Anda di halaman 1dari 70

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE (STAD) DAN (NHT )


PADA MATERI SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA DI
KELAS IX SMP NEGERI 2 SAWANG

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat untuk mencapai
gelar Sarjana Pendidikan

KURNIAWATI
1002030119

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN
2016
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu proses yang membantu manusia mampu

mengembangkan potensi dirinya sehingga dapat menghadapi setiap masalah dan

perubahan yang terjadi. Selain itu perubahan juga merupakan suatu sarana dan

wahana yang sangat baik dalam membina kepribadian seorang manusia. Maka oleh

sebab itu pendidikan perlu mendapatkan perhatian dari setiap pihak, terutama

pemerintah, masyarakat dan pengelola pendidikan yang khususnya. Semakin maju

peradaban dan teknologi, pendidikan semakin mendapat perhatian dan tempat yang

penting dalam kehidupan manusia. Sejalan dengan itu, tugas-tugas pendidik untuk

terus mencari dan mengembangkan suatu sistem pengajaran yang tepat demi

meningkatkan mutu pendidikan dan hasil belajar siswa harus dilaksanakan.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia berupa

pengetahuan, gagasan, dan konsep yang terorganisir, tentang alam sekitar yang

diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah. Hal ini berarti bahwa

IPA harus diajarkan pada siswa secara utuh baik sikap ilmiah, proses ilmiah, maupun

produk ilmiah, sehingga siswa dapat belajar mandiri untuk mencapai hasil yang

optimal. Pentingnya pembelajaran IPA dipelajari karena melalui pembelajaran dan

pengembangan potensi diri pada pembelajaran IPA siswa akan memperoleh bekal

pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan

menyesuaikan diri terhadap fenomena-fenomena dan perubahan-perubahan di


lingkungan sekitar dirinya. Oleh karena itu sangatlah diperlukan proses pembelajaran

yang baik bagi siswa.

Model pembelajaran bagi guru IPA, khususnya biologi merupakan suatu cara

yang harus dikembangkan, karena seorang guru harus kreatif dalam menghadapi

kendala yang ditemui di dalam kelas, seperti tidak banyak materi yang dapat

disampaikan, memakan waktu lama, siswa tidak aktif, tenaga pengajar yang kurang

dalam pengelolaan kelas dan sumber belajar di lingkungan tidak lengkap, yang

berakibat menimbulkan rendahnya prestasi belajar siswa.

Model pembelajaran merupakan salah satu komponen yang harus di

kembangkan, karena seorang guru harus kreatif dalam menghadapi kendala yang

ditemui di dalam kelas, seperti tidak tuntasnya penyampaian materi, siswa tidak

aktif, kurang baiknya pengelolaan kelas dan sumber belajar di lingkungan tidak

lengkap. Kenyataan tersebut menuntut guru untuk berorientasi pada materi belajar,

bukan proses untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan hasil observasi awal dan hasil wawancara dengan guru biologi di

SMP Negeri 2 Sawang, selama ini materi biologi khusunya pada materi sistem

ekskresi pada manusia sering diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran

konvensional. Model ini dianggap paling sederhana mudah dipahami dan paling

efektif walaupun banyak ditemukan model pembelajaran yang baru. Namun model

ini cenderung membuat para siswa jenuh, pemahaman siswa tentang materi yang

diajarkan menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga nilai yang diperoleh

siswa tidak sepenuhnya mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM) terlebih pada

materi sistem ekskresi pada manusia. Standar KKM yang ditetapkan untuk kelas IX
pada materi ekskresi pada manusia adalah sebanyak 65. Jadi tingkat ketuntasan siswa

hanya mencapai 40%, sedangkan Ketuntasan siswa yang di harapkan mencapai 80%.

Berdasarkan hal tersebut maka harapan peneliti bagi guru yang ada di SMP

Negeri 2 sawang, hendaknya guru tersebut harus mampu menggunakan model

pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan kepada siswa karena

dengan penggunaan model pembelajaran yang sesuai maka akan dapat memotivasi

siswa dalam belajar, sehingga hasil belajar siswa meningkat dan sesuai dengan

standar nilai KKM yang diharapkan. Dengan demikian anak akan mengalami rasa

ingin tahu yang tinggi sehingga mampu menggali pengalaman dalam pembelajaran.

Salah satu dari metode pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi dan

kerjasama siswa dalam belajar adalah kooperatif, tipe pembelajaran kooperatif

memiliki banyak variasi namun dalam hai ini peneliti hanya ingin menguji dua

macam tipe pembelajaran kooperatif yaitu tipe Student Teams Archievement Division

(STAD) dan tipe Number Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Archievement Division (STAD)

mengacu pada metode pembelajaran yang mengharapkan siswa dapat belajar dalam

kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda

dan saling menbantu untuk memahami suatu bahan pelajaran, memeriksa dan

memperbaiki jawaban teman dengan tujuan mencapai hasil belajar tinggi.

Pembelajaran kooperatif ini menjadi pilihan karena pembelajaran ini dirancang untuk

meningkatkan motivasi belajar siswa yang berakibat pada peningkatan hasil belajar,

karena kelas dirancang sedemikian rupa agar terjadi interaksi positif antar siswa
dalam kelompok. Model pembelajaran STAD memberikan pembelajaran yang

mengaktifkan siswa sehingga guru dapat bertindak sebagai fasilitator dan motivator.

Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih

mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan

informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Model

NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan

pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa. Struktur tersebut menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada

kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai

bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih

dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan di atas

maka penulis menetapkan judul dari penelitian ini adalah “Perbedaan Hasil Belajar

Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) dan

(NHT) Pada Materi Sistem Ekskresi Pada Manusia Di Kelas IX SMP Negeri 2

Sawang”.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : bagaimanakah perbedaan hasil

belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe Division

(STAD) Dan (NHT) pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas IX SMP

Negeri 2 Sawang?
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa

dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif Tipe (STAD) Dan (NHT)

pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas IX SMP Negeri 2 Sawang

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai masukan bagi guru IPA/biologi dalam pemilihan model pembelajaran

yang tepat untuk meningkatka hasil belajar siswa.

2. Menambah wawasan guru tentang model pembelajaran yang efektif dan inovatif

sehingga tidak terpaku pada satu model pembelajaran saja.

3. Menambah wawasan guru tentang model pembelajaran yang dapat meningkatkan

minat belajar siswa dan melatih siswa untuk saling berinteraksi

4. Sebagai bahan masukan bagi peneliti sendiri, khususnya untuk penelitian

kependidikan IPA/Biologi .

1.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah pernyataan yang berhubungan dengan permasalahan

sehingga berguna dalam mencari/mendapatkan alat pemecahan. Berdasarkan

masalah dan tujuan penelitian maka hipotesis yang dapat diambil adalah : “Terdapat

perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara penggunaan model Kooperatif

tipe STAD dan NHT pada materi sistem ekskresi pada manusia di kelas IX SMP

Negeri 2 Sawang”
1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah strategi belajar mengajar khususnya

dalam melihat perbedaan antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan NHT pada materi sistem ekskresi pada manusia di Kelas IX SMP Negeri

2 Sawang..

1.7 Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman isi karya tulis ini maka didefinisikan

istilah-istilah penting yang menjadi pokok pembahasan dalam karya tulis ini, yaitu :

a. Pembelajaran kooperatif adalah pengajaran di mana tim kecil, masing-masing

dengan siswa dari tingkat kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai

aktivitas belajar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek.

b. Kooperatif Student Teams Archievement Division (STAD) adalah salah satu tipe

pembelaran kooperatif yang dalam proses kegiatan pembelajaran dilaksanakan

dalam beberapa tahap, yaitu persiapan, penyajian materi pembelajaran, evaluasi,

dan penghargaaan kelompok.

c. Model Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang struktur sederhana dan terdiri atas 4 tahap yang digunakan untuk

mereview fakta-fakta dan informasi dasar yang berfungsi untuk mengatur

interaksi para siswa.

d. Hasil Belajar diartikan sebagai penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang

dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes

atau angka nilai yang diberikan oleh guru.


e. Ekskresi pada manusia adalah materi pembelajaran yang akan di ajarkan oleh

peneliti dalam penelitian yang menjelaskan tentang sistem pengeluaran pada

manusia.
BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Hakikat IPA

Ilmu pengetahuan alam merupakan dasar dari teknologi, adapun teknologi itu

sendiri meupakan tulang punggung dari pembangunan. Sememtara itu teknologi

dipergunakan hampir pada semua bidang, sehingga mamfaat dari IPA dapat kita

rasakan pada semua bidang kehidupan. Selain penguasaan kumpulan pengetahuan

yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip, IPA merupakan suatu

proses penemuan. Hal ini karena IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang

alam secara sistematis (Udin, 2003:115).

Menurut Asimov dalam Udin (2003:188), rasa ingin tahu mahkluk hidup

dinamakan “insstinct”. Berbeda dengan hewan dan tumbuhan, manusia dikaruniai

oleh tuhan akal pikiran untuk berpikir. Rasa ingin tau yang berkembang terus

menerus seolah-olah tanpa batas itu terakumulasi membentuk pengtahuan. Dengan

demikian dapat dikatakan pengetahuan adalah segala yang diketahui manusia tanpa

memandang benar atau salah, juga tidak memandang dari mana suatu ilmi

poengetahuan itu berasal.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan manusia, pengetahuan

diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dan rasional. Dengan semakin

sempurnanya alat untuk melakukan pengamatanmakapengetahuan ditetapkan

kebenarannya berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Ilmu pengetahauan ilmiah

adalah pengetahuan yang dapat diuji kebenarannya melalui suatu metode atau cara

ilmiah.
2.2.1 IPA Sebagai Proses

Proses di sini diartikan sebagai proses untuk mendapatkan IPA. IPA didapat

melalui metode ilmiah. Jadi proses IPA itu tidak lain adalah metode ilmiah. Untuk anak

usia SD, metode ilmiah dikembangkan secara bertahap dan berkesinambungan, dengan

harapan bahwa pada akhirnya akan terbentuk suatu paduan yang lebih utuh sehingga

anak SD dapat melakukan penelitian sederhana, sampai dengan tingkat sekolah

menengah (SMP/SMA) yang bembelajaran yang lebih kompleks (Darmodjo dan Kaligis,

2002:26).

Dalam tahap pengembangannya disesuaikan dengan tahapan dari suatu proses

penelitian eksperimen yang meliputi: 1) Observasi, 2) Klasifikasi, 3) Interpretasi,4)

Prediksi , 5) Hipotesis, 6) Mengendalikan variabel, 7) Merencanakan dan melaksanakan

penelitian, 8) Inferensi, 9) Aplikasi, 10) Komunikasi

2.2.2 IPA sebagai produk

IPA dipandang sebagai produk dari upaya manusia untuk memahami berbagai

gejala alam. Produk ini berupa prinsip, teori, hukum, konsep, maupun fakta yang

kesemuanya itu ditujukan untuk menjelaskan tentang berbagai gejala alam (Udin,

2003:42).

2.2.3 IPA sebagai pengembangan ilmu

Menurut Harlen dalam Darmodjo dan Kaligis (2002:26) setidak-tidaknya ada 9

aspek sikap ilmiah yang dapat dikembangkan pada anak-anak usia Sekolah Dasar, yaitu:

1) Sikap ingin tahu (curiousily)

2) Sikap ingin mendapatkan sesuatu yang baru (originality)

3) Sikap kerja sama (cooperation)


4) Sikap tidak putus asa (perseverence)

5) Sikap tidak purbasangka (open-mindedness)

6) Sikap mawas diri (self-criticism)

7) Sikap bertanggungjawab (responsibility)

8) Sikap berpikir bebas (independence in thinking)

9) Sikap kedisiplinan diri (self discipline)

Richardson dalam Darmodjo dan Kaligis (2002;21) menyarankan digunakannya 7

prinsip dalam proses belajar mengajar agar suatu pengajaran IPA berhasil yakni:

1) Prinsip keterlibatan siswa secara aktif

2) Prinsip belajar berkesinambungan

3) Prinsip motivasi

4) Prinsip multi saluran

5) Prinsip penemuan

6) Prinsip totalitas

7) Prinsip perbedaan individual

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan manusia, pengetahuan

diperoleh dari pengalaman dan pengamatan dan rasional. Dengan semakin

sempurnanya alat untuk melakukan pengamatanmakapengetahuan ditetapkan

kebenarannya berdasarkan induksi atau eksperimentasi. Ilmu pengetahauan ilmiah

adalah pengetahuan yang dapat diuji kebenarannya melalui suatu metode atau cara

ilmiah.
2.2 Pengertian Belajar dan Mengajar

2.2.1 Pengertian belajar

Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi

lingkungan. Menurut pengertian ini belajar merupakan suatu proses yakni suatu

kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Yang menjadi hasil dari belajar bukan

dari penguasaan, hasil latihan, melaikan perubahan tingkah laku. Karena belajar

merupakan suatu perubahan tingkah laku, maka diperlukan pembelajaran yang

bermutu yang langsung menyenangkan dan mencerdaskan siswa. Belajar suatu

proses perubahan tingkah laku dalam diri manusia. Bila telah selesai suatu proses

belajar tetapi tidak terjadi perubahan pada diri individu yang belajar, maka tidak

dapat dikatakan bahwa pada diri individu tersebut telah terjadi proses belajar

(Ratumanan, 2004:62).

Dalam proses pengajaran unsur proses belajar memegang peranan penting .

mengajar adalah proses pembibingan kegiatan belajar dan kegiatan mengajar hanya

bermakna bila terjadi kegiatan belajar siswa. Oleh karena itu penting sekali guru

memahami sebaik-baiknya tentang proses belajar siswa agar ia dapat memberikan

bimbingan dan menyediakan lingkungan belajar yang tepat dan serasi bagi siswa.

Banyak orang beranggapan, bahwa yang dimaksud belajar adalah mencari

ilmu. Ada lagi yang secara lebih khusus mengartikan belajar menyerap pengetahuan.

Menurut O, Wittaker dalam (Soemanto 2003:47), belajar dapat dinefinisikan sebagai

proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau

pengalaman.
Ratumanan (2004:4), mengatakan bahwa ada beberapa karakteristik tentang

belajar yaitu : Belajar merupakan suatu aktivitas yang menghasilkan perubahan pada

individu yang belajar. Perubahan tersebut berupa kemampuan baru dalam

memberikan respon (tanggapan atau reaksi) terhadap suatu stimulus (ransangan).

Perubahan itu terjadi secara permanen. Artinya, perubahan itu tidak berlangsung

sesaat saja, tetapi dapat bertahan dan berfungsi dalam kurun waktu yang relatif lama.

Perubahan terjadi bukan karena prose pertumbuhan atau kematangan fisik, melaikan

karena usaha sadar. Artinya, perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha

individu.

Menurut Slameto (2003:14), suatu proses usaha yang dilakukan seseorang

untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali, baik sifat maupun

jenisnya karena tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan dalam

belajar. Melalui belajar siswa akan mengalami perubahan yang terus menerus dan

akhirnya akan mencakup perubahan seluruh aspek tingkah laku.

Menurut Winkel (2006:33), belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis yang

berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.

Perubahan itu bersifat secara relatif dan konstan.

Menurut S. Nasution MA dalam Abu Muhammad (2002:68) belajar adalah

sebagai perubahan kelakuan, pengalaman dan latihan. Jadi belajar membawa suatu

perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai
sejumlah pengalaman, pengetahuan, melaikan juga membentuk kecakapan,

kebiasaan, sikap, pengertian, minat, penyesuian diri.

2.2.2 Pengertian Mengajar

Mengajar pada dasarnya merupakan usaha untuk menciptakan kondisi atau

sistem lingkungan yang kondusif dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses

belajar. Secara sempit mengajar dapat diartikan usaha untuk menyampaikan

pengetahuan dan kebudayaan kepada anak didik. Sehingga tujuan pengajaran hanya

sebatas pada penguasaan pengetahuan dan sebagai konsekuensinya anak didik

cenderung menjadi pasif. Pengajaran berpusat pada guru (teacher centered) berarti

guru memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggungjawab

moral yang cukup berat. Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam

kegiatan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak

didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar.

Pengertian secara luas mengatakan mengajar adalah upaya menciptakan

kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar bagi siswa. Pengertian

berikut menegaskan bahwa siswa harus bisa ikut terlibat secara aktif dalam proses

belajar mengajar. Menurut Hamalik (2008:44), “Mengajar adalah menyampaikan

pengetahuan kepada siswa didik atau murid di sekolah”. Pendapat tersebut diperkuat

oleh Nasution (2000:4) yang menyatakan bahwa, “Mengajar adalah usaha

mengorganisasi lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa”.

Lingkungan dalam pengertian ini tidak hanya ruang kelas (ruang belajar), tetapi juga
meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan

dengan kegiatan belajar siswa.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mengajar

merupakan usaha menciptakan suatu sistem belajar mengajar yang melibatkan dan

mengaktifkan semua komponen belajar mengajar yang ada, bukan hanya proses

penyampaian pengetahuan, akan tetapi merupakan kegiatan kompleks meliputi

segala upaya yang mengarah pada pengertian membantu dan membimbing siswa

dalam mengembangkan diri ke semua ranah kejiwaannya ke arah perubahan yang

positif

2.3 Teori-Teori Pembelajaran

2.3.1 Teori Belajar Konstruktivisme

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokkan dalam teori

pembelajaran konstruktivisme (constructivist theoris af learning). Teori

konstruktivisme ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan

mentransformasikan inforrnasi komplek, mengecek informasi baru dengan aturan-

aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai (Trianto,

2009:13).

Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan,

dan mentanformasikan informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki

informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus

dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Landasan

berpikir konstruktivisme agak berbeda dengan kaum objektifitas, yang lebih

menekan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi


memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut

dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi

kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, dan (3) menyadarkan

siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Sagala, 2005:88).

Dari beberapa penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa siswa belajar dengan

cara mengkontruksi pemahaman baru tentang fenomena dari pengalaman yang telatr

dimiliki sebelumnya dan yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa

dalam proses pembelajaran siswalah yang mendapatkan penekanan. Merekalah yang

harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka. Mereka harus bertanggung jawab

atas hasil belajamya. Penekanan siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Dengan

kata lain, konstruktivisme merupakan pfoses pembelajaran yang menjelaskan

bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang.

2.3.2 Teori Belajar Kognitif Piaget

Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang

perkembangan kognitif sebagai proses dimana anak secara aktif membangun sistem

makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi

mereka (Trianto, 2009:l4).

Prinsip-prinsip Piaget dalam pengajaran diterapkan dalam program-prograrm

yang menekankan pembelajaran melalui penemuan dalam pengalarnan-pengalaman

nyata dari pemanipulasian alat, bahan, atau media belajar yang lain serta peranan

guru sebagai fasilitator yang mempersiapkan lingkungan dan memungkinkan siswa

dapat memperoleh berbagai pengalaman belajar.


Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling

berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan dan

membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecilkecil

dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini

berpandang bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,

retensi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya

(Budiningsih, 2005:34).

2.3.3 Teori Pengajaran John Dewey

Metode reflektif didalam memecahkan masalah, yaitu suatu proses berpikir

aktif, hati-hati, yang dilandasi proses berpikir kearah kesimpulan-kesimpulan yang

definitive melalui lima langkah (Trianto, 2009:15) yaitu sebagai berikut :

1. Siswa mengenali masalah, masalah tersebut datang dari luar diri siswa itu
sendiri.
2. Selanjutnya siswa akan menyelidiki dan menganalisa kesulitannya dan
menentukan masalah yang dihadapinya.
3. Lalu dia menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya itu atau satu sama
lain, dan mengumpulkan berbagai kemungkinan guna memecahkan masalah
tersebut. Dalam bertindak ia di pimpin oleh pengalamannya sendiri.
4. Kemudian ia menirnbang kemunglinan jawaban atau hipotesis dengan
akibatnya masing-masing.
5. Selanjutnya ia mencoba mempraktekkan salah satu kemungkinan pemecahan
yang dipandangrya terbaik. Hasilnya akan membuktikan betul tidaknya
pemecahan masalah itu salah atau kurang tepat, maka akan dicobanya
kemungkinan yang lain sampai ditemukan pemecahan masalah yang tepat.
Pemecahan masalah itulah yang benar, yaitu yang berguna untuk hidup.
 

Namun langkah-langkah ini tidak dipandang secara kaku dan mekanistis,

artinya tidak mutlak harus mengikuti urutan seperti itu. Siswa bisa bergerak bolak-

balik, antara masalah dan hipotesis kearah pembuktian, kearah kesimpulan dalam

batas-batas aturan yang bervariasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa


pendekatan instruksional ini mirip dengan suatu penelitian ilmiah dimana suatu

hipotesis dapat diuji dan dirumuskan.

2.3.4 Teori Pemrosesan Informasi

Teori ini menjelaskan pelnrosesan, penyimpanan, dan pemanggilan kembali

pengetahuan dari otak. Peristiwa-peristiwa mental diuraikan sebagai transformasi-

transformasi informasi dari input (stimulus) ke output (respon). Model pemrosesan

informasi dapat digambarkan sebagai kumpulan kotak-kotak yang dihubungkan

dengan garis-garis. Kotak itu menggambarkan transformasi yang terjadi dari satu

keadaan ke keadaan yang lain (Trianto, 2009:19).

2.3.5 Teori Belajar Bermakna David Ausubel

Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Belajar

bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep

relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar dalam Trianto,

2009:19). Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar adalah apa yang

telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarkan ia demikian (Dahar dalam Trianto,

2009:19). Pemyataan inilah yang menjadi inti dari teori belajar Ausubel. Dengan

demikian agar terjadi belajar bermakna konsep baru atau informasi baru harus

dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah ada dalam struktur kognitif siswa.

Berdasarkan teori Ausubel, dalam membantu siswa menanamkan

pengetahuan baru dari suatu materi, sangat diperlukan konsep-konsep awal yang

sudah dimiliki siswa yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sehingga

jika dikaitkan dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, dimana siswa

mampu mengerjakan permasalahan yang autentik sangat memerlukan konsep awal


yang sudah dimiliki siswa sebelumnya untuk suatu penyelesaian nyata dari

permasalahan yang nyata.

2.3.6 Teori Penemuan Jerome Brunner

Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model

dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (Discovery learning).

Bruner menganggap, bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan

secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik.

Berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalatr serta pengetahuan yang

menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna

(Trianto,2009:26).

Bruner (dalam Trianto, 2009:26) menyarankan agar siswa-siswi hendaknya

belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip, agar

mereka dianjurkan untuk memperoleh pengala:nan, dan melalnrkan eksperimen-

eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri.

2.3.7 Teori Pembelajaran Sosial Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan

sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Vygotsky

berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis

menentukan firngsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respon,

faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi

untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan pengambilan keputusan. (Trianto,

2009:27)
Teori Vygotsky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran.

Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau

menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih

berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development,

yakni daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah perkembangan seseoftrng

saat ini. dalam percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang

lebih trnggi terserap kedalam individu tersebut. (Trianto, 2009:27).

2.4 Model-Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Azhari (2006:11) pembelajaran kooperatif merupakan suatu

kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk menciptakan kondisi belajar

sesama siswa. Siswa yang satu membantu siswa lainnya dalam mempelajari sesuatu.

Slavin yang dikutip oleh Azhari berpendapat dalam pembelajaran kooperatif siswa

bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik

dan keterampilan antar pribadi. Anggota-anggota kelompok bergantung jawab atas

ketuntasan tugas-tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri.

Menurut Kagan (2007:19) pembelajaran kooperatif adalah strategi pengajaran

yang sukses di mana tim kecil, masing-masing dengan murid dari tingkat

kemampuan yang berbeda, menggunakan berbagai aktivitas belajar untuk

meningkatkan pemahaman mereka tentang suatu subjek. Setiap anggota tim

bertanggung jawab tidak hanya untuk belajar apa yang diajarkan tetapi juga untuk

membantu rekan belajar, sehingga menciptakan suasana prestasi bersama-sama.

Murid bekerja melalui penugasan sampai semua anggota kelompok berhasil

memahami dan menyelesaikannya.


Kecenderungan alamiah sistem pembelajaran sosial adalah hasrat untuk

menjadi bagian dari kelompok, dihormati dan menikmati perhatian dari yang lain.

jika sistem emosional bersifat pribadi, berpusat pada diri dan internal, maka sistem

sosial berfokus pada interaksi dengan orang lain atau pengalaman interpersonal.

Kebutuhan sosial murid menuntut sekolah dikelola menjadi komunitas pelajar,

tempat guru dan murid bisa bekerja sama dalam pengambilan keputusan dan

pemecahan masalah yang nyata. Dengan berfokus pada kelebihan murid dalam

konteks kelas, kita menerima perbedaan sebagai berkah individual untuk dihormati,

dan bukan sebagai perbedaan yang harus diperbaiki. Cara ini dapat memaksimalkan

perkembangan sosial melalui kerja sama tulus antar individu, perbedaan di antara

(Slavin, 2008:50)

Pembelajaran kooperatif dirancang untuk dapat mengakomodasi kelima

sistem pembelajaran yang terdapat dalam kompleks korteks otak. Dengan rancangan

pembelajaran berkelompok dalam kelas, murid mendapat peluang mengembangkan

kemampuan dan potensi diri melalui aktivitas individual dan kolaboratif yang

proposional. Menurut Slavin (2008:51), pembelajaran kooperatif merupakan strategi

yang efektif untuk meningkatkan prestasi terutama jika disediakan penghargaan tim

atau kelompok dan tanggung jawab individual.

Penghargaan atau pengakuan diberikan kepada kelompok sehingga anggota

kelompok dapat memahami bahwa membantu orang lain adalah demi kepentingan

mereka juga. Sedangkan tanggung jawab individual merupakan bentuk akuntabilitas

individu di mana setiap orang memiliki kontribusi yang penting bagi tim atau

kelompok. Metode pembelajaran kooperatif telah sering digunakan oleh para guru di
sekolah selama bertahun-tahun dalam bentuk kelompok laboratorium, kelompok

tugas, kelompok diskusi dan sebagainya.

Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe antara lain, STAD

(Student Teams-Achievement Division), TGT (Teams Games- Tournaments), Tai

(Team Assited Invidualization or Team Accelerated Instruction), Jigsaw, LT

(Learning Together), GI (Group Investigation), NHT (Numbered Heads Together),

dan Model Think-Pair-Share. Dalam penelitian ini yang digunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-Achievement Division) dan NHT

(Number Heads Together).

a. Team Games Tournaments (TGT)

TGT atau pertandingan permainan tim merupakan jenis pembelajaran

kooperatif yang berkaitan dengan STAD. Dalam TGT, siswa memainkan permainan

dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim

mereka. Permainan di susun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan

pelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari

penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan-kegiatan kelompok. Permainan itu

dimainkan pada meja-meja turnamen. Setiap meja turnamen dapat diisi oleh wakil-

wakil kelompok yang berbeda namun yang dimiliki kemampuan setara.

Permainan itu berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang

diberi angka. Tiap-tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka. Tiap-

tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka dan berusaha untuk

menyimak pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.


b. Think-Pair-Share (TPS)

TPS atau berpikir-berpasang-berbagi merupakan jenis pembelajaran kooperatif

yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang

dikembangkan ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Struktur ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6

anggota) dan lebih dicirikan oleh penghargaan individu.

TPS memiliki produser yang ditetapkan secara ekssplisit untuk memberi siswa

waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain.

c. Model Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran Kooperatif Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. Dalam model belajar ini terdapat

tahap-tahap dalam penyelenggaraannya. Tahap pertama siswa dikelompokkan

dalam bentuk kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok siswa

tersebut dapat dilakukan guru berdasarkan pertimbangan tertentu.

d. Group Investigastion

Model pembelajaran koperatif tipe group investigastion ini dikembangkan

oleh Herbert Thelen, dan kemudian diperluas oleh kawan-kawannya. Metode group

investigasi ini sering disebut juga metode investigation kelompok. Model

pembelajaran group investigastion ini sering dipandang sebagai model pembelajaran

yang paling kompleks dan paling sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran

kooperatif. Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini siswa dilibatkan sejak

perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya


melalui investigasi. Model pembeljaaran ini menuntut para siswa untuk memiliki

kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam ketermpilan proses

kelompok (group process skill).

2.5 Model Pembelajaran Tipe STAD

Menurut Ibrahim (2000:20), tipe pembelajaran kooperatif STAD (Student

teams Achievement Division) adalah tim kelompok siswa prestasi merupakan tipe

pembelajaran kooperatif yang sederhana. Dalam STAD siswa di kelompokkan

menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok

haruslah heterogen. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam

tim mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran

tersebut. Akhirnya, seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu, dan pada saat kuis

mereka tidak boleh saling membantu. Skor siswa dibandingkan dengan rata-rata skor

yang lalu mereka sendiri, dan poin diberikan pada siswa menyamai atau melampaui

prestasinya yang lalu. Poin anggota tim ini dijumlahkan untuk mendapatkan skor tim.

a. Langka-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD 

Lebih lanjut Tanjung (2000:2-4) menjelaskan, STAD terdiri dari lima tahap

kegiatan pengajaran yang tetap seperti berikut ini : (1) Presentasi kelas yang

dilakukan oleh guru untuk menyampaikan informasi materi pokok secara garis besar,

(2) Belajar dalam tim: siswa bekerja di dalam tim mereka dengan dipandu oleh

Lembar Kerja Siswa yang dibuat guru untuk menyelesaikan materi pokok dan setiap

siswa berperan saling membantu untuk mendapatkan point tertinggi, (3) Test: siswa

mengerjakan test secara individu (4) Adanya skor perkembangan individu, (5)
Penghargaan tim: skor tim dihitung berdasarkan skor perkembangan anggota tim,

dan diberikan penghargaan untuk tim dengan skor tertinggi.

Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD


Fase Kegiatan Guru Kegiatan siswa
1 2 3
Guru memulai dengan Siswa mendengarkan
Fase 1 menyampaikan indikator yang penjelasan yang diberikan oleh
Penyajian materi harus dicapai dan memotivasi guru.
rasa ingin tahu siswa tetang
materi yang akan dipelajari
Pada tahap ini guru berperan Dalam kerja kelompok siswa
Fase 2
sebagai fasilitator dan motivator saling berbagi tugas, saling
Kerja kelompok
kegiatan tiap kelompok. membantu memberikan
penyelesaian
Fase 3 Memberikan soal tes kepada Mengerjakan tugas yang
Tahap tes siswa secara individual. diberikan oleh guru secara
individu individual.
Memberikan skor terhadap tes Siswa memiliki kesempatan
Fase 4
awal yang sama untuk memberikan
Perhitungan skor
sumbangan yang sama untuk
perkembangan
memberikan sumbangan skor
individu
maksimal bagi kelompoknya
Memberikan penghargaan Siswa akan terbagi kepada
Fase 5 kepada kelompok dengan kelompok baik, kelompok
Penghargaan dikatagorikan menjadi hebat dan kelompok super
kelompok kelompok baik, kelompok hebat
dan kelompok super
Sumber : Tanjung (2000: 6)

b. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut Nurasma, (2006:26) pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki

kelebihan: a) Meningkatkan kecakapan individu, b) Meningkatkan kecakapan

kelompok, c) Meningkatkan komitmen, d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap

teman sebaya, e) Tidak bersifat kompetitif, f) Tidak memiliki rasa dendam. Sehingga

dengan adanya kerja sama secara sosial dan terjadi komunikasi antara siswa yang

akan bermamfaat kemudian hari dalam hidup bermasyarakat. Dalam belajar


kelompok siswa dapat menghargai dan merhormati pendapat orang lain dan

meningkatkan kecakapan individu secara khusus.

c. Kekurangan model pembelajaran kooperatif STAD

Menurut Nurasma, (2006:27) pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki

kekurangan yaitu: a) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang, b)

Siswa berprestasi kurang akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota

yang pandai lebih dominan. Peran aktif siswa yang berprestasi akan berkurang

dikarenakan anggota kelompok harus mengutamakan kepentingan kelompok dari

pada kepentingan individu. Sedangkan siswa yang kurang berprestasi dalam

kel;ompok akan merasa rendah diri kerena tidak memiliki kontribusi aktif dalam

kelompok, jika menjawab hanya jawaban yang diberikan oleh siswa yang pandai,

kerena harus mewakili kepentingan kelompok.

2.6 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Heads Together)

NHT (Number Heads Together) menurut Trianto (2009:62) merupakan “jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa

dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional”. NHT (Numbered Heads

Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi

diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya

menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa

tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili

kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan

merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual

dalam diskusi kelompok


Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan jenis pembelajaran

kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai

alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Sebagai gantinya mengajukan

pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur 4 langkah.

a. Langkah-langkah Pembelajaran Koopeeratif Tipe NHT

Menurut Wartono (2004:8) langkah-langkah dalam kooperatif tipi NHT

adalah :

Tahap 1: Penomoran. Guru membagi siswa kedalam kelompok berangggota 3-5


orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antar 1-5.
Tahap 2: Mengajukan pertanyaan. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa,
pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat spesifik dan dalam
bentuk kalimat Tanya atau arahan.
Tahap 3: Berpikir bersama. Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban
pertanyaan itu dan menyakinkan tiap anggota dalam kelompok
mengetahui jawaban itu.
Tahap 4: Menjawab. Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang
bernomor sesuai mengacungkan nomornya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas

b. Kelebihan Model Pembelajaran NHT.

Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa kelebihan dalam melaksanakan

model pembelajaran ini setiap siswa menjadi siap semua dalam melakukan diskusi

dengan sungguh-sungguh, siswa yang lebih pandai mampu melakukan diskusi

sambil mengajari siswa yang kurang pandai sehingga terjadinya interaksi antara

siswa melalui diskusi. Siswa dapat secara bersama menyelesaikan masalah yang

dihadapi dimana siswa yang lemah sama-sama memperoleh manfaat melalui aktifitas

belajar kooperatif (Zuhdi, 2010:68).

Dengan bekerja secara kooperatif , kemungkinan konstruksi pengetahuan

akan manjadi lebih besar kemungkinan untuk siswa dapat sampai pada kesimpulan
yang diharapkan sehingga dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menggunakan keterampilan bertanya, berdiskusi, dan mengembangkan bakat

kepemimpinan (Trianto, 2010:61).

c. Kekurangan Model Number Heads Together

Ada beberapa kekurangan yang terdapat pada model pembelajaran NHT

terhadap siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah, proses diskusi dapat

berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai

tanpa memiliki pemahaman yang memadai sehingga guru tidak mengetahui

kemampuan masing-masing siswa dan kemungkinan nomor yang dipanggil akan

dipanggil lagi oleh guru sehingga tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

(Zuhdi, 2010:69).

2.6 Ekskresi Pada Manusia

Proses pengeluaran zat sisa metabolisme dari sel-sel tubuh yang tidak

berguna bagi tubuh disebut ekskresi. Selain melakukan pengeluaran zat sisa

metabolisme, sistem ekskresi juga melakukan proses osmoregulasi. Osmoregulasi

adalah pengaturan keseimbangan air di dalam tubuh mahluk hidup. Contoh

osmoregulasi adalah keluarnya urine dari dalam tubuh. Volume urine yang

dikeluarkan dari tubuh berubah-ubah. Jika kandungan air di dalam tubuh tinggi,

urine yang dikeluarkan banyak. Sebaliknya, jika kandungan air di dalam tubuh

rendah, urine yang dikeluarkan dari dalam tubuh kita sedikit. Sistem ekskresi pada

manusia dan vertebrata lainnya melibatkan organ ginjal, paru-paru, kulit, dan hati.

Namun yang terpenting dari keempat organ tersebut adalah ginjal (Nunung, 2008:2).
2.6.1 Organ Ekskresi Pada Manusia

1. Ginjal (Renal)

Dunia kedokteran biasa menyebutnya ‘ren’ (renal/kidney).Cabang dari

kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi. Di bagian

atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).

Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas. Kedua

ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang

membantu meredam goncangan. Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak

di belakang peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di

sekitar vertebra (tulang belakang). Ginjal kanan biasanya terletak sedikit di bawah

ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati (Nunung, 2008: 4).

Gambar 2.1 Letak ginjal di dalam rongga tubuh


Sumber : Suyitno (2008:8)
a Struktur Ginjal
a.

Benttuk ginjal seeperti kacanng merah dengan


d lekukkan yang menghadap
m k
ke

d
dalam, jumlahnya sepassang dan terlletak di dorssal kiri dan kanan tulanng belakang di

d
daerah pingggang, di baw
wah hati dann limpa. Beraat ginjal diperkirakan 0,,5% dari berrat

b
badan, dan ukurannya
u kira-kira
k 11xx 6x 3 cm. Setiap meniit 20-25% darah
d dipomppa

o
oleh jantungg yang menngalir menuuju ginjal. Di
D tiap ginjaal terdapat bukaan yanng

d
disebut hiluus yang men
nghubungkann arteri rennal, vena rennal, dan ureeter (Budiarrti,

2
2009:12).

Gambaar 2.2 Bentuuk ginjal


Sumbeer : Suyitno (2008:9)
(

1) Korteks (bagian luarr/kulit ginjal)

Bagiian korteks ginjal


g mengaandung banyyak sekali neefron ± 100 juta sehinggga

p
permukaan kapiler
k ginjaal menjadi lluas, akibatnnya perembeesan zat buaangan menjaadi
banyak. Setiap nefron terdiri atas badan Malphigi dan tubulus (saluran) yang

panjang. Pada badan Malphigi terdapat kapsula Bowman yang bentuknya seperti

mangkuk atau piala yang berupa selaput sel pipih. Kapsula Bowman membungkus

glomerulus (Nunung, 2008:6).

2) Medulla (sumsum ginjal)

Tubulus pada badan Malphigi adalah tubulus proksimal yang bergulung dekat

kapsula Bowman yang pada dinding sel terdapat banyak sekali mitokondria. Tubulus

yang kedua adalah tubulus distal (Nunung, 2008:6).

3) Pelvis renalis (rongga ginjal / piala ginjal)

Pada rongga ginjal bermuara pembuluh pengumpul. Rongga ginjal

dihubungkan oleh ureter (berupa saluran) ke kandung kencing (vesika urinaria) yang

berfungsi sebagai tempat penampungan sementara urin sebelum keluar tubuh. Dari

kandung kencing menuju luar tubuh urin melewati saluran yang disebut uretra.

(Nunung, 2008:7).

b. Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal adalah :

a. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh yang

mengandung nitrogen, misalnya amonia.

b. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan, misalnya vitamin.

c. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian

tubulus ginjal.

d. Menjaga keseimbanganan asam basa, air dalam tubuh manusia.


e. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel

darah merah (SDM) di sumsum tulang (Nunung, 2008:8).

c. Proses-proses di dalam Ginjal

Di dalam ginjal terjadi rangkaian proses filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi.

1) Penyaringan (filtrasi)

Filtrasi terjadi pada kapiler glomerulus pada kapsul Bowman. Pada

glomerulus terdapat sel-sel endotelium kapiler yang berpori (podosit) sehingga

mempermudah proses penyaringan. Beberapa faktor yang mempermudah proses

penyaringan adalah tekanan hidrolik dan permeabilitias yang tinggi pada glomerulus.

Selain penyaringan, di glomelurus terjadi pula pengikatan kembali sel-sel darah,

keping darah, dan sebagian besar protein plasma. Bahan-bahan kecil terlarut dalam

plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam

lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan (Sunardi, 2010:22)

Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang

komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein. Pada filtrat

glomerulus masih dapat ditemukan asam amino, glukosa, natrium, kalium, dan

garam-garam lainnya (Sunardi, 2010:22).

2) Penyerapan kembali (Reabsorbsi)

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99%

filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal

dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal.

Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke

darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat dikeluarkan dalam
urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan

150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sunardi,

2010:25).

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder

yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat

yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat

sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah.

Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam amino

meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa reabsorbsi.

Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sunardi, 2010:26).

3) Augmentasi

Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di

tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96%

air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang

berfungsi memberi warna dan bau pada urin. (Sunardi, 2010:26).

Gambar 2.3 Proses Augmentasi


Sumber : Kusumah (2013)
4) Hal-hal yang Mempengaruhi Produksi Urin

Hormon anti diuretik (ADH) yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis posterior

akan mempengaruhi penyerapan air pada bagian tubulus distal karena meningkatkan

permeabilitias sel terhadap air. Jika hormon ADH rendah maka penyerapan air

berkurang sehingga urin menjadi banyak dan encer. Sebaliknya, jika hormon ADH

banyak, penyerapan air banyak sehingga urin sedikit dan pekat. Kehilangan

kemampuan mensekresi ADH menyebabkan penyakit diabetes insipidus.

Penderitanya akan menghasilkan urin yang sangat encer (Sunardi, 2010:28).

Selain ADH, banyak sedikitnya urin dipengaruhi pula oleh faktor-faktor

berikut:

a. Jumlah air yang diminum

Akibat banyaknya air yang diminum, akan menurunkan konsentrasi protein

yang dapat menyebabkan tekanan koloid protein menurun sehingga tekanan filtrasi

kurang efektif. Hasilnya, urin yang diproduksi banyak.

b. Saraf

Rangsangan pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus aferen

sehingga aliran darah ke glomerulus berkurang. Akibatnya, filtrasi kurang efektif

karena tekanan darah menurun.

c. Banyak sedikitnya hormon insulin

Apabila hormon insulin kurang (penderita diabetes melitus), kadar gula

dalam darah akan dikeluarkan lewat tubulus distal. Kelebihan kadar gula dalam

tubulus distal mengganggu proses penyerapan air, sehingga orang akan sering

mengeluarkan urin.
2. Paru-paru (Pulmo)

Fungsi utama paru-paru adalah sebagai alat pernapasan. Akan tetapi, karena

mengekskresikan zat sisa metabolisme maka dibahas pula dalam sistem ekskresi.

Dalam Sistem Ekskresi, paru-paru berfungsi untuk mengeluarkan karbondioksida

(CO2) dan uap air (H2O) (Suyitno, 2008:10)

Paru-paru berada di dalam rongga dada manusia sebelah kanan dan kiri yang

dilindungi oleh tulang-tulang rusuk. Paru-paru terdiri dari dua bagian, yaitu paru-

paru kanan yang memiliki tiga gelambir dan paru-paru kiri memiliki dua gelambir.

Paru-paru sebenarnya merupakan kumpulan gelembung alveolus yang terbungkus

oleh selaput yang disebut selaput pleura (Suyitno, 2008:12)

Gambar 2.4 Stuktur paru-paru


Sumber : Kusumah (2013)
Didalam paru-paru terjadi proses pertukaran antara gas oksigen dan

karbondioksida. Karbondioksida dan air hasil metabolisme di jaringan diangkut oleh

darah lewat vena untuk dibawa ke jantung, dan dari jantung akan dipompakan ke

paru-paru untuk berdifusi di alveolus. Selanjutnya, H2O dan CO2 dapat berdifusi atau

dapat dieksresikan di alveolus paru-paru karena pada alveolus bermuara banyak

kapiler yang mempunyai selaput tipis. Karbon dioksida dari jaringan sebagian besar

(75%) diangkut oleh plasma darah dalam bentuk senyawa HCO3, sedangkan sekitar

25% lagi diikat oleh Hb yang membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2) (Suyitno,

2008 : 14).

3. Hati (Hepar)

Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat-

atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar. Hati merupakan “kelenjar” terbesar

yang terdapat dalam tubuh manusia. Letaknya di dalam rongga perut sebelah kanan

atas. Berwarna merah tua dengan berat mencapai 2 kilogram pada orang dewasa.

Hati terbagi menjadi dua lobus, kanan dan kiri (Suyitno, 2008 : 16).

Hati mendapat suplai darah dari pembuluh nadi (arteri hepatica) dan

pembuluh gerbang (vena porta) dari usus. Hati dibungkus oleh selaput hati (capsula

hepatica). Hati terdapat pembuluh darah dan empedu yang dipersatukan selaput

jaringan ikat (capsula glison). Hati juga terdapat sel-sel perombak sel darah merah

yang telah tua disebut histiosit (Suyitno, 2008 : 16)


Gambar 2.4 Hati
H
Sumbeer : Kusumah h (2013)
Sebaagai alat eksrresi hati mennghasilkan empedu
e yangg merupakann cairan jernnih

k
kehijauan, d dalamnya mengandunng zat warnaa empedu (bbilirubin), gaaram empeddu,
di

k
kolesterol, d obat-obatan. Zat warna
dan w empeddu terbentukk dari rombbakan eritrossit

y
yang telah tua atau rusak
r akan ditangkap histiosit seelanjutnya dirombak
d daan

h nnya dilepaas. Hati merupakan org


haemoglobin gan yang sangat pentin
ng, berfunggsi

u
untuk:

1. Menghassilkan empedu yang beraasal dari perrombakan seel darah meraah.

2 Menetralkan racun yang


2. y masuk ke
k dalam tubbuh dan mem
mbunuh bibiit penyakit.

3 Mengubah zat gula menjadi


3. m glikkogen dan meenyimpanyaa sebagai cad
dangan gula.

4 Meromb
4. bak kelebihann asam aminno (deaminassi).

5 Tempat untuk
5. u menguubah pro vittamin A mennjadi vitaminn.

6 Tempat pembentuka
6. p an protrombiin yang berperan dalam ppembekuan darah.
7. Membentuk albumin dan globulin.

8. Tempat pembentukan urea.

Hati juga berfungsi merombak hemoglobin menjadi bilirubin dan biliverdin,

dan setelah mengalami oksidasi akan berubah jadi urobilin yang memberi warna

pada feses menjadi kekuningan. Demikian juga kreatinin hasil pemecahan protein,

pembuangannya diatur oleh hati kemudian diangkut oleh darah ke ginjal.

Jika saluran empedu tersumbat karena adanya endapan kolesterol maka cairan

empedu akan masuk dalam sistem peredaran darah sehingga cairan darah, organ

mata, dan kulit menjadi kekuningan. Penderitanya disebut mengalami sakit kuning

(Suyitno, 2008 : 18).

4. Kulit (Cutis)

Seluruh permukaan tubuh kita terbungkus oleh lapisan tipis yang sering kita

sebut kulit. Kulit merupakan benteng pertahanan tubuh kita yang utama karena

berada di lapisan anggota tubuh yang paling luar dan berhubungan langsung dengan

lingkungan sekitar. Kulit berfungsi sebagai organ ekskresi karena mengandung

kelenjar keringat (glandula sudorifera) yang mengeluarkan 5% sampai 10% dari

seluruh sisa metabolisme. Keringat mengandung air, larutan garam, dan urea.

Pengeluaran keringat yang berlebihan bagi pekerja berat menimbulkan hilangnya

garam-garam mineral sehingga dapat menyebabkan kejang otot dan pingsan

(Suyitno, 2008:19).

Selain berfungsi mengekskresikan keringat, kulit juga berfungsi sebagai

pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran, serangan kuman, penguapan,

sebagai organ penerima rangsang (reseptor), menyimpan kelebihan lemak, tempat


pembuatan vitamin D dari pro vitamin D dengan bantuan sinar matahari yang

mengandung ultraviolet , serta pengatur suhu tubuh. Kulit terdiri atas tiga lapisan

yaitu epidermis, dermis dan jaringan ikat bawah kulit.

Gambar 2.4 Suktur kulit


Sumber : Suyitno (2008:18)

1. Epidermis (Kulit Ari)

Epidermis tersusun oleh sejumlah lapisan sel yang pada dasarnya terdiri atas

dua lapisan yaitu:

a. Lapisan tanduk

Merupakan lapisan epidermis paling luar. Pada lapisan ini tidak terdapat

pembuluh darah dan serabut saraf, karena merupakan sel-sel mati dan selalu

mengelupas. Lapisan ini jelas sekali terlihat pada telapak tangan dan telapak kaki.

b. Lapisan malpighi

Lapisan ini terdapat di bawah lapisan tanduk. Sel-selnya terdapat pigmen

yang menentukan warna kulit.


2. Dermis (Kulit Jangat)

Merupakan lapisan kulit di bawah epidermis, di dalam lapisan ini terdapat beberapa

jaringan yaitu:

1) Kelenjar keringat, yang berfungsi untuk menghasilkan keringat. Keringat

tersebut bermuara pada pori-pori kulit.

2) Kelenjar minyak, yang berfungsi untuk menghasilkan minyak guna menjaga

rambut tidak kering. Kelenjar ini letaknya dekat akar rambut.

3) Pembuluh darah, yang berfungsi untuk mengedarkan darah ke semua sel atau

jaringan termasuk akar rambut.

4) Ujung-ujung saraf. Ujung saraf yang terdapat pada lapisan ini adalah ujung

saraf perasa dan peraba.

3. Jaringan Ikat Bawah Kulit

Di bagian ini terdapat jaringan lemak (adiposa). Fungsinya antara lain untuk

penahan suhu tubuh dan cadangan makanan. Kelenjar keringat akan menyerap air

dan garam mineral dari kapiler darah karena letaknya yang berdekatan. Selanjutnya,

air dan garam mineral ini akan dikeluarkan di permukaan kulit (pada pori) sebagai

keringat. Keringat yang keluar akan menyerap panas tubuh sehingga suhu tubuh akan

tetap.

Dalam kondisi normal, keringat yang keluar sekitar 50 cc per jam. Jumlah ini

akan berkurang atau bertambah jika ada faktor-faktor berikut : suhu lingkungan yang

tinggi, gangguan dalam penyerapan air pada ginjal (gagal ginjal), kelembapan udara,

aktivitas tubuh yang meningkat sehingga proses metabolisme berlangsung lebih


cepat untuk menghasilkan energi, gangguan emosional, dan menyempitnya

pembuluh darah akibat rangsangan pada saraf simpatik (Suyitno, 2008:21).

2.7.2 Kelainan dan Penyakit pada Sistem Ekskresi

1. Kelainan dan Penyakit pada Ginjal

a. Gagal Ginjal (Nefritis)

Disebabkan gangguan pada nefron (glomerolus) karena infeksi kuman,

akibatnya kadar ureum dalam darah meningkat. Nefritis dapat menimbulkan uremia,

yaitu adanya urine yang masuk ke dalam darah, sehingga menyebabkan penyerapan

air terganggu dan tertimbun di kaki yang disebut oedema. Penyakit gagal ginjal ini

dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau terluka dimana hal

itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal ginjal lebih sering

dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.

Penyebab terjadinya gagal ginjal antara lain disebabkan oleh:

1. Makan makanan berlemak dan minum minuman beralkohol

2. Kolesterol dalam darah yang tinggi

3. Kurang berolahraga dan merokok. .

b. Kencing Manis (Diabetes Melitus)

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing

manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem

metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi

hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Normalnya kadar gula dalam darah berkisar

antara 70-150 mg/dL.


Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang

bertanggung jawab untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin

dibutuhkan untuk merubah (memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi

energi yang diperlukan tubuh manusia. Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar

gula dalam darah (Sugiharto, 2009:34).

c. Diabetes Inspidus (Beser Seni)

Diabetes Inspidus (Beser Seni) disebabkan tidak ada hormon ADH, akibatnya

urine meningkat.

d. Albuminuria

Albuminuria disebabkan adanya protein dalam urine, akibatnya kerusakan

atau iritasi sel ginjal karena infeksi.

e. Batu Ginjal

Batu ginjal disebabkan karena kekurangan minum dan sering menahan

kencing, akibatnya mengendap menjadi batu ginjal.Batu di dalam ginjal atau saluran

kemih yang berukuran kecil biasanya tidak menimbulkan gejala dan dapat keluar

sendiri bersama air seni. Tetapi batu yang lebih besar dapat menimbulkan hambatan

atau bahkan sumbatan aliran air seni. Batu ginjal atau batu saluran kemih umumnya

timbul akibat berubahnya keseimbangan normal antara air, garam, mineral, dan zat-

zat lain dalam air seni.Agar terhindar dari penyakit batu ginjal, beberapa cara yang

disarankan antara lain :

1) Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi lebih

encer sehingga mengurangi kemungkinan zat-zat pembentuk batu untuk


saling menyatu. Dengan minum banyak, air seni biasanya berwarna bening,

tidak kuning lagi.

2) Minum air putih ketika bangun tidur di subuh hari. Hal ini akan segera

merangsang kita untuk berkemih, sehingga air seni yang telah mengendap

semalamam tergantikan dengan yang baru.

3) Jangan menahan kencing; kencing yang tertahan dapat menyebabkan urin

menjadi lebih pekat, atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan infeksi

saluran kemih merupakan faktor pendukung terbentuknya batu.

4) Pola makan seimbang, berolahraga, dan menjaga berat badan tetap ideal

(Sugiharto, 2009:35-37).

f. Polyuria

Polyuria yaitu kelainan pada ginjal dimana urine yang dikeluarkan sangat

banyak dan encer, disebabkan kemampuan nefron untuk mengadakan reabsorbsi

sangat rendah atau gagal.

g.Oligouria

Oligouria yaitu kelainan pada gunjal dimana urine yang dikeluarkan sangat

sedikit bahkan tidak berurine, disebabkan oleh kerusakan ginjal secara total.

2. Kelainan dan Penyakit pada Hati

Kelainan dan penyakit pada hati yang umumnya dijumpai di masyarakat saat

ini adalah hepatitis atau penyakit kuning. Disebut demikian karena tubuh penderita

menjadi kekuningan, disebabkan zat warna empedu beredar ke seluruh tubuh.

Penyakit ini disebabkan oleh serangan virus yang dapat menular melalui makanan,

minuman, jarum suntik dan transfusi darah. Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel
hati. Penyebab penyakit hepatitis yang utama adalah virus. Virus hepatitis yang

sudah ditemukan sudah cukup banyak dan digolongkan menjadi virus hepatitis A, B,

C, D, E, G, dan TT (Sugiharto, 2009:38).

3. Kelainan dan Penyakit pada Kulit

Biang keringat dapat mengenai siapa saja; baik anak-anak, remaja, atau orang

tua. Biang keringat terjadi karena kelenjar keringat tersumbat oleh sel-sel kulit mati

yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Keringat yang terperangkap tersebut

menyebabkan timbulnya bintik-bintik kemerahan yang disertai gatal. Daki, debu, dan

kosmetik juga dapat menyebabkan biang keringat. Orang yang tinggal di daerah

tropis yang kelembapannya tidak terlalu tinggi, akan lebih mudah terkena biang

keringat. Biasanya, anggota badan yang terkena biang keringat yaitu kaki, leher,

punggung, dan dada.

Agar tidak terkena biang keringat, aturlah ventilasi ruangan dengan baik.

Selain itu, jangan berpakaian yang terlalu tebal dan ketat. Namun, jika sudah

terlanjur terserang biang keringat, taburkan bedak di sekitar biang keringat. Apabila

bintik-bintik biang keringat sudah mengeluarkan nanah, sebaiknya segera periksakan

ke dokter (Sugiharto, 2009:42).

2.7 Penelitian Yang Relevan

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas dalam

pembelajaran diantaranya yaitu:

1. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh Purwanti (2009) dengan judul

Upaya Meningkatkan Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran Matematika

melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT di Kelas VIII Tahun 2008
SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta. Adapun hasil penelitiannya : (1)pembelajaran

matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di kelas VIII

SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta dapat meningkatkan peran aktif siswa, (2)

upaya-upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan peran aktif siswa dalam

pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di

kelas VIII SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta meliputi: a) menggunakan LKS

yang memunculkan persoalan-persoalan yang menarik dan menantang siswa

pada setiap pembelajaran, b) membimbing siswa yang mengalami kesulitan baik

individu maupun kelompok, c) mendorong siswa agr berani bertanya, memberi

tanggapan maupun ide di kelas, d) berdiskusi dalam menyelesaikan persoalan-

persoalan dalam kelompok.

2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Aminah (2011) dari Universitas

Muhammadiyah Gresik dengan judul: Membandingkan Hasil Belajar SiswaYang

Diajar dengan Model Kooperatif Tipe STAD dengan Konvensional pada Pokok

Bahasan Statistika di Kelas II MTs Trate Gresik. Hasil dari penelitian

menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika pokok bahasan Statistika diajarkan

dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw baik dibandingkan pembelaiaran

dengan lebih dengan model konvensional.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Sedangkan jenis penelitian komparatif yaitu suatu penelitian yang bersifat

membandingkan keberadaan suatu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel

yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2012: 57). Analisis

komparatif dilakukan dengan cara membandingkan antara teori satu dengan teori

yang lain, dan hasil penelitian satu dengan yang lain. Melalui analisis komparatif ini

peneliti dapat memadukan antara teori satu dengan teori teori yang lain, atau

mereduksi bila dipandang terlalu luas (Sugiyono, 2012: 93). Metode ini dipilih

karena sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu mengetahui

perbedaan suatu variabel, yaitu hasil belajar biologi dengan perlakuan yang berbeda

yakni penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen

pertama dan penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT pada kelas

eksperimen kedua.

3.2 Rancangan Penelitian

Adapun pertimbangan mendasar penggunaan rancangan ini untuk

membandingkan hasil pembelajaran dengan menggunakan model Kooperatif Tipe

STAD dan tipe NHT. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Pretest-Postest Two Group Design. Desain ini terdapat dua kelompok kelas untuk

kelas eksperiment yang dipilih secara Propotional Sampling yaitu pengambilan


sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori dalam populasi

penelitian, maka dalam penelitian ini peneliti memilih 2 kelas eksperimen dengan

pertimbangan unsur nilai akademis yang hampir sama, kemudian diberi pretest untuk

mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen pertama

dengan model pembelajaran koperatif tipe STAD dan kelompok eksperimen kedua

model pembelajaran koperatif tipe NHT. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 3.1 berikut :

Table : 3.1 Pretest-Postest Two Group Design


Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test
E1 Y1 X1 Y2
E2 Y1 X2 Y2
Sumber : Arikunto, 2006

Keterangan : E1 = Kelas eksperimen pertama


E2 = Kelas eksperimen kedua
Y1 = Pre-test
Y2 = Post-test
X1 = Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe
STAD
X2 = Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe
NHT

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Sawang Kecamatan Sawang

Kabupaten Aceh Utara. Waktu penelitian akan dilaksanakan dikelas IX pada

semester 1 (Ganjil) pada tahun ajaran 2016/2017.

3.4 Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang

memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Yang dimaksud dengan populasi di


sini ialah tidak hanya terpaku pada makhluk hidup, akan tetapi juga semua obyek

penelitian yang dapat diteliti. Populasi tak hanya meliputi jumlah obyek yang

diteliti, akan tetapi meliputi semua karakteristik serta sifat- sifat yang dimiliki obyek

tersebut. Maka populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMP

Negeri 2 Sawang yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah siswa seluruhnya 178

siswa.

3.4.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang diharapkan mampu mewakili populasi

dalam penelitian. Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu

daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling, dalam penelitia ini

peneliti menggunakan Propotional Sampling. Propotional Sampling yaitu

pengambilan sampel yang memperhatikan pertimbangan unsur-unsur atau kategori

dalam populasi penelitian, unsur pertimbangan dalam penelitian ini adalah kelas

yang memiliki prestasi akademik yang hampir sama berdasarkan hasil ulangan

(Arikunto, 2006). Sampel dalam penelitian ini adalah kelas IX3 yang berjumlah 35

siswa sebagai kelas eksperimen pertama STAD dan kelas IX5 yang berjumlah 35

siswa sebagai kelas eksperimen kedua NHT.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Silabus  

Silabus dapat didefinisikan sebagai “Garis besar, ringkasan, ikhtisar, atau

pokok-pokok isi atau materi pembelajaran. Silabus digunakan untuk menyebut


suatu produk pengembangan kurikukulum yang merupakan penjabaran lebih

lanjut dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ingin dicapai dan

pokok-pokok serta uraian materi yang perlu dipelajari siswa dalam mencapai

standar kompetensi dan kemampuan dasar. Silabus yang digunakan dalam

pembelajaran ini adalah silabus kelas IX semester 1 (satu) di SMP Negeri 2

Sawang dengan pokok materi system ekskresi pada manusia dan hubungannya

dengan kesehatan.

2. RPP 

Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana yang

menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu

kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan dijabarkan dalam

silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup satu kompetensi dasar

yang terdiri atas satu indicator atau beberapa indikator untuk satu kali pertemuan

atau lebih. Dalam penelitia ini peneliti menggunakan model pembelajaran

kooperatif/kelompok dalam menyususun RPP yang di bagi dalam dua tipe STAD

dan NHT.

3. LKS (Lembar Kerja Siswa) 

LKS (Lembar Kerja Siswa) ini dirancang untuk perlakuan (treatment) yang akan

dilakukan siswa pada tahap pelaksanaan.

4. Soal Tes  

Tes yang diberikan sebelum (pretest) dan sesudah (post test) diterapkan

pembelajaran dengan soal multiple choice (pilihan ganda) sebanyak 20 soal. Penilain

dalam penelitian ini menggunakan Penskoran tanpa koreksi, yaitu penskoran dengan
cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu (tergantung dari bobot

butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh peserta didik adalah dengan

menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Rumusnya sebagai berikut.

B = banyaknya butir yang dijawab benar

N = adalah banyaknya butir soal

a. Data kemampuan awal (Pres –Test) 

Tes awal dilakukan pada awal tindakan. Nilai tes awal diperoleh sebelum kegiatan 

belajar mengajar dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa. 

b. Data kemampuan akhir (Post‐test) 

Tes  akhir  dilakukan  pada  tahap  akhir  tindakan.  Nilai  tes  akhir  diperoleh  setelah 

kegiatan belajar mengajar. 

3.6 Teknik Analisis Data

Setelah data data terkumpul selanjutnya adalah pengolahan data. pengolahan

data menggunakan rumus statistik uji-t untuk mengetahui peningkatan prestasi

belajar siswa. Pengolahan data dilakukan agar peneliti dapat merumuskan hasil

penelitiannya.

3.6.1 Uji Coba Instrument

Sebelum dijadikan alat untuk pengumpulan data, instrument soal yang telah

disusun lebih dahulu di uji cobakan. Tujuan dari uji coba tersebut diantaranya :

validitas untuk mengukur hubungan satu soal dengan soal yang lain, daya beda untuk

mengkaji soal tes dari segi kesanggupan tes, indeks kesukaran untuk mengkaji soal-
soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang

termasuk mudah, sedang dan sukar, dan reliabilitas untuk konsistensi/keandalan soal

jika di gunakan berulang. Teknik penskoran yang digunakan adalah tanpa koreksi,

yaitu penskoran dengan cara setiap butir soal yang dijawab benar mendapat nilai satu

(tergantung dari bobot butir soal), sehingga jumlah skor yang diperoleh peserta didik

adalah dengan menghitung banyaknya butir soal yang dijawab benar. Adapun soal

yang di uji cobakan sebanyak 40 soal, tetapi yang dipakai setelah tahap uji coba

hanya 20 soal dengan bobot per soal adalah 1 dan salah 0.

a. Uji Validitas  

Analisis dengan menggunakan rumus validitas (korelasi product moment

dengan angka kasar) yang dihitung menggunakan program SPSS 17.0 dengan rumus

berikut ini:

N  XY  ( X ).( Y )
rXY 
N  X 2
 ( X ) 2 N  Y 2
 ( Y ) 2 
(Sumber: Arikunto, 2010:72)
Koefisien korelasi selalu terdapat antara -1,00 samapi +1,00. Namun karena

dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin

diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan hubungan

kebalikan sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya kesejajaran untuk

mengadakan interpretasi adalah sebagai berikut :

- Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi


- Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi
- Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup
- Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah
- Antara 0,000 sampai dengan 0,200 : sangat rendah
b. Uji Daya Beda Soal  
Uji daya bedaa dilakukann terhadap tes aspek kognitif. Rumus yanng
d
dipergunaka
an adalah :

(Suumber : Suraapranata, 20005)

Keterangan:
K
D = Indeks daya beda butir
b soal
∑A = Jumlahh peserta tes yang menjaw
wab benar pada kelompo
ok atas
∑B = Jumlahh peserta tes yang menjaw
wab benar pada kelompo
ok bawah
nA = Jumlahh peserta tes kelompok atas
a
nB = Jumlahh peserta tes kelompok bawah

Sedangkan klasifikasi
S k daaya beda buttir soal adalaah sebagai berikut :
J D = 0,000 sampai deengan < 0,200 digolongkaan jelek (pooor)
Jika
J D = 0,220 sampai deengan < 0,400 digolongkaan cukup (sattisfactory)
Jika
J D = 0,440 sampai deengan < 0,700 digolongkaan baik (goodd)
Jika
J D = 0,770 sampai deengan < 1,000 digolongkaan baik sekalli (excellent)
Jika

c Uji Taraf Kesukaran So
c. oal 

Uji taraf
t mampuan aspek kognitiif.
kesukaaran soal dilakukan terhhadap tes kem

P
Penentuan t
taraf kesukaaran soal tes adalah berdasarkan
b indeks kessukaran yanng

d
diperoleh deengan mengggunakan rum
mus berikut:

(Suumber : Arikkunto, 2009)

K
Keterangan :
P = Tingkat
T kesu
ukaran butir soal
B = Banyaknya
B siswa
s yang menjawab
m sooal dengan bbenar
Js = Jumlah selurruh peserta tes
t (siswa)
K
Kriteria taraaf kesukaran soal adalah :
S dengann P 0,00 – 0,3
Soal 30 adalah sooal sukar
S dengann P 0,31 – 0,7
Soal 70 adalah sooal sedang
S dengann P 0,71 – 1,0
Soal 00 adalah sooal mudah
K
Kriteria pem
milihan butir soal berdasaarkan koefisien tingkat kesukaran
k (P
P) adalah :
Jika P = > 0,90 soal ditolak
Jika P = 0,70 – 0,90 soal direvisi
Jika P = 0,30 – 0,70 soal diterima
Jika P = 0,10 – 0,30 soal direvisi
Jika P = < 0,10 soal ditolak

d. Reliabilitas 

Dianalisis dengan menggunakan rumus reliabilitas yaitu dengan rumus yang

dihitung dengan dengan menggunakan program SPSS 17.0:

2xr
r11  (Sumber : Sugiyono, 2009:185-186)
1 r

3.6.2 Analisis Data Hasil Ketuntasan Hasil Belajar

Gain adalah selisih antara nilai postest dan pretest, gain menunjukkan

peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Untuk

menghindari hasil kesimpulan bias penelitian , karena pada nilai pretest kedua

kelompok penelitian sudah berbeda digunakan uji normalitas.


N-gain = (Hake, 2000 : 68)

Disini dijelaskan bahwa g adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari kedua

model, Smaks adalah skor maksimum (ideal) dari tes awal dan tes akhir, Spost

adalah skor tes akhir, sedangkan Spre adalah skor tes awal. Tinggi rendahnya gain

yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) jika g ≥ 0,7,

maka N-gain yang dihasilkan termasuk kategori tinggi; (2) jika 0,7 > g≥ 0,3, maka

N-gain yang dihasilkan termasuk kategori sedang, dan (3) jika g < 0,3 maka N-gain

yang dihasilkan termasuk kategori rendah.

3.6.3 Uji Prasyarat


Uji prasyarat
p anaalisis diperluukan guna mengetahui
m a
apakah analissis data untuuk

p
pengujian hip
potesis dapatt dilanjutkann atau tidak. Beberapa
B tekknik analisis data menunttut

u persyarataan analisis. Analisis


uji A uji-t mempersyarratkan bahwaa data berasaal dari populaasi

y
yang berdistrribusi normaal dan kelom
mpok-kelompok yang dibandingkan homogen.
h Oleeh

k
karena itu annalisis varian mempersyarratkan uji norrmalitas dan homogenitass data (Lalanng,

2
2013)

a. Uji Normalitas
N

Uji normalitas adalah


a suatuu bentuk pen
ngujian tentaang kenormaalan distribuusi

dataa. Uji normaalitas data ddimaksudkan


n untuk mem
mperlihatkann bahwa daata

sam
mpel berasal dari populassi yang berd
distribusi noormal. Uji noormalitas daata

yangg digunakan
n dalam peneelitian ini adaalah uji chi-kkuadrat.

Langkah-langkaah pengujiann normalitaas data denggan chi-kuaadrat menurrut

Sugiyyono (2012:241) adalahh sebagai berrikut:

1) M
Merangkum data seluruhh variabel yaang akan diujji normalitassnya.
2) Menentukan
M jumlah kelaas intervalnya.
3) Menentukan
M panjang kelas intervalny ya yaitu:
(data terbesarr-data terkeccil) dibagi deengan jumlahh kelas interrval
4) Menyusun
M keedalam tabeel distribusi frekwensi,
f yyang sekaliguus merupakaan
taabel penolonng untuk meenghitung haarga chi-kuaddrat
5) Menghitung
M frekwensi yyang diharaapkan (fh), dengan cara mengalikaan
p
persentase luuas tiap bidanng kurva norrmal dengann jumlah angggota sampell
6) Memasukkan
M n harga-hargga (fh) ke dalam
d tabel berkolom (fh), sekaliguus
m
menghitung harga-hargaa (fo-fh) daan dan menjjumlahkannyya

H
Harga adalah m
merupakan harga
h chi-kuuadrat hitung.
h
7) M
Membandinggkan harga chi-kuadrat
c h
hitung dengan chi-kuadrat tabel. Biila
h
harga chi-kuuadrat hitungg lebih kecil atau sama dengan hargga chi-kuadrrat
, maka distribusi data diikatakan norrmal, dan biila lebih bessar
(>) dinyatakaan tidak normmal.
b. Uji H
Homogenitas 
Untuk mengetahui variabel kedua sampel homogen atau tidak maka perlu

diuji homogenitas variabelnya terlebih dahulu dengan uji F sebagai berikut:

Varians terbesar
Fhitung  (Sugiyono, 2012:276)
Varians terkecil

Setelah didapat harga F, selanjutnya dibandingkan dengan harga F tabel

dengan dk (derajat kedudukan) pembilang dan dk penyebut. Jika F hitung

lebih besar dari tabel, maka varian tidak homogen. Jika harga F hitung lebih

kecil dari pada F tabel maka dinyatakan varian homogen.

3.6.4 Pengujian Hipotesis 

Untuk melihat adanya perbedaaan hasi belajar siswa dengan menggunakan

model kooperatif tipe STAD dan model kooperatif tipe NHT, semua data yang

terkumpul melalui pre-tes dan post-tes dianalisis dengan rumus uji-t. Adapun rumus

uji-t menurut Sudjana (2002:239) yaitu:

X 1  X 2
t 
1 1
S 
n1 n2

Dimana:

t = harga t yang dicari


x1 = rata-rata tes akhir dan kelas eksperimen pertama (STAD)
x2 = rata-rata tes akhir dan kelas control (NHT)
S = simpangan baku
n1 = jumlah sampel kelas eksperimen pertama (STAD)
n2 = jumlah sampel kelas eksperimen kedua (NHT)
Adapun untuk mengetahui diterima atau ditolak hipotesis yang telah

ditentukan, maka dapat dibandingkan antara t-hitung dan t-tabel dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Jika  t‐hitung    ≥  t‐tabel  Ha  diterima,  terdapat  perbedaan  hasil  belajar  siswa 

menggunakan model Kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Negeri 2 Sawang.  

b. Jika  t‐hitung  <  t‐tabel  maka    Ha  ditolak,  tidak  terdapat  perbedaan  hasil  belajar  siswa 

menggunakan model Kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Negeri 2 Sawang. 
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Nilai Pre‐tes dan Nilai Post‐tes  
 
4.1.1.1 Kelas Eksperimen Pertama (STAD) 

Deskripsi nilai pre-tes dan post-tes siswa untuk kelas eksperimen pertama

yang telah diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD terdiri dari nilai minimum, maksimum, rentang dan mean dapat dilihat pada

(Tabel 4.1) berikut:

Tabel 4.1 Deskripsi Nilai Pre-tes dan Post-tes untuk kelas eksperimen Pertama
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Nilai Minimum Maksimum Range Mean
Pre-tes 15 60 45 37.42
Post-tes 60 90 30 73.14
Sumber: Hasil Penelitian Tahun 2016

Berdasarkan Tabel 4.1 hasil pembelajaran siswa dengan menggunakan model

kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan yang siginifikan, hal ini dikarenakan

siswa nyaman dalam belajar dalam kelompok. Deskripsi nilai dapat digambarkan

dari peningkatan rata-rata/mean dari 37.42 meningkat menjadi 73.14 yang

menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa secara kesuluruhan. Peningkatan ini

mengindikasikan model pembelakaran kooperatif tipe STAD dapat digunakan dalam

proses pembelajaran disekolah, khususnya IPA pada materi system eksresi pada

manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Proses pembelajaran STAD yang

sederhana tiada memakan waktu banyak dalam pengorganisasian kelompok belajar

merupakan kelebihan dari model kooperatif tipe STAD.

55
4.1.1.1 Eksperimen Kedua (NHT) 
 

Deskripsi nilai pre-tes dan post-tes siswa untuk kelas eksperimen kedua yang

telah diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT

terdiri dari nilai minimum, maksimum, range dan mean dapat dilihat pada Tabel 4.2

berikut:

Tabel 4.2 Deskripsi Nilai Pre-tes dan Post-tes untuk kelas eksperimen kedua
menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe NHT

Nilai Minimum Maksimum Range Mean


Pre-tes 10 55 45 28.71
Post-tes 20 85 65 59.28
Sumber: Hasil penalitian, 2016

Berdasarkan Tabel 4.2 model kooperatif tipe NHT juga dapat meningkatkan

hasil belajar siswa hal ini dapat di lihat dari nilai hasil belajar siswa dapat dilihat

pada mean/rata-rata yang juga mengalami peningkatan yaitu dari 28.71 menjadi

59.29, akan tetapi nilai ini masih kurang jika dibandingkan dengan model STAD

yang peningkatannya dari 37.42 meningkat menjadi 73.14. Namun model koperatif

terbukti efektif dalam pembelajaran IPA. Guru juga harus teliti dalam memilih tipe

dari kooperatif itu sendiri, karena tidak semua tipe cocok untuk materi yang

diajarkan. Dari peningkatah hasil belajar dari 2 kelas dengan 2 tipe dari model

kooperatif menunjukkan dapat digunakan dalam model pembelajaran, tatapi model

STAD lebih baik di gunakan pada materi system ekskresi pada manusia.

4.1.2 Deskripsi Nilai N‐Gain 
 
4.1.2.1  Kelas Eksperimen Pertama (STAD) 
Gain adalah selisih antara nilai postest dan pretest, gain menunjukkan

peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Sedangkan N-

gain adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari nilai pre-tes dan post-test yang

telah dilakukan. Adapun nilai gain dan N-gain untuk kelas ekperimen pertama lebih

jelasnya dapat dilihat pada table 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Deskripsi Nilai gain dan N-gain kelas eksperimen pertama (STAD)

Kelas Pre-Test Post-Test Gain N-Gain


STAD 37.43 73.14 35.71 0.55
Sumber: Hasil penalitian, 2016

Berdasarkan Tabel 4.3 nilai pre-tes dengan rata-rata 37.43, dan nilai post-tes

dengan rata-rata 73.14, yang berarti selisih/gain antara pre-test dan post tes adalah

35.71. Sedangkan nilai N-gain adalah 0.55 yang berarti > 7 dan < 3 yang berarti

berada pada kriteria sedang.

4.1.2.2 Kelas Eksperimen Kedua (NHT) 

Gain adalah selisih antara nilai postest dan pretest, gain menunjukkan

peningkatan hasil belajar siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Sedangkan N-

gain adalah gain yang dinormalisasi (N-gain) dari nilai pre-tes dan post-test yang

telah dilakukan. Adapun nilai gain dan N-gain untuk kelas ekperimen kedua lebih

jelasnya dapat dilihat pada table 4.4 berikut.

Tabel 4.4 Deskripsi Nilai gain dan N-gain kelas eksperimen kedua (NHT)

Kelas Pre-Test Post-Test Gain N-Gain


STAD 28.71 59.29 30.57 0.44
Sumber: Hasil penalitian, 2016

Berdasarkan Tabel 4.4 nilai pre-tes dengan rata-rata 28.71, dan nilai post-tes

dengan rata-rata 59.29, yang berarti selisih/gain antara pre-test dan post tes adalah
30.57. Sedangkan nilai N-gain adalah 0.44 yang berarti > 7 dan < 3 yang berarti

berada pada kriteria sedang.

4.1.3 Uji Normalitas 

4.1.3.1 Kelas Ekperimen Pertama (STAD) 

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

terdistribusi dengan normal atau tidak. Data yang dipakai untuk menguji normalita

adalah data hasil pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen 1 (STAD) dengan

jumlah soal 20 buah. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikan lebih besar

dari 0.05, maka diketahui nilai signifikasi lebih besar dari 0.05 (0.200) maka dapat

disimpulkan data terdistribusi dengan normal dan lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.5 berikut

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Kelas STAD


b,c
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
VAR000
02 Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VAR00001 60.00 .307 4 . .729 4 .024

65.00 .300 5 .161 .883 5 .325


*
70.00 .224 9 .200 .929 9 .468

75.00 .367 5 .026 .684 5 .006

80.00 .315 7 .034 .750 7 .013

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

b. VAR00001 is constant when VAR00002 = 85.00. It has been omitted.

c. VAR00001 is constant when VAR00002 = 90.00. It has been omitted.

4.1.3.2 Kelas Ekperimen Pertama (NHT) 
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data

terdistribusi dengan normal atau tidak. Data yang dipakai untuk menguji normalita

adalah data hasil pre-test dan post-test siswa kelas eksperimen 2 (STAD) dengan

jumlah soal 20 buah. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikan lebih besar

dari 0.05, maka diketahui nilai signifikasi lebih besar dari 0.05 (0.200) maka dapat

disimpulkan data terdistribusi dengan normal dan lebih jelasnya dapat dilihat pada

tabel 4.6 berikut.

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Kelas NHT


b,c,d,e,f,g
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
VAR000
02 Statistic df Sig. Statistic df Sig.

VAR00001 40.00 .260 2 .

50.00 .307 4 . .729 4 .024

65.00 .231 5 .200* .881 5 .314

70.00 .385 3 . .750 3 .000

85.00 .385 3 . .750 3 .000

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

b. VAR00001 is constant when VAR00002 = 20.00. It has been omitted.

c. VAR00001 is constant when VAR00002 = 30.00. It has been omitted.

d. VAR00001 is constant when VAR00002 = 55.00. It has been omitted.

e. VAR00001 is constant when VAR00002 = 60.00. It has been omitted.

f. VAR00001 is constant when VAR00002 = 75.00. It has been omitted.

g. VAR00001 is constant when VAR00002 = 80.00. It has been omitted.

4.1.4 Uji Homogenitas 

4.1.4.1 Kelas Ekperimen Pertama (STAD) 
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi

yang homogen atau tidak dengan cara membandingkan kedua variannya. Uji yang

dipakai adalah Levene’s Test. Jika nilai signifikansi (p) > 0,05 maka dapat

dikatakan data berasal dari populasi yang homogen, tetapi jika nilai signifikansi (p) <

0,05 maka data berasal dari populasi yang tidak homogen, berdasarkan hasil

perhitungan yang telah dilakukan maka nilai homogenitas adalah 0,102 (> 0,05) yang

menunjukkan data homogen. Adapun Hasil uji homogenitas dapat dilihat dalam tabel

4.7 berikut ini.

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Kelas STAD


Test of Homogeneity of Variances

VAR00001

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.050 5 28 .102

4.1.4.2 Kelas Ekperimen Kedua (NHT) 

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui sampel berasal dari populasi

yang homogen atau tidak dengan cara membandingkan kedua variannya. Uji yang

dipakai adalah Levene’s Test. Jika nilai signifikansi (p) > 0,05 maka dapat

dikatakan data berasal dari populasi yang homogen, tetapi jika nilai signifikansi (p) <

0,05 maka data berasal dari populasi yang tidak homogen, berdasarkan hasil

perhitungan yang telah dilakukan maka nilai homogenitas adalah 0,000 (> 0,05) yang

menunjukkan data tidak homogen. Adapun Hasil uji homogenitas dapat dilihat dalam

tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances


VAR00001

Levene Statistic df1 df2 Sig.

7.172 9 24 .000

4.1.5 Deskripsi uji T-Test

T test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata

antara 2 kelompok sampel Adapun hasil uji t dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.9 Hasil Uji t Test


Paired Samples Test

Paired Differences

95% Confidence
Interval of the
Std.
Difference
Std. Error
Mean Deviation Mean Lower Upper t df Sig. (2-tailed)
eks1 -
Pair 1 13.85714 10.91988 1.84580 10.10603 17.60825 7.507 34 .000
eks2

Berdasarkan hasil uji t test dengan meggunakan software SPSS 17 yang

dapat dilihat pada tabel 4.9 diatas maka diketahui t hitung > t tabel (dengan db 34)

(7.507 > 1.690) yang berarti ha diterima, artinya terdapat perbedaan nilai kelas

eksperimen 1 (STAD) dengan kelas eksperimen 2 (NHT).

4.1.6 Pengujian Terhadap Hipotesis

Hasil perhitungan statistik di atas digunakan untuk menguji kebenaran

hipotesis statistik, dengan membandingkan nilai signifikan dengan taraf signifikan

0.05.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :


c. Jika  t‐hitung    ≥  t‐tabel  Ha  diterima,  terdapat  perbedaan  hasil  belajar  siswa 

menggunakan model Kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Negeri 2 Sawang.  

d. Jika  t‐hitung  <  t‐tabel  maka    Ha  ditolak,  tidak  terdapat  perbedaan  hasil  belajar  siswa 

menggunakan model Kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Negeri 2 Sawang. 

Maka dapat diketahui bahwa nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel yaitu:

(7.507 > 1.690). Maka hal ini dapat ditentukan bila t-hitung lebih besar dari pada t-

tabel maka maka Ha di terima dan Ho ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan

dari hasil perhitungan dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa

menggunakan model Kooperatif tipe STAD dan NHT di SMP Negeri 2 Sawang.

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian ini diterapkan dua metode kooperatif, yaitu metode

kooperatif tipe STAD dan metode kooperatif tipe NHT. Perbedaan kedua metode

tersebut berada pada proses pembelajarannya. Pemilihan metode menurut Rusman

(2012:133-134) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu pertimbangan

terhadap tujuan yang hendak dicapai, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan

atau materi pembelajaran, dari sudut peserta didik dan pertimbangan yang bersifat

non teknis. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah pengetahuan dan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Materi yang disampaikan pada

penelitian ini adalah system ekskresi.

Menurut Wina Sanjaya (2007:242-244) metode kooperatif memiliki beberapa

karakteristik yaitu pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif,

kemauan untuk bekerja sama dan ketrampilan bekerja sama. Karekteristik dari
metode kooperatif tersebut dapat mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran.

Oleh karena itu dipilihlah metode kooperatif sebagai salah satu cara guru untuk

mengaktifkan siswa dalam proses pembelajaran. Beberapa contoh metode kooperatif

yang digunakan yaitu STAD dan NHT.

Berdasarkan hasil analisis data yang telah disajikan, berikut ini akan

diuraikan deskripsi dan interpretasi data hasil penelitian. Deskripsi dan interpretasi

data dianalisis berdasarkan pada model pembelajaran yang dipakai yaitu model

kooperatif tipe STAD (kelas eksperimen 1) dan model kooperatif tipe NHT (kelas

eksperimen 2) yang telah dilakukan pada siswa di dua kelas sampel yang berbeda.

Hasil uji hipotesis penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaaan hasil belajar

kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD (kelas

eksperimen 1) dan kooperatif tipe NHT (kelas eksperimen 2).

Kelas eksperimen 1 yang diajarkan dengan kooperatif tipe STAD rata-rata

post-test hasil belajar siswa 73.14 dan kelas eksperimen 2 yang diajarkan

menggunakan kooperatif tipe NHT, rata- ratanya hanya mencapai 59.29. Hasil uji t

diperoleh thitung sebesar > ttabel 7.507 > 1.690 yang berarti Ha diterima. Dengan

penerimaan Ho ini berarti bahwa terdapat perbedaaan hasil belajar siswa dengan

mnggunakan model pembelajaran koopratif tipe STAD dan tipe NHT.

Setiap moel pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan 

belajar mengajar memiliki ciri‐ciri masing‐masing. Begitu juga dengan model pembelajaran 

kooperatif  juga  memiliki  beberapa  ciri‐ciri.  Adapun  cirri‐ciri  dari  pmbelajaran  kooperatif 

adalah  seperti  dikemukakan  oleh  Arends  (dalam  Anwar,  (2007:3)  yang  mengemukakan 

bahwa  pembelajaran  yang  menggunakan  model  kooperatid  memiliki  ciri‐ciri  sebagai 


berikut: (1)  Siswa bekerja  dalam  kelompok  secara  kooperatif  untuk menyelesaikan  materi 

belajar,  (2)  Kelompok  dibentuk  dari  siswa  yang  memiliki  kemampuan  tinggi,  sedang,  dan 

rendah,  (3)  Jika  mungkin,  anggota  kelompok  berasal  dari  ras,  budaya,  suku  jenis  kelamin 

yang berbeda‐beda, (4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.  

Menurut Nurasma, (2006:26) pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki

kelebihan: a) Meningkatkan kecakapan individu, b) Meningkatkan kecakapan

kelompok, c) Meningkatkan komitmen, d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap

teman sebaya, e) Tidak bersifat kompetitif, f) Tidak memiliki rasa dendam. Sehingga

dengan adanya kerja sama secara sosial dan terjadi komunikasi antara siswa yang

akan bermamfaat kemudian hari dalam hidup bermasyarakat. Dalam belajar

kelompok siswa dapat menghargai dan merhormati pendapat orang lain dan

meningkatkan kecakapan individu secara khusus.

Ada beberapa kekurangan yang terdapat pada model pembelajaran NHT

terhadap siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat

menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah, proses diskusi dapat

berjalan lancar jika ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang pandai

tanpa memiliki pemahaman yang memadai sehingga guru tidak mengetahui

kemampuan masing-masing siswa dan kemungkinan nomor yang dipanggil akan

dipanggil lagi oleh guru sehingga tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

(Zuhdi, 2010:69).

Kondisi kelas dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD lebih tenang, siswa mudah memahami sistem pembelajaran yang diterapkan

yang berakibat pada siswa dapat memahami materi yang diajarkan. Hal ini
dikarenakan sistem dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat

sederhana, hanya membagikan siswa kedalam beberapa kelompok dan siswa

mengerjakan tugas yang diberikan guru. Dengan mencermati permasalahan yang

terjadi di lokasi penelitian yaitu guru cenderung menggunakan metode ceramah

dalam belajar, maka siswa sudah terbiasa dalam memahami materi dengan model

pembelajaran yang lebih sederhana. Hal ini bukan berarti model pembelajaran yang

lebih sulit tidak baik, khususnya model pembelajaran kooperatif tipe NHT . Akan

tetapi perlu waktu untuk siswa agar dapat beradaptasi dengan model pembelajaran

tersebut. Berdasarkan data hasil penelitian pada kelas eksperiment kedua (model

pembelajaran kooperatif tipe NHT), pada saat pre-test siswa memperoleh nilai rata-

rata 28.71 dan post-test 59,59, ini merupakan peningkatan yang signifikan dalam

suatu proses pembelajaran, yang menandakan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT dapat diterapkan, akan tetapi siswa butuh waktu untuk dapat beradaptasi

dengan model pembelajaran tersebut.

Dari penelitian ini kedua kelompok telah merapkan metode kooperatif baik

STAD maupun NHT, kedua metode tersebutmemberikan peningkatan hasil nilai

rata-rata, meskipun nilai rata-rata kedua metode kooperatif tersebut berbeda.

Perbedaan ini tentu saja bukan karena factor kelemahan suatu mudel pembelajaran

saja, banyak factor lain yang mempengaruhi hal tersebut, seperti kesesuaian soatu

model dengan materi, mahir tidaknya guru dalam menerapkan model pembelajaran

tersebut dan factor internal dan eksternal dari siswa itu sendiri tentunya.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan  

Dari hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan

di SMP Negeri 2 Sawang dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat  perbedaan  hasil  belajar  siswa  dengan  menggunakan  model  pembelajaran 

kooperatif tipe STAD dan tipe NHT dengan uji t diperoleh thitung  sebesar 7.507 > 1.690,  

jadi dapat disimpulkan bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. 

2. Hasil  belajar  siswa  yang  diajarkan  dengan  model  pembelajaran  Kooperatif  tipe  STAD 

(rata‐rata  73.14)  lebih  baik  dari  pada  yang  diajarkan  dengan  model  pembelajaran 

Kooperatif tipe NHT (rata‐rata 59.29) pada ekskresi di SMP Negeri 2 Sawang. 

5.2 Saran 

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka peneliti memberikan saran

sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang beragam perlu diterapkan kepada siswa untuk membiasakan 

siswa pada suatu model pembelajaran yang baru. 

2. Diharapkan  kepada  guru  bidang  studi  biologi  agar  bisa  memilih  dan  menggunakan 

model pembelajaran guna meningkatkan prestasi belajar siswa. 

3. Kepada  pihak  dinas  pendidikan    terhadap  masalah  dalam  penelitian  ini  hendaknya 

dapat mengembangkan sebagai bahan pembanding. 

4. Disarankan  untuk  melakukan  penelitian  lanjutan  untuk  membandingkan  hasil  belajar 

siswa dengan menggunakan model pembelajaran yang lain. 
DAFTAR PUSTAKA

Aminah, S. 2011. Membandingkan Hasil Belajar SiswaYang Diajar dengan Model


Kooperatif Tipe Jiwsaw dengan Konvensional pada Pokok Bahasan
Statistika di Kelas II MTs Trate Gresik.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi


Aksara.
Asma, N. 2006. Model pembelajaran Kooperatif. Jakarta : Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Pendidikan Tinggi.

AzharI dan Budi.2006. Inovasi Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran


matematika. Makalah disajiakan pada Seminar Matematika Realistik, FKIP
USK-ERA. Banda Aceh, 26 Agustus 2006.

Budiningsih. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara.

Darmojo dan Kaligis. 2002. Pengembangan Pembelajaran. Semarang. PT Prima


Nugraha Pratama.

Ibrahim. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Unesa Universitas


Press

Hake, 2000. Analizing Change/Gain Scores. Virginia : Gear Book.

Hamalik, O. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Kangan, S.K. 2007. Kagan Cooperatif Learning. San Clemate : Kagan Publising

Lalang, S. 2013. Uji Persyaratan Analisis. (Online). https://belalangtue.


wordpress.com/2010/08/05/uji-persyaratan-analisis/ (Diakses pada tanggal 20
Januari 2016)
Muhammad, A. 2002. Belajar Dalam Kontesk Umum .Semarang: Unnes Press

Purwanti, H. 2009. Upaya Meningkatkan Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran


Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT di Kelas
VIII Tahun 2008 SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta. Skripsi. Tidak
diterbitkan

Ratumanan, 2004. Teori Pembelajaran aktif. Bandung: Remadja Karya

Sagala. 2005. Model Pembelajaran dalam Konnteks Ilmiah. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.
Slavin, R.E. 2008. Cooperatif Learning : Theory, Reaech and Practice. (N. nosron
Terjemahan) London : Allyman Bacon.

Sugihartono, dkk. 2008. Psikologi Pendidikan. Yokyakarta : UNY Pres.

Sukardi. 2003. Metodelogi Penelitian Pendidikan : Kompetensi dan Prakteknya.


Yokyakarta : Bumi Aksara.

Soemanto, W. 2003. Mengembangkan Bakat dan KreativitasA nak Sekolah.: PT


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Alfabeta

Trianto. 2009. Mendesain Model Penbelajaran Inovatif-Progesif. Jakarta: Kencana,


Pranada Media Group.

Udin, M. 2003. Hakikat Belajar IPA. Bandung : Remaja Rosdakarya

Winkel, W.S. 2006. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia

Zuhdi, A. 2010. Guru Idola. Yokyakarta : Gen-k Publiser.

Anda mungkin juga menyukai