Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena

di daerah anus, yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau di luar

linea dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut

hemorrhoid eksterna. Sedangkan di atas atau di dalam linea dentate, pelebaran

vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemorrhoid interna.

Biasanya struktur anatomis anal canal masih normal. Hemorrhoid timbul

karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemorrhoidalis yang

disebabkan oleh faktor-faktor risiko / pencetus. Faktor risiko hemorrhoid antara

lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, kurang minum air,
1
kurang makan-makanan yang berserat, kurang olahraga.

Salah satu penyebab terjadinya hemorrhoid adalah karena pola makan

yang kurang teratur dimana kurang makan-makanan yang berserat dan kurang

mengkonsumsi air putih. Hemoroid memiliki faktor resiko cukup banyak,

diantaranya adalah: kurang mobilisasi, lebih banyak tidur,konstipasi, cara BAB

yang tidak benar, kurang minum air, kurang makanan berserat (sayur dan

buah), faktor genetika atau keturunan, kehamilan, penyakit yang meningkatkan

1,2
intra abdomen (tumor abdomen, tumor usus), sirosis hati.

Gejala hemoroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan

higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama


defekasi. Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam mungkin satu-

satunya tindakan bila diperlukan. Bila tindakan ini gagal, laksatif yang

berfungsi mengabsorpsi dengan salep, dan supositoria yang mengandung

anestesi, astringen dan tirah baring adalah tindakan yang memungkinkan

2
pembesaran berkurang.

Hemorrhoid juga banyak terjadi dikalangan mahasiswa Fakultas

Kedokteran UMI karena jadwal perkuliahan yang sangat padat sehingga

terciptalah pola makan yang kurang teratur, kebiasaan duduk lama dalam

menerima materi perkuliahan, kurang minum air, kurang makan-makanan yang

berserat, kurangnya olahraga, dan cara BAB yang tidak benar karena BAB

yang tidak rutin.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Prevalensi Kasus Kejadian Hemorrhoid Pada Mahasiswa FK

UMI.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dibuat

rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “Prevalensi kasus kejadian

hemorrhoid pada mahasiswa FK UMI”.


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi kasus kejadian hemorrhoid pada

mahasiswa FK UMI.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi prevalensi kasus kejadian hemorrhoid

berdasarkan pola makan.

b. Untuk mengidentifikasi prevalensi kasus kejadian hemorrhoid

berdasarkan aktivitas olahraga.

c. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK UMI terhadap

bahaya penyakit hemorrhoid.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi beberapa

pihak.

1. Instansi Pendidikan

Sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.


2. Instansi Kesehatan

Agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien,

memberikan informasi yang akurat tentang gambaran tingkat pengetahuan

masyarakat terhadap penyakit hemorrhoid.

3. Untuk Peneliti

SelanjutnyaSebagai bahan informasi dan perbandingan untuk penelitian

kasus tersebut di masa yang akan datang.

4. Masyarakat

Dapat memberikan informasi tentang penyakit hemorrhoid.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

a. Definisi Hemoroid

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50an, 50% individu mengalami

berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan

3
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid.

Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales


4
yang tidak merupakan keadaan patologik.

Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-

vena hemoroidales. Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu

5
trombosis, ruptur, radang, ulserasi, dan nekrosis.
6
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu :

1. Derajat I : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar

kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorktoskop.

2. Derajat II : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang sdan

masuk sendiri kedalam anus secara spontan.

3. Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps yang masuk lagi

kedalam anus dengan bantuan dorongan jari.


4. Derajat IV : prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung

mengalami trombosis dan infark.

Hemoroid eksterna dikelompokkan bentuk akut dan kronis. Bentuk akut

berupa pembengkakan kebiruan pada pinggir anus dan merupakan sebuah

hematom.

Bentuk kronis atau dikenal dengan skintag biasanya merupakan sekwele

7
dari hematom akut.

b. Anatomi Dan Fisiologi

Rectum bermula dari rectosigmoid junction yang biasanya setinggi

sacral III. Dari tempat ini rectum terus kebawah mengikuti lengkung

sakrokoxigeal, melewati pelvic floor yang dibentuk oleh otot levator ani,

dan kemudian berlanjut sebagai kanalis anal. Rectum terdiri atas 4 lapisan

: serosa (peritoneum), muskular, submukosa, mukosa. Penyangga yang

penting dari rectum adalah mesosigmoid, mesorectum, ligamentum lateral

8
rectum, dan otot levator ani.

Anus adalah lubang yang keluar dari kanalis anal. Vaskularisasi

rectum dan anal sebagian besar dipoeroleh melalui arteri hemoroidalis

superior, media, inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan

kelanjutan akhir mesenterika inferior. Arteri hemoroidalis media

merupakan cabang ke anterior dari arteri hipogastrika. Arteri hemoroidalis

inferior dicabangkan oleh arteri pudenda interna yang merupakan cabang


dari arteri iliaca interna, ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina

8
ischiadica.

Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum mengikuti

perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini berasal dari

2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna) yang terletak di

submukosa diatas anorectal junction, dan pleksus hemoroidalis inferior

8
(Eksterna) yan terletak dibawah anorectal junction dan diluar lapisan otot.

Persarafan rectum terdiri atas sistem simpatis dan parasimpatis.

Serbut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem

parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua,

ketiga, dan keempat. Persarafan parasimpatis berasal dari saraf sakral

8
kedua, ketiga, dan keempat.

Fungsi utama dari rectum dan kanalis anal adalah untuk

mengeluarkan massa feses yang terbentuk ditemapat yang lebih tinggi dan

melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Rectum dan kanalis

anal tidak begitu berperan dalam proses pencernaaan, selain hanya dapat

menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel goblet mukosa mengeluarkan

8
mukus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya feses.

c. Insiden

Hemoroid merupakan penyakit yang cukup banyak ditemukan.

Hemoroid tidak pandang bulu. Baik laki-laki maupun perempuan punya

resiko yang sama. Disisi lain, resiko hemoroid justru meningkat seiring
betambahnya usia. Usia puncak adalah 45 – 65 tahun. Pada populasi yang

berumur lebih dari 50 tahun diperkirakan 50% menderita hemoroid secara

minimal atau merata. Dibeberapa referensi yang lain menyebutkan sekitar

7,9
5% populasi orang dewasa mengalami hemoroid.

d. Etiologi

Ada banyak faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya

hemoroid, diantaranya konstipasi kronis, diare kronik, sering mengejan,

kehamilan, tumor usus/abdomen, kurang bergerak, usia lanjut, penyakit

6,7,9
hati kronis disertai hipertensi portal.

e. Patofisiologi

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi

vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko sehingga

terjadi gangguan aliran balik. Faktor resiko hemoroid antara lain faktor

mengedan pada buang air besar, konstipasi, peningkatan intra abdomen

karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekana

6,7
janin pada abdomen dan perubahan hormonal), hipertensi portal.

Faktor mengedan pada buang air besar yang sulit dan terjadinya

konstipasi yang disebabkan karena kurang minum dan kurang

mengkonsumsi makanan berserat akan meningkatkan tekanan vena

hemoroid, dan akan memperparah timbulnya hemoroid. sering adalah

kehamilan menyebabkan kekambuhan atau rekurensi hemoroid yang

10
sebelumnya sudah ada.
Pada kehamilan terjadi peningkatan kadar hormon estrogen

sehingga tonus otot-otot tractus digestivus menurun menyebabkan

11
motilitas seluruh tractus digestivus juga berkurang.

Hipertensi portal adalah peningkatan berlebihan tekanan vena

portal. Penyakit hati kronis yang disertai hipertensi portal sering

mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan

darah kedalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak mempunyai

7,12,13
katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.

Pada usia lanjut sering terjadi hemoroid disebabkan karena

peristaltik colon yang melemah gagal mengosongkan rectum sehingga

terjadinya konstipasi. Selain itu proses defekasi yang seharusnya dibantu

oleh kontraksi dinding abdomen juga sering kali tidak efektik karena

14
abdomen sudah melemah.

f. Gambaran Klinis

Gejala hemoroid dibedakan berdasarkan sumber interna dan

ekterna. Hemoroid internal tidak akan menyebabkan nyeri kutaneus sebab

tidak dipersarafi oleh serat saraf kutan. Nyeri yang sangat hebat jarang

timbul dan hanya timbul pada hemoroid eksternal yang mengalami

trombosis. Gejala yang mungkin timbul antara lain perdarahan, prolaps,

gatal, dan iritasi. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama

hemoroid interna akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar

meskipun dari vena, berwarna merah segar karena banyak mengandung zat
asam. Perdarahan dapat sedikit ataupun menetes yang disertai perasaan

tidak nyaman disekitar anus. Perasaan tidak nyaman bertambah jika

hemoroid semakin besar atau mengalami prolaps. Prolaps sering disertai

udem dan spasme sfingter. Jika dibiarkan prolaps biasanya menjadi kronik

dan menetap. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam

merupakan ciri-ciri hemorid yang mengalami prolaps menetap. Hemoroid

15
yang prolaps dapat mengalami trombosis.

g. Diagnosis
16,17
Diagnosis dari hemoroid dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan:

1) Inspeksi

Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di regio

anal yang dapat dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat

II tidak terdapat benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi

bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat kelihatan sebagai

pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, terutama sekali pada posisi

anterior kanan. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera

dapat dikenali dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus

yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa

yang berwarna keunguan atau merah.

2) Palpasi

Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan pelebaran

vena yang lunak dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi

dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid berlangsung beberapa lama


dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa mengalami fibrosis,

hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna tersebut dapat diraba sebagai

lipatan longitudinal yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar

rektum bagian bawah. Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang

kemudian berkelok-kelok dan seringkali semua tampak bersatu,

sehingga ada istilah hemoroid sirkuler. Ketiga tempat tersebut disebut

“ primary piles/ sites of Morgandan” berada pada jam3, 7, dan 11.

3) Anoskopi

Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol keluar.

4) Proktosigmoidoskopi

Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh

proses radang atau proses keganasan ditingkat tinggi.


18,19
h. Diagnosis Banding

1) Anal tags

Banyak pasien yang salah mengira anal tags. Anal tags

merupakan protruberensia pada batas antara anodermis dan kulit

perianal. Asal mulanya masih belum diketahui, namun dicurigai karena

drainase dari limfatik lokal yang tidak teratur.

2) Polip fibroepiteliel

Bentuknya seperti club-like protruberence dari linea dentate dan terlihat

seperti papilla anal yang hipertrofi. Hal ini terjadi karena obstruksi

limfatik.

3) Fissura
Pasien umumnya mengeluhkan adanya tonjolan yang gatal juga sakit.

Rasa nyeri seperti terbakar pada fissura pada saat defekasi dan rasa

gatal sangat berbeda bila dibandingkan dengan gejala dari hemoroid.

Umumnya rasa nyeri bermula pada saat 30 menit setelah defekasi dan

berlanjut 2 jam kemudian.

4) Hematoma perianal

Lesi ini sangat nyeri dan munculnya secara tiba-tiba. Bila lesi ini

tidak diinsisi, selalunya akan hilang sendiri (ruptur atau absorpsi).

Kantung ini berasal dari vena yang terdistensi karena pembekuan darah.

5) Prolaps rekti

Prolaps rekti yang masih awal sangat sulit dibedakan dengan

hemoroid. Pasien umumnya tidak dapat mendeskripsikan ukuran dari

protrusio.

i. Terapi

Pada dasarnya tujuan terapi hemoroid bukan untuk menghilangkan pleksus

hemoroidal tetapi untuk menghilangkan keluhan. Pada prinsipnya terapi

20,21,22,23,24,25,26
hemoroid terdiri atas 2 macam, yaitu:

1) Non Operatif

a. Diet tinggi serat untuk melancarkan buang air besar

Kebanyakan pasien hemoroid derajat I dan II dapat ditolong dengan

tindakan lokal yang sederhana disertai nasehat tentang makanan.

Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan


ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak, sehingga

mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan

secara berlebihan. Hemoroid interna yang mengalami prolaps oleh

karena udem umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan

disusul dengan istirahat baring dan kompres lokal untuk mengurangi

pembengkakan. Rendam duduk dengan cairan hangat dapat

meringankan nyeri.

b. Farmakologi

Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan

keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi

atas empat macam, yaitu:

1. Obat yang memperbaiki defekasi

Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber

suplement) dan pelican tinja (stool softener). Suplemen serat

komersial yang banyak dipakai antara lain psylium atau

isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk)

yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan

digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara

membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus.

Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah

laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).

2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa

gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan

misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang

mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang

daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct,

Anusol HC, Scheriproct.

3. Obat penghenti perdarahan.Perdarahan menandakan adanya luka

pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang

dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal

dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki

permeabilitas dinding pembuluh darah.

4. Obat penyembuh dan pencegah seranganMenggunakan Ardium

500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2tablet

selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan

terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

c. Terapi non farmakologis

1. Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.

2. Intervensi non pharmakologis

a) Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan,

edema dan prolaps.

b) Memberikan makanan yang mengandung serat untuk

memudahkan b.a.b tidak mengedan.

c) Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.


d) Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus,

dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu

untuk memberi rasa nyaman.

d. Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,

misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke

submukosa didalam jaringan areolar yang longgar dibawah hemoroid

interna dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang

kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut. Terapi suntikan

bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan

merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid interna derajat I dan

II.

e. Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani

dengan ligasi gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan

anoskopi, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik

atau dihisap kedalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong

dari ligator dan di tempatkan secara rapat disekeliling mukosa

pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam

beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis

dan parut akan terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu

kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid, sedangkan ligasi

berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua sampai empat minggu.


Penyulit utama dari ligasi ini ialah timbulnya nyeri karena

terkenanya garis mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang

tersebut ditempatkan cukup jauh dari garis mukokutan. Nyeri yang

hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan dapat terjadi

pada waktu hemoroid mengalami nekrosis , biasanya setelah tujuh

sampai sepuluh hari.

f. Krioterapi

Terapi ini menggunakan nitrogen cair. Nitrogen cair ini diberikan

pada kantung hemoroid selama 3 menit dan kantung ini akan

mengalami cold necrosis. Selama terapi diberikan anastesi lokal bila

diperlukan.

g. Terapi Laser

Evaporasi dari laser juga digunakan untuk eksisi dari hemoroid,

dengan hasil yang lebih bagus. Keuntungan menggunakan terapi ini

adalah kerusakan yang minimal pada jaringan residu.

2) Operatif, yaitu:

Hemoroidektomi:

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun

dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga

dapat dilakukan pada penderita dengan perdarahan berulang dan anemia

yang tidak sembuh dengan cara terapi lainya yang lebih sederhana.

Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami trombisis dan kesakitan


hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Ada 2 prinsip

dalam melakukan hemoroidektomi, yaitu:

a) Pengangkatan pleksus dan mukosa.

b) Pengangkatan pleksus tanpa mukosa.

Teknik pengangkatan dapat dilakukan menurut 4 metode:

a) Metode Langen-beck (eksisi + jahitan primer radier)

Semua sayatan di tempat keluar varises harus sejajar dengan sumbu

memanjang dari rektum. Keuntungannya berapa banyak varisespun

dapat diangkat. Bila sayatan ini kemudian dijahit tidak menimbulkan

stenosis. Umumnya dengan metode ini mukosa turut diangkat

bersama varises. Kelihatannya lebih kasar, tetapi penyembuhannya

lebih baik. Waktu untuk mengerjakan metode ini kira-kira 15 menit.

b) Metode White-head (eksisi + jahitan primer longitudinal)

Sayatan dilakukan sirkuler, sedikit jauh dari varises yang menonjol.

Keuntungannya setelah varises diangkat mukosa dikembalikan ke

tempatnya sehingga hasil operasi kelihatan rapi. Tetapi dengan

metode ini bahaya struktur lebih besar, sehingga sebelum menjadi

sempit sekali harus selalu dilakukan dilatasi dengan “bougie”. Cara

lain adalah hemoroid dilepaskan tetapi mukosa tidak dibuang (eksisi

dan ligasi). Dengan demikian bahaya striktur dapat dihindari.

c) Metode Morgan-Milligan.

Dengan metode ini semua “primary piles” diangkat, sehingga tidak

timbul residif.
d) Teknik Ferguson Berkembang di Amerika Serikat oleh Dr.

Ferguson pada tahun 1952. Ini merupakan modifikasi dari tehnik

Milligan Morgan, dengan jalan insisi tertutup total atau sebagian

dengan jahitan running absorbable.

Penarikan kembali digunakan untuk membuka jaringan

hemoroidal, yang mana lebih dari menghilangkan dengan pembedahan.

Jaringan yang tersisa adalah jahitan atau efek koagulasi dari

pembedahan. Caranya benjolan hemoroid ditampakkan melalui

anoskopi kemudian dilakukan eksisi dan ligasi pada posisi anatomik

hemoroid tersebut. Metode ini sering digunakan di Amerika Serikat.

Bedah beku Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada

suhu yang rendah sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipaka

isecara luas oleh karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan

luasnya. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam

karena sfingter ani harus benar-benar lumpuh. Pada orang-orang tua,

penderita tuberkulosis dan penyakit saluran pernafasan lainnya, dapat

dipakai anastesi lumbal, dimana orangnya tetap sadar tetapi relaksasi

sfingter baik. Hemoroid derajat I dan II dapat diobati dengan terapi

non-operatif, tetapi bila sudah mencapai derajat III dan IV hemoroid

tidak akan sembuh dengan terapi non-operatif. Hal ini dikarenakan

hemoroid yang telah mati tetap bisa keluar akibat adanya trombus

disitu. Akibatnya hemoroid tidak mengalami perubahan apa-apa.


Bila seseorang datang dengan hemoroid derajat IV tidak boleh

segera dilakukan operasi. Harus diusahakan agar menjadi derajat III

terlebih dahulu dengan cara: Setiap 2 hari sekali penderita duduk

berendam dalam larutan PK 1/10.000 selama 15 menit. Kemudian

dikompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema akan

hilang dan semua kotoran terserap keluar.

Biasanya setelah 2 minggu benjolan yang keluar itu mengeriput/

kempes hingga dapat dimasukkan/ didorong kembali (ini derajat III).

Bila telah berada pada derajat III, baru dilakukan hemoroidektomi.

Perlu diperhatikan bahwa pada hemoroidektomi selalu terjadi infeksi

dan edema pada luka bekas sayatan, yang akhirnya menimbulkan

fibrosis. Ini terjadi karena dalam traktus gastrointestinal

banyak kumannya. Tidak dibutuhkan imunisasi tetanus, karena

meskipun banyak kuman, traksus gastrointestinal bukan port d’entre

kuman tetanus.

j. Komplikasi

Dalam tindakan operatif pada kasus hemoroid terdapat beberapa komplikasi

27,28
yang sering terjadi:

1) Refleks Vasovagal

2) Perdarahan

Jaringan pada tindakan eksisi dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

sekunder. Hal ini sangat jarang terjadi, namun bila terjadi harus

diwaspadai. Perdarahan ini umumnya dapat berhenti secara spontan.


Pemberian fraksi kecil flavonoid dari Diosmin dan Hesperidin (Daflon)

dapat mengurangi perdarahan secara signifikan. Dari pengalaman dari 12

pasien yang mengalami perdarahan sekunder pasca hemoroidektomi,

injeksi submukosa dari epinefrin 1:10.000 melalui protoskop dapat

mengontrol hemostasis.

3) Infeksi

Sepsis merupakan komplikasi yang tidak umum terjadi. Sepsis umumnya

terjadi pada pasien dengan defisiensi imun.


B. Prevalensi

Prevalensi hemorrhoid di Indonesia juga tergolong cukup tinggi.

Sepuluh juta orang di Indonesia menderita hemoroid, dengan prevalensi lebih dari

4%. Penelitian menunjukkan bahwa ada 1,5 juta resep untuk penyakit hemoroid

setiap tahunnya. Masyarakat banyak yang belum mengerti bahkan tidak tahu

mengenai gejala dan komplikasi yang timbul dari penyakit ini. Umur rata-rata

penderita hemoroid antara 45-65 tahun. Laki-laki dan perempuan mempunyai

risiko yang sama. Risiko hemoroid justru meningkat seiring bertambahnya usia,
29
dimana usia puncak adalah 45-65 tahun.

Penelitian dari ruang endoskopi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo,

Jakarta, pada Januari 1993 – Desember 1994 dari 414 kali pemeriksaan

kolonoskopi didapatkan 108 (26,09%) kasus hemoroid. Penelitian lain di rumah

sakit yang sama pada tahun 1998-2005 menemukan sekitar 9% pasien dengan

keluhan sembelit ternyata menderita kanker usus besar, dan sekitar 39,6%

29
penderita sembelit mengalami hemoroid.

Instalasi rawat jalan di klinik bedah RS Bhakti Wira Tamtama

Semarang mempunyai dua ruang yang meliputi bedah umum, dan bedah

orthopedic. Data pasien yang datang berobat pada tahun 2008 sebanyak 1575

orang. Hemoroid merupakan kasus terbanyak yang didapatkan di instalasi ini.

Pada tahun 2008 terdapat 252 kasus hemoroid (16%). Berdasarkan uraian diatas

bahwa kejadian hemoroid pada usia 45 – 65 tahun cukup tinggi dan mengganggu

30
kinerja.
Suatu studi prospektif yang dilakukan di Rajashi Medical College

Hospital menunjukkan bahwa dari 430 pasien yang didiagnosa menderita

hemorrhoid, terdapat 180 pasien atau sekitar 41,86% berada dalam rentang usia

31
21- 30 tahun.

Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun

2005 juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 31,4% orang

Indonesia berusia 21-30 tahun menderita Iritable Bowel Syndrome yang dapat

31
disebabkan oleh hemorrhoid.

Jumlah penderita hemoroid di Amerika mencapai 4.4% dari total

populasi. Pasien yang menderita hemoroid lebih sering ditemukan pada ras

kaukasian, dari golongan sosioekonomi yang tinggi. Berdasarkan jenis kelamin

belum diketahui, walaupun laki-laki lebih umumnya lebih sering datang berobat.

Tapi perlu diketahui, kehamilan dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang

menjadi predisposisi gejala hemoroid pada wanita. Berdasarkan umur hemoroid

eksterna lebih sering terjadi pada usia muda dan umur pertengahan dibandingkan

dengan usia lebih lanjut. Prevalensi hemoroid bertambah seiring bertambahnya


20,21
umur, dimana puncaknya pada umur 45-65 tahun.

Menurut data WHO, jumlah penderita hemoroid di dunia pada tahun

2008 mencapai lebih dari 230 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi

20
350 juta jiwa pada tahun2030.
C. Kerangka Teori

Berdasarkan keterangan sebelumnya, bentuk skema kerangka teori

penelitian ditunjukan pada gambar dibawah ini.

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar Kerangka Teori


D. Kerangka Konsep

Berdasarkan penjelasan yang tertulis pada latar belakang, hemoroid

banyak terjadi dikalangan mahasiswa Fakultas Kedokteran UMI karena jadwal

perkuliahan yang sangat padat sehingga terciptalah pola makan yang kurang

teratur, kebiasaan duduk lama dalam menerima materi perkuliahan, kurang

minum air, kurang makan-makanan yang berserat, kurangnya olahraga, dan

cara BAB yang tidak benar karena BAB yang tidak rutin.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, sehingga kerangka konsep

penelitian menjadi sebagai berikut:

Gambar Kerangka Konsep


E. Definisi Operasional

Definisi Operasional Hemoroid

Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50an, 50% individu mengalami

berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan

1
diketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid.

F. Kriteria Objektif

a. Kejadian hemoroid

Untuk mengetahui apakah responden pernah mengalami hemoroid.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. Hemoroid : 1

2. Tidak hemoroid : 0

b. Derajat hemoroid

Derajat I : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal

anus. Hanya dapat dilihat dengan anorktoskop.

Derajat II : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang sdan masuk

sendiri kedalam anus secara spontan.

Derajat III : Pembesaran hemoroid yang prolaps yang masuk lagi kedalam

anus dengan bantuan dorongan jari.

Derajat IV : prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung

mengalami trombosis dan infark.


Skala: Nomial. Dikategorikan menjadi:

1. Derajat I: 4

2. Derajat II: 3

3. Derajat III: 2

4. Derajat IV: 1

c. Pola makan yang kurang teratur

Pola makan yang kurang teratur dapat dilihat dari kebiasaan mahasiswa

dalam menunda waktu makan.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. Pola makan kurang teratur : 1

2. Pola makan teratur : 0

d. Kebiasaan duduk lama

Kebiasaan duduk lama dapat dilihat pada mahasiswa ketika dalam

menerima materi perkuliahan yang sangat padat.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. Biasa duduk lama : 1

2. Tidak biasa duduk lama : 0

e. Kurang minum air

Kurangnya mengkonsumsi air disebabkan karena perkuliahan yang begitu

padat sehingga responden tidak memperhatikan kebutuhan air dalam tubuh.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. Kurang minum air : 1

2. Banyak minum air : 0


f. Kurang makan-makanan yang berserat

Kurang makan-makanan yang berserat diakibatkan ketidakbiasaan

responden dalam mengkonsumsi makanan tersebut.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. Kurang makan yang berserat : 1

2. Makan yang berserat : 0

g. Kurang olahraga

Kurangnya waktu olahraga diakibatkan oleh waktu perkuliahan yang padat.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1.Kurang olahraga : 1

2. Olahraga : 0

h. BAB tidak teratur

Cara BAB yang tidak benar karena kebiasaan BAB yang tidak rutin.

Skala: Nominal. Dikategorikan menjadi:

1. BAB tidak teratur : 1

2. BAB teratur : 0
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode penelitian analitik

dengan pendekatan cross sectional yang dimaksud untuk mengetahui

prevalensi kasus kejadian hemorrhoid pada mahasiswa FK UMI.

B. Lokasi Dan Waktu Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia

b. Waktu Penelitian

Waktu pengumpulan data akan dilakukan pada tanggal ……....2015

C. Populasi Dan Sampel

a. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa

fakultas kedokteran UMI.

b. Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa

angkatan 2012 fakultas kedokteran UMI.


D. Teknik Pengumpulan Data

Sampel diambil dengan cara total sampling yang berasal dari kuisioner.

Yang meliputi sampel adalah mahasiswa angkatan 2012 fakultas kedokteran

UMI.

E. Pengolahan Dan Pengujian Data

`Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan computer

menggunakan program Microsoft word 2007 dan SPSS. Data yang telah diolah

disajikan dalam bentuk tabel dan dijelaskan dalam bentuk narasi (uraian).

F. Etika Penelitian

Penelitian ini tetap memperhatikan etika dalam melakukan sebuah

penelitian. Untuk tetap melindungi hak – hak responden, maka responden

diberi kebebasan untuk bersedia menjadi subjek penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

1) Sudoyo, Aru W., dkk. Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.

Jakarta: InternaPublishing. 2009:587.

2) http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/123/jtptunimus-gdl-chomisatun-

6142-1-babi.pdf

3) Smeltzer, 2001. Hemoroid. Jurnal Kependidikan

4) Sjamsuhidayat & Jong. 2004. Hemoroid. Jurnal Kependidikan

5) Mansjoer, 2000. Hemoroid. Jurnal Kependidikan.

6) Simadibrata, M. Hemoroid. Dalam : Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiyati S. Eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV.

Jakarta: Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2006: 395-7.

7) Price; Sylvia; dan Lorraine M.W. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006: 467-8.

8) Robby, F. Refarat-Hemoroid .[online] 2006[cited 2014 Juni]. Available

from URL: http://www.scribd.com/doc/24475703.

9) Vietha. Asuhan Keperawatan Klien dengan Hemoroid. [online] 2009

[cited 2014 Juni]. Available from URL: http://www.viethanurse.com

10) Cunningham F.G, Gant N.F, Leveno K.J, Gilstarp L.C, Hauth J.C,

Wenstrong K.D Asuhan Prenatal.Dalam Obstetri Williams. Edisi 21.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.2006: 265-6.

11) Winkjosastro H. Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada wanita hamil.

Dalam: Winkjosastro H, Saifuddin A.B, Rachimhadhi T. Eds. Ilmu


Kandungan. Edisi 3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2007: 97.

12) Underwood J.C.E. Hepar, Sistem Billiaris, dan Pankreas eksokrin. Dalam:

Patologi Umum dan Sistemik. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC 2000: 492.

13) Kumar V, Cotran. R.S, Robbins S.L. Hati dan saluran Empedu. Dalam

Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2007: 395-6.

14) Darmojo R.B, Martono H.H. Penyakit Sistem Gastrointestinal. Dalam

Buku Ajar Geriatri. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2006:297.

15) Imadeharyoga. Mengenal dan Mencegah Embeien atau Hemoroid.[online]

2009 [cited 2014 Juni]. Available from URL:

http://www.imadeharyoga.wordpress.com
nd
16) Peter J.,Moris. Oxfrod Textbook of Surgery 2 Edition Volume

2.Oxford press:England.2000.
th
17) Seymour I., Swartz. Principles of Surgery, Companion Handbook 7 Edition.

McGraw-Hill : Philadelphia. 1998

18) Gerard M., Doherty. Washington Manual of Surgery. Lippincolt-Williams:

Washington.1999.

19) Haile T. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and Management.Springer:

NewYork.2004

20) Norman S., William.Bailey Surgical Textbook (E-book). Lippincolt : England.


2002
21) Greenfield. Essential of Surgery: Scientific Principles and Practice

2ndEdition. Lippincolt.1997
nd
22) Peter J.,Moris. Oxfrod Textbook of Surgery 2 Edition Volume

2.Oxford press:England.2000
th
23) Courtney M.,Townsend. Townsend:Sabiston Textbook of Surgery 16

Edition. Mosby: New York.2002


th
24) Seymour I., Swartz. Principles of Surgery, Companion Handbook 7

Edition. McGraw-Hill : Philadelphia. 1998

25) Gerard M., Doherty. Washington Manual of Surgery. Lippincolt-Williams:

Washington.1999.

26) Haile T. Gastrointestinal Surgery : Pathophysiology and

Management.Springer: NewYork.2004
th
27) Kyle R Perry,MD[online 2010].Hemorrhoids.[Cited September 9 ,2009].

Availablefrom URL:http://emedicine.medscape.com/article/775407-overview
th
28) Scott C Thornton,MD[online 2010].Hemorrhoids.[Cited March 16 ,

2009]. AvailableFromURL :http://emedicine.medscape.com/article/195401-

overview.

29) Osman N. Indonesian Hemorrhoid Increase Blamed on Western Toilets.

Jakarta Globe [serial on the internet]. 2011 [cited 2011 Nov 23]. Available

from:http://www.thejakartaglobe.com/health/indonesian-hemorrhoid-

increase-blamed-on-western-toilets/365518.

30) Irawati D. Hubungan antara Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga

Berat dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik


Bedah Rumah Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang [karya tulis

ilmiah]. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.

31) Nurman A. Gambaran Kinik Sindroma Iritabel: Studi Pendahuluan.

Universa Medicina. 2005.

Anda mungkin juga menyukai