Anda di halaman 1dari 18

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DEPARTEMEN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU BEDAH


ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ABDURRAB STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
Untuk Mahasiswa
Nama Mahasiswa Prizan Keni Idris Tanda Tangan
NIM 12101 - 069
Tanggal Ujian
Rumah sakit Tabrani Rabb
Periode 2016

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H.S.
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 52 tahun
Alamat : Jln. Citra Sari
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan menjalar ke pinggang
Riwayat penyakit sekarang :
 Nyeri perut kanan menjalar ke pinggang, seperti ditusuk dan hilang timbul
 Pasien merasa lemas, pusing, mual dan muntah
 Faktor yang memperberat : tidak ada data
 Faktor yang memperingan : dibawa istirahat
Riwayat penyakit dahulu : tidak ada
Riwayat penyakit keluarga : tidak ada
Alergi : tidak ada
Resume anamnesis :
 Nyeri pada perut bagian kanan dan menjalar kepinggang.
 Nyeri dirasakan seperti ditusuk dan hilang timbul.
 Pasien juga merasakan lemas, pusing, mual dan muntah.
 Diperberat jika memakan makanan berlemak dan berkurang jika dibawa istirahat.
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Dilakukan pada tanggal : 1 April 2016 pukul : 09:00 WIB
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Suhu tubuh : 36ºC
Frekuensi denyut nadi : 80 kali/menit
Frekuensi nafas : 20 kali/menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK
IV. A. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 50 kg
Status gizi : Sedang
Skema manusia

Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan keterangan secukupnya
Status Lokalis : Tidak ada data
IV.B. Pemeriksaan Kepala :
a. Rambut : Tidak ada kelainan
b. Muka : Tidak ada kelainan
c. Mata : Tidak ada kelainan
d. Telinga : Tidak ada kelainan
e. Hidung : Tidak ada kelainan
f. Mulut : Tidak ada kelainan
g. Gigi : Tidak ada kelainan
h. Lidah : Tidak ada kelainan
IV.C. Pemeriksaan Leher
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan trakea : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan kelenjar tiroid : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan tekanan vena sentral : Tidak ada kelainan
IV.D. Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : Tidak ada kelainan
IV.E. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Auskultasi : Tidak ada kelainan
Perkusi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada kuadran kanan atas
Pemeriksaan ginjal : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan nyeri ketok ginjal : Tidak ada kelainan
Pemeriksaaan hepar : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan lien : Tidak ada kelainan
Pemeriksaan asites : Tidak dilakukan
IV.F. Pemeriksaan ekstremitas
Lengan : Tidak ada kelainan
Tangan : Tidak ada kelainan
Tungkai : Tidak ada kelainan
Kaki : Tidak ada kelainan
RESUME PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
V. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS DAN
PEMERIKSAAN FISIK)
V.A. Masalah aktif : Nyeri tekan kuadran kanan atas (+)
V.B.Masalah pasif : tidak ada.
VI. RENCANA
VI.A. Tindakan Terapi : Rawat inap, RL 20 tp, Omeprazole 2x1, Ceftriaxone 2x1, Sistenol
3x500 mg, Urdafalk 3x1.

VI B. TINDAKAN DIAGNOSTIK /PEMERIKSAAN PENUNJANG :


1. Pemeriksaan penunjang
 Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

o Hemoglobin 15,7 Mg% Lk : 13-18 mg%


Pr : 12-16 mg%
o Lekosit 13.800 mm3 4000-11000 mm3
< 10 th 4500-13.500 mm3
o Trombosit 271.000 μL 150.000-450.000
<10 th 180.000-500.000
o Hematokrit 38 Lk : 39-54
Pr : 36-47
o Eritrosit 4,23 juta Lk : 4,5 – 6,5 juta
Pr : 4,10 - 5,10 juta
o Diff Eos : 2 Bas : 0 Stb : 4 Eos : 0-3 Bas : 0-1 Stb : 2-6
Seg : 56 Lim : 32 Mon : 6 Seg : 50-70 Lim : 20-40 Mon : 2-8
o Gula sewaktu 120 mg/dL <200 mg/dL
o Creatinin 0,9
o Ureum 14
o SGOT 16
o SGPT 19

 Kimia darah
Gula darah sewaktu 119 mg/dL
2. USG

14 DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis : Susp. Cholelitiasis + Cholesistitis
PEMBAHASAN

1. ANAMNESIS
Pada anamnesis tidak ditanyakan faktor memperberat, tidak ditanya riwayat
menstruasi dan monopause. Dan tidak ditanyakan kebiasaan pasien dalam
mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan adanya nyeri saat mengkonsumsi
makanan berlemak.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pada pemeriksaan fisik abdomen seharusnya pada auskultasi diperiksa dan
dicantumkan apakah terdapat peristaltik usus atau tidak.
b. Pada pemeriksaan fisik abdomen seharusnya dilakukan Murphy sign, dimana
murphy sign merupakan pemeriksaan fisik abdomen yang dapat menentukan
adanya cholelitiasis pada pasien.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pasien dengan dugaan cholelitiasis seharusnya dilakukan pemeriksaan feses,
untuk mengetahui warna feses.
4. Terapi
a. Terapi yang diterapkan harus dilakukan sesuai dengan stage penyakit yang
diderita pasien.
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI KANDUNG EMPEDU

Gambar: Anatomi kandung empedu dan saluran bilier


(sumber: www.pennstatehershey.adam.com)

Kandung empedu adalah sebuah kantung berbentuk seperti buah pir, yang
terletak pada permukaan inferior dari hati pada garis yang memisahkan lobus kanan
dan kiri, yang disebut dengan fossa kandung empedu. Ukuran kandung empedu pada
orang dewasa adalah 7cm hingga 10 cm dengan kapasitas lebih kurang 30mL.
Kandung empedu menempel pada hati oleh jaringan ikat longgar , yang mengandung
vena dan saluran limfatik yang menghubungkan kandung empedu dengan hati.
Kandung empedu dibagi menjadi empat area anatomi: fundus, korpus, infundibulum,
dan kolum (Avunduk, 2002).
Saluran biliaris dimulai dari kanalikulus hepatosit, yang kemudian menuju ke
duktus biliaris. Duktus yang besar bergabung dengan duktus hepatikus kanan dan kiri,
yang akan bermuara ke duktus hepatikus komunis di porta hepatis. Ketika duktus
sistika dari kandung empedu bergabung dengan duktus hepatikus komunis, maka
terbentuklah duktus biliaris komunis. Duktus biliaris komunis secara umum memiliki
panjang 8 cm dan diameter 0.5-0.9 cm, melewati duodenum menuju pangkal
pankreas, dan kemudian menuju ampula Vateri.
Suplai darah ke kandung empedu biasanya berasal dari arteri sistika yang
berasal dari arteri hepatikus kanan. Asal arteri sistika dapat bervariasi pada tiap tiap
orang, namun 95 % berasal dari arteri hepatik kanan. Aliran vena pada kandung
empedu biasanya melalui hubungan antara vena vena kecil. Vena-vena ini melalui
permukaan kandung empedu langsung ke hati dan bergabung dengan vena kolateral
dari saluran empedu bersama dan akhirnya menuju vena portal. Aliran limfatik dari
kandung empedu menyerupai aliran venanya. Cairan limfa mengalir dari kandung
empedu ke hati dan menuju duktus sistika dan masuk ke sebuah nodus atau
sekelompok nodus. Dari nodus ini cairan limfa pada akhinya akan masuk ke nodus
pada vena portal.Kandung empedu diinervasi oleh cabang dari saraf simpatetik dan
parasimpatetik, yang melewati pleksus seliaka. Saraf preganglionik simpatetik berasal
dari T8 dan T9.Saraf postganglionik simpatetik berasal dari pleksus seliaka dan
berjalanbersama dengan arteri hepatik dan vena portal menuju kandung empedu.
Saraf parasimpatetik berasal dari cabang nervus vagus (Debas, 2004; Welling &
Simeone, 2009).

2. DEFINISI
Batu empedu adalah suatu bahan keras berbentuk bulat, oval,ataupun bersegi-
segi yang terdapat pada saluran empedu dan mengandung kolesterol, kalsium
karbonat, kalsium bilirubin, ataupun campuran dari elemen-elemen tersebut (Debas,
2004).

3. KLASIFIKASI
 Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih
bervariasi dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam
kandung empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.
Adanya ketidakseimbangan antara kolesterol, garam empedu, dan fosfolipid
yang menyebabkan terbentuknya empedu litogenik. Penyebab lain adalah
pengosongan cairan empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih
adanya sisa- sisa cairan empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu
sehingga terjadi pengendapan.

 Batu Empedu Pigmen


Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Sering ditemuka berbentuk tidak teratur, kecil-
kecil, dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai
hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi
karena bilirubin tak terkonjugasi disaluran empedu (yang sukar larut dalam air),
pengendapan garam bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.

 Batu Empedu Campuran


Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (±80%) dan terdiri atas
kolesterol, pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan
sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

1. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


a. Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi
orang dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di negara
Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%).
Prevalensi batu empedu meningkat seiring dengan perjalanan usia, terutama
untuk pasien diatas 40 tahun. Perempuan berisiko dua kali lebih tinggi 7 mengalami
batu empedu dibandingkan dengan pria. Kejadian batu empedu bervariasi di negara
berbeda dan di etnis berbeda pada negara yang sama. Perbedaan ini menunjukkan
bahwa faktor genetik berperan penting dalam pembentukan batu empedu. Prevalensi
tinggi batu empedu campuran dinegara Barat, sedangkan di Asia umumnya dijumpai
batu pigmen (Lee & Ko, 2009).
Faktor resiko terjadinya penyakit kolelitiasis
1. Jenis Kelamin
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi resikonya dua
kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria. Karena pada wanita terdapat hormon
progesteron dan esterogen yang apabila bergabung akan mempengaruhi kolesterol di
dalam empedu sehingga mengalami suatu proses untuk pembentukan batu empedu.
2. Usia
Faktor usia mempengaruhi terjadinya resiko penyakit batu kandung empedu.
Dan menurut penelitian pada usia 40 tahun keatas penyakit batu kandung empedu
lebih mudah terbentuk karena tubuh cenderung mengeluarkan lebih banyak kolesterol
ke dalam cairan tubuh.
3. Kehamilan/Kesuburan
Pada saat proses kehamilan terjadi penggabungan pengaruh hormon
progesteron dan esterogen. Akibat penggabungan ini meningkatkan hipersekresi
kolesterol yang mengakibatkan kolesterol di dalam empedu mengalami proses (predis
proses) untuk pembentukan batu empedu. Bukan hanya pada masa kehamilan tetapi
pada saat terapi sulih hormon atau penggunaan pil KB juga memudahkan
terbentuknya batu.
4. Kegemukan
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah
sekitar 25 -30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Wanita dengan lemak tubuh lebih
dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas.
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
Obesitas digolongkan menjadi 3 kelompok:
a. Obesitas ringan : kelebihan berat badan 20-40%
b. Obesitas sedang : kelebihan berat badan 41-100%
c. Obesitas berat : kelebihan berat badan >100% (Obesitas berat ditemukan sebanyak
5% dari antara orang-orang yang gemuk).

5. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan resiko suatu penyakit salah satunya adalah penyakit diabetes. Pada
penderita yang mengalami masalah sindrom penyakit diabetes pada umumnya
memiliki kadar asam lemak atau trigliserida yang tinggi, sehingga resiko menderita
penyakit batu kandung empedu semakin besar.

6. Faktor Genetik
Faktor genetik juga terlibat pada pembentukan batu empedu ini dibuktikan
oleh prevalensi batu empedu yang tersebar luas diantara berbagai bangsa dan
kelompok etnik tertentu. Dan penyakit batu kandung empedu ini seringkali
merupakan penyakit keturunan dalam keluarga dan berhubungan dengan pola hidup
keluarga tersebut.

7. Diet rendah serat


Pola makan yang rendah serat tapi tinggi lemak serta kolesterol dapat
mengakibatkan beberapa penyakit, salah satunya adalah penyakit batu kandung
empedu. Dengan pola diet yang rendah serat ini menambah resiko terjadinya penyakit
batu kandung empedu.

2. PATOGENESIS
Ada 3 mekanisme utama yang berperan dalam pembentukan batu kolesterol
yaitu:
a. Perubahan Komposisi Empedu
Empedu mengandung 85-95% air. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air,
sehingga harus dipertahankan dalam keadaan larut dengan disekresikan dari membran
kanalikuli dalam bentuk vesikel fosfolipid, yaitu gabungan kolesterolfosfolipid.
Kelarutan kolesterol tergantung pada konsentrasi fosfolipid dan asam empedu dalam
empedu, juga jenis fosfolipid dan asam empedu yang ada.
Pada keadaan empedu tidak lewat jenuh oleh kolesterol serta mengandung
cukup asam empedu dan fosfolipid, kolesterol akan terikat pada bagian hidrofobik
dari campuran misel (terdiri atas fosfolipid terutama lesitin, asam empedu dan
kolesterol). Karena bersifat larut dalam air, campuran misel ini memungkinkan
hanspor dan absorpsi produk akhir lemak menuju atau melalui membran mukosa usus.
Bila empedu mengandung kolesterol yang tinggi (lewat jenuh) atau kadar
asam empedu serta fosfolipid rendah, kelebihan kolesterol tidak dapat ditranspor ke
dalam campuran misel, tetap terbentuk vesikel. Vesikel ini bersifat tidak stabil dan
akan beragregasi membentuk vesikel yang lebih besar dan berlapis-lapis (vesikel
multilamellar) sehingga membentuk inti kristal kolesterol.
b. Pembentukan lnti Kolesterol
Meningkatnya kadar kolesterol akan menyebabkan cairan empedu menjadi
lewat jenuh dan memungkinkan tedadi kristalisasi dan terbentuknya inti kristal
kolesterol yang merupakan kunci penting dalam rangkaian patogenesis batu
kolesterol.
Pembentukan inti kristal juga dipenganrhi oleh waktu pembentukan inti
(nucleationtine). Pada penderita batu empedu ternyata waktu pembentukan intinya
jauh lebih pendek dibandingkan dengan yang tanpa batu empedu. Hal ini disebabkan
adanya fbktor-faktor lain yang berperan mempercepat atau mengharnbat terbentuknya
batu, di antaranya berupa protein atau musin (mukus) di dalam empedu.t'to Beberapa
peneliti menduga bahwa musin yang bersifat gel di dalam kandung empedu dapat
mencetuskan kristalisasi kolesterol. Selain itu, glikoprotein 120 kda dan infeksi juga
diduga dapat menyebabkan kristalisasi kolesterol.

Patogenesis Batu Pigmen dan Faktor faktor yang Mempengaruhi


Batu pigmen merupakan jenis batu yang banyak ditemukan di negara Timur
dengan komponen utamanya adalah kalsium bilirubinat. Kandungan kolesterol pada
batu pigmen kurang dari 30%. .Batu pigmen hitam terutama mengandung kompleks
kalsium bilirubinat dengan kalsium dan glikoprotein. Mekanisme pembentukannya
belum diketahui pasti, tetapi diduga disebabkan karena empedu mengalami
supersaturasi oleh bilirubin indirek, perubahan pH dan kalsium serta produksi yang
berlebihan dari glikoprotein. Kadar bilirubin indirek yang tinggi dalam empedu
biasanya ditemukan pada penderita hemolisis kronik.
Batu pigmen coklat terutama mengandung garam kalsium dari bilirubin
indirek (kalsium bilirubinat) dan lebih sering dihubungkan dengan stasis empedu dan
infeksi. Stasis empedu sering disertai infeksi kandung empedu tetapi masih belum
jelas apakah stasis menyebabkan infeksi atau infeksi yang menyebabkan kerusakan
epitel kandung empedu dan mengakibatkan fibrosis sehingga terjadi stasis. Infeksi
oleh parasit seperti Ascaris lumbricoides dan Clonorchis sinensis akan menyebabkan
iritasi dan fibrosis sfingter Oddi sehingga terjadi stasis.
Enzim beta glukoronidase yang dihasilkan kelompok bakteri koli (misalnya
Escherichia coli) akan menghidrolisis bilirubin direk menjadi bilirubin indirek dan
asam glukoronida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim ini meningkat
pada keadaan inflamasi taktus biliaris. Bilirubin indirek ini bergabung dengan kalsium
menghasilkan kalsium bilirubinat yang tidak larut dalam air sehingga terjadi
pengendapan.

3. MANIFESTASI KLINIS
Setengah sampai dua per tiga penderita batu kandung empedu adalah
asimtomatik. Keluhan yang ada mungkin berupa dispepsia yang kadang di sertai
intolerans terhadap makanan berlemak.
Pada yang simtomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin memanjang lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus
timbul tiba-tiba.
Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak
bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan
bahwa nyeri menghilang setelah makan antasida. Kalau terjadi kolesistitis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam dan sewaktu kandung
empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik nafas, yang
merupakan tanda rangsang peritoneum setempat.
1. Kolik Biliaris
Sekitar 60-70% dari pasien dengan batu empedu simtomatik mengalami
episode kolik biliaris, yaitu nyeri yang terutama dirasakan di daerah epigasfrium
setelah makan atau di daerah kuadran atas kanan perut, kadang-kadang menjalar ke
belakang (interskapula) atau sampai ke bahu kanan. Nyeri dapat dirasakan beberapa
menit sampai beberapa jam. Nyeri yang hebat sering disertai rasa mual dan muntah
sehingga menyebabkan penderita dirawat di rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri epigastrium pada palpasi atau nyeri di
daerah kuadran atas kanan tetapi sebagian besar pasien tidak menunjukkan kelainan
pada pemerilsaan fisik.
2. Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan komplikasi paling sering, yaitu sekitar 15-20% drt
pasien dengan batu empedu simtomatik. Pasien mengalami nyeri hebat yang
dirasakan terus-menerus selama beberapa jam, sehingga pasien merasa membutuhkan
pertolongan emergensi. Obstruksi duktus sistikus yang menetap oleh batu, disertai
iritasi kimia oleh empedu menyebabkan inflamasi dan edema dari dinding kandung
empedu, biasanya pasien mengalami mual dan muntah.
Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan nyeri dan rasa penuh di daerah
kuadran atas kanan. Pada palpasi di daerah kuadran atas kanan selama inspirasi sering
menyebabkan rasa nyeri sehingga pasien menghentikan napas sejenak (Murphy's sign
positif). Tanda peritonitis lokal dan demamjuga sering ditemukan.
3. Batu pada Duktus Koledokus (Koledokolitiesis)
Koledokolitiasis dapat terjadi bila batu tempat dari kandung empedu dan
menyumbat duktus koledokus. Sumbatan batu ini dapat menyebabkan kolangitis atau
pankreatitis akut. Pasien dengan batu pada duktus koledokus sering menunjuldcan
gejala jaundice dan deman, selain rasa nyeri.

Gambar: Perjalanan penyakit batu empedu


4. DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan pada penderita batu empedu
di antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati
dan kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar
penderita mempunyai hasil laboratorium yang normal.
Tetapi bila disertai komplikasi dapat menunjukkan leukositosis dan
peningkatan kadar enzim hati (aspartateam inotransferase, alanine aminotransferase,
fosfatase alkali), gamma glutamyl transferase dan bilirubin serum, terutama jika
terdapat batu pada duktus koledokus.
Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen
dalam urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu.
Sedangkan pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila
tedadi obstruksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).
2. Pemeriksean Radiologis
a. Ultrasonography (USG)
Ultrasonography (USG) merupakan suatu prosedru non-invasif yang cukup
aman, cepat, tidak memerlukan persiapan khusus, relatif tidak mahal dan tidak
melibatkan paparan radiasi, sehingga menjadi pemeriksaan terpilih untuk pasien
dengan dugaan kolik biliaris. Ultasonography mempunyai spesifisitas 90% dan
sensitivitas 95% dalam mendeteksi adanya batu kandung empedu. Prosedur ini
menggunakan gelombang suara (sound wave) untuk membentuk gambaran (image)
suatu organ tubuh. Indikasi adanya kolesistitis akut pada pemeriksaan USG
ditunjukkan dengan adanya batu, penebalan dinding kandung empedu, cairan
perikolesistikus dan Murphy sign positif akibat kontak dengan probe USG.
b. Magnetic Resonunce Imaging dan Magnetic. Resonance
Cholangiopancreatography
Pada Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) adalatr suatu
pemeriksaan yang relatif banr, yang menggunakan MRI imaging dengan software
khusus. Pemeriksaan ini mampu menghasilkan gambaran (images) yang serup a
Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatograpfty (ERCP) tanpa risiko sedasi,
pankreatitis atau perforasi. MRCP membantu dalam menilai obstruksi biliaris dan
anatomi duktus pankreatilars. Pemeriksaan ini lebih efektif dalam mendeteksi batu
empedu dan mengevaluasi kandung empedu untuk melihat adanya kolesistitis.
c. Endoscopic Retrograde Cholangiopan creatography
Endoscopic Retrograde Cholangio pancreatography (ERCP) adalah
pemeriksaan gold standard untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus
koledokus dan mempunyai keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu
empedu. ERCP adalah suatu teknik endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus
dan duktus pankreatikus. Pada pemeriksaan ini mengggunakan suatu kateter untuk
memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari dan pankreatikus
untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan fluoroscopy. Selama prosedur, klinisi
dapat melihat secara langsung gambaran endoskopi dari duodenum dan papila
major, serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus.

5. PENATALAKSANAAN
Asimtomatik tidak perlu dilakukan penanganan apa pun sampai terjadi
perkembangan berikutnya. simtomatik terdapat beberapa pilihan penatalaksanaan
yang tergantung manifestasi klinis, dengan tujuan utama mengurangi gejala klinis dan
mencegah berkembangnya komplikasi.

1. Terapi Operatif Kolesistektomi


Kolesistektorni merupakan satu satunya terapi definiti untuk penderita batu
simtomiatik, yaitu dengan mengangkat batu dan kandung empedu, dapat mencegah
berulangnya penyakit. Kolesistektomi dapat dilakukan dengan cara operasi membuka
rongga perut (laparotomi abdomen) atau dengan menggunakan laparoskopi.
Kolesistektomi laparoskopi adalah suatu prosedur invasif dengan membuat
insisi kecil pada abdomen serta menggunakan kamera video kecil untuk memperbesar
organ di dalam rongga perut. Dengan menggunakan monitor video sebagai pemandu,
dokter bedah mengidentifikasi, mengisolasi dan mengangkat kandung empedu dengan
laparoskop.

2. Terapi Non-operatif
Beberapa teknik non-operatif telah digunakan untuk mengobati batu empedu
simtomatik, seperti pemberian obat pelarut batu empedu (chenodeoxycholic dan
ursodeorycholic acid dan menghancurkan batu dengan utracorporeal shoclcwave litho
tripsy.
Ursodeoxycholic acid dapat menghambat sintesis kolesterol oleh hati. Kurang
dari l0% pasien dengan batu empedu dapat ditangani secara non-operatif dan hampir
setengah dari pasien yang terpilih untuk pengobatan non-operatif berhasil, tetapi
pengobatan cara ini membutuhkan biaya lebih banyak karena pengobatannya lebih
lama (sampai 5 tahun). Pengobatan cara ini hanya untuk pasien dengan batu empedu
berulcuran kecil dan batu kolesterol tanpa kalsifikasi.
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL) adalah suatu terapi nonoperatif,
yang menggunakan gelombang suara berenergi tinggi yang dapat menghasilkan shock
wave. Shock wave ini akan ditransmisikan melalui air dan jaringan serta mempunyai
kemampuan untuk memecah batu empedu. Teknik ini sudah jarang dilaktrkan karena
tergeser oleh kolesisteltomi laparoskopi (Mullholland et al, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

1. Avunduk, C., 2002. Gallstone. Dalam: Manual of Gastroenterology. Edisi ke-3


Massachussets: Lippincot Williams and Wilkins.
2. Debas, H.T., 2004. Biliary Tract. Dalam: Gastrointestinal Surgery: Pathophysiology and
Management. USA: Springer. 198-220.
3. Ginting S. 2011. A description characteristic risk factor of the kolelitiasis disease. Jurnal
darma agung. Vol.1.
4. Ko, C.W. dan Lee, S.P., 2009. Gallstones. Dalam: Tadataka Yamada, Ed.Textbook of
Gastroenterology. Edisi ke-5. USA: Wiley-Blackwell.
5. Price, S, Lorraine, M., 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Volume 1.
Edisi 6. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Sylvia A Price et al. Patofisiologi Konsep klinis Proses Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6.
EGC.2006
7. Widyastuti A. 2010. Jurnal Patogenesis Batu Empedu. Volme 1. 2010.

Anda mungkin juga menyukai