh International

Federation of Accountants (IFAC) yang merupakan panduan audit di Negara-

negara anggota IFAC. ISA adalah standar yang diterapkan dalam audit atas laporan

keuangan historis. Tuanakotta (2014) menjelaskan terbitnya ISA diawali dengan

munculnya berbagai skandal akuntansi yakni adanya manipulasi atas laporan

keuangan di pasar modal dan pasar uang dunia.

ISA berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan ada 1 Januari 2013

untuk emiten dan pada 1 Januari 2014 untuk entitas non emiten. ISA sudah mulai

diterapkan oleh KAP di Indonesia terutama untuk KAP yang memiliki jaringan

global (KAP Big-Four). IFAC telah mengeluarkan ISA No. 570 tentang “Gooing

Concern”. ISA No. 570 menegaskan bahwa tanggung jawab auditor eksternal

hanya melakukan pertimbangan atas ketetapan asumsi going concern yang

digunakan oleh manjemen dalam menyusun laporan keuangan. ISA No. 570

menegaskan bahwa going concern entitas yang diaudit harus dapat dipertahankan
4

paling tidak dua belas bulan setelah tanggal neraca. Disamping hal tersebut, ISA

No.570 paragraf 10 juga menegaskan bahwa tidak terdapatnya kepastian penjelasan

mengenai adanya ketidakpastian oleh auditor eksternal pada opini tidaklah menjadi

jaminan bahwa kelangsungan hidup perusahaan tidak akan bermasalah (Lintang

dan Ni Nyoman Alit, 2015).

Going concern merupakan salah satu asumsi dasar yang dipakai dalam

menyusun laporan keuangan. Asumsi ini mengharuskan perusahaan secara

operasional memiliki kemampuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan

akan melanjutkan usahanya pada masa depan. Oleh karena itu, suatu perusahaan

diasumsikan tidak bermaksud melikuidasi atau mengurangi secara material skala

usahanya. (Lintang dan Ni Nyoman Alit, 2015). Meskipun auditor tidak

bertanggungjawab terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan, tetapi dalam

melakukan audit kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan auditor dalam

memberikan opini (Dewayanto, 2011).

Going concern digunakan sebagai asumsi dalam pelaporan keuangan

sepanjang tidak terbukti adanya informasi yang menunjukkan hal berlawanan

(contrary information). Biasanya informasi yang secara signifikan dianggap

berlawanan dengan asumsi kelangsungan hidup satuan usaha adalah berhubungan

dengan ketidakmampuan satuan usaha dalam memenuhi kewajiban pada saat jatuh

tempo tanpa melakukan penjualan sebagian besar aktiva kepada pihak luar melalui

bisnis biasa, restrukturisasi utang, perbaikan operasi yang dipaksakan dari luar dan

kegiatan serupa yang lain (PSA No.30).


5

Pada tahun 2015, salah satu perusahaan manufaktur yang berada pada sektor

industri barang konsumsi yaitu PT Davomas Abadi Tbk. (DAVO) di delisting oleh

BEI pada 21 Januari 2015. Menurut Hoesen, Direktur Penilaian Perusahaan BEI hal

tersebut karena emiten mengalami kondisi yang berpengaruh negatif terhadap

kelangsungan usaha dan juga dinilai sangat menghawatirkan dalam kelangsungan

usahanya (http://m.kontan.co.id)

Dari contoh kasus diatas, pengeluaran opini going concern yang tidak

diharapkan oleh perusahaan, berdampak pada kemunduran harga saham, kesulitan

dalam meningkatkan modal pinjaman, ketidakpercayaan investor, kreditur,

pelanggan, dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya kepercayaan

publik terhadap citra perusahaan dan manajemen perusahaan tersebut akan

memberi imbas yang sangat signifikan terhadap kelangsungan hidup perusahaan

dimasa yang akan datang.

Banyak penelitian mengenai faktor-faktor baik itu keuangan dan non

keuangan yang telah dibuktikan berpengaruh terhadap opini going concern.

Penelitian tersebut diantaranya Altman (1968), Mutchler (1984, 1986), helfert

(1997), Knechel dan Vonstaelen (2007), Foroghi (2012), dan Beams et al., (2013).

Penelitian di Indonesia tentang going concern telah dilakukan oleh Lintang dan Ni

Nyoman Alit (2015), Ni LuhJuniasih, I Putu Mega, I Kadek Satria (2016), Triseptya

(2014), Ibrahim (2014), Kartika (2012).

Penelitian- penelitian sebelumnya diatas membuktikan hasil yang

berbedabeda tentang faktor- faktor yang mempengaruhi penerimaan opini going

concern. Maka dari itu peneliti bermaksud meneliti lebih lanjut tentang opini going
6

concern karena hingga saat ini topik tentang bagaimana tanggung jawab auditor

dalam mengungkapkan masalah going concern masih menarik untuk diteliti

(Widyantari, 2011). Pada kenyataannya, masalah going concern merupakan hal

yang kompleks dan terus ada sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak ukur

yang pasti dalam menentukan status going concern perusahaan dan kekonstitenan

faktor, faktor tersebut harus terus diuji agar dalam keadaan ekonomi yang fluktuatif,

status going concern tetap dapat diprediksi. (Praptitorini et al., 2007).

Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) dalam

membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo. Manfaat status

default hutang yang sebelumnya telah diteliti oleh Chen dan Church (1992).

Penelitian ini dilakukan oleh Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015), Setyarno dkk

(2006), Susanto (2009) dan Siti Nur Halimah (2015) menyatakan bahwa debt

default berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Ni Luhjuniasih, I Putu Mega, dan I KadekSatria Nova (2016), Nanda (2015), dan

Triseptya (2014) yang menyatakan bahwa debt default tidak memberikan pengaruh

terhadap penerimaan opini audit going concern.

Selanjutnya penelitian ini juga menguji pengaruh pertumbuhan perusahaan

terhadap opini audit going concern. Pertumbuhan perusahaan mengindikasikan

kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya.

Perusahaan yang mengalami pertumbuhan menunjukkan aktivitas operasional

perusahaan berjalan dengan semestinya sehingga perusahaan dapat

mempertahankan posisi ekonominya dan kelangsungan hidupnya, sedangkan


7

perusahaan dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih

besar ke arah kebangkrutan Altman 1968 dalam (Karina, 2013). Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizka Ardhi (2017) yang

menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

penerimaan opini audit going concern. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh oleh Rizki Azizah (2014), Yashinta Putri (2013),

Muttaqin dan Sudarno (2012), dan Ira Kristiana (2013) yang menyatakan bahwa

pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going

concern.

DeAngelo 1981 dalam (Karina, 2013) menyimpulkan bahwa Kantor

Akuntan Publik (KAP) yang lebih besar dapat diartikan menghasilkan kualitas audit

yang lebih baik dibandingkan kantor akuntan kecil. Selain itu, KAP skala besar

memiliki insentif yang lebih besar untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi

dibandingkan KAP skala kecil. KAP skala besar lebih cenderung untuk

mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih kuat menghadapi

risiko proses pengadilan. Hasil penelitian ini sesuai penelitian terdahulu dari

Triseptya (2014) yang menyatakan bahwa reputasi KAP berpengaruh terhadap

penerimaan opini audit going concern. Namun penelitian Putri (2014), Muttaqin

dan Sudarno (2012), Kartika (2012) serta Sunarni dan Jatmiko (2012) menemukan

bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan pada opini audit going concern.

Mutchler 1985 dalam (Warnida, 2011)menguji pengaruh ketersediaan

informasi publik terhadap prediksi opini audit going concern, yaitu tipe opini audit

yang telah diterima perusahaan. Hasilnya menunjukan bahwa model diskriminan


8

analisis yang dimasukan tipe opini audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi

prediksi keseluruhan yang paling tinggi sebesar 89.9 persen dibanding model yang

lain. Hal tersebut menegaskan bahwa opini audit tahun sebelumnya mempengaruhi

pertimbangan auditor dalam memberikan opin audit going concern pada tahun

sebelumnya. Penelitian ini mempunyai hasil yang sama dengan penelitian dari

Yashinta Putri (2013) dan Ibrahim (2014) dimana opini audit tahun sebelumnya

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern.

Penelitian ini merupakan replikasi atas penelitian sebelumnya yaitu

mengenai indikator yang mempengaruhi auditor dalam memberikan opini audit

going concern pada suatu perusahaan dengan berbasis ISA 570 yang dilakukan oleh

Lintang dan Ni Nyoman Alit (2015). Adapun perbedaan penelitian ini dengan

penelitian sebelumnya adalah tahun yang digunakan penelitian sebelumnya adalah

satu periode dengan sampel seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun

2014. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur

sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di BEI pada tahun 2013-2015 dan

juga terdapat penambahan variabel reputasi kantor akuntan publik.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengambil judul “PENGARUH DEBT DEFAULT,

PERTUMBUHAN PERUSAHAAN, REPUTASI KANTOR AKUNTAN

PUBLIK, DAN OPINI AUDITOR TAHUN SEBELUMNYA TERHADAP

OPINI GOING CONCERN” (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur

Sektor Industri Barang Konsumsi yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia

Tahun 2013-2015).
9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka penulis

menentukan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Apakah debt default dapat mempengaruhi auditor dalam memberikan

opini audit going concern.

2. Apkaah pertumbuhan perusahaan akan memberikan pengaruh bagi

auditor dalam memberikan opini audit going concern.

3. Apakah reputasi kantor akuntan publik akan mempengaruhi auditor

dalam memberikan opini audit going concern.

4. Apakah opini audit tahun sebelumnya akan mempengaruhi auditor

dalam memberikan opini audit going concern.

5. Apakah debt default, pertumbuhan perusahaan, reputasi kantor KAP,

dan opini audit tahun sebelumnya akan mempengaruhi auditor dalam

memberikan opini audit going concern.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, yang menjadi tujuan dari penelitian

ini antara lain :

1. Menganalisis pengaruh debt default terhadap penerimaan opini audit

going concern.

2. Menganalisis pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap penerimaan

opini audit going concern.


10

3. Menganalis reputasi kantor akuntan publik terhadap penerimaan opini

audit going concern.

4. Menganalisis opini audit tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini

audit going concern.

5. Menganalisis debt default, pertumbuhan perusahaan, reputasi KAP, dan

opini audit tahun sebelumnya terhadap penerimaan opini audit going

concern.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi :

1. Penulis

Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan lebih luas

lagi mengenai Audit, khususnya mengenai Pengaruh Debt rasio, ukuran

kantor KAP, dan Opini audit tahun sebelumnya terhadap Penerimaan

Opini Audit Going concern pada perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Indonesia periode Tahun 2013-2015 dan sebagai salah satu syarat

dalam menempuh Ujian Sidang Sarjana Program Studi Akuntansi di

Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama.

2. Perusahaan

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan motivasi bagi

perusahaan agar lebih mencermati kelangsungan hidup usahanya yang

berkaitan dengan penerimaan opini auditor.


11

3. Praktisi Akuntan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan bagi auditor dalam memberikan penilaian keputusan

opini auditor khususnya yang mengacu pada pemberian opini audit

going concern.

4. Investor

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan pertimbangan

dalam memilih perusahaan untuk menanamkan modalnya.

5. Pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan

pengetahuan dan menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya

dan bagi penulis-penulis lainnya.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan memanfaatkan data perusahaan-

perusahaan manufaktur yang berada pada sektor industri barang konsumsi yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2013-2015 yang diakses melalui

website www.idx.co.id

Anda mungkin juga menyukai