Farra Martaningga
Nama Wahana : RSUD Cileungsi
Topik : Difteri
Tanggal (kasus) : 29 Juli 2017 Presenter : dr. Farra Martaningga
Nama Pasien : An. MG No. RM : 08.18.74
Tanggal Presentasi : Agustus 2017 Pendamping : dr. Aprizal, MARS
Tempat Presentasi : RSUD Cileungsi DPJP: dr. Fiona, Sp.A
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Ketrampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
3. Keluhan Utama
4. Sesak Nafas
5. Riwayat kesehatan/penyakit :
Pasien datang ke IGD RSUD Cileungsi pada tanggal 29 Juli 2017 pukul 00.26 WIB
diantar keluarga dengan keluhan sesak nafas, dan leher bengkak ± 2 hari SMRS.
tiga hari sebelumya pasien mengeluhkan demam tinggi . Demam terus menerus. Pasien sudah
diberikan obat penurun panas, namun panas tidak turun. Keluhan demam disertai menggigil disangkal.
Keluhan demam disertai mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan pilek dan nyeri ketika menelan
juga dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS, pasien dan 3 malam ini pasien tidak tidur, ngelantur,
lemas, suara nafas seperti orang mengorok dan muntah setiap makan dan minum, buang air kecil
jarang. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas.
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas .
3. Lain-lain :
PEMERIKSAAN FISIK :
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Vital signs :
Nadi : 118 x/menit,
Frekuensi napas : 28 x/menit,
Suhu : 38,6 °C
Berat Badan : 15 kg
SpO2 99%
Kepala: normocepha.
Mata : mata cekung (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), , reflex
cahaya (+/+).
Hidung : napas cuping hidung (+/+), sekret (+/+)
Telinga : Simetris kiri dan kanan, discharge (-/-).
Mulut : Perioral sianosis (-) mukosa mulut kering (+)
Leher : Bullneck (+), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Thoraks :
Inspeksi : Simetris , retraksi interkostal (-)
Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Pulmo
Inspeksi : Simetris .
Abdomen
Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, defans muskuler (-), tugor kulit kembali cepat
Ekstremitas
Edema - - , akral dingin + +
- - + +
Capillary refill time > 2detik
Diagnosis Sementara
Dispneu Ec Difteri
Dehidrasi Berat
EMERIKSAAN PENUNJANG :
Laboratorium
Hematologi
Index
MCV 78 (N)
MCH 28 (N)
MCHC 37 (N)
Differential
Basofil : 0 % (N)
Eosinofil : 0% (N)
Netrofil : 82 % (↑)
Limfosit : 13 % ()
Monosit : 6% (N)
Kimia Klinik:
GDS : 117 mg/dl (N)
Fungsi Liver :
SGOT : 89 u/l (↑)
SGPT : 28 u/l (N)
ASSASEMENT
Dispneu Ec Difteri
Dehidrasi Berat
Imbalance Elektrolit
PENATALAKSANAAN
Awal di IGD
Oksigen Nasal Kanul 1 LPM
IVFD loading RL 300 cc selanjutnya nilai ulang jika perbaikan turunkan tetesan RL
15 TPM
Inj. Ondansentron 1,5 mg IV
Inj. Parasetamol infus 15cc/150mg tiap 4-6 jam bila demam
Pasang NGT
Pasang kateter urin
Pasang elektroda
FOLLOW UP
Date/tim S O A P
e
filliformis Elektrolit
RR : 42 x / menit
S : 36.8 oC
SpO2 :99%
Pemeriksaan head
to toe : sama
dengan atas
19/04/2 Penurunan KU/Kes : tampak Advis dr.Fiona Sp.a
017 kesadaran,sesak lemas/somnolen O2 3 lpm
napas, pucat TD : 105/50 Infused Assering
18.00
mmHg 800 cc/hari
N : 142 x/menit, Terapi lain lanjut
6rregular,
filliformis
RR : 42 x / menit
S : 36.8 oC
SpO2 :99%
Pemeriksaan head to
toe : sama dengan
atas
PemerikksaanEKG
dan AGD
EKG
Daftar Pustaka :
Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS. Buku Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed ke-2.
Jakarta: ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 312-21.
Feigin RD, Stechenberg BW, Nag PK. Textbook of Pediatric Infectious Disease. 6th ed.
Philadelphia:Saunders; 2009. p 1393-1401
Standard Operating Procedure Ilmu Kesehatan Anak Rumkital Dr. Komang Makes
2007. Diakses dari www.scribd.com
Tumbelaka AR, Hadinegoro SRS. Difteria, Pertusis, Tetanus. Dalam : Ranuh IGN, dkk.
Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit Pengurus Pusat
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2005. h. 98-103
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi, etiologi, pathogenesis klasifikasi dan Penatalaksanaan pada difteri
SUBJEKTIF :
keluhan sesak nafas, dan leher bengkak ± 2 hari SMRS. tiga hari sebelumya pasien
mengeluhkan demam tinggi . Demam terus menerus. Pasien sudah diberikan obat penurun
panas, namun panas tidak turun. Keluhan demam disertai menggigil disangkal. Keluhan
demam disertai mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluhan pilek dan nyeri ketika
menelan juga dirasakan oleh pasien sejak 3 hari SMRS, pasien dan 3 malam ini pasien tidak
tidur, ngelantur, lemas, suara nafas seperti orang mengorok dan muntah setiap makan dan
minum, buang air kecil jarang. Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap dan tidak jelas.
OBJEKTIF:
Hasil pemeriksaan fisik mendukung diagnosis bronkopneumoni, anemia berat dan dengue syok
syndrome. Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Pemeriksaan fisik: Tampak lemas, kesadaran : Somnolen, E = 2, V = 3, M = 5 , Tekanan
darah : 117/54 mmHg, nadi : 175 x/menit, iregular, filliformis, Frekuensi napas : 40
x/menit, tidak teratur, retraksi epigastrium (+) . Wajah tampak pucat, konjungtiva anemis
+/+, mata cekung +/+, napas cuping hidung +/+. Thoraks : retraksi intercostal (+)/(+),
ronchi +/+. Ekstremitas akral dingin (+)/(+), capillary refill time 3 detik.
- Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium hematologi didapatkan hemoglobin 1,7
g/dl, leukosit : 9200/ul , hematokrit 5 %, eritrosit : 0,8x106/ul , trombosit 12000/ul . MCV
63 () MCH 21 () MCHC 34 (N)
- Analisa Gas Darah Oksigen 5 lpm, S 37 : Ph : 7.40 (N), PCO2 : 16.6 (), PO2 : 170.4
(↑), Base Excess : 10.8 (), Saturasi O2 : 99.6 (N), TCO2 : 11 (), HCO : 10.5 ()
ASSESSMENT :
Dalam protofolio ini, pasien anak laki-laki 22 bulan berat 10 kg datang diantar orang
tuanya ke IGD dengan keluhan sesak napas dan pada pemeriksaan fisik didapatkan
penurunan kesadaran yang merupakan permasalahan utama penanganan di IGD. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang berupa hematologi pada pasien maka didapatkan
diagnosis : pica, anemia berat et causa suspect defisiensi besi, bronkopneumoni dan dengue
syok syndrome.
Sebelum mengarah pada permasalahan utama, terdapat diagnosis yang memperburuk
perjalanan penyakit pasien yaitu pica. Melalui anamnesis, di dapatkan diagnosis pica dimana
pasien sehari hari memiliki kebiasaan makan batu bata merah, yang dimulai saat anak berusia
1 tahun lebih. Ibu pasien mengakui juga memiliki kebiasaan memakan batu bata merah saat
sedang mengandung pasien. Pica adalah nafsu makan yang aneh yang terjadi lebih dari satu
bulan, yaitu menunjukan
nafsu makan terhadap berbagai salah satu obyek yang bukan tergolong makanan.
Kemungkinan penyebab pica diakibatkan oleh insufisiensi diet dan berhubungan
dengan pengaruh psikologis orang tua atau kerabat dekat. Manifestasi pada pica dapat berupa
infeksi parasite(paling sering cacing), gangguan pada ganstrointestinal dan penyakit-penyakit
kronik yang berhubungan dengan obyek yang bukan tergolong makanan seperti keracunan.
Adanya batuk dan demam diketahui bahwa pasien mengalami infeksi saluran pernafasan.
Adanya batuk yang kadang-kadang disertai sesak nafas menunjukkan pasien mengalami
kesulitan bernapasdan ini juga menunjukkan bahwa infeksi terjadi di saluran nafas bagian
bawah dan tidak ada riwayat tersedak. Maka kesulitan bernapas bukan disebabkan oleh
adanya aspirasi.
Tidak ada nya riwayat batuk lama dan demam malam hari serta tidak ada riwayat keluarga
batuk lama sementara dapat menyingkirkan kemungkinan pasien menderita TB, dan dari
anamnesis diketahui Tidak adanya riwayat alergi juga dapat menyingkirkan adanya asma. Dari
gejala-gejala ini, pasien di duga menderita bronkopneumonia, ditambah lagi dari pemeriksaan
fisik terdengar suara ronki basah halus nyaring pada auskultasi. Suara ronki ini dihasilkan oleh
adanya hantaran infiltrat atau konsolidasi yang terdengar saat akhir inspirasi. Pada
pemeriksaan hitung jenis leukosit didapatkan limfosit 77% (↑), netrofil 17 %(). Etiologi dari
bronkopneumonia pada pasien tidak diketahui, karena sulitnya melakukan kultur kuman
penyebab dan pemeriksaan penunjang radiolgi belum dilakukan. Namun adanya peningkatan
limfosit (limfositosis) di duga penyebabnya adalah virus bukan bakteri, dimana etiologi
tesering di Negara berkembang adalah bakteri sehingga untuk menegakan diagnosis pasti
belum dapat dilakukan.
Anemia secara umum didefi nisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin.1 Anemia bukan suatu keadaan spesifi k, melainkan dapat disebabkan
oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fi siologis. Anemia ringa hingga sedang mungkin
tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat dengan
gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi jantung,
dan gagal jantung. Klasifikasianemiamenurut kadar Hb (WHO dan Dep.Kes RI)
Penyebab anemia secara garis besar dibagi menjadi dua kategori yaitu gangguan
produksi eritrosit yaitu kecepatan pembentukan eritrosit menurun atau terjadi gangguan
maturasi eritrosit dan perusakan eritrosit yang lebih cepat.Kedua kategori tersebut tidak
berdiri sendiri, lebih dari satu mekanisme dapat terjadi.Menentukan penyebab
anemiamerupakan langkah yangpaling vitaldalam penatalaksanaan anemia ituh sendiri
dimana berdasarkan klasifi kasi anemia dapat berubah sesuai penyebab klinis dan patologis
Selain itu dengan dasar ukuran eritrosit (mean corpuscular volume/MCV) dan
kemudian dibagi lebih dalam berdasarkan morfologi eritrositnya. Pada klasifi kasi jenis ini,
anemia dibagi menjadi anemia mikrositik, normositik dan makrositik .
.
Berdasarkan pemriksaan hematologi pasien maka dapat disimpulkan bahwa penyebab
anemia berat yang di alami kemungkinan karena defisiensi besi, hal tersebut di perberat oleh
diagnosispasienyang sebelumnya mengalami pica.
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari DBD yang terjadi karena peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga
terjadi penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia.
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3
sampai hari sakit ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi
kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium, hipoproteinemia,
hemokonsentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena,
preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan
penurunan perfusi organ. (1,2)
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari hipovolemia
oleh sistem homeostasis dalam bentuk takikardi, vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas
miokard, takipnea , hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi
non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan
pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang
>2oC menunjukkan mekanisme homeostasis masih utuh. Pada tahap sindrom syok dengue
kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal kembali.
Penurunan tekanan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue, berarti
sistem homeostasis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi
dekompensasi. Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh ke dalam syok yang
ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤
20 mmhg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun sudah
mendekati stadium akhir. (2)
Sindrom syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Efektivitas dan
intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi
makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara
progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ dan pasien akan meninggal dalam
12-24jam. (11)
Penyebab peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat
menjadi penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel
endotel dan aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya
perdarahan pada demam berdarah dengue10
Tabel mengenai hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan11
Saraf
Hormonal: Hormonal:
ADH ADH
Stimulasi SSP
Angiotensin II Angiotensin II
baroreseptor &
kemoreseptor
Aldosteron
EPO
Urin pekat,
oliguria Perangsangan
sistem
kardiovaskuler
RR meningkat
Denyut jantung
Kenaikan Aktivasi saraf meningkat
volume darah simpatis Nadi lemah
Bibir kering
Hormonal:
Adrenalin &
noradrenalin
Vasokonstriksi
Pucat
perifer,
Ekstremitas terasa
peningkatan
dingin
aliran balik vena
Pengisian kapiler
memanjang
Penurunan aliran
balik vena Aliran darah ke
jantung menurun
Penggumpalan darah
pada pembuluh darah Aktivasi simpatis &
respon iskemik sentral
Aliran darah ke
Disorientasi SSP menurun
penurunan
kesadaran
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui mekanisme
kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital ke organ
vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan
darah diastolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).
Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin dan
renin – angiotensin – aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan
air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang
adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang buruk
tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic
yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam
lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan terbentuknya
asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat
membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh
makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada keadan syok
yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi arteriol dan
peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang kembali kejantung
(venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.
Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling bertambah
lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan
syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi kriteria demam berdarah
dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria demam berdarah dengue yaitu:
Gejala klinis
Hepatomegali
Syok
Laboratorium
Pada demam berdarah dengan syok dilakukan cross match darah untuk persiapan tranfusi
darah apabila diperlukan.11
Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:16
Prognosis
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat
syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran,
munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan. (8)
Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila
berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%. (7)
Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue dengan
renjatan berulang atau berkepanjangan. (1)
Pada pasien An. M usia 22 bulan yaitu malam, dinyatakan meninggal di depan keluarga pasien
pukul 20.30 tanggal 19 April 2017.
Usul Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar elektrolit
Usul Planning
Pemasangan intubasi segera di IGD
Koreksi syok dengan koloid / transfusi cyto whole blood segera di IGD
Pemberian oksigen dosis rendah terlebih dahulu
KASUS KEGAWATAN
DENGUE SYOK SYNDROME DENGAN
ANEMIA BERAT
Disusun oleh :
dr. Farra Martaningga
Dokter Internsip RSUD Cileungsi
Pendamping :
dr. Aprizal, MARS
DPJP:
dr. Fiona, Sp.A