Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengomposan adalah cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah
sampah organik. Dengan pengomposan sampah organik akan diubah menjadi
pupuk yang dapat di gunakan untuk menunjang kesuburan tanah ataupun tanaman.
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alaminya. Untuk
mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-
teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang
maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan
didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses
penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan
dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat
penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti
untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri serta
limbah pertanian dan perkebunan. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak
lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial
oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat,
lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003).
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aaerobik
maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator
pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain PROMI (Promoting
Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic
Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan
cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Karena kompos merupakan
salah satu produk fermentasi untuk itu kami membuat makalah “Pembuatan
Kompos dengan Mikroba Effective Microba ( EM 4)” ini.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah itu kompos ?
2. Bagaimana cara membuat kompos ?
3. Bagaimana hasil yang didapatkan ?

1.3 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mendeskripsikan definisi dari kompos.
2. Menjelaskan cara pembuatan kompos.
3. Menjelaskan hasil dari praktikum.

1.4 Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Untuk mengolah bahan-bahan sampah yang tidak dipakai menjadi suatu
produk yang bernilai jual.
2. Untuk membantu mengurangi penimbunan sampah.
3. Untuk mengetahui proses pembuatan kompos dengan bantuan mikroba.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kompos


Kompos adalah hasil penguraian, pelapukan dan pembusukan bahan
organik seperti kotoran hewan, daun maupun bahan organik lainnya. Bahan kompos
tersedia di sekitar kita dalam berbagai bentuk. Beberapa bahan kompos adalah,
batang, daun, akar tanaman serta segala sesuatu yang dapat hancur. Banyak dari
bahan tersebut menumpuk menjadi sampah yang menggangu kesehatan. Sampah
organik dapat diolah menjadi kompos namun sampah organik seperti plastik dan
kaca tidak dapat diolah menjadi kompos (Soeryoko, 2011).
Pengomposan adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengatasi
sampah yang tidak menimbulkan efek samping bagi lingkungan. Bahkan hasil dari
pengomposan dapat memberikan efek yang sangat baik bagi lingkungan karena
mengandung beberapa unsur hara. Pengomposan ini pada umumnya dilakukan pada
sampah organik. Dengan pengomposan dapat mengubah sampah menjadi pupuk
yang bermanfaat bagi tanah dan tanaman. Akan tetapi pengomposan belum banyak
diterapkan untuk mengatasi sampah. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup
hanya 1-6% sampah yang diolah dengan cara pengomposan. Sisanya lebih banyak
dibakar, ditimbun dan dibuang ke sungai atau TPA. Oleh karena itu masih sangat
terbuka sekali melakukan pengomposan sebagai pupuk alternatif (Nugroho, 2012).
Kompos merupakan pupuk yang terbuat dari bahan yang penting dan
banyak dibutuhkan tanaman. Kompos terbuat dari bagian-bagian tanaman yang
telah mengalami penguraian oleh mikroorganisme. Pada awalnya kompos tersedia
di hutan dan ladang pertanian (bekas tebangan hutan). Kompos ini berasal dari
dedaunan dan ranting pohon yang mengalami pembusukan secara alami oleh
bakteri pengurai dan jamur. Kompos ini kemudian menjadi penyubur kawasan
hutan dan kadang-kadang dimanfaatkan oleh penduduk di sekitar hutan.
Kompos awalnya dibuat dengan memasukkan dan menumpuk begitu saja
bagian-bagian tanaman yang bertekstur lunak ke dalam suatu tempat. Bahan-

3
4

bahan tersebut akan hancur dan dibusukkan oleh bakteri pengurai di alam
sehingga terbentuk kompos. Pembuatan kompos secara tradisional dilakukan
dengan cara menimbun dedaunan dan pupuk kandang atau menguburnya di dalam
sebuah lubang. Proses pembuatan kompos ini dapat memakan waktu hingga tiga
bulan. Namun saat ini telah ditemukan cara baru pembuatan kompos yang lebih
cepat dan efisien. Kompos yang merupakan pupuk organik memiliki kandungan
unsur hara yang ramah lingkungan. Unsur hara yang terdapat pada kompos tidak
akan merusak tanah seperti pupuk buatan pabrik (pupuk organik). Kompos bersifat
slow release sehingga tidak berbahaya bagi tanaman walaupun jumlah yang
digunakan cukup banyak. Pupuk kompos yang dibuat dengan bantuan EM4
memiliki kandungan nitrogen sekitar 1,5% P2O3, sekitar 1% dan K2O sekitar 1,5%
(Redaksi Agromedia, 2007).
Pengomposan merupakan proses menurunkan perbandingan (rasio) antara
karbohidrat dan nitrogen. Nilai ratio yang diperlukan adalah mendekati atau sama
dengan nilai rasio karbon dan nitrogen tanah. Semua tanaman hanya bisa menyerap
makanan dari zat yang mempunyai rasio C/N yang nyaris sama dengan tanah.
Tanah mempunyai perbandingan rasio C/N berkisar 10-12%. Sementara itu rasio
C/N bahan kompos melebihi 50%. Agar bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman
maka bahan kompos harus dihancurkan atau diuraikan menjadi tanah.

2.2 Manfaat Kompos


Kompos selain dapat membersihkan sampah yang berserakan di lingkungan
kita juga mempunyai manfaat yang bagus dalam dunia pertanian, diantaranya :
1. Pembenahan tanah : kompos merupakan benda yang dapat membenahi atau
memperbaiki mutu tanah. Lahan yang rusak dan kehilangan kesuburannya
dapat diperbaiki dengan pengolahan lahan dengan kompos. Lahan yang
telah diperbaiki dengan kompos akan tampak gembur dan subur. Selain
lahan pertanian, beberapa tempat bekas penambangan sering menggunakan
kompos untuk memperbaiki lahan yang rusak.
2. Penyedia makanan bagi tanaman : selain memperbaiki kualitas tanah,
kompos juga berfungsi menyediakan makanan bagi tanaman. Kompos
5

menjaga mikroorganisme dalam tanah untuk berkembang biak.


Mikroorganisme menghasilkan kesuburan tanah. Lahan yang penuh dengan
makanan menjadikan tanaman yang tumbuh di atasnya subur sehingga akar
akan menarik makanan yang tersedia dalam kompos sebanyak-banyaknya.

2.3 Keunggulan Pupuk Kompos


1. Memperbaiki struktur tanah. Lahan pertanian atau media tanam pada pot
yang sudah terlalu lama dipupuk dengan pupuk kimia terutama urea (pupuk
dengan kandungan N tinggi) akan menjadi keras, liat dan asam. Pupuk
kompos yang ramah lingkungan akan memperbaiki pH dan strukturnya.
2. Memiliki kandungan unsur mikro dan makro yang lengkap. Walaupun
kandungan unsur mikro dan makro di dalam kompos sedikit tetapi
kelengkapannya sangat diperlukan tanaman. Tanaman yang kekurangan
salah satu unsur mikro atau makro akan terhambat pertumbuhannya bahkan
menyebabkan tanaman tidak bisa menyerap unsur hara yang diperlukan.
3. Tidak ada rasa khawatir bila harga pupuk kimia naik atau pupuk kimia
hilang di pasaran.
4. Mampu memperbaiki kualitas biologi tanah. Cacing tanah akan berkembang
biak pada lahan organik.
5. Mampu menambah daya ikat air.
6. Membuat tanah menjadi gembur.
7. Tanah berpasir menjadi tanah yang mempunyai daya ikat air.
8. Dapat diproduksi sendiri

2.4 Membuat Obat Pengurai Kompos


Sampah yang berserakan di kebun membutuhkan waktu berbulan-bulan
untuk lapuk dan menjadi kompos. Agar sampah tersebut cepat lapuk obat pengurai
diperlukan karena membuat sampah tersebut cepat menjadi kompos. Obat pengurai
kompos berfungsi untuk mempercepat pelapukan.
2.4.1 Bahan Pembuat Obat Pengurai Kompos
1. Isi Perut Hewan
6

Perut hewan pemakan rumput menyimpan mikroba pengurai kompos.


Rumput yang dimakan akan dihancurkan oleh mikroba dalam perut. Dalam
beberapa hari rumput tersebut akan hancur dan berubah bentuk menjadi kotoran. Isi
perut hewan yang dapat digunakan untuk obat pengurai kompos adalah sapi,
kambing dan kerbau. Kita dapat meminta isi perut ini di tempat penyembelihan
hewan. Isi perut hewan yang kita peroleh harus diperas dan disaring. Air saring
yang diperoleh dari isi perut tersebut selanjutnya disimpan dalam wadah tertutup.
Air perasan tersebut mengandung mikroba pengurai. Mikroba penghancur kompos
tidak memerlukan udara luar seperti pada saat di dalam perut. Air saring yang
mengandung mikroba tidak boleh disimpan lebih dari 12 jam karena mikroba dapat
mati. Air yang mengandung mikroba hidup terasa panas oleh karena itu jika air
perasan tidak panas berarti mikroba pengurai komposnya mati karena telah terlalu
lama disimpan, Jumlah air perasan yang diperlukan adalah 7 liter.
2. Tetes Tebu
Tetes tebu digunakan sebagai makanan mikroba penghancur. Bila tetes tebu
sulit didapat maka dapat digantikan dengan gula merah sebanyak 1 kg. Pemilihan
tetes tebu hanya karena harganya yang lebih merah dibandingkan gula merah.
Jumlah tetes tebu yang dgunakan adalah 1 liter.
3. Bekatul
Bekatul mengandung karbohidrat yang dibutuhkan oleh mikroba.
Karbohidrat tidak langsung dapat digunakan oleh mikroba dan harus diubah dulu
menjadi gula. Bekatul merupakan penyedia gula jangka panjang. Bekatul adalah
kulit ari beras. Bekatul merupakan sumber energi yang bertahan lama untuk
mikroba. Jumlah bekatul yang digunakan adalah 1 kg.

4. Terasi
Terasi digunakan sebagai bahan pembuat kompos oleh pengurai kompos
karena terasi mengandung protein yang diperlukan dalam perkembangbiakan
mikroba pengurai kompos. Jumlah terasi yang digunakan adalah 250 gram
7

2.4.2 Cara Membuat Obat Pengurai Kompos


1. Terasi dan bekatul dimasak dengan 5 liter air sampai mendidih. Lakukan
pengadukan agar terasi dan bekatul hancur dan menyatu dengan air. Setelah
mendidih api dimatikan dan dandang diangkat.
2. Setelah dingin, air di dalam dandang dimasukkan ke dalam jerigen yang
telah berisi cairan isi perut hewan. Cairan isi perut tidak boleh dimasak
karena dapat menyebabkan mikroba mati.
3. Masukkan tetes tebu ke dalam jerigen sebagai makanan mikroba. Bila
menggunakan gula merah sebaiknya gula merah direbus bersamaan dengan
terasi dan bekatul.
4. Aduk campuran tersebut setiap hari hingga hari ketujuh. Pengadukan cukup
dilakukan sekali sehari. Setelah diaduk, jerigen kembali ditutup rapat.
5. Obat pengurai kompos yang jadi ditandai dengan bau seperti tape. Bila
aroma tape sudah keluar dari jerigen, tutup jerigen rapat-rapat.
6. Untuk menjaga agar mikroba tidak mati maka ditambahkan tetes tebu 1
gelas sebulan sekali.

2.5 Memproduksi Kompos


Pemilihan bahan kompos akan menentukan kualitas kompos. Secara umum
cara membuat kompos dibedakan menjadi dua, yaitu :
2.5.1 Cara Konvensional
Untuk membuat kompos secara sederhana, anda perlu melakukan hal-hal
berikut :
1. Menumpuk bahan hingga hancur
Membuat kompos dengan menumpuk bahan sangatlah mudah untuk
dilakukan. Biasanya bahan kompos ditumpuk di sawah dan dibiarkan terkena sinar
matahari dan hujan. Proses ini memerlukan waktu hingga bertahun-tahun agar
bahan menjadi lapuk. Selain itu cara ini banyak kekurangan, diantaranya unsur hara
yang ada di dalam bahan akan hilang karena tersapu air hujan. Akhirnya kompos
8

yang dipanen tidak memberi manfaat apapun terhadap tanaman. Contoh metode ini
adalah penumpukan jerami di sawah.
2. Menimbun di dalam tanah
Cara pembuatan kompos dengan menimbun bahan di dalam tanah umumnya
dilakukan di kebun. Bahan yang ditimbun adalah kotoran hewan dan daun. Metode
ini dimulai dari penggalian tanah yang akan digunakan untuk menumpuk bahan
kompos. Setelah lubang cukup maka semua bahan dimasukkan di dalam lubang dan
ditutupi dengan tanah. Cara ini lebih cepat daripada cara penumpukan, namun
memiliki kekurangan. Tempat pembuatan kompos yang dibiarkan terkena sinar
matahari dan air hujan secara langsung dapat mengurangi unsur hara yang terdapat
di dalam kompos tersebut.
2.5.2 Cara Modern
Pembuatan kompos ini menggunakan bantuan mikroba sebagai pembantu
penguraian bahan sehingga menghasilkan kompos yang lebih cepat daripada yang
konvensional. Beberapa syarat harus terpenuhi untuk memproduksi kompos secara
modern, diantaranya bahan kompos, alat penunjang pembuatan kompos dan cara
membuat kompos.
2.5.3 Bahan Kompos
Beberapa bahan kompos yang biasa digunakan oleh para pengusaha pupuk
organik adalah :
1. Kotoran Ternak
Kotoran ternah dari sapi, kambing, burung puyuh dan ayam pedaging dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku utama kompos. Kotoran ternak banyak
mengandung nitrogen yang digunakan tanaman untuk pertumbuhan. Tanaman yang
mendapat nitrogen yang cukup akan tampak hijau.
2. Eceng Gondok
Dalam beberapa penelitan disebutkan bahwa eceng gondok berfungsi
menahan logam berat sehingga tanah di sekitar eceng gondok menjadi lahan yang
bersih dari bahan kimia berbahaya.
3. Batang Pisang
9

Batang pisang mengandung fosfor dan kalium. Keduanya berperan dalam


proses pembungaan dan pembuahan. Tanaman yang kekurangan fosfor dan kalium
akan mudah rontok buahnya.
4. Jerami
Jerami merupakan bahan kompos yang tidak bisa ditinggalkan. Bahan ini
dapat kita ambil dari pakan ternak yang tersisa. Jerami mengandung kimia pupuk
yang lengkap.
5. Krinyu
Krinyu dipilih sebagai bahan baku pembuatan kompos karena krinyu
mengandung N dan K yang cukup banyak untuk tanaman.

2.6 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan


Sebelum membuat kompos ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu
komposisi bahan, reaksi kimiawi, tempat dan waktu yang menunjang pembuatan
kompos. Tujuannya agar hasil kompos yang kita buat memenuhi standar. Saat
pembuatan kompos, di dalam tumpukan bahan-bahan organik akan terjadi berbagai
perubahan yang dilakukan oleh jasad-jasad renik. Perubahan tersebut dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya (Teti, 2009) :
1. Susunan bahan
Jika bahan kompos merupakan campuran dari berbagai macam jenis
tanaman, proses penguraiannya relatif lebih cepat daripada yang berasal dari satu
jenis tanaman.
2. Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran potongan bahan asalnya, semakin cepat proses
penguraian bahan. Ukuran ideal pemotongan bahan mentah sekitar 4 cm. Jika
potongannya terlalu kecil, timbunan menjadi padat sehingga tidak ada sirkulasi
udara.
3. Suhu optimal
Proses pengomposan berlangsung optimum pada suhu 30-42.
4. Derajat keasaman atau pH tumpukan kompos
10

Derajat keasaman bahan baku kompos diharapkan berkisar pada pH 6,5-8.


Agar proses penguraian berlangsung cepat pH dalam tumpukan kompos tidak boleh
terlalu rendah (asam). Karena itu bahan ditaburi dengan kapur atau abu.
pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,5 hingga 7,4. Proses
pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal
akan menyebabkan penurunan pH sedangkan produksi ammonia dari senyawa-
senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang mendekati netral.
5. Kandungan air dan oksigen
Idealnya kadar air bahan mentah 50-70%. Jika tumpukan kompos kurang
mengandung air, bahan akan bercendawan. Hal ini merugikan karena proses
penguraian bahan berlangsung lambat dan tidak sempurna. Aktivitas perombakan
bahan organik secara aerob memerlukan oksigen. Karena itu untuk memaksimalkan
proses pengomposan buat lubang atau celah di dasar komposer agar sirkulasi udara
terjaga.
6. Kandungan Nitrogen (N)
Semakin banyak kandungan senyawa nitrogen maka akan semakin cepat
bahan terurai karena jasad-jasad renik memerlukan senyawa N untuk
perkembangannya.
7. C/N rasio
C/N rasio adalah perbandingan jumlah karbon ( C ) dengan nitrogen (N)
dalam suatu bahan. Idealnya perbandingan C dan N dalam proses pengomposan
adalah 25:1 hingga 30:1. Jika salah satunya berlebih, proses pengomposan akan
berlangsung lebih lama dan kompos yang dihasilkan kurang baik.
Mikroba memecah senyawa karbon sebagai sumber energu dan
menggunakan N sebagai sintesa protein. Pada rasio C/N di antara 30 sampai 40
mikroba mendapatkan cukup karbon untuk energi dan nitrogen untuk sintesa
protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi mikroba akan kekurangan N untuk sintesa
protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Tabel 2.1 Kondisi yang optimal untuk mempercepat pengomposan
11

Kondisi Kondisi yang bisa Ideal


diterima
Rasio C/N 20:1 s/d 40:1 25-35:1
Kelembapan 40-65% 45-62% berat
Konsentrasi oksigen > 5% > 10%
tersedia
Ukuran partikel 1 inchi Bervariasi
Bulk density 1000 lbs/cp yd 1000 lbs/cp yd
pH 5,5-9,0 6,3-8,0
Suhu 43-660C 54-600C
Sumber : (Nugroho, 2012)
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum
strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu :
1. Memanipulasi kondisi atau faktor-faktor yang berpengaruh pada proses
pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum
mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk
membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi
dicampur dengan bahan yang mengandung C/N rendah seperti kotoran
ternak. Untuk bahan yang besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil
dan ideal untuk pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan
air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum
proses pengomposan.
2. Menggunakan aktivator pengomposan. Menambahkan organisme yang
dapat mempercepat proses pengomposan yaitu mikrobs pendegradasi bahan
organik dan vermikompos (cacing). Organisme lain yang banyak
dipergunakan adalah mikroba baik bakteri, aktinomicetes maupun kapang
atau cendawan. Saat ini banyak sekali beredar aktivator-aktivator
pengomposan misalnya MARROS, Bio-Activa, Green Phoskko(GP-1).
Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec dan lainya. Promi,
OrgaDec, SuperDec dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian
12

Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini dimanfaatkan masyarakat.


Sementara MARROS, Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti
mikroba tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator
pengomposan ini menggunakan mikroba-mikroba terpilih yang memiliki
kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik
seperti Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma
harzianum, Pholyota sp, Agtaily sp dan FPP (fungi pelapuk putih).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua. Strategi proses pengomposan
yang saat ini banyak dikembangkan adalah menggabungkan dua strategi di
atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan
menambahkan aktivator pengomposan.

2.7 Effective Mikroorganisme (EM)


Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi
menggunakan bakteri (mikroorganisme). Sampah organik dengan proses EM dapat
menjadi pupuk organik yang bermanfaat meningkatkan kualitas tanah EM sendiri
adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi
pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme
Lactobacillus sp, bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri
fotosintetis yaitu Streptomycetes sp dan ragi. EM mampu meningkatkan
dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga sangat bagus digunakan untuk
mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan, meningkatkan
ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan
mikroorganisme patogen.
EM diaplikasikan sebagai inokulum untuk meningkatkan keragaman dan
populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman yang selanjutnya dapat
meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman
secara berkelanjutan. EM tidak mengandung mikroorganisme yang secara genetik
telah dimodifikasi tetapi terbuat dari kultur campuran berbagai spesies yang
terdapat dalam lingkungan alami (Nugroho, 2012).
13

EM memiliki kandungan mikroorganisme yang sangat banyak yang


beberapa diantaranya sering dipakai untuk fermentasi yaitu bakteri Streptomyces,
ragi (yeast), Lactobacillus dan bakteri fotosintesis.
EM dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung mikroorganisme
pengurai antara lain isi perut binatang atau ternak ruminansia. Selain itu dibutuhkan
juga susu, terasi. Bahan-bahan ini akan menjadi starter bagi hijauan segar, agar
dapat terurai menjadi kompos siap pakai. Kompos yang dibuat menggunakan EM
disebut juga Bokashi (Redaksi AgroMedia, 2007).
Berikut adalah pembuatan EM dan Bokashi :
2.7.1 Membuat EM (Effective Microorganisme)
1. Alat dan bahan
a. Susu sapi murni 2 Liter
b. Isi perut (lambung) hewan ruminansia secukupnya
c. Gula pasir 1 kg
d. Bekatul 1 kg
e. Nanas 1 buah
f. Terasi ½ kilogram
g. Air bersih 10 Liter
h. Panci
i. Parutan
j. Kompor

2. Cara membuat
a. Haluskan buah nanas menggunakan parutan atau blender lalu campurkan
gula pasir, bekatul, terasi dan air bersih di dalam panci. Masak hingga
mendidih lalu didinginkan.
b. Tambahkan susu sapi murni dan isi lambung ruminansia aduk hingga
merata.
c. Tutup panci rapat-rapat selama dua belas jam atau satu hari. Bila berhasil
EM akan muncul gelembung-gelembung di permukaan bahan.
14

2.7.2 Membuat Bokashi


1. Bahan-bahan
a. Bahan utama : jerami, pupuk kandang atau dedaunan 200 kg
b. Bahan tambahan : sekam atau serbuk gergaji 200-300 kg, air bersih
secukupnya, gula pasir 20 sendok makan dan EM4 200-250 mL.

2. Cara membuat
a. Cacah bahan berupa jerami atau dedaunan agar bentuknya lebih rapi untuk
memudahkan proses penguraian. Jika menggunakan pupuk kandang
bersihkan dan sampah organik seperti ranting, tongkol jagung dan batang
rumput gajah yang dapat menggangu proses pembuatan atau pengadukan.
b. Campurkan bahan tambahan berupa sekam atau serbuk gergaji dan aduk
hingga merata.
c. Buat larutan dari EM4, gula dan air. Aduk hingga benar-benar larut dan
tercampur merata.
d. Campurkan larutan secara merata di bahan yang telah disiapkan. Usahakan
agar larutan dari bahan tercampur baik. Pastikan pada saat mencampur tidak
ada cairan yang terbuang.
e. Rapikan dalam bentuk gundukan. Tingginya 20 cm sampai satu meter.
f. Tutup gundukan menggunakan plastik, karung atau terpal.
g. Aduk satu kali setiap hari dengan membalik bahan sedemikian rupa
sehingga bagian bawah menjadi berada di bagian atas dan sebaliknya. Hal
ini dilakukan agar suhu bahan tidak terlalu panas. Pada saat fermentasi, suhu
akan meningkat menjadi 500C. Proses fermentasi siap jika ciri bahan
gembur, dingin dan tidak mengeluarkan bau.

2.8 Pembuatan Pupuk Kompos Cair


2.8.1 Pupuk kompos cair dari sampah organik
1. Bahan
a. Sampah organik (sisa sayur-sayuran)
b. Cairan molase
15

c. Air
d. Aktivator Boisca
e. Komposter

2. Pembuatan
a. Menyiapkan komposter.
b. Sampah organik yang sudah ada dicacah kemudian dimasukkan ke dalam
komposter.
c. Cairan bioaktivator biosca disiapkan.
d. Bioaktivator ini berfungsi untuk mempercepat pembusukan.
e. Semprotkan biosca cairan molas hingga ke seluruh sampah dan tutup rapat
komposter.
f. Tutup dan simpan di tempat yang terhindar dari sinar matahari.
g. Rendam selama beberapa hari dengan pH dan C/N sesuai (21 hari).

2.8.2 Pupuk kompos cair dengan aktivator EM4


1. Bahan
a. EM 1 Liter
b. Molase 1 Liter
c. Pupuk kandang
d. Dedak
e. Air secukupnya

2. Pembuatan
a. Mengisi drum dengan air sampah setengah drum tersebut.
b. Pada tempat terpisah larutkan molase sebanyak 250 g ke dalam 1 liter air.
c. Masukkan molase serta cairan EM ke dalam drum dan aduk secara perlahan
dan merata.
16

d. Masukkan pupuk kandang dan aduk perlahan agar larutan terserap oleh
pupuk kandang.
e. Tambahkan air sampai penuh dan tutup rapat drum.
f. Lakukan pengadukan setiap pagi selama 4 hari (5 kali putaran) setelah 4 hari
pupuk siap digunakan.

2.9 Komposter
Komposter adalah alat yang digunakan untuk membantu kerja bakteri
pengurai (decomposer) aneka material organik berupa sampah dan limbah menjadi
bentuk hara yakni material kompos dengan sifat-sifat seperti tanah.
Berikut ini adalah gangguan yang biasanya muncul pada komposter dan
cara mengatasinya
1. Lebih dari 1 bulan tidak mengeluarkan cairan lindi. Kendala ini mungkin
disebabkan oleh kondisi ujung keran yang mampet atau tersumbat. Cara
mengatasinya dengan membuka bagian keran yang berwarna merah atau
biru lalu putar ke kiri. Jika keran sudah terlepas tetapi tidak keluar juga
cairannya lakukan penyodokan atau pendorongan di bagian keran
menggunakan dua batang sapu lidi. Jika cara ini belum berhasil
kemungkinan besar dikarenakan adanya sampah organik yang dimasukkan
berupa daun kering. Untuk mengatasinya sebaiknya tidak menggunakan
daun kering untuk membuat kompos cair. Untuk itu maka daun kering
dikumpulkan lalu disemprotkan dengan bioktivator propuri yang sudah
diencerkan hingga mengenai seluruh permukaan daun. Setelah itu daun
dmasukkan ke dalam karung plastik dan diikat. Setelah satu bulan hasilnya
dapat digunakan sebagai media tanam.
2. Lindi beraroma tidak sedap. Bau lindi sebenarnya tidak terlalu menyengat
asalkan bahan baku yang digunakan hanya dedaunan. Namun adanya bahan
organik lain seperti nasi, udang, ikan dan lain-lain dapat menyebabkan hasil
pupuk cair atau lindi seperti ini memiliki aroma yang tidak sedap. Bau lindi
yang tidak sedap dapat diantisipasi dengan menambahkan cairan kapur sirih
17

atau asap cair dengan membuat larutannya ( 1 sendok kapur sirih dengan 1
liter air, kemudian dikocok dan diaduk hingga merata).
3. Adanya belatung dalam komposter. Sebelum bahan organik dimasukkan ke
dalam komposter pada umumnya sudah dihinggapi oleh lalat. Dan tidak
tertutup kemungkinan lalat yang hinggap bertelur dan menetas di dalam
komposter. Sebenarnya adanya belatung dapat mengurai limbah organik di
dalam komposter. Namun beberapa masyarakat tidak menyukai kondisi ini.
Adanya belatung dapat ditanggulangi dengan menutup pipa kanan dan kiri
yang terdapat di luar komposter menggunakan plastik, sistem ini ditutup
sehingga suhu di dalam komposter naik sehingga belatung akan mati. Atau
dengan penyiraman air panas ke dalam komposter hingga belatung mati lalu
didiamkan sampai suhu di dalam komposter normal kembali.
Menyemprotkan kembali bioaktivator ke dalam komposer untuk
merangsang pertumbuhan bakteri.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah :
1. Tong plastik
2. Parang
3. Pengaduk

3.1.2 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan adalah :
1. Serbuk kayu
2. Sayur-sayuran
3. EM4
4. Kotoran ternak yang kering

3.2 Prosedur Kerja


Adapun prosedur kerja yang dilakukan adalah :
1. Serbuk kayu dan sayuran dicacah hingga halus.
2. Dimasukkan serbuk kayu dan sayuran ke dalam tong dengan perbandingan
20 : 1.
3. Pada tong terpisah dimasukkan 250 mL EM 4 ke dalam larutan gula merah
1 Liter.
4. Tong yang berisi campuran serbuk kayu dan sayuran disiramkan larutan EM
4 secara perlahan hingga tercampur semua.
5. Tong ditutup dengan penutupnya.
6. Dilakukan pengadukan selama 2 hari sekali.

18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kami melakukan beberapa kali pengecekan dan pengadukan di dalam satu
minggu, untuk itu kami akan menyimpulkannya dalam perminggu yang dapat
dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan
Minggu Perubahan
Pertama Suhu tong menjadi panas, warna
masih cokelat dengan tekstur seperti
serbuk kayu biasa dan bau seperti
bau sampah segar dengan kadar air
10%
Kedua Terdapat ulat kecil, warna cenderung
cokelat kehitam-hitaman dan bau
cenderung seperti kotoran ayam
dengan kadar air 10%
Ketiga Ulat menghilang, warna menjadi
hitam, sampah tidak terlihat
bentuknya dan bau yang dihasilkan
tidak menyengat dengan kadar air
10%
Keempat Warna menjadi hitam, bau seperti
bau mikroba, sampah tidak terlihat
lagi namun sedikit basah dengan
kadar air 20%

19
20

4.2 Pembahasan
Pada minggu pertama setelah dimasukkan EM4 ke dalam sampah tadi,
dilakukan pendiaman selama beberapa hari. Pada hari pertama pengecekan setelah
dimasukkan EM4, sampah masih berupa dan masih bisa dikenalin dengan bau yang
khas sampah dengan warna masih warna sampah. Setelah didiamkan selama 3 hari
juga masih sama dengan intensitas bentuk sampah yang masih dikenali dengan
warna yang cenderung cokelat. Suhu tong menjadi panas, ini menandakan bahwa
mikroba hidup dan mengurai sampah tersebut. EM4 ini sebagian besar mengandung
mikroorganisme Lactobacillus sp, bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah
sedikit bakteri fotosintetis yaitu Streptomycetes sp dan ragi. EM mampu
meningkatkan dekomposisi limbah dan sampah organik sehingga sangat bagus
digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau kotoran hewan,
meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta menekan aktivitas serangga hama
dan mikroorganisme patogen.
Pada minggu kedua, didapatkan ulat-ulat kecil (bukan belatung) pada
sampah dan menimbulkan bau seperti kotoran ayam. Ini menandai bahwa proses
fermentasi telah terjadi dan bau yang dihasilkan akibat dari mikroba yang mengurai
zat-zat karbon sebagai sumber energinya dan nitrogen di dalam sayuran untuk
proses sintesanya dan pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6,5 hingga 7,4.
Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan
pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau
lokal akan menyebabkan penurunan pH sedangkan produksi ammonia dari
senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-
fase awal pengomposan sehingga menjadi berbau menyengat.
Pada minggu ketiga didapatkan ulat sudah menghilang dan warna sampah
menghitam dan tidak ditimbulkan bau diakibatkan pH nya mendekati netral.
Sebenarnya proses ini telah siap dan bisa digunakan, namun karena kurangnya
informasi tentang bagaimana kriteria kompos yang siap digunakan sehingga
dilakukan pendiaman selama 1 minggu lagi.
Pada minggu keempat didapatkan sampah telah terurai dan berwarna hitam
namun kadar air meningkat, ini diakibatkan oleh dalam proses fermentasi
21

dihasilkan gas CO2 dan etanol sehingga gas tersebut mencair dan menghasilkan
bahan tingkat kadar air meningkat. Aktivitas perombakan bahan organik secara
aerob memerlukan oksigen. Karena itu untuk memaksimalkan proses pengomposan
buat lubang atau celah di dasar komposer agar sirkulasi udara terjaga namun pada
praktikum kami tidak memberikan lubang untuk sirkulasi udara sehingga gas dalam
proses fermentasi mencair.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut
:
1. Proses fermentasi berhasil dan terhenti di minggu ketiga dengan kompos
yang dihasilkan berwarna hitam.
2. Terjadi peningkatan kadar air pada minggu keempat.
3. Karena serbuk kayu sangat kecil sehingga mudah terurai oleh mikrobia
sehingga proses fermentasi lebih cepat.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama pengomposan adalah jenis bahan
yang digunakan, rasio C/N, ukuran bahan, suhu, pH dan kelembapan.
5. Penggunan EM4 hanya mempercepat proses penguraian sampah menjadi
kompos. EM4 digunakan karena merupakan kultur campuran yang berisi
banyak mikroba pengurai untuk sampah organik.

5.2 Saran
Sebaiknya proses pengomposan ini menggunakan alat bantu pH meter agar
mengetahui tingkat pH optimumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, Panji. 2012. Panduan Membuat Pupuk Kompos Cair. Yogyakarta :


Pustaka Baru Press

Redaksi Agromedia, 2007. Cara Praktis Membuat Kompos. Jakarta : PT.


Agromedia Pustaka

Soeryoko, Hery. 2011. Kiat Pintar Memproduksi Kompos dengan Pengurai


Buatan Sendiri. Yogyakarta : Lily Publisher

Suryati, Teti. 2009. Bijak dan Cerdas Mengolah Sampah : Membuat Kompos dar
Sampah Rumah Tangga. Jakarta : Agromedia Pustaka

23

Anda mungkin juga menyukai