Neuro Muscular Dystrophy
Neuro Muscular Dystrophy
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA SEPTEMBER 2016
OLEH :
Andi Anugerah Suci (110 209 0142)
PEMBIMBING :
dr. Jufri Latief, Sp.B, Sp.OT, FINACS
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Erb pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia
muscularis progressive. Pada tahun 1885, Duchenne memberikan deskripsi lebih
lengkap mengenai atrofi muskular progresif pada anak-anak. Becker
mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat diturunkan secara
autosomal resesif, autosomal dominan, atau X-linked resesif.(1)
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
2.2. Epidemiologi
founder effect atau hilangnya variasi genetik atau banyaknya pernikahan dengan
hubungan kekerabatan yang dekat, varian ringan dan distrofi yang lebih berat dan
bentuk distrofi yang lebih berat berakibat pada kematian, sebelum didiagnosis
seringkali diremehkan.(2)
2.3. Klasifikasi
2
b. Tipe lain
2. Limb girdle
Limb girdle merupakan salah satu jenis muscular dystrophy yang biasanya
terjadi pada orang dewasa dan diturunkan secara resesif autosomal. Kelainan
ini mengenai otot-otot shoulder gridel dan pelvic gilder dan berkembang
sangat lambat.
3. Fasio-skapulo-humeral
Tipe ini sangat sering ditemukan pada orang dewasa dibandingkan anak-
anak, diturunkan secara dominan autosomal. Fasio-skapulo-humeral
mengenai otot-otot muka, bahu, dan lengan atas. Prognosisnya lebih baik
Karena dapat terjadi pemulihan pada setiap stadium.
2.4. Etiologi
Pada muscular dystrophy terjadi mutasi pada gen distrofin pada kromosom
X berupa delesi, duplikasi, dan mutasi titik (point mutations), sehingga tidak
dihasilkannya protein distrofin atau terjadi defisiensi dan kelainan struktur
distrofin. Kira-kira 60 % pasien muscular dystrophy terjadi mutasi secara delesi
dan 40 % merupakan akibat mutasi-mutasi kecil dan penduplikasian.(3)
2.5. Patofisiologi
3
globular amino seperti tangkai terpusat dan globular carboxy. Distrofin terletak
pada permukaan dalam sarcolemma, berkumpul sebagai homotetramer yang
dihubungkan dengan aktin pada amino terminus dan dengan glikoprotein pada
carboxy terminus. Distrofin berperan dalam memberikan kekuatan dan kestabilan
membran otot.(3,4)
Mutasi gen yang terjadi pada muscular dystrophy adalah delesi dan
duplikasi. Fenotip muscular dystrophy tidak selalu berhubungan dengan ukuran
delesi pada gen distrofin, tetapi sangat berpengaruh pada sintesis distrofin. Delesi
merusak codon triplet sehingga merubah konsep pembacaan, terjadi penghentian
premature codon daan sintesis distrofin terhenti dan mengalami degradasi,
menghasilkan molekul protein kecil, terpotong tanpa carboxy terminal.(3,4)
4
2.6. Gambaran Klinis
Kelainan ini muncul pada masa bayi dengan nekrosis serat otot dan enzim
creatinin kinase tinggi, tapi secara klinis baru terlihat ketika anak berusia 3 tahun
atau lebih. Anak mulai berjalan lebih lambat dibanding anak normal lainnya dan
lebih sering jatuh. Gaya berjalan yang tidak normal sering terlihat pada usia 3-4
tahun.(3)
5
menimbulkan rasa nyeri pada otot tersebut. Muncul pseudohipertrofi otot
gastrocnemius disebabkan oleh infiltrasi lemak dan proliferasi kolagen.(3,4)
2.7. Diagnosis
6
hubungan genetik yang dapat diidentifikasi, riwayat tumbuh kembang untuk
mengetahui perkembangan pada neonatus, bayi, prasekolah, remaja.(4)
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan sistem motorik, yang
meliputi kemampuan merubah posisi, kekuatan, dan koordinasi otot, serta ukuran
masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan kondisi
distrofi.(4)
Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitas rileks dan digerakkan secara
pasif, kemudian periksa tonus otot penderita. Kekuatan otot dapat diukur dengan
meminta pasien menggerakkan ekstremitas dengan atau tanpa tahanan.(4)
Adapun pemeriksaan penunjang untuk muscular dystrophy :(5,6)
Pemeriksaan laboratorium :
Kadar creatinin kinase serum adalah yang paling bernilai dan umum digunakan
untuk mendiagnosis muscular dystrophy. Kadar creatinin kinase serum berkisar
10-20 kali normal atau lebih (normal : <160 IU/L).
Elektromiogram (EMG)
Elektromiogram menunjukkan gambaran miopati dan tidak spesifik untuk
muscular dystrophy . EMG menunjukkan fibrilasi, gelombang positif,
amplitude rendah, potensial motor unit polipasik kadang-kadang frekuensi
tinggi.
Biopsi
Secara histologis menunjukkan adanya variasi ukuran serat, degenerasi, dan
regenerasi serat otot, kelompok fibrosis endomysial, ukuran serat lebih kecil
dan adanya limfosit. Degenerasi melebihi regenerasi dan terjadi penurunan
jumlah serat otot, digantikan dengan lemak dan jaringan konektif (fibrosis).
Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan genetik untuk mengetahui adanya delesi pada kedua titik penting
gen dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) multipleks dapat
mengidentifikasi adanya delesi sekitar 60 % pasien, tetapi teknik ini tidak bisa
digunakan mengidentifikasi adanya penduplikasian atau untuk menentukan
genotip pada wanita carrier dengan multiplex amplifiable probe hybridization.
7
Pemeriksaan DNA pada sel darah putih atau sel otot akan dapat
memperlihatkan adanya mutasi gen distrofin.
2.8. Penatalaksanaan
8
Fisioterapi penting untuk pemeliharaan fungsi otot dan dapat mencegah
terjadinya kontraktur pada penderita muscular dystrophy, tetapi jika telah muncul
kontraktur, fisioterapi tidak banyak bermanfaat. Sembilan puluh persen penderita
cenderung timbul skoliosis. Pengawasan terhadap perkembangan adanya skoliosis
harus dimulai sebelum hilangnya kemampuan berjalan termasuk profilaksis
dengan fisioterapi dan tempat duduk yang sesuai untuk mencegah
ketidaksimetrisan pelvis dan memberikan dukungan postural. Skoliosis yang
terjadi secara klinis, diindikasikan dikoreksi dengan pembedahan.(7)
9
kehilangan kemampuan berjalan cenderung lebih dini memerlukan bantuan
ventilasi dibandingkan anak yang masih dapat berjalan. Pada dasarnya fungsi
respiratori pada anak yang masih dapat berjalan. Pada dasarnya fungsi respiratori
pada anak yang masih bisa berjalan adalah normal dan permasalahan yang
berhubungan dengan gangguan respirasi tidak terlihat hingga hilangnya
kemampuan berjalan.(8)
2.9. Prognosis
10
Kematian akibat muscular dystrophy ini dapat terjadi akibat gagal napas,
infeksi paru atau kardiomiopati. Pasien umumnya masih dapat bertahan sampai
awal 20 tahun, dan 20-25 % dapat hidup di atas usia 25 tahun.(9)
11
BAB III
KESIMPULAN
Gejala klinis baru terlihat ketika anak berusia 3 tahun atau lebih. Anak
mulai berjalan lebih lambat dibanding anak normal lainnya dan lebih sering jatuh.
Usia prasekolah, anak mengalami kesulitan bangkit dari lantai, susah naik tangga,
cenderung berjalan dengan jari kaki (menjinjit). Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, berupa
pemeriksaan laboratorium, elektromiogram, biopsi, dan pemeriksaan genetik.
12
DAFTAR PUSTAKA
2. Syarif, Iskandar. 2009. Laporan Kasus Duchenne Muscular Dystrophy. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RSUP Dr. M. Djamil, Padang
4. Rasjad Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ketiga. Yarsif Watampore.
Jakarta. 2012; 273
7. Wedhanto, Sigit. 2009. Laporan Kasus Dunchenne Muscular Dystrophy. Divisi Ortopedi
& Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta
13