Anda di halaman 1dari 31

MANAJEMEN

PENINGKATAN PRODUKSI
USAHA PENANGKAPAN IKAN
Disampaikan pada kegiatan Bimbingan Teknis Pengelolaan Usaha
bagi Kelompok pada tanggal 22 s/d 24 Pebruari 2012 di Hotel Sahid Jaya Solo

OLEH :
AGUNG WAHYONO

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP
BALAI BESAR PENGEMBANGAN PENANGKAPAN IKAN SEMARANG
2012

0
I. PENDAHULUAN

A. Kondisi umum perikanan rakyat

Data statistik menunjukkan bahwa sampai akhir tahun 1998, armada perikanan Indonesia
masih didominasi oleh usaha perikanan skala kecil, yang meliputi perahu tanpa motor, perahu
motor tempel, dan kapal motor berukuran di bawah 5 GT (Gross Tonnage) sebanyak 82,03 %.
Sedangkan usaha perikanan skala menengah yang meliputi kapal motor berukuran 5 s/d 30 GT
sebanyak 16,54 % dan usaha perikanan skala besar yang meliputi kapal motor berukuran di atas
30 GT sebanyak 1,43 %.
Sedangkan berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2001, armada
kapal penangkap ikan tercatat sebanyak 468.521 unit yang terdiri dari perahu tanpa motor
sebanyak 241.714 unit (53 %) ; motor tempel sebanyak 120.054 unit (27 %) ; dan kapal motor
sebanyak 106.753 unit (20 %).
Pelaku terbesar perikanan tangkap di Indonesia, adalah perikanan rakyat, berdasarkan
kenyataan yang menunjukkan bahwa nelayan kecil selalu dihadapkan kepada masalah yang sulit.
Seperti halnya banyak diangkat melalui berbagai media dan hasil sensus sosial ekonomi yang
pernah dilakukan oleh pemerintah, ternyata bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan,
pendapatan rata-rata dan kehidupan nelayan masih berada dibawah rata-rata penduduk lainnya.
Ciri-ciri khusus kondisi demikian adalah dengan nampaknya tingkat produktivitas dari kebanyakan
nelayan yang masih rendah dan harga yang diterima selaku produsen sangat rendah
dibandingkan dengan harga eceran yang dijual di pasaran.
Tingkat produksi yang rendah disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya banyak alat
penangkap ikan yang baik desain maupun cara pembuatan dan pengoperasiannya belum
memberikan hasil secara optimal.
Di banyak daerah, nelayan masih enggan atau tidak mau mengganti alat penangkap ikan dengan
alat lain yang memberikan daya guna dan hasil guna yang lebih tinggi karena beberapa alasan,
demikian pula dengan sarana apung yang digunakan, masih dibuat secara tradisional dan sering
dijumpai kelemahan yang dapat mengganggu kelestarian usahanya. Sejak dilaksanakan program
motorisasi pada awal tahun 1973, memang nampak perkembangan nyata armada perikanan,
walaupun sampai sekarang penggunaan motor tersebut masih belum sesuai dengan ketentuan
teknis, tetapi jelas telah menambah hari laut yang pada gilirannya akan menambah produksi hasil
tangkapan dan peningkatan pendapatan.

1
Dilain pihak, terjadi gap bagi nelayan yang tidak mampu membeli motor dan ini menyebabkan
timbulnya katagori nelayan miskin yang hanya berusaha untuk bertahan hidup, sementara harapan
mendapatkan bantuan kredit sangat muskil dapat terpenuhi bila pemberi kredit memerlukan
jaminan.
Program Nasional Minapolitan dan Restrukturisasi Armada, memberikan harapan untuk
pengembangan usaha penangkapan ikan yang lebih kompetitif, namun disisi lain masih dibayang-
bayangi suatu kesulitan yang masih dominan tentang kemampuan pembiayaan BBM sebagai
komponen utama bahan eksploitasi kapal, hal ini dapat mengancam hilangnya nilai keuntungan
unit usaha penangkapan ikan, dan sudah sewajarnya apabila unit usaha penangkapan ikan yang
tidak memunyai nilai kompetitip yang memadai ini akan menghentikan kegiatan operasionalnya.
Kegiatan usaha penangkapan ikan tidak hanya dihadapkan pada permasalahan internal
yang berkaitan dengan rendahnya kemampuan pengembangan sarana penangkapan ikan namun
juga dihadapkan pada masalah external dan global yang membuat semakin terpuruk, misalnya
timbul tekanan-tekanan ekolabeling dan anomali cuaca.
Kondisi yang sedemikian sulit bagi mayoritas pelaku perikanan tangkap tidak boleh
dibiarkan, dan satu-satunya upaya untuk mengurangi tekanan eksternal terhadap usaha
penangkapan adalah melakukan pengelolaan operasional usaha penangkapan ikan yang
mengarah kepada efisiensi dibidang penangkapan ikan.

B. Permasalahan

Pengembangan kemampuan SDM nelayan, hanya sebagian kecil yang tersentuh oleh pola
pengembangan yang tepat melalui proyek percontohan (pilot project) dan tidak berkelanjutan.
Seperti telah diketahui, bahwa tingkat pendidikan nelayan yang masih rendah (68,4 % lulusan SD
dan 26,2 % tidak pernah tamat SD) keahlian dibidang perikanan tangkap diperoleh secara turun
temurun dari nenek moyangnya, sehingga banyak terjadi dalam mengelola usaha penangkapan
ikan dilakukan secara tradisional dari generasi ke generasi berikutnya, atau dibiarkan secara alami
belajar dan beradaptasi dengan lingkungan kerjanya.
Kegiatan penangkapan ikan, adalah kegiatan ekonomis yang sangat dipengaruhi oleh dinamika
usaha dan tidak jarang perkembangannya tergantung pada kondisi ekonomi dan politik yang
berkembang dinamis akhir-akhir ini.
Dalam kondisi demikian, para pelaku usaha penangkapan ini sering tidak menyadari dan bahkan
tidak siap untuk menghadapi, mereka kebanyakan bingung dalam menyikapi, bahkan cenderung
frustasi, yang pada akhirnya tidak jarang diantara mereka gagal dalam berkompetisi.

2
C. Maksud dan tujuan

Pengelolaan operasional usaha penangkapan ikan dengan tujuan melakukan tindakan


efisiensi dalam usaha penangkapan ikan yang dilandasi pada upaya peningkatan pendapatan dari
hasil usaha adalah dalam kerangka implementasi perikanan yang bertanggung jawab seperti yang
diamanatkan dalam tuntutan global perikanan dunia.
Maksud dari efisensi penangkapan ikan adalah upaya mengurangi tekanan atau beban
dalam kegiatan operasional yang dapat mempengaruhi tingkat pendapatan usaha penangkapan
ikan, sedangkan tujuan efisiensi penangkapan ikan adalah melakukan pengelolaan operasional
penangkapan ikan yang tepat mulai dari kegiatan penyiapan, pengoperasian, penanganan hasil
usaha dan pemeliharaan unit usaha penangkapan ikan secara memadai.

II. UNSUR USAHA DAN PEMASARAN HASIL

A. Tiga unsur usaha penangkapan ikan


Dalam usaha penangkapan ikan, terdapat 3 (tiga) unsur penting yang saling berkaitan,
antara lain :
1. Daerah penangkapan ikan
2. Tempat pendaratan atau pangkalan
3. Pemasaran hasil tangkapan

Tindakan efisiensi operasional penangkapan ikan, dilakukan melalui upaya mendekatkan atau
menyatukan masing-masing unsur dalam satu sistim yang tepat.
Ketiga unsur seperti digambarkan dalam bagan 1, menjelaskan keterkaitan ketiga unsur usaha
penangkapan, sebagai berikut :
1. Upaya penyatuan unsur “pangkalan” dengan “daerah penangkapan ikan” dapat ditempuh
melalui :
a. Meningkatkan kemampuan penguasaan sumberdaya ikan (jenis, musim, dan lingkungan
hidupnya), dalam hal ini peran para ahli sangat diperlukan dalam memberikan informasi
yang tepat, terutama hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan
secara bertanggung jawab, misalnya tentang closing season pada musim berpijah.
b. Meningkatkan sarana apung, dengan menggunakan sarana apung yang lebih besar dan
daya motor penggerak yang lebih besar memungkinkan untuk mencapai daerah
penangkapan yang lebih jauh dan cepat/singkat.

3
c. Menambah penggunaan atraktor yang berfungsi sebagai alat bantu pengumpul ikan,
sehingga adanya kemungkinan penemuan gerombolan ikan dan perburuan atau pencarian
gerombolan ikan dapat dikurangi.
d. Melaksanakan operasional penangkapan terpola sesuai dengan musim penangkapan dan
alat penangkapan ikan yang tepat guna, sehingga kegiatan operasional tepat sasaran
penangkapan dan tidak mengandalkan faktor keberuntungan.
e. Menambah jenis alat penangkapan ikan (multi gear), sehingga memungkinkan usaha
penangkapan lebih efektip dan intensip.

2. Upaya penyatuan unsur “daerah penangkapan ikan” dengan “pemasaran hasil” dapat ditempuh
melalui :
Melaksanakan penangkapan ikan yang selektip pada jenis ikan ekonomis penting, sehingga
tidak terjadi kerugian dalam operasi penangkapan, penampungan, dan penanganan hasil
penangkapan, baik dari faktor waktu maupun tenaga kerja.
Meningkatkan penanganan ikan dalam mutu dan jumlah hasil tangkapan yang tepat sesuai
tuntutan pasar.
Menyesuaikan kebutuhan pasar.

3. Upaya penyatuan unsur “pemasaran hasil” dengan “pangkalan (home base)” dapat ditempuh
melalui :
a. Meningkatkan kemampuan pasar yang dinamis, sehingga nelayan tidak perlu membawa
hasil tangkapan jauh dari lokasi pangkalan.
b. Meningkatkan sarana dan prasarana pemasaran dan pengolahan yang terdekat dengan
daerah pangkalannya.
c. Meningkatkan kemampuan kelembagaan yang dapat mendukung pengembangan
perekonomian nelayan.

4
Bagan 1 Segitiga unsur usaha penangkapan ikan

PENANGANAN
HASIL
TANGKAP

PENGOPE PENYIAPAN
RASIAN ALAT KEMBALI
TANGKAP PENANGKAP
AN

EVALUASI TINDAKAN
LINGKUNGAN NAVIGASI

DAERAH
PENANGKAP
AN
IKAN

TRANSPOR- USAHA BONGKAR


TASI PENANGKAP HASIL
AN
IKAN
RENCANA/ PEMASARAN PERAWATAN
STRATEGI HASIL PENDARATAN ALAT DAN
PEMASARAN KAPAL

EVALUASI
USAHA PEMBUKUAN PERSIAPAN PERBEKALAN
MELAUT

DISTRIBUSI PENYIAPAN
HASIL PERSONALIA
PEMASARAN

B. Pendekatan aspek pemasaran


Aspek pemasaran merupakan kunci strategis keberhasilan suatu unit usaha penangkapan
ikan. Dengan melalui alat berupa hipotesa pemasaran hasil perikanan tangkap diharapkan dapat
diperoleh indikasi sejauh mana kegiatan usaha penangkapan ikan dapat dilakukan dengan efektip,
efisien dan rasional.
Adapun konsep dasar usaha penangkapan ikan dapat diupayakan melalui hipotesa :

Hp = P x ά (bop) , keterangan :

Hp : Hasil pemasaran
P : Jumlah produksi hasil tangkapan ekonomis penting
ά : Konstanta pemasaran hasil (agar menguntungkan ά > 1)
bopp : Biaya operaional penangkapan per satuan produksi

5
Produksi hasil tangkapan selama satu tahun tergantung dari jumlah hari operasi tiap tahun yang
mampu dilakukan dan hasil tangkapan per satuan unit usaha tiap tahunnya, sehingga dapat
diformulakan sebagai berikut :
P = D x cpue , keterangan :

P : Total produksi hasil tangkapan per tahun


D : Jumlah hari operasional penangkapan per tahun
cpue : rata-rata hasil tangkapan tiap unit usaha per hari pada tingkat lestari SDI
Sedangkan Jumlah hari operasi efektip untuk penangkapan ikan selama satu tahun (12 bulan)
sangat dipengaruhi oleh jumlah hari yang dipergunakan untuk keperluan perawatan/perbaikan
kapal, perawatan/perbaikan alat tangkap, untuk keperluan perbekalan, pemasaran hasil dan lain-
lainnya.
Hal ini dapat diformulakan menjadi :

D = 12 x {30 - (Hm + Hb)}, keterangan :

D : Jumlah hari operasional penangkapan per tahun


12 : Satu tahun (12 bulan)
30 : Jumlah hari rata-rata per bulan
Hm : Jumlah hari yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan sarana penangkapan
Hb : Jumlah hari yang diperlukan untuk pelabuhan (pemasaran, perbekalan, surat
kapal, dan lain-lainnya)

Kalau formula-formula tersebut diatas digabung akan menjadi hipotesa sebagai berikut :

Hp = 12 x {30 - (Hm + Hb)} x cpue x ά (bop)

Mengharapkan hasil Pemasaran (Hp) yang lebih baik dengan cara menekan serendah-rendahnya
waktu yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan rasana penangkapan (Hm) dan menekan
serendah-rendahnya waktu yang diperlukan untuk keperluan pelabuhan (Hb) sekaligus
mempertinggi hasil tangkapan per satuan unit usaha pada batas tingkat lestari SDI (cpue) dan
konstanta pemasaran (ά) serta menekan biaya operasional penangkapan (bop).
Komponen dalam aspek pemasaran yang mempunyai pengaruh terhadap jumlah kumulatip
penjualan hasil tangkapan (Hp) terdiri dari :
1. Waktu yang diperlukan untuk perawatan atau perbaikan rasana penangkapan (Hm)
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan suatu usaha
penangkapan, adalah tersedianya komponen sebagai berikut : (a) Kasko Kapal penangkapan, (b)
Mesin Kapal Penangkapan (c) Perlengkapan kapal, (d) Alat Penangkapan, (e) Alat bantu
Penangkapan, (f) Alat Bantu Navigasi (g) yang selalu dalam keadaan siap operasional atau layak
tangkap.

6
Untuk mempertahankan pada kondisi yang diinginkan maka diperlukan pengelolaan yang
memadai, atau setidak-tidaknya mendapatkan perawatan secara terjadual, sehingga dapat
diperhitungkan dengan matang dalam perencanaan operasionalnya.
a. Perawatan dan Kesiapan Kasko Kapal penangkapan
Kapal berdasarkan jenis bahan yang digunakan sebagai pembentuk kasko (body) nya dapat
terbuat dari kayu, besi baja, bahan beton semen (ferro cement), bahan FRP (fiber reinforced
plastic) atau lebih dikenal dikalangan nelayan dengan nama fiberglas. Kapal perlu dirawat
menurut persyaratan teknis bahan dasarnya, karena perawatan terhadap kapal kayu, berbeda
dengan perawatan terhadap kapal baja, demikian pula perawatan terhadap kapal FRP.
b. Perawatan dan Kesiapan Mesin Kapal Penangkapan
Bagi kapal penangkap ikan yang telah dilengkapi mesin penggerak (kapal bermotor), selain
harus memelihara kasko, perlu pula memelihara mesin penggeraknya. Dilihat dari
peletakkannya di atas kapal, mesin penggerak dapat dibedakan atas : (a) motor tempel (out
board engine) dan (b) mesin dalam (inboard engine).

Walaupun prinsip kerja kedua jenis mesin tersebut sama, namun pada setiap jenis dan merek
mesin memiliki beberapa perbedaan karakter, antara lain : putaran mesin, daya kuda mesin.
Sebagai contoh nyata, perawatan mesin yang dibuat oleh Carterpillar (buatan Amerika)
berbeda dengan perawatan terhadap mesin Yanmar (buatan Jepang).
Pada setiap tahun mesin kapal harus dilakukan perawatan secara berkala (anual service),
khususnya terhadap (a). sistim pompa air pendingin (water cooling system). (b). sistim pompa
bilga (bilge pump system), (c). sistem pompa bahan bakar (fuel oil pump system), (d). sistim
pompa pelumasan (lubrication oil pump system), (e). sistim hidraulik (Hidraulic system) (f).
perawatan terhadap sistim propulsi antara lain baling-baiing (propeller), poros baling-baling
(propeller shaft), gear box dll.
Pemeriksaan mesin pada saat perawatan besar (general service). dilakukan turun mesin
(general overhaul), dilakukan pemeriksaan torak mesin, poros engkol, poros tetap mesin.
Daun kemudi harus dilepas untuk diadakan pemeriksaan terhadap poros kemudi. Baling-baling
(propeller) harus diturunkan untuk ditimbang (di samakan ketebalannya), serta dilakukan
pemeriksaan kedudukan poros baling-baling, diadakan penggantian glands packing dan lain –
lain.
c. Perawatan dan Kesiapan Alat Penangkap ikan
Pada setiap saat kapal melakukan perawatan tahunan maupun perawatan besar, para nelayan
(ABK) harus nrelakukan perawatan terhadap alat tangkapnya, antara lain mengganti bagian-
bagian alat tangkap yang rusak, mempersiapkan suku cadang alat tangkap.

7
d. Perawatan dan Kesiapan Alat Bantu Penangkapan
Secara berkala di setiap tahun dilakukan pula perawatan kepada mesin bantu, antara lain :
winch, windlass, gallows, electric hoist, juga perawatan kepada boom, tackle block, serta
dilakukan perawatan alat bantu penangkapan (seperti lampu pemikat ikan, rumpon dll).
e. Perawatan dan Kesiapan Alat Navigasi
Pada kesempatan kapal docking dilakukan pula perawatan dan perbaikan terhadap alat-alat
navigasi (antara lain : radar, fish finder, sonar, penimbalan kompas, pemeriksaan barometer,
dan lain-lain).

2. Waktu yang diperlukan untuk keperluan pelabuhan yang meliputi persiapan operasional dan
perijinan (Hb)

Bahan persiapan berlayar merupakan bahan-bahan yang diperlukan untuk mendukung


terselenggaranya kegiatan operasi penangkapan, meliputi : (a). bahan habis pakai untuk keperluan
mesin dan (b). bahan habis pakai untuk keperluan konsumsi ABK (bahan makanan), (c). bahan
perawatan kapal, (d). bahan perawatan alat tangkap dan tidak kalah penting adalah (e) bahan
pengawet ikan hasil tangkapan.
Penyiapan bahan kebutuhan operasional diperhitungkan secara tepat baik jumlah dan
waktu, karena ketersediaan secara tepat jumlah dan tepat waktu, akan membantu kelancaran
operasional penangkapan.
Merencanakan kebutuhan bahan eksploitasi sangat perlu diperhitungkan dengan teliti sebelum
pemberangkatan kapal, untuk efisiensi dan efektifitas pemakaiannya serta guna keselamatan
pelayaran dan keberhasilan kegiatan penangkapan ikan.
Kapal ikan pada umumnya berukuran terbatas, sehingga ruangan akomodasi nelayan,
penyimpanan bahan-bahan eksploitasi kapal sangat pula terbatas.
Seorang manajer harus mampu memperhitungkan kebutuhan bahan-bahan tersebut dengan
seimbang.
Sebagai contoh bila kapal direncanakan akan beroperasi selama satu minggu, maka penyediaan
air tawar, bahan bakar dan bahan makanan harus diperhitungkan untuk selama waktu satu minggu
atau lebih. Karena walaupun bahan-bahan lainnya (antara lain: suku cadang, air tawar) masih
cukup tersedia di kapal, namun bila bila bahan bakar telah habis sebelum kegiatan operasi
penangkapan selesai, maka kapal harus segera kembali ke pangkalan, berarti kegiatan usaha
tidak efisien.

8
a. Kebutuhan Bahan Bakar
Kebutuhan BBM untuk motor penggerak kapal, khususnya motor penggerak diesel,
diperhitungkan berdasarkan tenaga dan waktu yang digunakan.
Nilai konsumsi BBM untuk mesin berdasarkan tipenya, seperti pada table berikut.
MESIN DENSITAS Nilai Spesifik
(gr/HP/jam)
1. Gasoline 2 Tak 0,72 400 – 500
2. Bensin 2 Tak 0,72 300 – 400
3. Bensin 4 Tak 0,72 220 – 270
4. Diesel 0,84 170 – 200
5. Diesel Turbo Charger 0,84 155 - 180

Hubungan kedua faktor tersebut dalam rumus empiris:

Fo = 0,75 x P(max) x S x t x 0,001


Keterangan
Fo = Pemakaian bahan bakar (dinyatakan dalam liter)
P = Daya kerja mesin (dinyatakan dalam PK)
S = Nilai Spesifik konsumsi BBM
t = Waktu (dinyatakan dalam jam)

Pada tingkat nelayan, secara umum dikenal Rumus praktis :

Fo = 0,2 x P(max) x t ,

Rumus tersebut hingga kini masih dijadikan pedoman oleh nelayan, walaupun berbagai pabrik
pembuat mesin semakin meningkatkan efisiensi pemakaian bahan bakar.

b. Kebutuhan Minyak Pelumas


Seperti pada perhitungan bahan bakar mesin, maka kebutuhan penggunaan minyak pelumas
pun didasarkan pada perhitungan jenis mesin dan putaran kerja mesin (RPM) Disamping itu
kebutuhannyapun dipengaruhi oleh umur (usia) pakai mesin. Walaupun demikian, penggunaan
(kebutuhan mesin) dapat diperkirakan, dengan menggunakan rumus empiris :

Lo = φ x P x t
Keterangan:
Lo = Pemakaian Minyak pelumas (dinyatakan dalam liter)
φ = koefisien pemakaian BBM berdasarkan pengalaman empiris (antara 0,01 - 0,02)
P = Daya kerja mesin (dinyatakan dalain PK)
t = Waktu (dinyatakan dalamjam)

9
c. Kebutuhan Air Tawar
Pada umumnya kapal ikan berukuran kecil, sehingga kapasitas penyimpanan air tawarpun
sangat terbatas, oleh karena itu maka penggunaannyapun harus pula dibatasi.
Pemakaiaan air tawar di kapal penangkap ikan yang dioperasikan balik hari (one day fishing)
hanya terbatas untuk masak dan minum saja, karena itu pada umumnya penggunaan air tawar
adalah 4 liter per-orang per-hari, sedangkan pemakaian air tawar dikapal penangkap ikan yang
dioperasikan lebih dari sehari dilaut diperhitungkan air tawar sebanyak 5-10 liter per-orang per-
hari.
d. Kebutuhan Beras
Perhitungan untuk penyediaan beras sebagai makanan pokok di kapal disesuaikan dengan
jumlah ABK (nelayan). Pada umumnya kebutuhan konsurnsi beras untuk nelayan di laut
adalah sebesar 600 - 800 gram perorang perhari.
e. Kebutuhan Es Sebagai Bahan Pengawet Ikan
Sebagaimana diketahui bahwa ikan merupakan produk yang mudah rusak, untuk itu diperlukan
bahan pengawet guna mempertahankan kesegarannya. Pada kapal penangkap ikan sekala
kecil dan menengah pada umumnya menggunakan es sebagai bahan pengawet (bahan untuk
mempertahankan kesegaran ikan). Jumlah es yang dibutuhkan sebaiknya sebanding dengan
jumlah ikan sasaran penangkapan (es : ikan =1:1).

3. Hasil tangkapan per satuan unit usaha pada batas tingkat lestari SDI (cpue)
Kapal ikan harus direncanakan pengoperasiannya menurut jadwal yang terencana, untuk
kegiatan setiap hari, setiap minggu, setiap bulan, setiap tahun hingga kebatas umur (usia)
ekonomis kegiatan usaha.
Perencanaan operasional harus pula memperhitungkan factor-fakto yang mempengaruhi dan
dapat diprediksi sebelunya, seperti cuaca, dan musim ikan, sehingga perencanaan perawatan
(docking kapal) harus sesuai demi efektifitas dan efisiensi pemanfaatannya.
Upaya untuk memperoleh cpue yang optimal dapat dilakukan dengan memperhitungkan
musim penangkapan berdasarkan analisa time series, yaitu evaluasi terhadap jumlah produksi
ikan hasil tangkapan dari bulan ke bulan sepanjang tahun selama beberapa tahun sehingga
memperoleh pola musim penangkapan yang tepat.
a. Musim Ikan
Pada umumnya ikan memiliki lintasan migrasi yang tetap mengikuti jalur pertumbuhan dan
kegiatannya mencari makanan.

10
Pada saat tertentu suatu daerah perairan dapat dijadikan daerah penangkapan. Saat tersebut
dapat dijadikan to!ok ukur waktu penangkapan, dinamakan musim penangkapan.
Musim penangkapan suatu jenis ikan pada setiap daerah tidak selalu sama, oleh karena itu
Fishing master yang baik harus dapat memprediksi (menduga) daerah penangkapan (fishing
ground) dan musim penangkapan (fishing season). Dengan demikian berdasarkan pendugaan
musim dan daerah penangkapan tersebut dapat direncanakan kegialan operasional
penangkapannya.
Untuk musim ikan pelagik kecil (layang, kembung) dengan pukat cincin, dilaut Cina Selatan
dan laut Jawa bagian barat adalah antara bulan-buian Mei hingga Juli, sedangkan diperairan
Laut Jawa bagian timur hingga ke Selat Makasar berkisar pada bulan Oktober hingga
Desember. Dengan demikian Fishing master dapat memperkirakan jarak tempuh kapal, dan
waktu tempuh kapal, dari pelabuhan basis penangkapan hingga ke daerah penangkapan serta
lama waktu operasi penangkapan hingga kembali ke pelabuhan basis penangkapan.
Dinamika kondisi cuaca menjadi faktor penting dalam menjalankan operasional penangkapan
ikan, misalnya pengaruh El Nino, La Nina, Dipole Mode Indeks dan faktor-faktor lain yang
mungkin saja dapat terjadi dalam kesamaan periode.
b. Strategi penjualan hasil tangkapan untuk memperoleh konstanta pemasaran (ά) yang optimal
Penetapan harga (prizing), tidak semata-mata hanya menyangkut harga jual produk, tetapi
harga juga merupakan salah satu penilaian atas nilai produksi tersebut di mata konsumen. Jadi
di dalam menetapkan harga bukan semata-mata ditentukan oleh faktor-faktor biaya (cost
factor), tetapi yang perlu lebih diperhatikan adalah kedudukan (positioning) dan target pasar
yang menjadi sasaran. Jelasnya harga murah belum tentu membuat suatu produk laku dan
sebaliknya harga yang mahal belum tentu membuat produk tidak laku.
Yang penting juga di dalam menentukan harga adalah adanya jaminan kepastian bagi
konsumen bahwa setiap Rupiah uang yang dikeluarkan memang memadai (cukup berharga)
untuk ditukar dengan suatu-produk. Dengan demikian penetapan harga atas suatu produk
ditentukan oleh dua faktor utama :
• Faktor intemal, antara lain biaya-biaya produksi;
• Faktor eksternal, antara lain : jumlah penduduk (populasi) baik komposisi menurut gender,
usia, strata ssosial yang diduga akan tertarik menjadi konsumen, tingkat pendapatnnya,
berbagai substitusi (pengganti produk), dll. Namun didalam kegiatan usaha pcrikanan
tangkap skala kecil dan mengah, pada umumnya harga jual ditetapkan o!eh pasar melalui
pelelangan ikan di TPI.

11
Penentuan harga jual menjadi permasalahan tersendiri, karena banyak faktor dinamis yang
setiap saat akan mempengaruhi kekuatan penjual dalam menentukannya. Pemasaran
komoditas ikan segar memiliki jalur distribusi yang relatif rumit dan sangat variatif berdasarkan
jenis ikan, jenis hasil olahan dan tingkat kualitas. Pemasaran lokal ikan hasil tangkapan (laut)
juga sering terkoreksi oleh ikan hasil budidaya (air tawar) dan ikan laut yang diimpor yaitu dari
luar daerah melalui mekanisme distribusi tertentu (yang juga rumit). Belum lagi penjual dalam
penentuan harga ikan hasil tangkapan, harus mengakomodasi biaya eksploitasi dan biaya
upah.
Upaya meningkatkan harga jual memerlukan perjuangan, yaitu dengan menciptakan positif
image terhadap produknya. Pada umumnya pelaku usaha (terutama kecil dan menengah)
ditengarai banyak yang belum memahami seluk beluk pentingnya nama. Padahal nama bisa
dijadikan jaminan suatu usaha, misalnya terkenal dengan murahnya, terkenal dengan enaknya
(untuk produk kuliner) terkenal karena kualitasnya. Dalam usaha perikanan, jaminan kualitas
produk hasil tangkapan menjadi hal yang sangat penting, maka dari itu jadikanlah nama usaha
penangkapan menjadi jaminan karena alasan mutu produk hasil tangkapan yang dapat
dipercaya oleh konsumen dan terus menerus produknya tersedia.
Berbagai kegiatan usaha yang termasuk kedalam sub sistim usaha produksi, adalah
kegiatan usaha yang menghasilkan hasil produksi penangkapan ikan misalnya : a. Usaha produksi
kegiatan penangkapan ikan, b. Usaha produksi penangkapan kekerangan, c. Usaha produksi
penangkapan ubur-ubur, dll. Sub sistim produksi, menjadi faktor penentu bagi keberhasilan dan
merupakan barometer bagi pertumbuhan dan perkembangan berbagai kegiatan pada sub sistim
lainnya
Sumberdaya ikan merupakan salah satu sumberdaya alami yang keberadaannya tidak tak
terbatas, dan pada umumnya komoditas usaha produksi perikanan tangkap mudah busuk
(perishable), serta harga jualnya relative rendah dan lambat sekali peningkatannya.
Sedangkan harga-harga barang dan jasa yang diperoleh dari sektor masukan (input) sangat cepat
meningkat, demikian pula dengan bunga bank.
Sehingga untuk dapat tetap bertahan hidup, jenis usaha yang termasuk di dalam sektor produksi
ini harus selalu meningkatkan efisiensinya. Pada sektor produksi ini pernerintah harus memberikan
stimulan, bimbingan dan pembinaan secara terus menerus dan berkelanjutan, agar para pelaku
pada sub sisteim ini tetap hidup dan menghidupi sub sistim lainnya, dari kegiatan hilir hingga ke
muaranya.

12
Manusia membutuhkan berbagai komudilas perikanan tangkap sebagai salah satu bahan
konsumsi pangan. Atas kebutuhan tersebut manusia menginginkan (wants} sejumlah (volume)
produk perikanan tangkap, antara lain ikan segar, ikan asin, udang dll.
Jika keinginan-keinginan tersebut didukung oleh suatu kemampuan dan kemauan membeli (daya
beli), maka daya beli akan menjadi suatu permintaan (demand). Sebagai contoh banyak orang
berkeinginan memakan ikan kembung segar sebagai makanan yang bergizi tinggi, namun harga
(price)nya mahal, orang yang mau dan mampu membeli (konsumen) produk ikan kembung segar
tersebut hanya sedikit.

Bila produksi ikan kembung segar di TPI (tempat pelelangan ikan) berlebih maka kelebihan
produksi tersebut akan berpengaruh terhadap harganya semakin murah dan kemudian tidak laku,
sehingga terbuang percuma. Namun bila produksi ikan kembung segar tersebut berkurang, maka
konsumen yang mampu akan mencari dan berupaya membe!i walaupun harganya meningkat.
Namun dipihak lain, peningkatan harga akan menurunkan jumlah konsumen.

Oleh karena itu agar kestabilan pasar dapat terjaga, maka idealnya diupayakan volume
produksi disesuaikan dengan permintaan (kebutuhan pasar). Dengan perkataan lain jika volume
produksi terkendali disesuaikan dengan kebutuhan pasar, maka harga akan selalu terjaga (stabil)
dan jumlah pelanggan dapat tetap dipertahankan.

4. Biaya operasional penangkapan (bop).

Biaya operasional kapal disusun berdasarkan rencana operasional, bagi kapal penangkap
ikan sekala kecil dan menengah, pada umumnya waktu efektif operasi penangkapan berkisar
antara 200 hingga 250 hari layar per-tahun, sehingga dengan berpedoman pada uraian tersebut
diatas, maka para pemilik kapal dan nakhoda dapat menyusun rencana operasi penangkapan
bagi kapalnya.
Dengan berpedoman pada tabel diatas, maka para pemilik kapal dan nakhoda dapat
menyusun rencana biaya operasi per-trip penangkapan bagi kapalnya termasuk setiap komponen
kebutuhan dikelompokkan menurut jenis kebutuhan dan waktu penyediannya.

13
Seperti pada contoh di bawah ini

Tabel : Perencanaan operasi kapal berdasarkan waktu dan musim


PERENCANAAN OPERASl KAPAL BERDASARKAN WAKTU DAN MUSIM
JAN - PEB MAR – APR – MEI - JUNI JULI - AGST SEPT – OKT – NOP - DES
Puncak musim Musim ikan pelagis di Laut Puncak musim Musim ikan pelagis di Selatl
Barat dan kondisi Cina Selatan dan Laut Javva Timur angin Makasar dan laut Jawa bagian
laut cukup bagian Barat bertiup kencang Timur
berbahaya bagi cukup berbahaya
keselamatan bagi keselamatan
kapal serta awak kapal serta awak
kapal kapal
Docking kapal, Melakukan operasi Perbaikan a!at Melakukan operasi
perawatan kasko, penangkapan di Laut Cina tangkap, perawatan penangkapan di
Selatan dan Laut Jawa mesin Bantu Selat Makasar dan Laut Jawa
dan mesin kapal,
sebelah Barat. penangkapan. sebelah Timur
serta pengurusat
perijinan
termasuk surat
kapal .

III. STUDI KASUS

A. Keragaan unit usaha huhate


Pool & Line (Huhate) merupakan salah satu jenis alat tangkap yang umumnya berupa satu
unit kapal penangkap ikan yang dalam operasi penangkapan ikan menggunakan satu kesatuan
sistim yaitu pancing berjoran, umpan hidup dan rumpon.
Ketersediaan umpan hidup yang menjadi faktor keberhasilan operasi penangkapan ikan,
menuntut tersedianya palka dalam kapal yang berfungsi sebagai penyimpan ikan umpan hidup,
juga berfungsi sebagai penampung ikan hasil pancingan. Selain konstruksi kapal yang mempunyai
palka untuk umpan hidup, peralatan kapal yang juga diperlukan dalam operasi penangkapan ikan
cakalang, antara lain teropong atau (binoculair) yang berfungsi sebagai alat bantu pencari lokasi
rumpon, dan alat-alat navigasi untuk kebutuhan bernavigasi.
Usaha penangkapan ikan laut menggunakan alat tangkap Pool & Line, pada dasarnya
merupakan satu unit usaha yang melibatkan beberapa tenaga kerja ABK (Anak Buah Kapal) yang
terstruktur sesuai dengan keahlian masing-masing yang jumlahnya bervariasi sesuai dengan
ukuran besarnya kapal.
Secara struktur pekerjaan, peranan nahkoda disamping berfungsi sebagai kapten sekaligus
pengemudi kapal yang juga berperan rangkap sebagai manajer penangkapan yang secara
langsung bertanggung jawab pula terhadap keberhasilan usaha penangkapan ikan dilaut.

14
Sementara tenaga kerja (ABK) lainnya merupakan tenaga kerja biasa yang dibagi dalam dua
klasifikasi yaitu :
1. Pertama: adalah tenaga kerja yang memiliki ketrampilan khusus seperti ahli umpan, ahli
pancing, ahli mesin, ahli masak.
2. Kedua, tenaga kerja biasa yang berfungsi sebagai pembantu pemancing, pembersih palka
kapal maupun ikan hasil tangkapan dan kegiatan sejenisnya.
Usaha penangkapan ikan Tuna/Cakalang dengan menggunakan alat tangkap huhate atau
Pool & Line, merupakan usaha penangkapan yang berkarakteristik “One day fishing”, berangkat
sore pulang sore atau berangkat pagi pulang pagi keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan
akan ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Jumlah pemancing
2. Ketersediaan umpan hidup
3. Alat bantu pengumpul ikan.
4. Ketepatan waktu
Pada mulanya, diperkirakan karena unsur kelimpahan sumberdaya ikan cakalang, kegiatan usaha
penangkapan ikan dilakukan dengan cara melaut sesering mungkin. Hal ini ditiru oleh generasi
berikutnya sehingga membentuk pola operasional yang kurang efisien. Padahal apabila
diperhatikan dengan sungguh-sungguh, ternyata faktor musim penangkapan ikan memegang
peran penting dalam menentukan tingkat efisiensi usaha penangkapan huhate. Beberapa alasan
kuat dalam hal waktu operasional kapal huhate, sebagai berikut :
1. Waktu yang berkaitan dengan penyediaan umpan hidup dengan kecenderungan penangkapan
pada gelap bulan.
2. Ketepatan waktu dalam pemanfaatan puncak musim cakalang
3. Ketepatan waktu dalam pemanfaatan alat bantu pengumpul ikan (rumpon) sebelum
dimanfaatkan oleh kapal penangkap ikan lainnya.
4. Ketepatan waktu yang berkaitan dengan masa ikan cakalang mencari mangsa
5. Kecepatan waktu pancing
Keragaan sarana apung yang menjadi obyek perekayasaan pola operasional usaha
penangkapan ikan Huhate di perairan Ternate adalahj KM. Tunas Harapan 01 dengan spesifikasi
seperti pada Tabel 1 sebagai berikut :

15
Tabel 1 : Spesifikasi Sarana apung yang digunakan.
NO URAIAN KETERANGAN
1. Nama Kapal : KM TUNAS HARAPAN 01
2. Ukuran Utama :
 Panjang (LOA) : 11,00 meter
 Lebar : 3,00 meter
 Dalam : 1,00 meter
3. Tonase Kapal : GT. 8
4. Motor Penggerak Utama : Mitsubishi 150 PK
5. Motor Generator :-
7. Kecepatan Kapal : 7 ~ 8 knot
8 Awak Kapal : 10 (sepuluh) Orang
9. Peralatan Navigasi : Kompas, peta laut, binoculair (teropong)

B. Keragaan operasional
Operasi penangkapan ikan yang dilaksanakan di KM. Tunas Harapan 01 dengan alat
tangkap pancing huhate adalah sebagai berikut:
1. Mencari ikan umpan
Penangkapan ikan cakalang dengan pancing huhate tidak terlepas dengan
ketersediaan ikan umpan hidup. Tanpa ikan umpan hidup maka penangkapan huhate tidak
akan berhasil, sehingga boleh dikatakan bahwa umpan hidup berperan penting dalam mata
rantai penangkapan huhate
Dari hasil kegiatan yang diikuti, daerah penangkapan ikan umpan pada umumnya
berada di dekat pantai yang teduh / terlindung atau di teluk.
Para nakhoda kapal sudah mempunyai langganan nelayan penangkap ikan umpan hidup, atau
langsung mendatangi nelayan penangkap ikan umpan yang banyak beroperasi di teluk-teluk.
Teluk yang mudah dijangkau oleh nelayan Ternate adalah Teluk Jailolo jaraknya ± 15 Mil laut
atau sekitar 1 jam 30 menit dan Teluk Dodinga atau Guruaping yang jaraknya ± 13.mil laut
atau sekitar 1 jam 15 menit pelayaran dari Kota Ternate.
Jenis ikan umpan yang teridentifikasi adalah Teri / Puri (Stoleporus sp), Dari hasil
sampling, panjang ikan teri yang tertangkap berkisar antara 5,4 ~ 7,5 cm. Berat ikan teri rata-
rata 2,85 gr /ekor
Kendala yang dihadapi oleh pemancing huhate ini adalah apabila bulan purnama.
Pada saat bulan purnama dan terang bulan yang berlangsung antara 6 sampai 10 hari, ikan
teri tidak dapat ditangkap dengan bagan perahu, meskipun sudah menggunakan lampu
sebagai atraktor, sehingga praktis armada kapal huhate ini apabila tidak mendapatkan ikan
umpan maka tidak beroperasi.

16
2. Daerah Penangkapan Ikan Pancing Huhate
Apabila kapal sudah memperoleh umpan hidup, maka kapal langsung menuju ke
daerah penangkapan (fishing ground). Lokasi penangkapan yang dituju merupakan salah satu
dari beberapa rumpon payaous yang terdapat diwilayah tersebut, dan satu diantaranya adalah
rumpon payaos yang berada pada posisi sekitar 01° 35' 55" LU dan 126° 31' 27" BT yang
terterletak di utara Pulau Mayau.
Disekitar Pulau Mayau dan Pulau Tifure terdapat beberapa rumpon payaos yang
dimanfaatkan oleh umum. Dari wawancara dengan nakhoda maupun beberapa awak kapal,
tidak diketahui siapa yang menanam dan pemilik rumpon tersebut, namun para nelayan dapat
menangkap dan memanfaatkan ikan yang berada disekitar rumpon tersebut

3. Rumpon
Keberhasilan dalam usaha penangkapan ikan dilaut pada dasarnya adalah bagaimana
mengetahui daerah penangkapan ikan (fishing ground), adanya kelimpahan ikan yang menjadi
sasaran tangkap serta keberhasilan dalam proses penangkapan ikan tersebut. Salah satu cara
pemanfaatkan pengetahuan tentang sifat-sifat biologi dan tingkah laku ikan sebagai dasar
metoda penangkapan ikan adalah penggunaan rumpon payaos sebagai alat bantu
penangkapan ikan.
Sebelum adanya rumpon para nelayan huhate dalam melakukan penangkapan ikan
cakalang masih menggunakan cara berburu mencari dan mengejar gerombolan ikan.
Dengan cara ini maka faktor keberuntungan juga menjadi penentu, artinya dalam mencari dan
mengejar gerombolan ikan cakalang belum tentu segera mendapatkan schooling ikan tersebut,
sehingga hal ini akan menyebabkan pemborosan bahan bakar minyak (BBM) dan waktu
tempuh, namun dengan adanya tehnologi rumpon , maka salah satu kendala pada
penangkapan ikan menggunakan pancing huhate dapat teratasi.
Dengan menggunakan rumpon, maka peluang untuk mendapatkan hasil tangkapan
menjadi lebih besar dan waktu yang diperlukan untuk menuju dan kembali ke daerah
penangkapan ikan (fishing ground) menjadi lebih pasti.
Rumpon yang terdapat di Maluku Utara adalah rumpon laut dalam type payaos yang
berasal dari Philipina dan sudah di adopsi dan digunakan hampir disebagian besar wilayah
Indonesia Timur.
Rumpon yang menjadi tujuan penangkapan para nelayan Ternate ada beberapa
pilihan, tetapi kebanyakan para nelayan memilih rumpon yang berada di perairan Pulau Mayau
dan Pulau Tifure yang lokasinya terletak di pertengahan antara Pulau Halmahera dan
Sulawesi Utara.

17
Selain nelayan huhate, banyak nelayan dengan alat tangkap lainnya secara bersama-
sama memanfaatkan keberadaan rumpon dengan melakukan penangkapan ikan disekitar
rumpon payaous tersebut, seperti nelayan, pancing tonda, pancing ulur nelayan purse seine
dll. Komponen rumpon payaos terdiri dari pontoon atau rakit, atraktor (gara-gara), tali dan
pemberat.

4. Cara Penangkapan
Dalam penangkapan ikan dengan menggunakan pancing huhate terdapat beberapa
langkah-langkah yang perlu dipersiapkan dan dilakukan agar dapat berhasil dengan baik ,
sehingga memperoleh hasil tangkapan seperti yang diharapkan.
Langkah langkah yang dilakukan adalah setelah memperoleh ikan umpan hidup,
kemudian kapal segera menuju ke daerah penangkapan, yaitu disekitar Pulau Batang Dua (P.
Mayau dan Tifure). Pada saat menuju daerah penangkapan ini , ABK mempersiapkan alat-
alat penangkapan, seperti : memasang pancing dan tali pancing pada tali joran, menyiapkan
ikan umpan hidup pada bak yang telah disiapkan di geladak, mengalirkan air penyemprot
disekeliling pela-pela (haluan/forecastle) dan apabila persiapan selesai maka para pemancing
segera menuju ke haluan dan siap duduk di pela-pela haluan beserta dengan alat pancingnya
masing-masing.
Pada umumnya masing-masing pemancing membawa sendiri mata pancingnya, sedangkan
pihak kapal hanya menyediakan joran dan tali jorannya.
Sesampai pada pontoon payaous yang dituju, sekitar pukul 06.00 waktu setempat,
kapal perlahan-lahan bergerak menuju ke posisi diatas arus dari pontoon, dan pada saat yang
bersamaan, boy-boy (nelayan yang bertugas sebagai pelempar umpan hidup) segera
melempar beberapa ikan umpan ke depan dan samping kapal untuk menarik ikan cakalang
muncul ke permukaan. Apabila ikan cakalang sudah muncul dan berada disekitar permukaan,
para pemancing segera beraksi melakukan pemancingan.
Selama ikan cakalang masih bisa dipancing, maka boy-boy akan melakukan
penebaran/ pelemparan umpan hidup secara terus menerus sampai ikan umpan tersebut
habis, namun apabila ikan cakalang yang ada disekitar pontoon tersebut tidak mau makan ikan
umpan yang dilemparkan oleh boy-boy, maka nakhoda kapal segera pindah lokasi pada
pontoon payaous yang lain.

18
5. Alat Tangkap Pancing Huhate
Spesifikasi alat tangkap pancing huhate yang teridentifikasi adalah sebagai berikut :
Tabel 2 : Spesifikasi Alat Tangkap Pancing Huhate.
NO. SPESIFIKASI ALAT TANGKAP UKURAN BAHAN
1 Joran Ø pangkal 4 cm Bambu
Ø ujung 1 cm
Panjang 300 cm
2 Tali joran Ø 0,3 cm. Poly Ethylene (PE)
panjang 150 cm
3 Tali pancing Ø 0,1 cm, PA Monofilamen
panjang 50 cm (diikat pada mata pancing)
4 a. Mata pancing Ø Pangkal 0,6 cm
(Type sofa) Pnjg pangkal 2,0 cm Ø
shank 0,3 cm − Stainless steel,
Tinggi 3,6 cm − Tanpa kait balik
Gap 1,5 cm − Diberi bulu ayam
b. Mata pancing Ø Pangkal 0,9 cm − Pada pangkal pancing diisi
(Type antena) Pjg pangkal 2,0 cm Ø dengan timah sebagai
shank 0,3 cm pemberat
Tinggi 4,2 cm
Gap 1,8 cm

6. Operasional penangkapan ikan


Kegiatan operasional penangkapan ikan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan
yang didalamnya tidak semata-mata membutuhkan biaya/dana dan tenaga, melainkan juga
membutuhkan waktu dari setiap “event” kegiatan. Secara umum ada tiga kegiatan utama
dalam proses penangkapan ikan dengan menggunakan alat Pool & line, yaitu :
a. Tahap persiapan yang ditandai dengan beberapa kegiatan pokok antara lain pengisian
bahan bakar, pengadaan ransum lauk pauk untuk kebutuhan nelayan ABK, pengisian es
sebagai bahan pengawet mutu ikan dan persiapan sarana alat tangkap termasuk
didalamnya pengisian ikan umpan hidup serta kegiatan persiapan sarana pendukung
lainnya seperti mempersiapkan bahan makanan dan lauk-pauk untuk kebutuhan konsumsi
ABK selama di perjalanan.
b. Tahap proses penangkapan, dalam tahap ini aktivitas yang ada antara lain menyiapkan
sarana pemancingan termasuk ikan umpan sampai dengan proses pemancingan yang
terdiri dari penebaran ikan umpan, memancing, membersihkan dan memasukkan ikan hasil
tangkapan kedalam palka kapal sampai dengan membersihkan dan merapihkan geladak
kapal dan peralatan penangkapan lainnya (ember, jaring, pancing, dll).

19
c. Tahap pembongkaran ikan hasil tangkapan dan proses pemasaran.
Dalam tahapan ini aktivitas yang ada didalamnya antara lain membongkar dan mengangkut
ikan hasil tangkapan dari dalam palka kapal ke atas mobil pengangkut serta membersihkan
geladak dan palka kapal.

Operasi penangkapan ikan dengan menggunakan huhate atau pole & line, membentuk
suatu jaringan antara sub kegiatan satu dengan sub kegiatan yang lain yang masing-masing
diikat dalam satuan waktu secara berurutan.
Sebagai gambaran, ketepatan waktu dalam mencapai rumpon merupakan hal yang penting
dalam usaha penangkapan ikan tuna/cakalang, karena :
a. Waktu awal sebelum ada kapal lain yang mendahului tiba di daerah penangkapan
khususnya pada rumpon yang menjadi target. Apabila terjadi demikian maka pada rumpon
tersebut sudah tidak ada ikan lagi.
b. Ketepatan waktu secara biologis ikan cakalang pada saat mencari makan atau mangsa
yang berdasarkan pengalaman nelayan terjadi pada jam 6.00 sampai dengan 9.00 pagi
dan antara jam 15.00 sampai dengam jam 18.00 sore,
c. Waktu yang diperhitungkan untuk kebutuhan perbekalan, terutama bahan bakar mengingat
jarak antara fishing base, tempat pengambilan umpan dengan fishing ground (rumpon)
cukup jauh.
Kegiatan usaha penangkapan ikan yang dilakukan dengan melaut sesering mungkin
juga dipengaruhi oleh manajemen tradisional seperti ini. Nakhoda dengan mempekerjakan
ABK yang biasanya karena faktor famili dituntut untuk untuk dapat memberikan “makan” harian
kepada mereka. Sehingga terbentuk pola setiap hari harus melaut dengan apapun hasilnya
(rugi, impas atau untung).
Apalagi dalam hal ini Nakhoda dianggap sebagai satu-satunya penentu keberhasilan
dalam penangkapan ikan yang berhubungan dengan ritme biologis ikan cakalang pada saat
mencari mangsa, sehingga proses persiapan diatur sedemikian rupa agar pada saat sampai di
daerah penangkapan ikan, Nakhoda akan memanfaatkan kesempatan periode pemancingan
pagi (jam 6.00 sampai dengan 9.00) atau sore (jam 15.00 sampai dengam jam 18.00).

20
7. Biaya opersional dan investasi
a. Biaya operasional kapal huhate untuk ukuran seperti KM. Tunas Harapan 01 yang dapat
dikatagorikan biaya tidak tetap, berkisar Rp. 3.625.000,- per hari (trip), dengan komponen
perbekalan sebagai berikut :
• BBM Solar sebanyak 200 Liter Rp. 900.000,-
• Umpan hidup 30 Ember Rp. 1.500.000,-
• Es balok (@ 25 Kg) @ Rp.15.000,-/balok Rp. 375.000,-
• Perlengkapan kapal/mesin 1 paket Rp. 100.000,-
• Ransum awak kapal 13 Orang Rp. 750.000,-
b. Biaya –biaya yang dapat dikatagorikan biaya tetap per tahun, meliputi biaya pemeliharaan
sarana penangkapan dan lainnya berjumlah Rp. 224.000.000,- dengan rincian sebagai
berikut :
• Docking kapal Rp. 15.000.000,-
• Pemeliharaan alat tangkap Rp. 5.000.000,-
• Pemeliharaan pompa Rp. 10.000.000,-
• Biaya umum Rp. 10.000.000,-
• Penyusutan sarana penangkapan per tahun Rp. 5.000.000,-
• Biaya kontrak kantor Rp. 24.000.000,-
• Biaya perawatan rumpon Rp. 10.000.000,-
• Upah-upah 10 org x 150 Trip x Rp.100000,- Rp.150.000.000,-
c. Biaya investasi untuk usaha penangkapan ikan huhate sebesar Rp. 350.000.000,- dengan
rincian sebagai berikut :
• Kasko Kapal Rp. 50.000.000,-
• Mesin Kapal Rp.100.000.000,-
• Perlengkapan Deck Rp. 10.000.000,-
• Perlengkapan Mesin Rp. 15.000.000,-
• Pompa air laut Rp. 10.000.000,-
• Alat penangkapan ikan Rp. 5.000.000,-
• Perlengkapan bongkar ikan Rp. 5.000.000,-
• Perlengkapan umpan Rp. 5.000.000,-
• Rumpon laut dalam 5 unit Rp.150.000.000,-
8. Pemasaran dan harga ikan hasil tangkapan
Selain BUMN, terdapat banyak perusahaan swasta yang bergerak dibidang pemasaran
ikan cakalang dalam berbagai bentuk olahan berupa sashimi, tataki, fillet atau ikan tanpa
tulang, dan ikan segar dikapalkan ke Singapura, Hongkong, dan Jepang. Cakalang dan tuna
paling banyak diproduksi. Ikan-ikan cakalang hasil tangkapan diperoleh dari nelayan dengan
kisaran harga Rp.5.000,- s/d Rp.8.000,- atau harga rata-rata Rp. 6.500,- per Kilogram.

21
Kisaran harga terpola berdasarkan ukuran individu ikan cakalang dengan kriteria
sebagai berikut :
• Ikan cakalang per ekor dengan ukuran 3 Kg atau kurang dihargai Rp.5.000,-
• Ikan cakalang per ekor dengan ukuran > 3 Kg dihargai Rp.8.000,-

C. Keragaan produksi dan jumlah hari operasi tahun 2008


KM. Tunas Harapan 01 dalam tahun 2008, melaksanakan aktivitas operasional
penangkapan dengan jumlah seluruh hari operasi selama 1 (satu) tahun tercatat 150 hari, jumlah
produksi mencapai 152895 Kg.
Tabel 3 Produksi, jumlah hari operasional dan cpue per hari KM.Tunas Harapan 01 Th.2008
JUMLAH HARI JUMLAH CPUE Nomor NOMOR
BULAN 2008 OPERASIONAL PRODUKSI PER URUTAN URUTAN
(HARI) (Kg.) HARI CPUE JUMLAH HARI
Januari 10 11550 770 9 3
Pebruari 10 10530 810 8 5
Maret 12 2880 240 11 10
April 17 2720 160 12 1
Mei 15 17475 1165 5 4
Juni 17 31590 2430 1 6
Juli 5 5725 1145 7 12
Agustus 7 8995 1285 4 11
September 11 7020 585 10 7
Oktober 17 19550 1150 6 2
Nopember 17 17460 1455 2 8
Desember 12 17400 1450 3 9
JUMLAH 150 152895 *) 1063,82
*) rata-rata CPUE per Hari
Rata-rata produksi hasil tangkapan per hari mencapai 1063,82 Kg.
Jumlah hari operasi tertinggi dicapai pada bulan April, Juni, Oktober, dan Nopember sebanyak 17
hari dan jumlah hari operasi terendah jatuh pada bulan Juli serta Agustus hanya sebanyak 5 dan 7
hari. Kemampuan tangkap atau cpue tertinggi sebesar 2430,0 Kg per hari yaitu pada bulan Juni
dan terendah sebesar 770 Kg jatuh bulan Januari.
Data produksi pada tahun 2008 selengkapnya seperti pada Tabel 3.

D. Rancangan peningkatan hasil tangkapan


Peningkatan produksi ikan hasil tangkapan dapat dilakukan melalui optimalisasi
operasional, sebagai berikut :
1. Optimalisasi kemampuan hari operasional tertinggi pada cpue tertinggi
Dengan asumsi kemampuan jumlah hari melaut sama dengan kemampuan pada tahun 2008
yaitu 150 hari, upaya peningkatan produksi dilakukan dengan menempatkan kemampuan hari

22
operasional tertinggi pada bulan-bulan yang memunyai nilai cpue tinggi dan tanpa menambah
biaya operasional, maka peningkatan produksi seperti pada ikhtisar rancangan pada Tabel 4.
Optimalisasi operasional untuk tujuan peningkatan hasil tangkapan versi ini, hanya
memperhatikan kemampuan jumlah hari operasional diselaraskan dengan cpue, misalnya
pada jumlah hari yang teringgi selama 17 hari, diserasikan dengan kemampuan tangkap cpue
teringgi yaitu pada bulan Juni sebesar 2.430 Kg/hari. Selanjutnya urutan ke-2 jumlah hari
adalah 15 hari diselaraskan dengan kemampuan tangkap ke-2 yang jatuh pada bulan
Nopember sebesar 1.455 Kg/hari, demikian seterusnya untuk selama 12 bulan.
Tabel 4 Rancangan peningkatan Produksi KM.Tunas Harapan 01 berdasarkan optimalisasi operasional pada cpue
tinggi
JUMLAH HARI CPUE PER PENINGKATAN JUMLAH PRODUKSI
BULAN 2008 OPERASIONAL HARI PRODUKSI PRODUK OBYEKTIF
(Hari) (Kg) Σ Hari X cpue SI (Kg) (Kg)
Januari 10 770 10 9 7700 11550
Pebruari 10 810 11 8 8910 10530
Maret 12 240 7 11 1680 2880
April 17 160 5 12 800 2720
Mei 15 1165 15 5 17475 17475
Juni 17 2430 17 1 41310 31590
Juli 5 1145 12 7 13740 5725
Agustus 7 1285 17 4 21845 8995
September 11 585 10 10 5850 7020
Oktober 17 1150 12 6 13800 19550
Nopember 17 1455 17 2 24735 17460
Desember 12 1450 17 3 24650 17400
JUMLAH 150 182495 152895

Hasil rangcangan versi ini masih mengikuti pengelolaan usaha secara tradisional dan belum
memperhatikan waktu yang diperlukan untuk perawatan dan pemeliharaan sarana
penangkapan ikan baik kapal, mesin, maupun alat penangkapan ikan yang digunakan, bahkan
termasuk peralatan penampung umpan, pemeliharaan pompa-pompa.
Hasil perubahan pola operasional tersebut dibandingkan dengan kondisi obyektif hasil dari pola
operasional tahun 2008 akan diperoleh nilai tambah dari 152.895 Kg menjadi 182.495 Kg atau
meningkat sebesar 29.600 Kg., atau peningkatan sebesar 19,36 %.
2. Optimalisasi dengan memaksimalkan hari opersional tertinggi
Dengan asumsi kemampuan jumlah hari melaut sama dengan kemampuan pada tahun 2008
yaitu 150 hari dan kemampuan tertinggi dalam 1 (satu) bulan adalah tetap 17 hari, upaya
peningkatan produksi dilakukan dengan :
• menambah kemampuan hari operasional maksimal 17 hari pada bulan-bulan yang
memunyai nilai cpue tinggi
• tanpa menambah biaya operasional

23
• memberi kelonggaran jumlah hari di darat untuk perawatan / pemeliharaan sarana
penangkapan pada bulan-bulan (April) yang mempunyai nilai cpue rendah

Meniadakan kegiatan operasional dipilih pada bulan April yang mempunyai hari operasional 17
hari, mengingat pada bulan tersebut musim ikan atau cpue terendah, sehingga pelaksanaan
perawatan kapal (docking) dan perawatan alat penangkapan ikan dapat dilakukan secara
maksimal pada bulan tersebut. Bulan juli kondisi laut pada musim Selatan juga tidak bagus,
namun masih bisa dimanfaatkan untuk kelaut dengan jumlah hari yang terbatas. Selanjutnya
jumlah hari melaut pada bulan April sebanyak 17 hari didistribusikan ke bulan-bulan lain yang
memiliki cpue cukup tinggi dengan tetap memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
• Kemampuan maksimal hari operasional sebanyak 17 hari (seperti pada bulan Oktober)
• Jumlah kemampuan hari operasional dalam 1 (satu) tahun tetap sebesar 150 hari. Artinya
tidak ada penambahan biaya operasional per tahunnya.

Melalui rancangan modifikasi hari operasional tersebut, dapat ditetapkan bahwa jumlah hari
operasional bulan April didistribusikan ke bulan-bulan sebagai berikut :
• Januari tetap menjadi 10 hari
• Pebruari ditambah 2 hari (menjadi 15 hari)
• Maret dikurangi 4 hari (menjadi 8 hari), karena cpue termasuk terendah urutan 11
• April digunakan untuk perawatan sarana penangkapan, pada cpue terendah
• Mei ditambah menjadi 2 hari (menjadi 17 hari)
• Juni tetap dengan kemampuan operasional 17 hari
• Juli tetap pada kemampuan 3 hari pada kondisi cuaca yang kurang baik
• Agustus ditambah ditambah 10 hari, menjadi 17 hari
• September ditambah 4 hari, menjadi 15 hari
• Oktober tetap dengan kemampuan operasional 17 hari
• Nopember tetap dengan kemampuan operasional 17 hari
• Desember ditambah 5 hari menjadi 17 hari

Adapun ikhtisar rancangan peningkatan produksi melalui modofikasi jumlah hari tersebut
seperti pada Tabel 5.
Hasil perubahan pola operasional tersebut dibandingkan dengan kondisi obtektif hasil dari pola
operasional tahun 2008 akan diperoleh nilai tambah dari 152.895 Kg menjadi 183.445 Kg atau
meningkat sebesar 30.550 Kg., atau peningkatan sebesar 20,00 %.

24
Tabel 5 Rancangan peningkatan Produksi KM.Tunas Harapan 01 berdasarkan penambahan maksimal hari
operasional
JUMLAH HARI CPUE PER PENINGKATAN JUMLAH PRODUKSI
BULAN 2008 OPERASIONAL HARI PRODUKSI PRODUKSI OBYEKTIF
(Hari) (Kg) Σ Hari X cpue (Kg) (Kg)
Januari 10 770 10 9 7700 11550
Pebruari 10 810 12 8 9720 10530
Maret 12 240 8 11 1920 2880
April 17 160 0 12 0 2720
Mei 15 1165 17 5 19805 17475
Juni 17 2430 17 1 41310 31590
Juli 5 1145 3 7 5725 5725
Agustus 7 1285 17 4 21845 8995
September 11 585 15 10 8775 7020
Oktober 17 1150 17 6 17250 19550
Nopember 17 1455 17 2 24735 17460
Desember 12 1450 17 3 24650 17400
JUMLAH 150 183445 152895

E. Analisa produktivitas
Dalam postulat Agung Wahyono (1990), disebutkan bahwa :
D = 12 x {30 - (Hm + Hb)}, keterangan :

D : Jumlah hari operasional penangkapan per tahun


12 : Satu tahun (12 bulan)
30 : Jumlah hari rata-rata per bulan
Hm : Jumlah hari yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan sarana penangkapan
Hb : Jumlah hari yang diperlukan untuk pelabuhan (pemasaran, perbekalan, surat
kapal, dan lain-lainnya)

Dengan demikian, maka jumlah hari yang diperlukan untuk Hb atau “jumlah hari yang
diperlukan untuk pelabuhan (pemasaran, perbekalan, surat kapal, dan lain-lainnya)”, dapat
dikurangi sebanyak 5 jam per hari akan memberikan dampak semakin banyaknya kesempatan
untuk melakukan penangkapan ikan.
Sementara itu, jumlah hari Hm atau “jumlah hari yang diperlukan untuk perawatan/perbaikan
sarana penangkapan”, dikonsentrasikan pada bulan yang mempunyai kemampuan tangkap
(cpue) rendah dan cuaca yang tidak menguntungkan (Juli), maka akan memberikan dampak
pada kegiatan penangkapan aktif dapat dilakukan selama 11 (sebelas) bulan dalam satu
tahun.
Satu-satunya hambatan yang tidak dapat diatasi adalah sulitnya mendapatkan umpan hidup
pada saat terang bulan yang rata-rata memakan waktu 10 (sepuluh) hari per bulan.

25
Dari hasil analisa diatas, dan berdasarkan asumsi-asumsi maka dalam 1 (satu) bulan
akan dapat beroperasi selama 17 (tujuhbelas) hari, dan dalam 1 (satu) tahun dapat beroperasi
selama 187 hari. (D = 187 hari) ……………………………………………………………………..(1)
Selanjutnya dalam perhitungan jumlah produksi hasil tangkapan dalam satu tahun yang
mempunyai korelasi positif dengan jumlah hari operasi dalam 1 (satu) tahun yang mampu
dilakukan dan kemampuan tangkap per satuan unit usaha (cpue) tiap tahunnya, maka
berdasarkan postulat Agung Wahyono (1990) sebagai beikut :

P = D x cpue , keterangan :

P : Total produksi hasil tangkapan per tahun


D : Jumlah hari operasional penangkapan per tahun
cpue : rata-rata hasil tangkapan tiap unit usaha per hari pada tingkat lestari SDI

Kondisi obyektif menunjukkan bahwa kemampuan tangkap (cpue) rata-rata yang diperoleh
pada tahun 2008 sebesar 1.053,75 Kg. Sehingga produksi hasil tangkapan dapat
diperhitungkan menjadi sebesar :
P = D x cpue = 187 x 1.053,75 Kg = 197.051,25 Kg. ...………………………………………. (2)
Jumlah produksi ikan cakalang hasil tangkapan yang diproyeksikan sebesar 197.051,25 Kg
merupakan peningkatan sebesar 28,88 % dari kondisi obyektif.
Berkaitan dengan analisa pemasaran, maka komponen-komponen pembiayaan yang
dijadikan dasar untuk kajian yang meliputi biaya variabel, biaya tetap, jumlah investasi, dan
biaya lain-lain disajikan dalam tabel terlampir.
Pemasaran merupakan inti dari kegiatan usaha penangkapan ikan, melalui kajian
terhadap hasil pemasaran ikan cakalang yang dapat diproduksi tersebut, dapat dijadikan
indikator sejauh mana tingkat nilai tambah dari perekayasaan sebuah sistim penangkapan ikan
cakalang dengan menggunakan huhate ini.
Konsep dasar usaha penangkapan ikan dapat dikaji melalui postulat (Agung Wahyono
1990) yang disusun sebagai berikut :

Hp = P x a (bop) , keterangan :

Hp : Hasil pemasaran
P : Jumlah produksi hasil tangkapan ekonomis penting
a : Konstanta pemasaran hasil (agar menguntungkan a > 1 )
bop : Biaya operasional penangkapan per satuan produksi

26
Dari jumlah produksi ikan cakalang yang diproyeksikan sebesar Kg (2), dengan harga rata-rata
sebesar Rp.6.500,- maka penjualan ikan cakalang hasil tangkapan sebesar :
Hp = P x a (bop) = 197.051,25 x Rp.6.500,- = Rp.1.280.833.125,- .….………………………. (3)

Dari perhitungan hasil penjualan tersebut diatas, perlu dilakukan kajian lebih lanjut,
untuk mengetahui sejauh mana nilai harga jual dari komponen (a) dan (bop) apakah benar-
benar dapat dikatagorikan wajar atau sesuai dengan status yang diharapkan.
Komponen biaya produksi (bop), dipengaruhi besaran biaya-biaya pengeluaran untuk
menunjang kelancaran opersional penangkapan ikan KM. Tunas Harapan 01, antara lain :
a. Biaya perbekalan, yang meliputi biaya untuk BBM, Umpan, Makan, Perlengkapan
mesin/deck, air minum dan lain-lain yang dapat dikatagorikan sebagai pengeluaran tidak
tetap (variable).
b. Biaya sarana penangkapan, yang meliputi biaya pemeliharaan, biaya penyusutan, biaya
umum & administrasi, peralatan pancing, dan lain-lainnya yang dapat dikatagorikan
sebagai biaya tetap. Hal yang lebih penting dalam biaya sarana penangkapan adalah
tambahnya peralatan navigas GPS agar operasionalnya menjadi lebih efisien.
Berdasarkan perhitungan, maka seluruh biaya yang harus dikeluarkan dalam 1 (satu)
tahun, sebesar Rp. 326.787.500,- atau per hari (Trip) Rp. 1.747.526,70 dan dengan asumsi,
bahwa produksi hasil tangkapan per hari sebesar 1.053,75 Kg., maka besaran biaya produksi
(bop) per hari Rp. 1.658,38 ………………..………………………………………...……………. (4)
Dengan demikian besaran komponen konstanta pemasaran merupakan hasil pembandingan
harga jual ikan cakalang dengan biaya produksi, atau (a) sebesar 3,9 . …..………………… (5)
Dari hasil kajian, penghasilan bersih usaha penangkapan KM. Tunas Harapan 01 pada
awal tahun usaha mencapai Rp.196.162.312,50 dan tahun berikutnya setelah membayar
kewajiban Bank akan memperoleh hasil Rp.143.662.312,80. Sedangkan jumlah aliran Kas
dengan disimulasikan kegiatan usaha selama 5 (lima) tahun, maka akan terkumpul kas
sebesar Rp. 823.311.563,40
Kegiatan usaha penangkapan huhate KM. Tunas Harapan 01 ini di proyeksikan selama 5
(lima) tahun dengan tujuan setelah 5 (lima) tahun KM. Tunas Harapan 01 masih memiliki nilai
jual 50% dari nilai investasi.
F. Perolehan nilai tambah
Optimalisasi produk ikan hasil tangkapan dapat dilakukan melalui penyelarasan
kemampuan jumlah hari melaut dengan kemampuan tangkap (cpue) secara tepat, dengan tetap
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

27
1. Kemampuan maksimal jumlah hari melaut sebanyak 17 hari per bulan pada bulan-bulan yang
tidak terganggu oleh kondisi cuaca.
2. Pada bulan Juli yang sangat dipengaruhi cuaca yang tidak menguntungkan atau cuaca jelek
dipergunakan untuk perawatan dan pemeliharaan sarana penangkapan ikan, sekaligus dapat
dimanfaatkan untu relaksasi SDI dan SDM.
3. Kemungkinan memaksimalkan jumlah hari trip sebanyak 17 hari per bulan pada 11 bulan
selain bulan Juli atau maksimal 187 trip hari
Ikhtisar dari hasil perekayasaan sistim operasional KM. Tunas Harapan 01 – Ternate
selengkapnya seperti tersebut dalam Tabel 6.
Tabel 6 Ikhtisar nilai tambah hasil perekayasaan
KONDISI
URAIAN
OBYEKTIF REKAYASA
1. Waktu untuk perawatan sarana penangkapan ikan secara maksimal - 30 hari
2. Jumlah hari (trip) operasional dalam 1 (satu) tahun 150 trip 150 trip
(maksimal 187 trip)
3. Produksi hasil tangkapan dalam 1 (satu) tahun 152.895 Kg 183.445Kg

Berdasarkan ikhtisar tersebut diatas, perekayasaan sistim menunjukkan adanya hasil nilai
tambah, sebagai berikut :
1. Tersedianya waktu untuk perawatan dan pemeliharaan sarana penangkapan selama 30
(tigapuluh) hari, memungkinkan sarana usaha dapat dipergunakan secara lancar dan
memperpanjang umur usaha. Disamping itu, waktu pemeliharaan tersebut memberi
kesempatan untuk relaksasi bagi awak kapal, sekaligus terhadap sumberdaya ikan.
2. Jumlah trip berpedoman sesuai dengan kemampuan sebesar 150 triphari dengan maksimall
187 trip hari.
3. Peningkatan produksi ikan hasil tangkapan sebesar 30,550 Kg atau sebesar 20 %
4. Perhitungan laba/rugi seperti pada aliran kas dalam Tabel 7
5. Dari aliran tunai, dibuat rencana pengembangan dan atau pemelihaaraan usaha.
6. Pengembangan dengan membeli unit baru, mulai tahun ke-2
7. Pemeliharaan, mulai tahun ke-2 membeli alat navigasi, perlengkapanm mesin, pompa, alat
penangkapan ikan, perlengkapan bongkar dan peralatan umpan.
8. Pada tahun ke-3 membeli dan memasang rumpon
9. Tahun ke-5, membeli mesin kapal dan perlengkapan deck

28
Tabel 7 Aliran Kas untuk proyeksi usaha selama 5 Tahun (dalam ribu rupiah)
Uraian Th. 1 Th. 2 Th. 3 Th. 4 Th. 5
Penjualan ikan 1.164.394 1.164.394 1.164.394 1.164.394 1.164.394
Cicilan bank 0 0 117.000 117.000 117.000
Sisa 1 1.164.394 1.164.394 1.047.394 1.047.394 1.047.394
Bunga bank 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000
Sisa 2 1.094.394 1.094.394 977.394 977.394 977.394
Biaya tetap 224.000 224.000 224.000 224.000 224.000
Sisa 3 870.394 870.394 753.394 753.394 753.394
Biaya variable 3.625 3.625 3.625 3.625 3.625
Sisa 4 866.769 866.769 749.769 749.769 749.769
Penyusutan 97.500 97.500 97.500 97.500 97.500
Sisa 5 769.269 769.269 652.269 652.269 652.269
Pajak 10% 76.927 76.927 65.227 65.227 65.227
Keuntungan 692.342 692.342 587.042 587.042 587.042
Penyusutan 97.500 97.500 97.500 97.500 97.500
Kumulatif 789.842 1.579.684 2.264.226 2.948.768 3.633.310

IV. PENUTUP

Efisiensi pada usaha penangkapan ikan tidak terbatas pada upaya peningktanan efektifitas
operasional penangkapan ikan dilaut, tetapi termasuk pula efisiensi pemanfaatan ikan hasil
tangkapan antara lain dengan peningkatan mutu ikan hasil yang pada gilirannya akan
meningkatkan pendapatan melalui hasil penjualan yang lebih baik.
Melalui mekanisme pasar, memungkinkan melaksanakan pengelolaan unit usaha
penangkapan ikan dengan menggunakan kaidah-kaidah manajemen yang baik, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan operasional penangkapan ikan, dan pengawasan
serta evaluasi, sehingga pada setiap saat diperlukan sang pengelola mengetahui status usahanya.
Berdasarkan status ini, pengelola dengan mudah menentukan pada saat mana kegiatan operasi
penangkapan ikan dilakukan secara optimal dengan penyediaan biaya operasional yang tepat dan
tidak berlebihan, atau sebaliknya pada saat mana komponen unit usahanya memerlukan biaya
perbaikan atau pemeliharaan tanpa harus mengganggu jadual operasional penangkapan.
Lebih dari pada itu, efisiensi yang telah dilakukan secara sempurna dalam usaha
penangkapan ikan tanpa memperhatikan kelestarian sumberda ikan yang tersedia pada akhirnya
akan menghentikan kegiatan usaha itu sendiri.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, Text Book of Fishing Boat, Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan,
1973.
2. Nomura,M. and Yamazaki,T., Fishing Technique Vol.1, Japan International Cooperation
Agency (JICA), Japan, 1973.
3. John Fyson, Design of Small Fishing Vessels, Senior Fishery Industry Officier (Vessels)
Fisheries Industries Devision, Rome Fishing New Books Ltd., FAO, 1985
4. Agung Wahyono, Produktivitas kapal pukat cincin Pekalongan, Balai Pengembangan
Penangkapan Ikan Semarang, 2001
5. Japan International Cooperation Agency, 1991, Fishing Techniques
6. J.Prado and PY.Dremiere, 1991, Fisherman’s Workbook
7. Bambang Winarso. 2004, ICASERT Working Papaer 30, Analisis Manajemen “Waktu” Pada
Usaha Penangkapan Ikan Tuna/Cakalang Dengan Sistem Rumpon Di Kawasan Timur
Perairan Indonesia
8. http://npl-vedca.blogspot.com/2008/04/teknologi-penangkapan-ikan-tuna.html 2008 ; Tenologi
Penangkapan Ikan Tuna
9. http://one.indoskripsi.com/node/4513.hmtl , Posted by vans_nameva August 11th, 2008,
ANALISA KELAYAKAN RENCANA PENDIRIAN ……………………

BIODATA
Nama : Agung Wahyono
Tgl.Lahir : 8 Desember 1952
Pendidikan : AUP Th.1975 ; Diploma IV STP Th.1988
Jabatan : Prekayasa Madya di BBPPI Smg
Pekerjaan : 1975 – 1977, Teknisi pada PPSHPP di Smg
1978 – 1982, Nakhoda Kapal Survei BPPI Smg
1982 – 1993, Struktural pada BPPI Smg
1993 – Sek. , Pejabat Fungsional pd BBPPI Smg
Alamat : Komplek Perikanan No.21
Jl.Yos Sudarso
Ungaran Telp. (024) 6924 587
HP. 081 325 528 713
E-mail : agungwahyono@lycos.com

30

Anda mungkin juga menyukai