Anda di halaman 1dari 9

Topik : Eklampsia

Tanggal (kasus) : 21 Februari 2017 Presenter: dr. Rinda Deswita


dr. Rike Fitrianita
Tanggal Presentasi : Pendamping:
dr. Umar Hasan Sitompul
Pembimbing: dr. Ahmad Parwis, Sp.OG
Objektif Presentasi :
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
Laki-laki, 24 tahun, diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa berjalan sejak 2
Deskripsi :
bulan terakhir
Tujuan : Penegakkan diagnosis dan tatalaksana yang tepat
Bahan Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan :
Cara  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  E-mail  Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : Ny. E, 20 tahun No. Registrasi : 037546
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / : Pasien datang rujukan dari Puskesmas Runding dengan keluhan kejang
Gambaran Klinis berulang sejak 4 jam yang lalu. Pasien hamil anak pertama. Lidah luka
tergigit. Menurut bidan, pasien mengeluhkan mules-mules, lender
darah (+), ketuban pecah (+) VT pebukaan 2 cm. HPHT tidak
diketahui.
2. Riwayat Pengobatan : Riwayat USG dan ANC di Sp.OG (-)
3. Riwayat : Riwayat hipertensi selama kehamilan tidak diketahui. Riwayat terjatuh
Kesehatan/Penyakit ketika usia kehamilan 5 bulan. Riwayat kejang (-) dan asma (-). ANC
di bidan tidak teratur.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami keluhan seperti
pasien.
5. Riwayat Kontrasepsi : Pasien tidak pernah menggunakan alat kontasepsi

11
6. Riwayat Imunisasi : Tidak ada
7. Lain – lain PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Supor
Tekanan Darah : 150/110 mmHg
Nadi : 94 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Status Gizi : Cukup

2. Status Generalis
Kulit : Cloasma gravidarum (+)
Mata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik
Gigi/mulut : Exoriasi lidah (+) Caries (-)
Thoraks : Mammae tegang, Pernafasan vesikuler, BJ I-II
murni, murmur (-)
Abdomen : Membuncit, Hepar dan Lien sulit dinilai
Ekstremitas : Oedem (+)

3. Status Obstetrik
A. Pemeriksaan Luar
Leopold 1 : 3 jari bawah proc.xyphoideus (32 cm), di fundus teraba
bagian lunak, tidak melenting, kesan bokong
Leopold 2 : Teraba tahanan terbesar pada sebelah kiri, teraba bagian
kecil pada bagian kanan, kesan punggung kiri, letak
janin memanjang
Leopold 3 : Bagian terbawah teraba bagian keras,bulat dan melenting,
kesan kepala.

12
Leopold 4 : Sudah masuk PAP (3/5)

DJJ : (+) 90 x/menit


His : 4X/10´/40”
TBJ : 3100 gram

B. Pemeriksaan Dalam
 Inspekulo : Tidak dilakukan
 Vaginal Toucher
Portio : Lunak
Pembukaan Servik : 10 cm
Ketuban :-
Bag.terendah janin : Kepala
Penurunan : Hodge III
8. Pemeriksaan Laboratorium tanggal
Laboratorium  Haemoglobin : 14,4 g/dl
 Hematokrit : 39,6 %
 Eritrosit : 5,3 x 106/µl
 Leukosit : 26,3 x 103/µl*
 Trombosit : 316 x 103/µl
 MCV : 75,5
 MCH : 27,7
 MCHC : 36,7
 GDS : 131 mg/dl
Urinalisa
 Darah : +2
 Protein : +3
9. Penatalaksanaan  O2 nasal canul 2-4 lpm
 Dosis awal 4 gr MgSO4 40% dalam akuabidest 10 ml bolus pelan

13
5-10 menit
 Dosis rumatan 6 gr MgSO4 40% dalam 500 ml RL habis dalam 6
jam 28 tpm.
 Kejang berulang 10 menit berikutnya, 2 gr MgSO4 40% bolus
pelan.
 Terminasi kehamilan

Daftar Pustaka :
1. Cunningham,F.Gary.,MacDonald,Paul C.,Gant,Norman F.Obstetri Williams. Edisi
XVIII.Jakarta:EGC;1995.hal.801-818
2. Wiknjosastro,Hanifa.,Saifudin,Abdul Bari.,dan Rachimhadhi,Trijatmo. Editor. Ilmu
Kebidanan.Edisi III.Jakarta:YBP-SP;1999.hal.281-301
3. Klapholz,Henry.Hipertensi yang Diinduksi Kehamilan dalam: Friedman, Emanuel A.,
Acker,David B., Sachs,Benjamin P. Seri Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan
Obstetric,Edisi II.Jakarta:Binarupa Aksara;1998.hal.272-273
4. Saifudin,Abdul Bari,Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan
Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono;2002.hal.33-42
Hasil Pembelajaran :
1. Eklampsia
2. Kasus pasien dengan eklampsia
3. Penegakkan diagnosis eklampsia
4. Tatalaksana eklampsia
5. Edukasi, pencegahan dan komplikasi eklampsia

14
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif :

Pasien datang rujukan dari Puskesmas Runding dengan keluhan sejak 4 jam yang lalu. Pasien hamil
anak pertama. Lidah luka tergigit. Menurut bidan pasien mules-mules, lendir darah (+), ketuban
pecah (+) dan sudah pembukaan 2 saat di puskesmas. Riwayat hipertensi dalam kehamilan (-),
riwayat kejang selama hamil (-), riwayat epilepsi (-), ANC tidak rutin,USG (-), HPHT tidak
diketahui.

2. Objektif :

Hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mendukung diagnosis eklampsia
intrapartum. Pada kasus ini ditegakkan dengan:
 Gejala klinis : Kejang, mules-mules, dan lendir darah
 Pemeriksaan fisik : TD 150/110 mmHg, ekstremitas udem (+)
 Urinalisa : Proteinuria + 3

3. Assesment (penalaran klinis) :

Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti “Halilintar”, karena seolah-olah
gejala timbul secara tiba-tiba tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Eklampsia biasanya timbul pada
wanita hamil atau dalam masa nifas dengan tanda-tanda preeklampsia. Tanda dan gejala pre-
eklamsia yang ditemukan pada pasien ini adalah tekanan darah tinggi, kakiudem dan proteinuria +3.
Kemudian pasien mengalami serangan kejang.
Frekuensinya bervariasi antara satu negara dengan negara yang lain. Frekuensi rendah
umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat
tidur antenatal yang cukup dan penanganan preeklampsia yang sempurna. Di negara-negara
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar 0,3 – 0,7 %, sedangkan di negara-negara maju berkisar
0,05 – 0,1 %.
Dasar patofisiologi untuk preeklampsia dan eklampsia adalah vasospasme. Penyempitan
vaskuler menyebabkan hambatan aliran darah dan menerangkan proses terjadinya hipertensi
arterial. Kemungkinan vasospasme juga membahayakan pembuluh darah sendiri karena peredaran

15
darah dalam vasa vasorum terganggu sehingga terjadi kerusakan vaskuler. Pelebaran segmental
yang biasanya disertai penyempitan arteriol segmental mungkin mendorong lebih jauh timbulnya
kerusakan vaskuler mengingat keutuhan endotel dapat terganggu oleh segmen penbuluh darah yang
melebar dan teregang. Lebih lanjut, angiotensin II tampaknya mempengaruhi langsung sel endotel
dengan membuatnya berkontraksi. Semua factor ini dapat menimbulkan kebocoran sel antar endotel
sehingga melalui kebocoran tersebut, unsur-unsur pembentuk darah seperti trombosit dan fibrinogen
tertimbun pada lapisan subendotel. Pada keadaan normal, wanita hamil memiliki resistensi terhadap
efek pressor dari pemberian angiotensin II. Sedangkan pada wanita yang menderita preeklampsia,
kepekaan pembuluh darah yang meningkat terhadap hormon pressor ini dan hormon lainnya
meningkat. Hal inilah yang mendahului awal terjadinya hipertensi karena kehamilan.
Umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-
gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium atau
nyeri abdomen kuadran kanan atas dan hiperefleksia.
Konvulsi pada eklampsia dibagi dalam 4 tingkat, yaitu :
1. Tingkat awal atau aura yang berlangsung ± 30 detik.
Biasanya berawal di sekitar bibir dalam bentuk kedutan pada otot-otot muka.1 Mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar ke kanan atau ke
kiri.
2. Tingkat kejangan tonik yang berlangsung ± 30 detik.
Seluruh otot menjadi kaku, wajah kelihatan kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok
ke dalam. Pernapasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejangan klonik yang berlangsung 1 – 2 menit.
Spasme tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat.
Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat tegigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut ke
luar ludah yang berbus, muka menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar.
Kejangan klonik ini dapat demikian hebatnya sehingga penderita dapat terjatuh dari tempat
tidurnya. Akhirnya, kejangan terhenti dan penderita menarik napas secara mendengkur.
4. Tingkat koma.
Lama kesadaran tidak selalu sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan

16
tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu timbul serangan baru dan yang berulang sehingga ia
tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu
meningkat sampai 400 C.
Sepanjang serangan kejang, diafragma tidak bergerakdan pernapasan terhenti. Selama beberapa
detik tampak seolah-olah akan meninggal karena penghentian napas, tetapi pada saat keadaan yang
membawa kematian ini terlihat tidak akan terhindarkan, pasien ini mulai menghirup napas panjang
dan dalam serta berbunyi mengorok lalu pernapasan pulih kembali. Koma kemudian menyusul.
Koma setelah kejang menunjukkan lama yang bervariasi. Jika kejang tidak sering, pasien akan
terlihat sedikit sadar di antara saat-saat kejang. Pada kasus yang berat, koma akan terus menetap
dan kematian dapat terjadi sebelum pasien sadar.

4. Plan :

Diagnosis:
Diagnosis eklampsia umumnya tidak sukar. Dengan adanya tanda dan gejala preeklampsia yaitu 2
dari trias tanda utama (hipertensi, edema, proteinuria) yang disusul oleh serangan kejang seperti
yang telah diuraikan, maka diagnosis eklampsia sudah tidak diragukan.

Pengobatan:
Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan kejang dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan.
Penanganan dasar untuk eklampsia adalah :
1. Pengendalian kejang
2. Koreksi hipoksia dan asidosis
3. Penurunan tekanan darah bila meningkat nyata
4. Langkah-langkah menuju persalinan bayi segera setelah ibu bebas kejang dan sadar kembali
Segera setelah persalinan diselesaikan, perubahan patologis pada eklampsia akan membaik dan
akhirnya pulih sempurna.
Perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam. Bila tekanan darah turun maka
pemberian obat penenang bisa dikurangi setelah 24 jam postpartum untuk kemudian lambat laun
dihentikan. Biasanya diuresis bertambah 24 – 48 jam setelah kelahiran dan edema serta proteinuria

17
berkurang.
Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.
Komplikasi yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia antara lain :
1. Solusio plasenta
Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada
preeklampsia.
2. Hipofibrinogenemia
3. Hemolisis
Pasien dengan preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis, yaitu
ikterus. Belum diketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sel hati atau destruksi
eritrosit.
4. Perdarahan otak
Merupakan penyebab utama kematian maternal pasien eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan
kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia
serebri.
6. Edema paru
Merupakan tanda prognosis buruk. Penyebabnya yaitu :
 Pneumonitis aspirasi setelah terisapnya isi lambung bila kejang disertai muntah.
 Gagal jantung akibat kombinasi antara hipertensi berat dan pemberian cairan I.V yang terlalu
banyak.
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia dan eklampsia yang merupakan akibat vasospasme
arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia, tapi ternyata juga ditemukan pada
penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama
penentuan enzim-enzimnya.

18
8. Sindroma HELLP (Haemolysis,Elevated liver enzymes,Low platelet)
9. Kelainan ginjal
Kelainan berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial
tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria
sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan
DIC.
11. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin.

Prognosis:
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit kehamilan yang meminta korban besar dari
ibu dan janinnya. Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara kurang maju disebabkan oleh
kurang sempurnanya pengawasan antenatal dan natal, penderita sering terlambat mendapatkan
pengobatan yang tepat. Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompensasio
kordis dengan edema paru-paru, payah ginjal dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernapasan
saat kejang. Sedangkan sebab kematian bayi terutama karena hipoksia intrauterine dan prematuritas.

Pencegahan:
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinya dapat dikurangi. Usaha-
usaha untuk menurunkan frekuensi terdiri atas :
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil muda
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya segera apabila
ditemukan
3. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah
dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.

19

Anda mungkin juga menyukai