Anda di halaman 1dari 25

Nama Peserta : dr.

Farra Martaningga
Nama Wahana : RSUD Cileungsi
Topik : Difteri
Tanggal (kasus) : 29 Juli 2017 Presenter : dr. Farra Martaningga
Nama Pasien : An. MG No. RM : 08.18.74
Tanggal Presentasi : Agustus 2017 Pendamping : dr. Aprizal, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Cileungsi DPJP: dr. Fiona, Sp.A
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik   Manajemen   Masalah   Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak   Remaja  Dewasa   Lansia  Bumil


 Deskripsi : Anak, laki-laki 4 tahun sesak
 Tujuan :
menegakkan diagnosis dan menangani pasien dengan gangguan pernafasan di IGD
Bahan bahasan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus   Audit
Cara membahas  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
dan diskusi 
Data pasien : Nama : An. MG No CM :
07.74.38
Nama RS : RSUD Cileungsi Telp : 021-89934667
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
Difteri
2. Riwayat Pengobatan :
Sebelumnya pasien sudah berobat ke RS Mery Cileungsi dan dirujuk k RSUD Cileungsi
karena ruang isolasi penuh

3. Keluhan Utama
4. Sesak Nafas
5. Riwayat kesehatan/penyakit :
Pasien datang ke IGD RSUD Cileungsi pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 00.26 WIB
diantar keluarga dengan keluhan sesak nafas, dan leher bengkak ± 2 hari SMRS.

tiga hari sebelumya pasien mengeluhkan demam tinggi . Demam terus menerus. Pasien sudah
diberikan obat penurun panas, namun panas tidak turun. Keluhan demam disertai menggigil disangkal.
Keluhan demam disertai mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan pilek dan nyeri ketika menelan
juga dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS, pasien dan 3 malam ini pasien tidak tidur, ngelantur,
lemas, suara nafas seperti orang mengorok dan muntah setiap makan dan minum, buang air kecil
jarang. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
 Riwayat Tb : Disangkal
 Riwayat Alergi : Disangkal
 Riwayat Asma : Disangkal
 Riwayat Hepatitis : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga :


. Tidak ada anggota keluarga yang menderita sakit seperti ini

Riwayat Kehamilan dan persalinan :


Selama hamil ibu tidak pernah menderita penyakit berat, ibu tidak mengkonsumsi obat-
obatan selama hamil, tidak pernah mendapat penyinaran selama hamil, tidak ada kebiasaan
merokok dan minum alcohol. Anak lahir spontan ditolong oleh bidan. Kehamilan cukup
bulan.dan saat lahir anak langsung menangis kuat.

Kesan : Neonatus aterm, lahir normal pervaginam

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas .

Riwayat Pemberian obat :


Tidak ada

Riwayat Tumbuh Kembang


- Pertumbuhan gigi pertama : 7 bulan
- Psikomotor :
Tengkurap : 6 bulan
Duduk : 8 bulan
Berdiri : 10 bulan
Bicara : 14 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal.

3. Lain-lain :

 PEMERIKSAAN FISIK :
 KU : tampak sakit sedang
 Kesadaran : compos mentis
 Vital signs :
Nadi : 118 x/menit,
Frekuensi napas : 28 x/menit,
Suhu : 38,6 °C
 Berat Badan : 15 kg
 SpO2 99%
 Kepala: normocepha.
 Mata : mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), , reflex
cahaya (+/+).
 Hidung : napas cuping hidung (+/+), sekret (+/+)
 Telinga : Simetris kiri dan kanan, discharge (-/-).
 Mulut : Perioral sianosis (-) mukosa mulut kering (+)
 Leher : Bullneck (+), pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris , retraksi interkostal (-)

Palpasi : Simetris saat statis dan dinamis.

Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus cordis tidak teraba

Perkusi : Tidak ada pembesaran Jantung

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-).

Pulmo
Inspeksi : Simetris .

Palpasi : Fremitus kanan dan kiri simetris.

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.

Auskultasi : Vesikuler, rhonki (+/+), wheezing (+/+)

 Abdomen
Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani di ke empat kuadran abdomen

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, defans muskuler (-), tugor kulit kembali cepat

 Ekstremitas
Edema - - , akral dingin + +
- - + +
Capillary refill time > 2detik

Diagnosis Sementara

 Dispneu Ec Difteri

 Dehidrasi Berat

 EMERIKSAAN PENUNJANG :

 Laboratorium

Hematologi

Jumlah sel darah:


Hemoglobin : 12.8 g/dl (N)
Leukosit : 25000/ul (↑)
Hematokrit : 35 % ()
Eritrosit : 4,5x106/ul (N)
Trombosit : 158000/ul (N)
LED : 25 mm/jam (↑)

Index
MCV 78 (N)
MCH 28 (N)
MCHC 37 (N)

Differential
Basofil : 0 % (N)
Eosinofil : 0% (N)
Netrofil : 82 % (↑)
Limfosit : 13 % ()
Monosit : 6% (N)

Kimia Klinik:
GDS : 117 mg/dl (N)
Fungsi Liver :
SGOT : 89 u/l (↑)
SGPT : 28 u/l (N)

 ASSASEMENT
 Dispneu Ec Difteri
 Dehidrasi Berat
 Imbalance Elektrolit

 PENATALAKSANAAN
 Awal di IGD
 Oksigen Nasal Kanul 1 LPM
 IVFD loading RL 300 cc selanjutnya nilai ulang jika perbaikan turunkan tetesan RL
15 TPM
 Inj. Ondansentron 1,5 mg IV
 Inj. Parasetamol infus 15cc/150mg tiap 4-6 jam bila demam
 Pasang NGT
 Pasang kateter urin
 Pasang elektroda

 Konsul dr. Fiona Sp.A


 ICU isolasi
 IVFD Asering 20 gtt macro/6 jam selanjutnya 16 gtt macro
 Inj. Ondancetron 3 x 2 mg KP
 PCT 20 cc/4 jam
 Inj Meropenem 3 x 400 mg / drip st
 Inj. Amikasin 2 x 200 mg
 Nymiko drop 4 x 1 cc
 Pasang NGT + DC
 Jika syok resusistasi cairan dulu 20 cc/kgBB secepatnya
 Vit B1 dosis 3 x 100 mg s/d 10 hari
 Azitromisin Syr 1 x 3 ml
 EKG
 ADS (CITO), dosis Hari ke - 1 40.000 IU dalam 200 ml NaCl 0,9%, dosis Hari ke - 2 : 20.000
unit dalam 200 ml NaCl 0,9%.
 Profilaksis Eritromisin bagi yang kontak dengan pasien.

 FOLLOW UP

Date/tim S O A P
e

19/04/2 Penurunan KU/Kes : tampak Dispneu Ec


017 kesadaran, sesak lemas/somnolen Difteri  Terapi lanjut
napas, pucat TD : 105/50  Penolakan Rujuk
16.00 - Dehidrasi ICU
mmHg
Berat
N : 142 x/menit
6rregular, - Imbalance

filliformis Elektrolit

RR : 42 x / menit
S : 36.8 oC
SpO2 :99%
Pemeriksaan head
to toe : sama
dengan atas
19/04/2 Penurunan KU/Kes : tampak Advis dr.Fiona Sp.a
017 kesadaran,sesak lemas/somnolen  O2 3 lpm
napas, pucat TD : 105/50  Infused Assering
18.00
mmHg 800 cc/hari
N : 142 x/menit,  Terapi lain lanjut
6rregular,
filliformis
RR : 42 x / menit
S : 36.8 oC
SpO2 :99%
Pemeriksaan head to
toe : sama dengan
atas
PemerikksaanEKG
dan AGD

EKG

Analisa Gas Darah


Ph : 7.40 (N)
PCO2 : 16.6 ()
PO2 : 170.4 (↑)
Base Excess : 10.8 ()
Saturasi O2 : 99.6 (N)
TCO2 : 11 ()
HCO3 : 10.5 ()
19/04/2 N:64x/menit,lemah - Pemasangan
017 RR : 32 x / menit Infuse
S : 35.6 oC line tambahan
20.00
tapi tidak berhasil
- Advis
dr. Fiona Sp.A :
 Intubasi
19/04/2 N : tidak teraba -Dilakukan
017 RR: ? resusitasi jantung
dan paru, bagging
20.05

19/04/2 - N : tidak teraba - Epinephrine


017 RR: bagging ½ ampul
Suhu : 35.6 oC - RJP 1 siklus
20.10

19/04/2 N : tidak teraba RJP 1 siklus


017 RR: bagging
Suhu : 35.6 oC
20.20
19/04/2 Pupil Midriasis
017 (+/+)
RefleksCahaya -/-
20.25
N : tidak teraba
RR: bagging
EKG : Flat

19/04/20 Pasien dinyatakan -


17 meninggal di depankeluarga
pasien
20.30

Daftar Pustaka :
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed ke-2.
Jakarta: ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 312-21.
Feigin RD, Stechenberg BW, Nag PK. Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed.
Philadelphia:Saunders; 2009. p 1393-1401
Standard Operating Procedure Ilmu Kesehatan Anak Rumkital Dr. Komang Makes
2007. Diakses dari www.scribd.com
Tumbelaka AR, Hadinegoro SRS. Difteria, Pertusis, Tetanus. Dalam : Ranuh IGN, dkk.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005. h. 98-103

Hasil Pembelajaran :
1. Definisi, etiologi, pathogenesis klasifikasi dan Penatalaksanaan pada difteri

SUBJEKTIF :
keluhan sesak nafas, dan leher bengkak ± 2 hari SMRS. tiga hari sebelumya pasien
mengeluhkan demam tinggi . Demam terus menerus. Pasien sudah diberikan obat penurun
panas, namun panas tidak turun. Keluhan demam disertai menggigil disangkal. Keluhan
demam disertai mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan pilek dan nyeri ketika
menelan juga dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS, pasien dan 3 malam ini pasien tidak
tidur, ngelantur, lemas, suara nafas seperti orang mengorok dan muntah setiap makan dan
minum, buang air kecil jarang. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas.

OBJEKTIF:
Hasil pemeriksaan fisik mendukung diagnosis bronkopneumoni, anemia berat dan dengue syok
syndrome. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Pemeriksaan fisik: Tampak lemas, kesadaran : Somnolen, E = 2, V = 3, M = 5 , Tekanan
darah : 117/54 mmHg, nadi : 175 x/menit, iregular, filliformis, Frekuensi napas : 40
x/menit, tidak teratur, retraksi epigastrium (+) . Wajah tampak pucat, konjungtiva anemis
+/+, mata cekung +/+, napas cuping hidung +/+. Thoraks : retraksi intercostal (+)/(+),
ronchi +/+. Ekstremitas akral dingin (+)/(+), capillary refill time 3 detik.
- Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium hematologi didapatkan hemoglobin 1,7
g/dl, leukosit : 9200/ul , hematokrit 5 %, eritrosit : 0,8x106/ul , trombosit 12000/ul . MCV
63 () MCH 21 () MCHC 34 (N)
- Analisa Gas Darah Oksigen 5 lpm, S 37 : Ph : 7.40 (N), PCO2 : 16.6 (), PO2 : 170.4
(↑), Base Excess : 10.8 (), Saturasi O2 : 99.6 (N), TCO2 : 11 (), HCO : 10.5 ()

ASSESSMENT :
Dalam protofolio ini, pasien anak laki-laki 22 bulan berat 10 kg datang diantar orang
tuanya ke IGD dengan keluhan sesak napas dan pada pemeriksaan fisik didapatkan
penurunan kesadaran yang merupakan permasalahan utama penanganan di IGD. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang berupa hematologi pada pasien maka didapatkan
diagnosis : pica, anemia berat et causa suspect defisiensi besi, bronkopneumoni dan dengue
syok syndrome.
Sebelum mengarah pada permasalahan utama, terdapat diagnosis yang memperburuk
perjalanan penyakit pasien yaitu pica. Melalui anamnesis, di dapatkan diagnosis pica dimana
pasien sehari hari memiliki kebiasaan makan batu bata merah, yang dimulai saat anak berusia
1 tahun lebih. Ibu pasien mengakui juga memiliki kebiasaan memakan batu bata merah saat
sedang mengandung pasien. Pica adalah nafsu makan yang aneh yang terjadi lebih dari satu
bulan, yaitu menunjukan
nafsu makan terhadap berbagai salah satu obyek yang bukan tergolong makanan.
Kemungkinan penyebab pica diakibatkan oleh insufisiensi diet dan berhubungan
dengan pengaruh psikologis orang tua atau kerabat dekat. Manifestasi pada pica dapat berupa
infeksi parasite(paling sering cacing), gangguan pada ganstrointestinal dan penyakit-penyakit
kronik yang berhubungan dengan obyek yang bukan tergolong makanan seperti keracunan.

Adanya batuk dan demam diketahui bahwa pasien mengalami infeksi saluran pernafasan.
Adanya batuk yang kadang-kadang disertai sesak nafas menunjukkan pasien mengalami
kesulitan bernapasdan ini juga menunjukkan bahwa infeksi terjadi di saluran nafas bagian
bawah dan tidak ada riwayat tersedak. Maka kesulitan bernapas bukan disebabkan oleh
adanya aspirasi.
Tidak ada nya riwayat batuk lama dan demam malam hari serta tidak ada riwayat keluarga
batuk lama sementara dapat menyingkirkan kemungkinan pasien menderita TB, dan dari
anamnesis diketahui Tidak adanya riwayat alergi juga dapat menyingkirkan adanya asma. Dari
gejala-gejala ini, pasien di duga menderita bronkopneumonia, ditambah lagi dari pemeriksaan
fisik terdengar suara ronki basah halus nyaring pada auskultasi. Suara ronki ini dihasilkan oleh
adanya hantaran infiltrat atau konsolidasi yang terdengar saat akhir inspirasi. Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit didapatkan limfosit 77% (↑), netrofil 17 %(). Etiologi dari
bronkopneumonia pada pasien tidak diketahui, karena sulitnya melakukan kultur kuman
penyebab dan pemeriksaan penunjang radiolgi belum dilakukan. Namun adanya peningkatan
limfosit (limfositosis) di duga penyebabnya adalah virus bukan bakteri, dimana etiologi
tesering di Negara berkembang adalah bakteri sehingga untuk menegakan diagnosis pasti
belum dapat dilakukan.
Anemia secara umum didefi nisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin.1 Anemia bukan suatu keadaan spesifi k, melainkan dapat disebabkan
oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fi siologis. Anemia ringa hingga sedang mungkin
tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan
gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung,
dan gagal jantung. Klasifikasianemiamenurut kadar Hb (WHO dan Dep.Kes RI)

1. Normal : Kadar Hb dalam darah ≥ 11 gr%

2. Anemia Ringan : Kadar Hb dalam darah 8 - 10 gr%

3. Anema berat : Kadar Hb dalam darah < 8 gr

Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan
produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan
maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang lebih cepat.Kedua kategori tersebut tidak
berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi.Menentukan penyebab
anemiamerupakan langkah yangpaling vitaldalam penatalaksanaan anemia ituh sendiri
dimana berdasarkan klasifi kasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis

Selain itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada klasifi kasi jenis ini,
anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan makrositik .

.
Berdasarkan pemriksaan hematologi pasien maka dapat disimpulkan bahwa penyebab
anemia berat yang di alami kemungkinan karena defisiensi besi, hal tersebut di perberat oleh
diagnosispasienyang sebelumnya mengalami pica.

Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga
terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena,
preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan
penurunan perfusi organ. (1,2)
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari hipovolemia
oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi, vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas
miokard, takipnea , hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi
non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang
>2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap sindrom syok dengue
kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal kembali.
Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue, berarti
sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi
dekompensasi. Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤
20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. (2)
Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Efektivitas dan
intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi
makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara
progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ dan pasien akan meninggal dalam
12-24jam. (11)
Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat
menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel
endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada demam berdarah dengue10
Tabel mengenai hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan11

Trombositopenia dan Risiko Perdarahan

Jumlah Trombosit (sel/µl) Risiko

>100.000 Tidak ada risiko tinggi

50.000-100.000 Risiko trauma mayor

20.000-50.000 Risiko trauma minor

<20.000 Risiko perdarahan spontan

<10.000 Risiko perdarahan yang


Suplai darah mengancam nyawa
pusing
otak menurun
Penurunan volume &
tekanan darah Osmolalitas
Infeksi dengue merupakan penyakit sistemikplasma
dan dinamis.
darah Penyakit
hausini memiliki spektrum
meningkat
klinis yang bervariasi. Setelah masa inkubasi, dilanjutkan dengan 3 fase yaitu fase demam,
kritis dan resolusi/pemulihan. Patofisiologi
Respon Jangka Panjang
Syok Hipovolemik
Respon Jangka Pendek
(Respon tubuh terhadap kehilangan darah sampai dengan 20%)

Saraf
Hormonal: Hormonal:

ADH ADH
Stimulasi SSP
Angiotensin II Angiotensin II
baroreseptor &
kemoreseptor
Aldosteron

EPO
Urin pekat,
oliguria Perangsangan
sistem
kardiovaskuler
RR meningkat
Denyut jantung
Kenaikan Aktivasi saraf meningkat
volume darah simpatis Nadi lemah
Bibir kering

Hormonal:

Adrenalin &
noradrenalin

Vasokonstriksi
Pucat
perifer,
Ekstremitas terasa
peningkatan
dingin
aliran balik vena
Pengisian kapiler
memanjang

Peningkatan curah jantung

Peningkatan volume &


tekanan darah
Kompensasi
hipovolemik gagal

Penurunan sangat besar


Peningkatan pada volume darah
permeabilita
s kapiler
(Respon tubuh terhadap kehilangan darah lebih dari 30%)
Curah jantung Kerusakan
menurun Jantun
miokardium
g

Penurunan aliran
balik vena Aliran darah ke
jantung menurun

Tekanan arteri menurun

Penggumpalan darah
pada pembuluh darah Aktivasi simpatis &
respon iskemik sentral

Peningkatan asam Aliran daraf


laktat, pH, CO2 perifer menurun
Jaringa Kerusakan
n ireversibel
miokardium
Jaringan
kekurangan O2 Kulit pucat
Asidosis & dingin
metabolik Penurunan curah
Aktivitas simpatis jantung bertahap
menurun

Kerusakan SSP Tekanan arteri


Otak
ireversibel menurun

Aliran darah ke
Disorientasi SSP menurun

penurunan
kesadaran

Perubahan kimia Aliran darah


Vasodilatasi yang drastis pada perifer sangat
Sirkulasi
kematian general jaringan rendah
kolaps
Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel
(tidak dapat pulih).

Fase1 : kompensasi

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan
darah diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan
renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan
air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.

Fase II : Dekompensasi.

Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang
adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk
tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic
yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam
lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya
asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap


katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy
dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos
disertai tendensi perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung
(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan
syaraf pusat (penurunan kesadaran).

Fase III : Irreversible

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga


terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan fosfat
berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, Kematian akan terjadi
walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan darah
tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan
tanda-tanda kegagalan system organ lain.

Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik


Tanda klinis Kompensasi Dekompensasi I reversible

Blood loss ( %) Sampai 25 25 – 40 > 40

Heart rate Takikardia + Takikardia ++ Taki/bradikardia

Tekanan Normal Normal/menurun Tidak terukur


Sistolik

Nadi/volume Normal/menurun Menurun + Menurun ++

Capillary refill Normal/meningkat Meningkat > 5 Meningkat ++


detik
3-5 detik

Kulit Dingin, pucat Dingin/mottled Dingin+/deadly


pale

Pernafasan Takipneu Takipneu + Sighing


respiration

Kesadaran Gelisah Lethargi Reaksi -/ hanya


terhadap nyeri
Bereaksi

Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi kriteria demam berdarah
dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria demam berdarah dengue yaitu:
Gejala klinis

 Demam berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik


 Kecenderungan perdarahan, dibuktikan sedikitnya dengan satu hal berikut ini:
-tes tornikuet positif

-ptekie, ekimosis atau purpura


-perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi
lain

-hematemesis atau melena

 Hepatomegali
 Syok
Laboratorium

 Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)


 Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit sama atau lebih besar dari
20%diatas rata-rata, atau ditandai dengan hipoproteinemia)
 Isolasi virus di serum dan deteksi imunoglobulin (IgM dan IgG) dengan
enzym-linked immunosorbent assay (ELISA), antibodi moniklonal, atau tes
hemaglutinasi

 Kimia darah: ketidakseimbangan elektrolit, asidemia, peningkatan basa urea


nitrogen

 Tes fungsi hati: transaminase yang meningkat

 Tes Guaiac sebagai pemeriksaan darah samar pada tinja

Pemeriksaan penunjang lain:

 Radiografi dada: efusi pleura

 CT-Scan kepala tanpa kontras: Perdarahan intrakranial, edema serebri.


Diagnosis
Pica, Bronkopenumonia, Anemia berat et causa defisiensi besi, Syok Dengue Syndrome
PLAN:
Sindroma syok dengue merupakan keadaan darurat dalam bidang medis, setiap menit
menentukan prognosis pada pasien. Pemberian cairan yang adekuat sangat diperlukan untuk
mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma. Pemberian cairan adekuat yang
terlambat dapat menyebabkan multisistem disfungsi organ yang dapat menyebabkan kematian.
Gangguan elektrolit (natrium dan kalsium), ketidakseimbangan asam-basa dapat terjadi dan
meningkatkan potensi terjadinya disseminated intravascular coagulopathy (DIC).
Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah pengobatan yang
utama, yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume plasma. Pasien anak akan cepat
mengalami syok dan sembuh kembali bila diobati segera dalam 48 jam.2
Mengingat sindrom syok dengue merupakan keadaan kritis, maka penyebab langsungnya
harus segera ditentukan apakah akibat perdarahan atau akibat perpindahan plasma.9
Obat pertama yang diberikan pada kegawatan DBD ialah oksigen. Hipoksemia harus
dicegah dan dikoreksi. Lalu buatlah akses vena dan ambil contoh darah untuk analisa gas
darah, kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, golongan darah, dan crossmatch,
ureum, kreatinin, elektrolit Na, K, Cl, Ca, Mg, dan asam laktat. Lalu pasang kateter urin dan
lakukan penampungan urin , urinalisis dan pengukuran berat jenis urin. Jumlah diuresis
dihitung setiap jam (normal 2-3 ml/kgBB/jam). Bila diuresis kurang 1 ml/kgBB/jam maka
terdapat hipoperfusi ginjal. Pemasangan pipa oro/nasogastrik pada anak sakit gawat berguna
untuk dekompresi, memantau perdarahan saluran cerna dan melakukan bilasan lambung
dengan garam fisiologik.

Tabel perbandingan cairan kristaloid dengan cairan koloid

Cairan Kristaloid Cairan Koloid

 Mengandung zat dengan berat  Mengandung zat dengan berat


molekul rendah (<8000 dalton) molekul tinggi (>8000 dalton)
 Cairan kristaloid dengan atau  Tekanan osmotik tinggi, sebagian
tanpa dekstrosa besar akan tetap tinggal di ruang
 Larutan RL atau dekstrosa 5% intravaskuler
dalam larutan RL. Larutan RA
atau dekstrosa 5% dalam
larutan RA. Larutan NaCl 0,9%
atau dekstrosa 5% dalam
larutan garam faali
 Tekanan onkotik rendah, cepat
terdistribusi ke ruang
ekstraseluler

 Menurunkan tekanan osmotik  Respon metabolik adalah


koloid plasma dan cenderung meningkatkan pengiriman oksigen
menimbulkan edema ke jaringan dan konsumsi O2 serta
menurunkan laktat serum
 Koloid isoonkotik mengisi ruang
intravaskuler tanpa mengurangi
volume interstisial
 Mempertahankan tekanan osmotik
koloid plasma dan menurunkan
akumulasi cairan interstisial
 Larutan yang mempunyai efek
menyumpal, paling baik koloid
dengan BM 100.000-300.000 dalton
Indikasi pemberian darah:2

 terdapat perdarahan secara klinis


 Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdarahan. Berikan darah segar 10 ml/kgBB
 Apabila kadar hematokrit tetap > 40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil.
 Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan masif.
 Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi Intravaskular Diseminata harus
selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah
perdarahan lebih hebat.

Pada demam berdarah dengan syok dilakukan cross match darah untuk persiapan tranfusi
darah apabila diperlukan.11

Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:16

 Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)


 Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)
 Perdarahan saluran cerna hebat
 Demam berdarah dengue ensefalopati

Prognosis
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat
syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran,
munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan. (8)
Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila
berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%. (7)
Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue dengan
renjatan berulang atau berkepanjangan. (1)
Pada pasien An. M usia 22 bulan yaitu malam, dinyatakan meninggal di depan keluarga pasien
pukul 20.30 tanggal 19 April 2017.

Usul Pemeriksaan
 Pemeriksaan kadar elektrolit
Usul Planning
 Pemasangan intubasi segera di IGD
 Koreksi syok dengan koloid / transfusi cyto whole blood segera di IGD
 Pemberian oksigen dosis rendah terlebih dahulu
KASUS KEGAWATAN
DENGUE SYOK SYNDROME DENGAN
ANEMIA BERAT

Disusun oleh :
dr. Farra Martaningga
Dokter Internsip RSUD Cileungsi

Pendamping :
dr. Aprizal, MARS
DPJP:
dr. Fiona, Sp.A

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CILEUNGSI
KABUPATEN BOGOR – JAWA BARAT
2017

Anda mungkin juga menyukai