Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TUTORIAL

SGD 1 LBM 3

ABSES PERIAPIKAL KRONIS

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


1. AULIA ROHMANIA (31101400408)
2. DEVI KARTIKA ROHMAH (31101400417)
3. DHIKA RIZKY WAHYUDI (31101400419)
4. DITA WIDYANINGSIH (31101400420)
5. ISMI SITI FATIMAH (31101400434)
6. KARIZA AULIYA (31101400435)
7. LISA KUSUMA DEWI (31101400440)
8. MORA DEVY ANINDIA (31101400445)
9. NOOR AZIZATUS S. (31101400451)
10. SENJA AYU SAPUTRI (31101400460)
11. SHABRINA ABEL M. (31101400462)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)

SEMARANG

2016
LEMBAR PERSETUJUAN

LAPORAN TUTORIAL
SGD 1 LBM 5

ABSES PERIAPIKAL KRONIS

Telah Disetujui Oleh:

Tutor Tanggal

drg. Niluh Ringga Woroprobosari, M. Kes Semarang, 12 Mei 2016

ii
DAFTAR ISI

JUDUL LAPORAN .................................................................................................................. i


LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................................... ii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1. Latar Belakang .......................................................................................................... 1
2. Skenario...................................................................................................................... 2
3. Identifikasi Masalah.................................................................................................. 2
BAB II ....................................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................................... 3
A. Landasan Teori.......................................................................................................... 3
1. Klasifikasi Kelainan Periapikal ............................................................................... 3
2. Klasifikasi fraktur gigi .............................................................................................. 7
3. Bakteri Pyogenikum................................................................................................ 14
4. Pola penyebaran bakteri ......................................................................................... 16
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan .............................................................................. 18
1. Abses Periapikalis Kronis....................................................................................... 18
C. Kerangka Konsep .................................................................................................... 32
BAB III.................................................................................................................................... 33
PENUTUP ............................................................................................................................... 33
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 34

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit periapikal merupakan suatu keadaan patologis yang terlokalisir pada
daerah apeks atau ujung akar gigi. Penyakit periapikal dapat berawal dari infeksi pulpa.
Konsekuensi dari perubahan patologis pada pulpa adalah saluran akar menjadi sumber
berbagai macam iritan.Iritan-iritan yang masuk ke dalam jaringan periapikal inilah
yang akan menginisiasi timbulnya lesi periapikal (Ingle dan Bakland 2002). Salah satu
penyakit periapikal yang paling sering terjadi yaitu abses periapikal (Piriz dkk.2007).
Abses periapikal adalah kumpulan pus yang terlokalisir dibatasi oleh jaringan tulang
yang disebabkan oleh infeksi dari pulpa dan atau periodontal.

Proses terjadinya infeksi bakteri akibat trauma ini diawali ketika trauma
mencapai dentin, sehingga tubulus dentin menjadi jalan masuk untuk bakteri, produk
bakteri, sisa-sisa jaringan, dan iritan dari saliva. Jika trauma tidak segera dirawat dan
gigi akhirnya menjadi nekrosis, maka bakteri akan berkoloni pada jaringan nekrotik
sehingga pulpa terinfeksi (Tronstad 2009). Produk metabolik dan toksin bakteri masuk
ke dalam saluan akar dan berdifusi ke dalam jaringan periapikal sehingga memicu
respon inflamasi seperti pembengkakkan dan rasa sakit (Love dan Jenkinson 2002).
Bakteri utama penyebab terjadinya karies yaitu Streptococcus mutan. Bakteri yang
sering ditemukan pada saluran akar yang terinfeksi adalah bakteri gram negatif anaerob.
Pada dinding membran sel bakteri ini terdapat lipopolisakarida (LPS) yang diyakini
memiliki korelasi dengan terbentuknya eksudat dan area radiolusen pada lesi periapikal
(Lumley, Adams, Tomson 2009). Abses periapikal umumnya berasal dari nekrosis
jaringan pulpa. Jaringan yang terinfeksi menyebabkan sebagian sel mati dan hancur,
meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah
putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah memfagosit bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah
putih yang mati inilah yang membentuk nanah yang mengisi rongga tersebut. Akibat
penimbunan nanah ini maka jaringan sekitarnya akan terdorong dan menjadi dinding
pembatas abses. Hal ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mencegah
penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam maka infeksi bisa
menyebar tergantung kepada lokasi abses.

1
2. Skenario

Pria berusia 20 tahun datang dengan keluhan utama terasa sakit saat mengunyah pada
gigi seri pertama atas kanan dan kiri. Diketahui pasien pernah mengalami trauma 7
tahun yang lalu. Pesien juga merasa tidak percaya diri karena perubahan warna pada
gigi depannya.

Pemeriksaan klinis:

Gigi 11 : perkusi positif, warna berubah

Gigi 21 : fraktur hingga dentin, vitalitas negatif, perkusi positif, palpasi positif,
mobilitas derajat 2, terdapat fistula

Pemeriksaan radiograf seperti gambaran dibawah ini!

3. Identifikasi Masalah
1. Klasifikasi lesi periapikal
2. Klasifikasi fraktur gigi
3. Bakteri penyebab abses (pyogenikum)
4. Macam-macam pola penyebaran bakteri
5. Abses periapikal kronis

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Klasifikasi Kelainan Periapikal
Kelainan periapikal yang disebabkan oleh nekrosis pulpa dapat diklasifikasikan
berdasarkan temuan histologi dan klinis. Klasifikasi kelainan periapikal ini adalah
sebagai berikut :
1.1 Periodontitis Apikalis Akut
Periodontitis apikalis akut merupakan penyebaran inflamasi yang
berlanjut ke jaringan periapikal. Periodontitis apikalis akut adalah peradangan
lokal yang terjadi pada ligamentum periodontal didaerah apikal. Penyebab
utama adalah iritasi yang berdifusi dari nekrosis pulpa ke jaringan periapikal
seperti bakteri, toksin bakteri, obat disinfektan, dan debris. Selain itu, iritasi
fisik seperti restorasi yang hiperperkusi, instrumentasi yang berlebih, dan
keluarnya obturasi ke jaringan periapikal juga bisa menjadi penyebab
periodontitis apikalis akut.
Periodontitis apikalis akut pada umumnya menimbulkan rasa sakit pada
saat mengigit. Sensitiv terhadap perkusi merupakan tanda penting dari tes
diagnostik. Tes palpasi dapat merespon sensitif atau tidak ada respon. Jika
periodontitis apikalis merupakan perluasan pulpitis, maka akan memberikan
respon respon terhadap tes vitalitas. Jika disebakkan oleh nekrosis pulpa maka
gigi tidak akan memberikan respon terhadap tes vitalitas. Gambaran
radiografi terlihat adanya penebalan ligamentum periodontal.
Periodontitis apikalis akut terkait dengan eksudasi plasma dan
perpindahan sel-sel inflamasi dari pembuluh darah ke jaringan periapikal. Hal
ini menyebabkan kerusakan pada ligamen periodontal dan resopsi tulang
alveolar.

3
Gambar 1. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal akut
Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

1.2 Periodontitis Apikalis Kronis


Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis
apikalis akut atau abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan
proses inflamasi yang berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa
ada tanda dan gejala subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena
secara klinis pulpa yang terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon
non-sensitif, sedangkan untuk tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal
ini menunjukkan keterlibatan tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi
ke jaringan lunak.
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan
gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan
ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi
tulang periapikal.
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi
menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang
terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi
dan proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan granuloma dimulai dengan
terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan
granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak mendapatkan
suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan
jaringan sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang

4
terlihat secara radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di
daerah periapikal yang berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang
merupakan hasil dari peradangan akibat nekrosis pulpa.

Gambar 2. Gambaran radiografi dari periodontitis periapikal kronis

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.180.

1.3 Abses Apikalis Akut


Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal
gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan
masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang
terinfeksi.(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan,
adanya pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya
terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks gigi
yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan manifestasi
sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes perkusi abses
apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat sensitif, tes palpasi akan
merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak memberikan respon.
Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi destruktif
dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang rusak, debris, dan
sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat
penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

5
Gambar 2.3. Gambaran radiografi dari abses periapikal akut

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.185

1.4 Abses Apikalis Kronis


Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi yang
berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan.
Absesapikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke jaringan
periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang sebelumnya terjadi.
Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam jaringan. Pus ini
merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang mati, sel-sel darah
putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing dan racun yang dihasilkan
oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis kronis merupakan reaksi
pertahanan yang bertujuan untuk mencegah infeksi menyebar kebagian tubuh
lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang
subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau dengan
adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula merupakan ciri khas
dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran abnormal yang
terbentuk akibat drainasi abses.
Abses apikalis kronis pada tes palpasi dan perkusi tidak memberikan
respon non-sensitif, Sedangakn tes vitalitas tidak memberikan respon.
Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina
dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler.

6
Gambar 2.5. Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis
Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.

2. Klasifikasi fraktur gigi


2.1 Menurut Ellis dan Davey
Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut
banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu:
I. Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan
email.
II. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan
jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.
III. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan
menyebabkan terbukanya pulpa.
IV. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
V. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau
avulsi.
VI. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.
VII. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi.
VIII. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang
menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada
tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.
IX. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

7
2.2 Menurut WHO
I. Kerusakan pada jaringan keras gigi di rongga mulut
a. Enamel infraction
Mikrofraktur pada permukaan email tanpa kehilangan struktur gigi
Gambar 1 Enamel Infraction
(http://www.dentaltraumaguide.or
g/Permanent_Infraction_Descripti
on.aspx)

b. Fraktur email
Fraktur yang terjadi pada email, kehilangan sedikit struktur email
Gambar 2 Faktur Email
(http://www.dentaltraumaguide.org/
Permanent_enamel_fracture_Descri
ption.aspx)

8
c. Fraktur dentin
Fraktur pada dentin yang dapat disertai dengan hipersensitivitas dentin
dan belum ada keterlibatan pulpa
Gambar 3 Fraktur Dentin
(http://www.dentaltraumaguide.org
/Permanent_enamel-
dentin_fracture_Description.aspx)

d. Fraktur mahkota complicated (fraktur email-dentin-pulpa)


Fraktur mahkota disertai dengan pulpa terbuka bisa vital atau non vital
Gambar 4 Fraktur Mahkota
Complicated
(http://www.dentaltraumaguide.o
rg/Permanent_enamel-dentin-
pulp_fracture_Description.aspx)

e. Crown – root fracture (tanpa keterlibatan pulpa)


Fraktur yang melibatkan email, dentin, dan sementum yang tidak
disertai dengan keterlibatan pulpa

9
Gambar 5 Crown-root Fracture
(http://www.dentaltraumaguide.org/
Permanent_Crown-
root_fracture_without_pulp_involve
ment_Description.aspx)

f. Crown – root fracture (disertai keterlibatan pulpa)


Fraktur yang melibatkan email, dentin, dan sementum yang disertai
dengan pulpa terbuka

Gambar 6 Crown-root Fracture


(http://www.dentaltraumaguide.
org/Permanent_Crown-
root_fracture_with_pulp_involv
ement_Description.aspx)

10
II. Kerusakan pada jaringan periodontal / jaringan pendukung gigi
a. Fraktur akar
Fraktur pada akar gigi yang melibatkan sementum, dentin dan pulpa.
Fraktur akar dapat diklasifikasikan berdasarkan letak fragmen mahkota
(ekstrusi, intrusi, lateral ekstrusi)

Gambar 7 Fraktur Akar


(http://www.dentaltraumaguide.o
rg/Permanent_Root_fracture_Des
cription.aspx)

b. Concussion
Kerusakan pada jaringan periodontal tanpa disertai perpindahan gigi
atau mobilitas. Terdapat rasa sakit saat perkusi

Gambar 8 Concussion
(http://www.dentaltraumaguide.or
g/Permanent_Concussion_Descrip
tion.aspx)

11
c. Subluksasi
Kerusakan pada jaringan periodontal dengan peningkatan mobilitas,
namun posisi gigi tidak berubah. Biasanya disertai dengan kelainan
pada pulpa karena kerusakan suplai darah ke pulpa dan jaringan
periodontal. Terdapat perdarahan pada sulkus gingiva

Gambar 9 Subluksasi
(http://www.dentaltraumaguide
.org/Permanent_Subluxation_D
escription.aspx)

d. luksasi extrusi
Mobilitas gigi akibat trauma disertai keluarnya sebagian gigi dari
soketnya. Ligamen periodontal lepas sebagian atau total. Soket tulang
Gambar 10 Luksasi Extrusi
(http://www.dentaltraumaguide
.org/Permanent_Extrusion_Des
cription.aspx)

alveolar intak.
e. luksasi lateral

12
Mobilitas pada gigi akibat trauma disertai perpindahan gigi ke arah
lateral, keluar dari aksis gigi. Jaringan periodontal lepas sebagian atau
total. Disertai fraktur tulang alveolar di labial atau palatal/lingual  jika
terjadi di kedua sisi  diagnosis : faktur alveolar. Pada banyak kasus ,
gigi terdesak ke tulang  mobilitas (-)

Gambar 11 Luksasi Lateral


(http://www.dentaltraumagui
de.org/Permanent_Lateral_lu
xation_Description.aspx)

f. Luksasi intrusi
Mobilitas pada gigi akibat trauma disertai perpindahan gigi ke arah
apical. Terjadi kerusakan pada sementum dan periodontal disertai
dengan fraktur pada soket alveolar.

Gambar 12 Luksasi Intrusi


(http://www.dentaltraumaguide
.org/Permanent_Intrusion_Des
cription.aspx)

13
g. Avulsi
Lepasnya gigi dari alveolus, dan soket kosong atau terisi jendalan darah

Gambar 13 Avulsi
(http://www.dentaltrauma
guide.org/Permanent_Avu
lsion_Description.aspx)

III. Kerusakan pada jaringan lunak dan fraktur tulang alveolar.


a. Fraktur alveolar
Fraktur pada prosesus alveolaris. Jika gigi yang terlibat >1 : luksasi
dengan arah yang bersamaan.

Gambar 14 Faktur Alveolar


(http://www.dentaltraumag
uide.org/Permanent_Alveol
ar_Fracture_Description.as
px)

3. Bakteri Pyogenikum

14
Infeksi pada abses periapikalakut merupakan infeksi mikrobial yang bersifat
campuran (polimikrobial), biasanya terdiri dari dua kelompok mikroorganisme
atau lebih. Karena flora normal di dalama mulut terdiri dari kuman gram positif
dan aerob serta anaerob gram negatif maka yang menyebabkan infeksi tentu saja
jenis kuman tersebut. Secara umum biasanya bakteri yang terllibat dalam abses
periapikal adalah bakteri Strepcoccus mutans dan Staphylococcus aureus serta
mikroorganisme yang berbentuk batan dan anaerob. Abses merupakan rongga
patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri
yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu
Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus
dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya
untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim
utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase,
streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat
merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti.
Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans memiliki 3
macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim
hyaluronidase. Enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan
ikat (hyalin/hyaluronat), dari namanya “hyaluronidase”, artinya adalah enzim
pemecah hyalin/hyaluronat. Fungsi jembatan antar sel, sebagai transpor nutrisi
antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan
penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat
diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat
terancam rusak/mati/nekrosis.
S.mutans mengakibatkanjaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, dan masuk ke jaringan yang lebih dalam,
yaitu jaringan periapikal.
Tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi
pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi
abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu
baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, terjadinya respon
inflamasi ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya
tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih

15
kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil
sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu
merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar S.mutans, untuk
membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering
kita kenal sebagai membran abses. S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari
reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja
yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan
pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus.
jadi, rongga yang terbentuk oleh bakteri tadi terisi oleh pus yang konsistensinya
terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan),
jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.
Kemudian ada juga flora mulut yang paling sering terlibat dalam infeksi
piogenik submukosal rongga mulut seperti Streptococcus indigenus, spesies
aerob terutama Bacteroides, Fusobacterium, kokus anaerob, dan spesies
Actinomyces. Baru-baru ini Bacteroides fragilis telah terinfeksi dalam bakteri
piogenik. Actinomyces spp , bakteri ini merupakan bakteri anaerob fakultatif.
Jenis bakteri ini biasanya menyebabkan granuloma, serta abses yang disertai
fistula. Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif yang biasanya banyak
ditemukan pada periodontitis apikalis.

4. Pola penyebaran bakteri


1) Melalui mahkota atau akar setelah terbukanya pulpa karena trauma, melalui
tubuli dentin setelah invasi karies, prosedur restoratif termasuk preparasi
mahkota, dan restorasi yang bocor, serta melalui resorpsi eksternal atau
internal yang dapat mengarah ke terbukanya pulpa
2) Jaringan periodontal melalui tubuli dentin yang terbuka, saluran lateral dan
saluran aksesori atau foramina apikal dan lateral
3) Rute limfatik atau hematogenus (anakoresis). Anakoresis, lokalisasi bakteri
transien dalam darah ke daerah terinflamasi, seperti pulpa yang terkena
trauma atau terinflamasi. Ketika infeksi akut, pembuluh darah sedang
vasodilatasi dan bakteri yang sedang infeksius (Karasutisna, 2001).

16
17
B. Hasil Diskusi dan Pembahasan
1. Abses Periapikalis Kronis
Periodontitis apikalis kronis biasanya diawali dengan periodontitis apikalis akut
atau abses apikalis. Peridontitis apikalis kronis merupakan proses inflamasi yang
berjalan lama dan lesi berkembang dan membesar tanpa ada tanda dan gejala
subyektif. Tes vitalitas tidak memberikan respon karena secara klinis pulpa yang
terlibat telah nekrosis. Tes perkusi memberi respon non-sensitif, sedangkan untuk
tes palpasi memberikan respon non sensitif. hal ini menunjukkan keterlibatan
tulang kortikal dan telah terjadi perluasan lesi ke jaringan lunak.
Secara radiografis periodontitis apikalis kronis menunjukkan perubahan
gambaran dasar radiolusen periapikal. Perubahan berawal dari penebalan
ligamentum periodontal dan resopsi lamina dura kemudian terjadi destruksi
tulang periapikal.
Secara histologi periodontitis apikalis kronis dapat digolongkan menjadi
menjadi granuloma dan kista. Granuloma merupakan jaringan granulasi yang
terbentuk sebagai respon jaringan periapikal yang kronis terhadap inflamasi dan
proses nekrosis jaringan pulpa. Pembentukan granuloma dimulai dengan
terjadinya proliferasi sel epitel di periapeks, sehingga membentuk jaringan
granulasi akibatnya sel yang berada di tengah masa epitel tidak mendapatkan
suplai nutrisi. Tekanan dalam jaringan granulasi membesar dan menekan jaringan
sehat serta tulang di sekitarnya, sehingga terjadi resopsi tulang yang terlihat
secara radiografis. Kista radikuler merupakan rongga patologis di daerah
periapikal yang berisi cairan semifluid dan dilapisi sel-sel epitel yang merupakan
hasil dari peradangan akibat nekrosis pulpa.

1.1 Gambaran Klinis


Pada gigi 11
- Terdapat fraktur pada mahkota gigi
- Gigi berubah warna
- Perkusi (+) / terasa sakit

Pada gigi 21

- Terdapat fraktur hingga dentin


- Gigi asimtomatik

18
- Jarang terjadi pembengkakan pada mukosa sekitar
- Perkusi agak sakit dan agak goyang (+)
- Palpasi sakit (+)
- Rangsang thermal negatif / vitalitas (-)
- Terdapat fistula

1.2 Gambaran Radiografi

Gambaran radiografis abses apikalis kronis terlihat putusnya lamina


dura hingga kerusakan jaringan periradikuler dan interradikuler. Terlihat
gambaran radiolusen berbatas difuse

Gambar : Gambaran radiografi dari abses periapikal kronis

Sumber : Ingle J.I. Endodontics 5th ed. 2002.p.186.

19
Gambar 3. Periapikal abses. Terlihat adanya overlapping radiolusen pada
bagian palatum. Pada keempat insisif terlihat adanya nekrosis pulpa.

(Sumber: Oral & Maxillofacial Pathology, 2nd ed.)

1.3 Etiologi
- Trauma, dapat berupa iritasi kimia atau mekanis
- Karies atau adanya kavitas terbuka sehingga invasi bakteri terjadi
- Iritasi pada saat perawatan, contohnya perawatan saluran akar gigi 11
abses
- Riwayat dari perawatan endodotontik dari akar gigi 11, contohnya seperti
obturasi saluran akar yang tidak hermetis
- Perkembangan dari abses periapikal akut

1.4 Diagnosis Banding

- Pulpitis ireversibel :
Gejala: nyeri spontan atau parah terhadap suatu stimulus
Pemeriksaan Radiografi: tidak ada perubahan periapikal, kec: condensing
osteoitis
Tes vitalitas pulpa: memberi respon (dengan nyeri yang ekstrem)
Tes perkusi/palpasi: kadang-kadang memberi respon sensitif/ tidak
- Abses periodontal :

20
Abses periodontal adalah suatu inflamasi purulen yang terlokalisir pada
jaringan periodonsium. Lesi ini disebut juga dengan abses periodontal
lateral atau abses parietal. Abses periodontal diketahui sebagai lesi yang
dapat dengan cepat merusak jaringan periodonsium terjadi selama periode
waktu yang terbatas serta mudah diketahui gejala klinis dan tanda-
tandanya seperti akumulasi lokal pus dan terletak di dalam saku
periodontal.

1.5 Patofisiologi
Abses Periapikal di awali dengan infeksi bakteri yang terdapat pada
karies gigi yang menyebabkan nekrosis pulpa, abses merupakan rongga
patologis yang berisi pus yang di sebabkan oleh infeksi bakteri campuran.
Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu
Staphylococcus Aureus dan Streptococcus Mutans, di dalam Staphylococcus
Aureus terdapat enzim koagulase yang fungsinya mendeposisi fibrin,
sedangkan Streptococcus Mutans memiliki 3 enzim Streptokinase,
Streptodonase, Hyaluronidase yang memiliki fungsi destruktif yang
menyebabkan rusaknya jembatan antar sel, jembatan antar sel memiliki fungsi
untuk sebagai transpor nutrisi antar sel dll. Jika jembatan antar sel rusak dalam
jumlah besar maka dapat mengancam kelangsunganhidup sel dan dapat
menyebabkan pulpa nekrosis. Akibatnya jaringan pulpa mati dan menjadi
media perkembangbiakan bakteri yang baik sebelum mencapai jaringan
periapikal. Kondisi Abses Periapikal Kronis di pengaruhi oleh ketahanan host
dan juga virulensi bakteri. Yang terbantuk pada daerah periapikal adalah
pembentukan rongga patologis yang di sertai dengan pembentukan pus yang
sifatnya berkelanjutan apabila tidak di beri penanganan. Adanya keterlibatan
bakteri dalam jaringan periapikal tentunya mengundang respon inflamasi
pada daerah yang terinfeksi. Staphylococcus Aureus dan Streptococcus
Mutans bersinergi untuk membentuk sebuah wilayah pseudomembran yang
terbuat dari jaringan ikat yang di knal dengan membran abses. Pembentukan
pus dibentuk oleh bakteri pyogenik salah satunya adalah Staphylococcus
Aureus. Sel sel limfosit akan memfagosit bakteri pyogenik lalu akan mati dan
terbentuklah suatu pus yang mengisi rongga patologi dari suatu abses. Secara
ilmiah abses akan terus mencari jalan keluar inilah yang di sebut pola

21
penyebaran abses. Pola Penyebaran abses di pengruhi oleh 3 faktor yaitu :
virulensi bakteri, ketahanan host, dan perlekatan jaringan otot.
1.6 Perawatan
1.6.1 Drainase

1.6.1.1 Insisi
Insisi pada abses memberikan drainase dan pengeluaran bakteri dari
jaringan dibawahnya.
Prinsip Insisi:
a. Insisi pada daerah yang sehat bila keadaan memungkinkan,
insisi pada daerah yangmengalami fluktuasi paling besar akan
menyebabkan bekas luka yang sulit hilang.
b. Daerah insisi pada daerah yang terlindungi, sehingga bekas
sayatan tidak tampak.
c. Jika memungkinkan lakukan insisi pada daerah yang terendah
dari abses.
d. Bersihkan semua eksudat dalam rongga abses.
e. Stabilisasi posisi drain dengan jaringan lunak sekitarnya.
f. Gunakan drain ekstra oral.
g. Jangan gunakan drain yang sama pada waktu yang lama.
h. Bersihkan di sekitar luka dari darah dan debris.
Hal-hal lain yang harus diperhatikan pada tindakan insisi adalah
1) Irigasi dengan normal saline pada daerah pembengkakan
untuk menghilangkandebris dan merubah lingkungan yang
mendukung perkembangan bekteri menjadi sebaliknya.
2) Dilakukan insisi yang cukup besar untuk memasukkan drain
sehingga pembukaannya akan bertahan cukup lama, drain
dimasukkan dan dipertahankandengan jahitan.
3) Dilakukan penggantian drain setiap hari sampai tidak ada lagi
pengeluaran pus
4) Dilakukan perawatan pendukung dengan antibiotik dan
analgesik
5) Perlu ditekankan penderita harus makan dan minum cukup

22
6) Penderita harus memantau adanya gejala penyebaran infeksi
berupa demam,meningkatnya rasa sakit dan trismus atau
disfagia.
7) Faktor etiologi harus dihilangkan baik dengan cara kuretase,
ekstirpasi pulpa atau pencabutan
8) Apabila keadaan tidak membaik maka dilakukan peningkatan
dosis antibiotik atau sebaiknya dilakukan konsultasi ke ahli
bedah mulut.
Prosedur
1. Siapkan perlengkapan sebagai berikut:
a. Apron
b. Sarung tangan
c. Masker wajah dengan pelindung
d. Povidone iodine atau chlorhexidine
e. Kasa steril
f. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine
g. Spuit 5-10 ml.
h. Jarum.
i. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya.
j. Klem bengkok
k. Normal saline dengan bengkok steril
l. Spuit besar tanpa jarum
m. Gunting
n. Plester
2. Persiapan.
a. Minta persetujuan tindakan dokter kepada pasien atau
keluarga dekatnya
b. Pastikan identitas pasien, tempat pembedahan
c. Cuci tangan dengan sabun antibakteri dan air
d. Pakai sarung tangan dan pelindung muka
e. Letakkan semua perlengkapan pada tempat yang mudah
diraih, diatas mejatindakan.

23
f. Posisikan pasien sehingga daerah drainase terpapar penuh
dan dapat dicapai secara mudah dan kondisinya nyaman
untuk pasien
g. Pastikan cahaya yang memadai agar abses mudah dilihat
h. Bersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau
povidon iodine, dengan gerakan melingkar, mulai pada
puncak abses
i. Tutupi daerah disekitar abses untuk mencegah
kontaminasi alat
j. Anestesi atas abses dengan memasukkan jarum dibawah
dan sejajar dengan permukaan kulit.
k. Suntikkan obat anestesi ke dalam jaringan intra dermal
l. Teruskan infiltrasi sampai anda sudah mencapai seluruh
puncak dari abses yangcukup besar untuk menganestesi
daerah insisi.
3. Prosedur Insisi dan drainase abses
a. Pegang skalpel dengan jempol dan jari telunjuk untuk
membuat jalan masuk keabses
b. Buat insisi secara langsung diatas pusat abses kulit
c. Insisi harus dilakukan sepanjang aksis panjang dari
kumpulan cairan
d. Kendalikan skalpel secara berhati-hati selama insisi untuk
mencegah tusukanmelalui dinding belakang
e. Perluas insisi untuk membuat lubang yang cukup lebar
untuk drainase yangmemadai dan mencegah pembentuk
abses yang berulang
f. Tekan isi abses
g. Masukkan klem bengkok sampai anda merasakan tahanan
dari jaringan sehat,kemudian buka klem untuk
menghancurkan bagian dalam dari rongga abses
h. Teruskan penghancuran lokulasi dalam gerakan memutar
sampai seluruh rongga abses sudah dieksplorasi
i. Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa
jarum

24
j. Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses
jernih
k. Upayakan agar dinding abses tetap terpisah dan
memungkinkan drainase dari debris yang terinfeksi
4. Perawatan lanjutan
a. Untuk abses sederhana tidak perlu antibiotika.
b. Untuk selulitis yang luas dibawah abses gunakan
antibiotika
c. Tutup luka abses dengan kasa steril
d. Keluarkan semua benda-benda dari abses dalam beberapa
hari
e. Jadwalkan kontrol 3 hari sesudah prosedur untuk
mengeluarkan bahan-bahan dari luka
f. Minta kepada pasien untuk kembali sebelum jadwal bila
ada tanda-tanda perburukan, meliputi kemerahan,
pembengkakan, atau adanya gejala sistemik seperti
demam
1.6.1.2 Punctiea
Punctie (biasa diartikan tusukan) adalah prosedur medis
dimana jarum digunakan untuk membuat rongga yang bertujuan
mengeluarkan darah , cairan atau jaringan dari tubuh untuk
pemeriksaan pada setiap kelainan pada sel atau jaringan. Punctie yang
merupakan praktek memasukkan jarum atau membuat sebuah lubang
kecil di jaringan, organ, untuk mengekstrak gas, cairan atau sampel.
Pada tusukan, dapat mencapai superficial. Tindakan pungsi bertujuan
bertujuan untuk menegakkan diagnosis sekaligus untuk maksud
terapi juga untuk mengurangi pus yang ada, sehingga pada saat insisi
nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar (menghindari terjadinya
aspirasi).
Kelebihan
1. Mudah dikerjakan.
2. Dikerjakan sekaligus untuk keperluan diagnosis dan terapi,
sehingga trauma jaringan lebih kecil.
3. Tidak menakutkan penderita.

25
4. Metode lebih mudah, aman dan murah. Pungsi hanya
memerlukan alat berupa alat suntik (semprit dan jarum no.18
G) dan spatula lidah, sedangkan insisi memerlukan alat suntik
untuk diagnosis, pisau lengkung, alat penghisap atau kain kasa
penghisap untuk mencegah terjadinya aspirasi.
Teknik Pungsi
Sebuah tusukan dilakukan dengan jarum atau trocar (kanul
memotong atau menusuk). Tempat masuk menusuk kulit. Instrumen
yang digunakan harus dinyatakan steril, setelah pemeriksaan klinis,
pasien mungkin bisa dilakukan sinar-X. Kulit didesinfeksi, dalam
anestesi local/umum. Sampel yang diambil kemudian akan diperiksa
histologis (biopsi) atauditempatkan di laboratorium diagnostik.
Eksplorasi tusukan untuk mendirikan atau mengkonfirmasikan
diagnosis. Pada infeksi rongga mulut yang sering menggunakan cara
pengobatan dengan punctie adalah apabila diagnosanya adalah abses
peritonsil. Dimana punctie dilakukan terlebih dahulu sebelum
dilakukan perawatan lanjutan berupa insisi drainase. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi pus yang ada, sehingga pada saat
insisi nanah tidak terlalu banyak mengalir ke luar (menghindari
terjadinya aspirasi).

1.6.1.3 Open Bur


Rongga patologis yang berisi pus ( abses ) bisa terjadi dalam
daerah periapikal, yang notabene adalah didalam tulang. Untuk
mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras
tulang, mencapai jaringan lunak. Jika periosteum sudah tertembus
oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya,
prosesinfeksi ini akan menjalar menuju facial space terdekat, karena
telah mencapai area jaringan lunak. Terapi menggunakan drainase
dengan cara insisi jaringan lunak dimana pus tersebut ada pada
jaringan keras tersebut kemudian bur tulang hingga mencapai rongga
berisi pustersebut, kemudian masukkan hemostat hingga kedalaman
rongga pus tersebut. Selanjutnya rubber drain setelah drainase.

26
1.6.1.4 Memakai Jarum Ekstirpasi
Drainase menggunakan jarum ekstirpasi pada abses periapikal.
Gigi nekrosis dengan pembengkakan terlokalisasi atau abses alveolar
akut atau disebut juga abses periapikal/periradikuler akut adalah
adanya suatu pengumpulan pus yang terlokalisasi dalam tulang
alveolar pada apeks akar gigi setelah gigi nekrosis. Biasanya
pembengkakan terjadi dengan cepat, pus akan keluar dari saluran akar
ketika kamar pulpa di buka. Perawatan abses periapikal akut :
1. Mula-mula dilakukan buka kamar pulpa
2. Kemudian debridemen saluran akar yaitu pembersihan dan
pembentukan saluran akar secara sempurna bila waktu
memungkinkan.
3. Lakukan drainase dengan menggunakan jarum ekstirpasi untuk
meredakan tekanandan nyeri serta membuang iritan yang sangat
poten yaitu pus.
4. Pada gigi yang drainasenya mudah setelah pembukaan kamar
pulpa, instrumentasi harus dibatasi hanya di dalam sistem saluran
akar. Pada pasien dengan abses periapikal tetapi tidak dapat
dilakukan drainase melalui saluran akar, maka drainase dilakukan
dengan menembus foramen apikal menggunakan file kecil sampai
no. 25.
5. Selama dan setelah pembersihan dan pembentukan saluran akar,
lakukan irigasidengan natrium hipokhlorit sebanyak-banyaknya.
6. Saluran akar dikeringkan dengan poin kertas, kemudian diisi
dengan pasta kalsiumhidroksida dan diberi pellet kapas lalu
ditambal sementara (Grossman, 1988; waltonand torabinejad,
2002).
Beberapa klinisi menyarankan, jika drainase melalui saluran akar
tidak dapat dihentikan, kavitas akses dapat dibiarkan terbuka
untuk drainase lebih lanjut, nasihatkan pasien berkumur dengan
salin hangat selama tiga menit setiap jam. Bila perlu beri
resepanalgetik dan antibiotik. Membiarkan gigi terbuka untuk
drainase, akan mengurangikemungkinan rasa sakit dan
pembengkakan yang berlanjut (Grossman, 1988, Bence,1990).

27
Penatalaksanaan kasus-kasus dengan pembengkakan paling baik
ditangani dengan drainase, saluran akar harus dibersihkan dengan
baik. Jika drainase melalui saluran akar tidak mencukupi, maka
dilakukan insisi pada jaringan yang lunak dan berfluktuasi.
Saluran akar harus dibiarkan terbuka dan lakukan debridemen,
kemudian beri pastakalsium hidroksida dan tutup tambalan
sementara. Sebaiknya diberi resepantibiotik dan analgetik
(Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002).

1.6.1.5 Ekstraksi Gigi


Teknik Drainase Dengan Cara Pencabutan Gigi. Drainase
menggunakan teknik ini digunakan pada kasus yang jika cairan tersebut berada di
sekitar apikal gigi misalnya abses periapikal. Cara-caranya adalah seperti pada
pencabutan gigi pada umumnya.
1. Gigi insisivus atas dicabut dengan menggunakan tang #150, dengan
pinch grasp dan tekanan lateral (fasial/lingual) serta rotasional.
Tekanan lateral lebih ditingkatkan padaarah fasial, sedangkan
tekanan rotasional ke arah mesial.
2. Gigi insisivus bawah dicabut dari posisi kanan atau kiri belakang
dengan menggunakan tang #150 dan Sling grasp. Tekanan
permulaan adalah lateral dengan penekanan ke arahfasial. Ketika
mobilisasi pertama dirasakan, kombinasi dengan tekanan
rotasional sangat efektif.
3. Gigi kaninus atas sangat sukar dicabut karena memiliki akar yang
panjang dan tulang servikal yang menutupinya padat dan tebal.
Gigi ini dicabut dengan cara pinch grasp.Tang yang digunakan
#150 dipegang dengan telapak tangan ke atas. Ada alternative
untuk gigi ini yaitu dengan menggunakan tang kaninus khusus,
#1. Tekanan pencabutan yang utama adalah ke lateral terutama
fasial, karena gigi terungkit ke arah tersebut. Tekanan rotasional
digunakan untuk melengkapi tekanan lateral, biasanya dilakukan
jikasudah terjadi sedikit luksasi.
4. Gigi kaninus bawah dicabut dengan tang #151, yang dipegang
dengan telapak tangan ke bawah dan sling grasp. Tekanan yang

28
diberikan adalah tekanan lateral fasial, karena arah pengeluaran
gigi adalah fasial. Tekanan rotasional bias juga bermanfaat.
5. Gigi premolar atas dicabut dengan tang #150 dipegang dengan
telapak ke atas dandengan pinch grasp.
6. Premolar pertama dicabut dengan tekanan lateral; ke arah bukal
yang merupakan arah pengeluaran gigi. Gerakan rotasional
dihindarkan karena gigi premolar pertama atas ini memiliki dua
akar. Aplikasi tekanan yang hati-hati pada gigi ini untuk
mengurangi terjadinya fraktur akar. Fraktur pada gigi ini bias
diperkecil dengan membatasi gerak ke arah palatal. Gigi premolar
kedua biasanya mempunyai akar yang tunggal dan dicabut yang
sama dengan gigi kaninus atas. Tang #150 digunakan kembali
dengan tekanan lateral, yaitu bukal serta lingual. Pada waktu
mengeluarkan gigi ke arah bukal, digunakan kombinasi tekanan
rotasional dan oklusal.
Gigi premolar bawah, cara pencabutannya sangat mirip dengan
teknik pencabutan gigiinsisivus bawah. Tekanan yang terutama
diperlukan adalah lateral/bukal, tetapi padaakhirnya bias
dikombinasi dengan tekanan rotasi. Pengeluaran gigi ini ke arah
bukal.
7. Gigi molar atas dicabut dengan menggunakan tang #150, #53 atau
#210, dipegang dengan telapak tangan ke atas dan pinch grasp.
Tang #210 walaupun ideal untuk pencabutan molar ketiga atas,
dianggap universal dan dapat digunakan untuk molar pertama
dan kedua kanan dan kiri atas. Tekanan pencabutan utama adalah
ke arah bukal yaitu arah pengeluaran gigi.
8. Gigi molar bawah dicabut dengan menggunakan tang #151, #23,
#222. Tang #17 bawah, mempunyai paruh yang lebih lebar, yang
didesain untuk memegang bifurkasi danmerupakan pilihan yang
lebih baik asalkan mahkotanya cocok. Tekanan lateral
untuk permulaan pencabutan gigi molar adalah ke arah lingual.
Tulang bukal yang tebal menghalangi gerakan ke bukal dan pada
awal pencabutan gerak ini hanya mengimangi tekanan lingual
yang lebih efektif. Gigi molar sering dikeluarkan ke arah lingual.

29
Arti istilah
 Pinch grasp adalah teknik menggunakan elevator atau tang
yang efektif tergantung pula pada retraksi pipi atau bibir dan
stabilitas prosesus alveolaris.Pinch grasp terdiri
darimemegang prosesus alveolaris di antara ibu jari dan
telunjuk dengan tangan yang bebas.
 Sling grasp mandibula memungkinkan retrraksi pipi/lidah,
memberikan dukungan padamandibula.biasanya dukungan
diperoleh dengan memegang mandibula di antara ibu jaridan
telunjuk dengan tangan yang bebas. Sehingga dengan ini TMJ
terlindung daritekanan tang yang berlebihan.

1.6.2 Perawatan saluran akar gigi non-vital


EndoIntrakanal
EndoIntrakanal adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa
yang sudah mati seluruhnya. Endo intrakanan merupakan perwatan
untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat
irreversibel atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang
luas. Jika seluruh jaringan pulpa dan kotoran di angkat serta saluran
akar diisi dengan baik akan diperoleh hasil perawatan yang baik pula.
Tahapan perawatan endoIntrakanal sama dengan perawatan
pulpektomi, perbedaan perawatannya adalah pemeriksaan anestesi,
pada perawatan endointrakanal tidak memerlukan anestesi karena
gigi dalam kondisi non vital
1.6.2.1 Indikasi endointrakanal
- Nekrosis pulpa totalis
- Perawatan ulang
- Kelainan periapikal
1.6.2.2 Kontraindikasi endointrakanal
- OH jelek
- Tidak mempunyai nilai estetik / fungsional
- Fraktur dengan arah vertikal
- Mengganggu pertumbuhan gigi tetangga

30
- Resorbsi interna / eksterna meliputi setengah akar

1.6.2.3 Langkah-langkah perawatan endo intrakanal :


1) Pembuatan foto Rontgen.
Untuk mengetahui panjang dan jumlah saluran akar
serta keadaan jaringan sekitar gigi yang akan dirawat.
2) Daerah operasi diisolasi dengan rubber dam untuk
menghindari kontaminasi bakteri dan saliva.
3) Jaringan karies dibuang dengan bor fisur steril. Atap
kamar pulpa dibuang dengan menggunakan bor bundar
steril kemudian diperluas dengan bor fisur steril.
4) Jaringan pulpa di kamar pulpa dibuang dengan
menggunakan ekskavatar atau bor bundar kecepatan
rendah.
5) Kamar pulpa dibersihkan dari sisa-sisa jaringan pulpa
yang telah terlepas kemudian diirigasi dan dikeringkan
dengan cotton pellet steril. Jaringan pulpa di saluran
akar dikeluarkan dengan menggunakan jarum
ekstirpasi dan headstrom file.
6) Saluran akar diirigasi dengan akuades steril untuk
menghilangkan kotoran dan darah kemudian
dikeringkan dengan menggunakan paper point steril
yang telah dibasahi dengan formokresol kemudian
diaplikasikan ke dalam saluran akar selama 5 menit.
7) Saluran akar diisi dengan pasta mulai dari apeks
hingga batas koronal dengan menggunakan jarum
lentulo.
8) Lakukan lagi foto rontgen untuk melihat ketepatan
pengisian.
9) Kamar pulpa ditutup dengan semen, misalnya dengan
semen seng oksida eugenol atau seng fosfat.
10) Selanjutnya gigi di restorasi dengan restorasi
permanen.

31
C. Kerangka Konsep

TRAUMA

FRAKTUR KLASIFIKASI FRAKTUR

PERAWATAN SALURAN AKAR

KLASIFIKASI LESI PERIAPIKAL

ABSES PERIAPIKAL KRONIS  PERODONTITIS AKUT


 PERIODONTITIS KRONIS
 ABSES PERIAPIKAL AKUT
 ABSES PERIAPIKAL
KRONIS
GAMBARAN KLINIS

PERAWATAN

DRAINASE ENDOINTRAKANAL OBAT (ANALGESIK


DAN ANTIBIOTIK)

32
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa abses periapikal
merupakan suatu inflamasi yang mengandung pus di daerah periapikal, yang dapat
bersifat kronis maupun akut, abses periapikal yang bersifat kronis akan ditandai
dengan adanya sebuah pustula.
Penyebab inflamasi dan infeksi yang utama adalah bakteri-bakteri pyogenik.
Bakteri-bakteri ini dapat menyebabkan abses periapikal melalui jalan masuk berupa
karies yang berlanjut dengan nekrosis pulpa dan dapat terjadi akibat fraktur yang
sampai mmengenai kamar pulpa. Abses periapikal dapat didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis dan gambaran radiograf. Penatalaksanaan abses periapikal dapat
dilakukan dengan pengobatan seperti antibiotik dan drainase.

33
DAFTAR PUSTAKA

Braham RL, Morris ME. Textbook of pediatric Dentistry. USA: williams and Wilkias,
1980: 264
Grossman LI. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa, Rafiah abiyono. Editor,
Sutatmi Suryo. Ed 11. Jakarta: EGC, 1995: 303-4.
Ingle, J. I. dan Bakland, L. K., Endodontics 5th ed., BC Decker Inc, London.2002. p.180
Karasutisna, t., 2001, Odontogenic Infection, 1th ed, Bandung : Bagian Bedah Mulut
Fakultas Kedokteran Gigi Unpad, p.1-12
Neville, B.W., Dauglas, D.D., Allen CM., Bouqout JE., 2002, Oral and Maxillofacial
Pathology, 2nd ed., Philadelphia: W.B. Saunders Company
Walton, R. and Torabinejad, M., 2002, Principle and Practice of Endodontics, 2nd ed.,
Philadelphia : W.B. Saunders Co. weine, F.S., 1996, Endodontic Therapy 5th ed., St.
Louis: Mosby Year Book. Inc.

34

Anda mungkin juga menyukai