Anda di halaman 1dari 4

Konsep Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan
sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Untuk organisasi
pelayanan publik, informasi mengenai kinerja tentu sangat berguna untuk seberapa jauh
pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan memuaskan pengguna
jasa. Dengan melakukan penilaian terhadap kinerja maka upaya untuk memperbaiki kinerja
bisa dilakukan secara lebih terarah dan sistematis. Informasi mengenai kinerja juga penting
untuk menciptakan tekanan bagi para pejabat penyelenggara pelayanan untuk melakukan
perubahan-perubahan dalam organisasi. Dengan adanya informasi mengenai kinerja
benchmarking dengan mudah bisa dilakukan dan dorongan untuk memperbaiki kinerja bisa di
ciptakan.
Terbatasnya informasi mengenai kinerja birokrasi publik terjadi karena kinerja belum dianggap
sebagai suatu hal yang penting oleh pemerintah. Tidak tersedianya informasi mengenai
indikator kinerja birokrasi publik menjadi bukti dari ketidakseriusan pemerintah untuk
menjadikan kinerja pelayanan publik sebagai agenda kebijakan yang penting. Kinerja pejabat
birokrasi tidak pernah menjadi pertimbangan yang penting dalam mempromosikan pejabat
birokrasi. Daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan(DP3) yang selama ini dipergunakan untuk
menilai kinerja pejabat birokrasi sangat jauh relevansinya dengan indikator-indikator kinerja
yang sebenarnya. Akibatnya, para pejabat birokrasi tidak memiliki insentif untuk
menunjukkan kinerja sehingga kinerja birokrasi cenderung menjadi amat rendah.
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan
indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu seperti efisiensi dan efektivitias, tetapi
harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa, seperti kepuasan
pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa
menjadi sangat penting karena birokrasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis
sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan
yang diselenggarakan oleh pasar, yang pengguna jasa memiliki pilihan sumber pelayanan,
penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi layanan. Dalam
pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh publik sering tidak ada
hubunganya sama sekali dengan kepuasannya terhadap pelayanan. Ada beberapa indikator
yang biasanya di gunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik (Dwiyanto, 1995, yaitu
sebagai berikut.
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efesiensi, tetapi juga efetivitas
pelayanan. Produktivitas pada umunnya di pahami sebagai rasio antara input dan
output.
2. Kualitas pelayanan
Kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat di jadikan indikator kinnerja organisasi
publik.
3. Responsivitas
Kemampuan organisasi untuk menggali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan
prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai
dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
4. Responsibilitas
Menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu di lakukan sesuai
dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar sesuai dengan kebijakan organisasi.
5. Akuntabilitas
Seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat
politik yang di pilih oleh masyarakat.
Kumorotomo (1996) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai
kinerja organisasi pelayanan publik, antara lain sebagai berikut.
1. Efisiensi
2. Efektivitas
3. Keadilan
4. Daya tanggap
Salim & Woodward (1992) melihat kinerja berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ekonomi,
efesiensi, efektivitas, dan persamaan pelayanan. Aspek ekonomi dalam kinerja ai artikan
sebagai strategi untuk menggunakan sumber daya yang seminimal mungkin dalam proses
penyelenggaraan kegiatan pelayanan publik. Efisiensi pelayanan kinerja publik juga dilihat
untuk menunjuk suatu kondisi tercapainya perbandingan terbaik/proporsional antara input
pelayanan dengan output pelayanan. Demikian pula, aspek efektivitas kinerja pelayanan ialah
untuk melihat tercapainya pemenuhan tujuan atau target pelayanan yang telah ditentukan.
Prinsip keadilan dalam pemberian pelayanan publik juga dilihat sebagai ukuran untuk menilai
seberapa jauh suatu bentuk pelayanan telah memperhatikan aspek-aspek keadilan dan membuat
publik memiliki akses yang sama terhadap sistem pelayanan yang ditawarkan.
Perbaikan kinerjna birokrasi dalam memberikan pelayanan publik menjadi isu yang semakin
penting untuk segera mendapatkan perhatian dari semua pihak. Birokrasi yang memiliki kinerja
buruk dalam memberikan pelayanan kepada publik akan sangat mempengaruhi kinerja
pemerintah dan masyarakat secara keseluruan dalam rangka meningkatkan daya saing suatu
negara pada era global. Tuntutan kesiapan birokrasi pelayanan di Indonesia untuk dapat
menghadapi era global sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar bagi banyak kalangan.
Birokrasi publik di Indonesia, berdasarkan laporan dari The World Competitiveness Yearbook
tahun 1999 berada pada kelompok negara-negara yang memiliki indeks competitiveness paling
rendah di antara 100 negara paling kompetitif di dunia(Cullen&Cushman, 2000: 15)
Daya saing suatu negara sangat ditentukan oleh kontribusi birokrasi dalam pembuatan berbagai
kebijakan atau aturan yang mampu mendorong peningkatan efisiensi bagi berbagai kegiatan
ekonomi masyarakat. Apabila berbagai regulasi yang dibuat oleh birokrasi tidak responsif dan
memunculkan berbagai macam pungutan liar, dapat dipastikan akan sangat mempengaruhi
daya kompetisi masyarakat di suatu negara. Pelayanan dari birokrasi yang korup akan
membuat berbagai sektor kegiatan publik menjadi sangat tidak efisien sehingga akan
berdampak pula pada terpengaruhnya iklim investasi di suatu negara. Memburuknya kualitas
birokrasi di Indonesia tersebut tercermin dari meningkatnya skor birokrasi dan “pita merah”
dan meningkatnya skor birokrasi merupakan indikasi bahwa kinerja birokrasi di Indonesia
semakin buruk korup karena dengan semakin besarnya skor yang dimilki semakin buruk
kualitas birokrasi di suatu negara.
3.2 Akuntabilitas
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik adalah suatu ukuran yang menunjukan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau
norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang di miliki oleh para stakeholders.
Akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan publik dalam penelitian dilihat melalui indikator-
indikator kinerja yang meliputi: (1) acuan pelayanan yang dipergunakan aparat birokrasi dalam
proses penyelenggaraan pelayanan publik ; (2) Tindakan yang dilakukan oleh aparat birokrasi
apabila terdapat masyarakat pengguna jasa yang tidak memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan; dan(3) dalam menjalankan tugas pelayanan seberapa jauh kepentingan pengguna
jasa memperoleh prioritas dari aparat birokrasi. Rendahnya tingkat akuntabilitas aparat
birokrasi dalam pemberian pelayanan publik erat kaitanya pula dengan persoalan struktur
birokrasi pada masa Orde Baru kuasa. Prinsip loyalitas kepada atasan lebih dikenalkan daripada
loyal kepada publik. Birokrasi di indonesia tidak permah di ajarkan untuk mempunyai
pemikiran bahwa kedaulatan berada pada publik, artinya bahwa eksistensi pelayanan birokrasi
akan sangat di tentukan oleh pertanggungjawaban birokrasi terhadap publik.
Rendahnya akuntabilitas pemberian pelayanan publik oleh birokrasi dapat di lihat juga dari
banyakanya kasus yang di alami oleh masyarakat pengguna jasa. Masalah prosedur pelayanan
yang banyak merugikan masyarakat pengguna jasa, terutama masalah transparasi persyaratan
yang di perlukan, merupakan kasus-kasus pelayanan yang banyak mencuat di ketiga daerah
penelitan. Acuhan pelayanan yang digunakan oleh aparat birokrasi juga dapat menunjukan
tingkat akuntabilitas pemberian pelayan publik. Acuan pelayanan di anggap paling penting
oleh birokrasi dapat merefleksikan pola pelayanan yang di pergunakan. Pola pelayanan yang
akuntabel adalah pola pelayanan yang mengacu pada kepuasan publik sebagai pegguna jasa.
Orientasi pemberian pelayanan yang belum bersandar pada kepuasan masyarakat menunjukan
bahwa budaya minta petunjuk atasan masi cenderung di jadikan referensi atau lebih di
pentingkan daripada melakukan pelayanan yang memuaskan masyarakat pengguna jasa.
3.3 Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam responsivitas pelayanan publik
dijabarkan menjadi beberapa indikator, seperti meliput (1) terdapat tidaknya keluhan dari
pengguna jasa selama satu tahun terakhir, (2) sikap aparat birokrasi dalam merespons keluhan
dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi perbaikan
bagi perbaikan penyelenggaran pelayanan pada masa mendatang ; (4) berbagai tindakan aparat
birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pegguna jasa, serta ;(5) penempatan
pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.
Berdasarkan observasi lapangan, rendahnya tingkat responsivitas aparat birokrasi tersebut
terlihat dari belum maksimalnya tugas-tugas bagian informasi dalam menjalankan misi
penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada masyarakat pengguna jasa. Aparat
birokrasi terlihat sangat tidak memilik rasa empati pada pengguna jasa, esan tersebut menjadi
semakin jelas terlihat ketika pengguna jasa, Aparat yang bertugas terkesan sangat acuh dan
arogan, serta jarang menyapa untuk sekedar menanyakan kesulitan pengguna jasa.
3.4 Orientasi pada Pelayanan
Orientasi pada pelayanan menunjuk pada seberapa banyak energi birokrasi dimanfaatkan untuk
penyelenggaraan pelayanan publik. Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dari
besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk
melayani kepentingan pengguna jasa. Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang
dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani
kebutuhan dan kepentingan pengguna. Contohnya, antara lain, adalah masalah penyediaan
waktu kerja aparat yang benar-benar berorientasi pada pemberian pelayanan kepada
masyarakat. Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-
tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai