Anda di halaman 1dari 6

ASAL DARAH MENSTRUASI

Darah menstruasi berasal dari arteri dan vena, tetapi secara kantitatif
perdarahan arteri jah lebi besar daripada perdarahan vena. Perdarahan endometrium
tampakya dimulai dengan pecahnya arteriol dari satu arteri spiralis yang menyebabkan
terbentknya hematom. Namun, kadang-kadang perdarahan berlangsung karena
kebocoran arteroi spiralis. Ketika hematom terbentk, endometrim superfisial akan
mengalami peregangan dan akhirnya rupture. Kemudian terbentk fisra pada stratum
fungsionale di sekitarnya, dan darah serta potongan jaringan dengan berbagai ukuran
akan terlepas. Walaupun sedikit banyak terjadi otolisis jaringan, namun biasanya pada
darah menstruasi yang keluar dari vagina dapat diidentifikasi potongan-potongan
endometrium. Perdarahan berhenti saat arteriol kembali mengalami konstriksi.
Perubahan-perubahan yang menyertai nekrosis jaringan parsial juga berfungsi menutup
ujung pembuluh; dan pada bagian superfisial, sering yang tertinggal hanya endotel.
Menurut Markee (1940), permukaan endometrium mengalami pemulihan dengan
tumbuhnya kelim, atau kerah, yang membentk ujung-ujung bebas terbalik dari kelenjar
uterus. Garis tengah kelim ini cepat membesar, dan kontinuitas epitel dipulihkan oleh
fusi tepi-tepi dari lembaran tipis sel-sel migratorik ini.

ASPEK KLINIS MENSTRUASI

Menstruasi adalah pengeluaran darah, mucus, dan debris sel dari mukosa uterus
secara berkala. Menstruasi terjadi dalam interval-interval yang kurang lebih teratur,
siklis, dan dapat diperkirakan waktunya, sejak menarke sampai menopause kecuali saat
hamil, menyusui, anovulasi, atau mengalami intervensi farmakologis. Akan lebih mudah
dan lebih deskriptif apabila kata menstruasi digunakan untuk merujuk kepada
perdarahan yang menyertai penarikan progesterone setelah ovulasi pada sikls nonfertil,
dan menyebt episode perdarahan endometrium lain pada wanita tidak hamil sebagai
perdarahan uterus atau endometrium.

MENARKE DAN PUBERTAS

Selama dua abad terakhir, usia ketika memstruasi pertama kali terjadi saat
pubertas (menarke), terus menrun. Namun, penurnan usia menarke pada anak-anak
perempuan yang tinggal di Amerika Serikat tampaknya telah berhenti. Sekarang, usia
rata-rata saat menstruasi dimulai adalah antara 12 sampai 13 tahun, tetapi pada
sebagian kecil anak perempuan yang tampaknya normal, menarke mungkin muncul
pada usia sedini 10 tahun atau selambat 16 tahun. Kata menarke secara spesifik
mengacu kepada menstruasi pertama, sedangkan pubertas adalah istilah yang lebih
umum yang mencakup seluruh proses pematangan seksual dalam transisi dari masa
anak menjadi dewasa. Menarke hanyalah salah satu tanda pubertasl tetapi apabila
menarke merupakan konsekuensi dari ovulasi (dan sekresi hormone yang
menyertainya), maka proses fisiologis fundamental pada pubertas telah tuntas.

INTERVAL ANTARA MENSTRUASI


Interval pengulangan menstruasi diperkirakan sekitar 28 hari, tetapi terdapat
variasi yang cukup besar di antara wanita secara umum, juga pada lama siklls dari
wanita tersebut. Variasi mencolok pada interval antara siklus menstruasi tidak selalu
menunjukkan infertilitas.

Arey (1939), yang menganalisis temuan dari 12 studi berbeda yang meneliti
sekitar 20.000 catatan kalender dari 1500 wanita, menyimpulkan bahwa tidak terdapat
bukti adanya keteraturan siklus menstruasi yang sempurna. Gunn dan rekan (1937),
dalam suatu studi terhadap 497 wanita normal Inggris , mendapatkan bahwa perbedaan
tipikal antara siklus terpendek atau terpanjang adalah 8 atau 9 hari. Pada 30 persen
wanita, perbedaan tersebut dapat mencapai lebih dari 13 hari, tetapi tidak pernah lebih
singkat dari 2 hari pada wanita manapun. Arey mendapatkan bahwa di antara wanita
dewasa biasa, sepertiga dari seluruh siklus menstruasi mereka lamanya lebih dari 2 hari
dari rerata lama semua siklus. Dalam analisis Arey terhadap 5322 siklus dari 485 wanita
normal, diperkirakan interval rata-rata adalah 28,4 hari; temuannya tentang rata-rata
lama siklus pada gadis yang baru mengalami pubertas ternyata lebih panjang, yaitu 33,9
hari. Chiazze dan rekan-rekannya (1968) menganalisis interval 30.655 siklus dari 2316
wanita. Rerata untk semua siklus adalah 29,1 hari. Untuk interval siklus yang berkisar
dari 15 sampai 45 hari, rata-rata lamanya 28,1 hari. Derajat varibilitasnya adalah
sedemikian sehingga hanya 13 persen wanita mengalami siklus yang bervariasi krang
dari 6 hari. Haman (1942) mensrvei 2460 siklus dari 150 ibu rumah tangga yang datang
ke sebuah klinik dengan memberi penekanan pada pencatatan secara akurat lamanya
sikls menstruasi. Data Arey dan data Hama, yang kurang lebih serpa, dan kurva distribsi
yang dihitung berdasarkan rata-rata dari data tersebut.

DURASI PERDARAHAN MENSTRUASI

Durasi pengeluaran darah juga bervariasi, paling sering adalah 4 sampai 6 hari.
Perdarahan selama 2 sampai 8 hari mngkin normal untuk seorang wanita, tetapi pada
wanita tersebut durasi pengelaran darah biasanya relative lama dari siklus ke siklus.

DARAH MENSTRUASI

Menstrasi pada wanita obulatorik (setelah penarikan progesterone) ditandai


oleh pengeluaran potongan-potongan endometrium yang bercampr darah dalam jumlah
bevariasi. Biasanya darah berbentuk cair, tetapi apabila kecepatan perdarahannya
berlebihan dapat muncul bekuan darah. Pengelaran bekuan bersama perdarahan
uterus, terutama apabila perdarahannya siklis atau dapat diperkirakan, mengisyaratkan
anovulasi, yait perdarahan yang terjadi tanpa manfaat dari efek dan penarikan
progesterone (Hahn, 1980).

Telah dilakukan cukup banyak riset untuk memahami mengapa darah menstruasi
tidak membeku. Penjelasan yang paling logis adalah kesimpulan yang diambil
Whitehouse (1914) yaitu bahwa darah mengalami pembekuan saat dikeluarkan, tetapi
kemudian diacairkan oleh aktivitas fibronolitik. Endometrium memiliki sifat
tromboplastik poten yang akan segera memicu pembekuan darah, tetapi juga terdapat
sifat fibrinolitik kuat yang segera menyebabkan lisis bekuan fibrin yang telah terbentuk.

FAKTOR JARINGAN DAN PEMBEKUAN DARAH MENSTRUASI

Faktor jaringan (tissue factor) adalah proterin terikat-membran plasma yang


terlibat dalam jalur koaglasi ekstrinsik, yang berfngsi memicu pembekuan apabila
pembuluh darah rusak. Faktor jaringan penting untuk memicu perubahan protrombin
menjadi thrombin dalam inisiasi pembekuan. Lockwood dan rekan (1994) membuktikan
bahwa factor jaringan diekspresikan di sel stroma endometrium manusia, dan bahwa
progesterone bekerja secara tidak langsng untk meningkatkan ekspresi factor jaringan
(dan inhibitor aktivatir plasminogen 1) pada sel-sel ini. Efek progesterone ini memerlkan
aktivasi reseptor factor pertumbuhan epidermis oleh daktor pertumbuhan epidermis
(EGF) atau transforming growth factor-β. Inhibitor aktivatir plasminogen bekerja
menghambat efek activator plasminogen secara tidak langsung sehingga mencegah
fibrinolysis (Lockwood dkk., 1999).

FIBRINOLISIS BEKUAN DARAH MENSTRUASI

Proteinase serin (dan inhibitor-inhibitornya) jga diproduksi di endometrium


secara berkala yang mengisyaratkan adanya pengendalian oleh hormone. Di antara
berbagai proteinase, activator plasminogen adalah enzim yang dianggap penting untuk
menimbulkan fibrinolysis. Plasmin dibentuk melalui kerja aktivatir plasminogen (mis.
Urokinase) yang dihasilkan di endometrim pada plasminogen darah.

PENGELUARAH DARAH SELAMA MENSTRUASI

Jumlah darah yng kelar selama periode menstruasi normal telah dipelajari
beberapa kelompok peneliti yang menemukan bahwa jumlahnya berkisar antara 25 ml
sampai 60 ml (Baldwin dkk., 1961; Hallberg dkk., 1966; Hyton dkk., 1964). Pada
konsentrasi hemoglobin normal yaitu 14 g per dl dan konsentrasi besi hemoglobin 3,4
mg per g, volme darah ini mengandung besi sekitar 12-29 mg dan mencerminkan
pengeluaran darah yang ekivalen dengan 0,4-1,0 mg besi setiap hari selama siklus, atau
dari 150 sampai 400 mg per tahun. Karena jumlah besi yang diserap dari makanan
biasanya ckup terbatas, maka pengeluaran besi yang tampaknya tidak berarti ini
menjadi penting karena ikut menurunkan cadangan besi yang pada sebagian besar
wanita sudah rendah (Scott dan Pritchard , 1967).

Volume darah yang keluar setiap menstruasi sebenarnya relative sedikit,


terutama apabila dibandingkan dengan luas permukaan endometrium uterus normal
pada wanita yang tidak hamil berukuran 10 sampai 45 cm2 (Chimbira dkk., 1980).
Dengan demikian, pasti ada suatu cara efektif untuk menimbulkan homeostasis di
endometrium selama menstruasi. Pengendalian pengeluaran darah kemungkinan besar
tidak dilakukan oleh kontraksi myometrium yang akan menekan pembulh uterus, seperti
yang terjadi pada pengeluaran bayi dan plasenta. Namun, pengeluaran darah
menstruasi yang berlebihan sering terjadi pada wanita dengan gangguan pembekuan
atau kelainan trombosit. Besar kemungkinan hemostasis di endometrium dipengaruhi
oleh :

1. Pembentukan sumbat hemostatic seperti di jaringan lain (Christiaens dkk., 1985)


2. Vasokontriksi kuat arteri spiralis yang dimulai segera sebelum dan berlanjut selama
menstruasi (Markee, 1940).

SINDROM PRAMENSTRUASI

Berbagai gangguan, yang terkadang sampai menyebabkan ketidakmampuan,


berulang kali menimpa banyak wanita yang mengalami ovulasi selama fase luteal pada
setiap siklus ovarium. Terdapat bukti adanya hubungan sebab-akibat antara sekresi dan
penarikan progesterone dengan timbulnya sindrom pramenstruasi (premenstrual
syndrome, PMS), walaupun dasar biologis dari keterkaitan ini belum dipastikan. Seperti
dibahas oleh MacDonald dan rekan (1991), gejala PMS mencakup perubahan mood,
perilaku, dan kesejahteraan fisik. Biasanya dijumpai sekelompok gejala yang sama pada
masing-masing wanita setiap bulan.

SEKRESI PROGESTERON REKUREN: SUATU ENDOKRINOPATI?

Perlu diketahui bahwa pengulangan gejala PMS yang bersifat siklis hanya terjadi
pada wanita yang menghasilkan progesterone endogen dalam jumlah besar dan
kemudian mengalami penarikan, dan bahwa gejala-gejalanya berulang namun terbatas
pada saat sekresi dan penarikan progesterone saja. Gejal-gejala ini terutama tidak dapat
diperkirakan kemunculannya pada wanita pubertas, pascamenopause, anovulatorik,
atau yang telah dikastrasi. Gejala-gejala PMS juga tidak muncul pada wanita dengan
hipogonadisme yang diberi terapi estrogen, baik secara siklis maupun kontinu. Selain
itu, gejala-gejala PMS dapat mereda dengan pemberian agonis gonadotropin-releasing
hormone (GnRH), yang menghentikan fungsi ovarium, dan dengan ooforektomi. Semua
hal di atas menunjukkan bahwa ovulasi serta sekresi dan penghentian progesterone
pasti terlibat dalam biogenesis PMS.

Telah menjadi anggapan umum bahwa (di samping kehamilan) ovulasi dan
menstruasi yang berlangsung siklis adalah penanda kenormalan wanita usia subur
secara endokrinologis. Pada beberapa edisi sebelumnya, kami menekankan dengan
penuh keyakinan, bahwa riwayat semacam itu merupakan isyarat kuat adanya ovulasi,
pembentukan korpusluteum, dan sekresi progesterone yang rekuren. Dengan demikian,
dari sudut pandang fungsi ovarium, menstruasi yang rekuren, siklis, dan spontan adalah
bukti kenormalan fungsi ovarium.

Tak diragukan lagi, siklus otak-hipofisis-ovarium yang berpuncak pada ovulasi


adalah suatu proses fisiologis normal. Selain itu, proses-proses biokimiawi (yang
diinduksi oleh hormone seks) dan morfologis yang mendahului menstruasi dan akhirnya
menyebabkan vasospasme hebat arteri spiralis endometrium serta memuncak dalam
pelepasan hampir seluruh lapisan endometrium, merupakan akhir fisiologis terpenting
dari ovarium, pengulangan proses ini dengan interval sekitar satu bulan (yang diikuti
oleh menstruasi) boleh jadi bukan suatu normal evolusi, seberapa pun universalnya
fenomena ini dijumpai pada wanita muda.

PROGESTERON DAN PMS

Di luar kehamilan, progesterone dihasilkan dalam jumlah besar hanya selama


fase luteal siklus ovarium. Kecepatan sekresi progesterone pada waktu-waktu ini jauh
lebih besar dibandingkan hormone steroid lain yang dihasilkan oleh pria atau wanita
yang tidak hamil.

Akan tetapi, bagaimana progesterone dapat menimbulkan PMS pada sebagian,


tapi tidak semua wanita? Tidak dijumpai perbedaan nyata dalam kecepatan sekresi
proesteron oleh korpus luteum dari wanita yang menderita PMS dengan yang tidak.
Sampai belum lama ini, efek progesterone dianggap hanya diperantarai oleh reseptor
progesterone yang bekerja melalui progesterone response element pada gen-gen
tertentu. Berdasarkan anggapan ini, tidak diketahui adanya efek progesterone yang jelas
menunjukkan bahwa hormone steroid ini berperan dalam biogenesis PMS, apalagi
menjelaskan perbedaan mencolok di antara para wanita dalam spectrum atau
keparahan gejala-gejala yang menandai penyakit (-penyakit) ini.

Sekarang sudah dibuktikan bahwa sebagian efek biologis progesterone dan


metabolitnya diperantarai oleh mekanisme sel yang tidak bergantung pada reseptor
progesterone. Progesterone bekerja pada tingkat membrane plasma sel-sel tertentu
melalui suatu mekanisme nongenomik untuk menghambat aktivasi adenilat siklase di
oosit dan di spermatozoa, sebagai contoh. Progesteron mengalami metabolisasi, melalui
21-hidroksilasi ekstra-adrenal, menjadi deoksikortikosteron, yang bekerja melalui
reseptor mineralokortikosteroid. Metabolit lain, 5α-pregnan3α-ol-20-one, bekerja di
otak sebagai suatu zat anastesik/antiansietas dengan mengikat reseptor asam gama-
aminobutirat (GABA). GABA adalah suatu neurotransmitter inhibitorik, suatu senyawa
mirip-obat antiansietas yang diproduksi secara endogen. Steroid anestesik/antiansietas
ini bekerja untuk meningkatkan efek GABA.

Untuk menjelaskan peran progesterone dalam terjadinya PMS, dianggap bahwa


(1) tingkat metabolism progesterone ekstrahepatik terhadap metabolit-metabolit
bioaktif tertentu mungkin tidak sama pada semua wanit, dan (2) mungkin terdapat
korelasi erat antara ‘takdir’ metabolism progesterone pada seorang wanita dengan
kekambuhan gejala fase luteal (MacDonald dkk., 1991). Teori ini berkembang dari
temuan yang menyatakan bahwa (1) perubahan fraksional progesterone menjadi
deoksikortikosteron bervariasi 30 kali lipat di antara wanita (tetapi konstan pada wanita
yang sama dari waktu ke waktu), dan (2) metabolit progesterone tertentu yang
terbentuk akibat proses reduksi-5α bersifat bioaktif yang berfungsi sebagai agen
antiansietas/anestetik.

Besarnya variasi dalam perubahan progesterone plasma menjadi


deoksikortikosteron di antara para wanita merupakan penyebab bervariasinya laju
pembentukan deoksikortikosteron selama fase luteal siklus ovarium.
Deoksikortikosteron diproduksi dari progesterone plasma melalui proses yang tidak
dikendalikan oleh hormone adrenokortikotropik (ACTH) atau angiotensin II.

Telah diketahui selama lebih dari 50 tahun bahwa beberapa metabolit


progesterone yang diberikan ke hewan percobaan atau manusia dapat menyebabkan
anesthesia. Neuron penghasil GABA dan reseptpor GABA tersebar luas di otak.
Tampaknya perubahan konformasi reseptor GABA setelah berikatan dengan steroid
antiansietas akan meningkatkan afinitas GABA terhadap reseptor ini. Dengan demikian,
steroid-steroid ini hanya aktif apabila terdapat GABA. Obat golongan benzodiazepine
juga bekerja pada reseptor GABA dengan cara serupa dengan yang dilakukan oleh
metabolit progesterone yang terbentuk melalui proses reduksi 5α, yaitu meningkatkan
afinitas reseptor GABA terhadap GABA.

Anestetik steroid dibuat untuk digunakan pada manusia; dan di Inggris sudah
ratusan persalinan sesarea yang dilakukan dengan anestetik steroid althesin, atau 11-
keto-5α-pregnan-3α-oI-20-on. Pada wanita, metabolit progesterone antiansietas yang
diproduksi secara endogen, 5α-pregnan-3α-oI-20-on (alopregnanolon), terbentuk
selama fase luteal siklus kerika kadar progesterone tinggi. Pembentukan dan penarikan
metabolit progesterone diperkirakan juga berperan dalam biogenesis depresi
postpartum, suatu gangguan emosional berat yang timbul pada masa nifas dini pada
sebagian wanita menemukan bahwa kadar alopregnanolon plasma menurn pada wanita
dengan sindrom pramenstruasi. Karena alopregnanolon memiliki efek mirip
benzodiazepine, rendahnya kadar metabolit ini mungkin berperan menimbulkan
sebagian gejala sindrom pramestruasi.

METABOLISME PROGESTERON

Peran potensial metabolir-metabolit progesterone bioaktif ini dalam biogenesis


PMS kemungkinan disebabkan oleh reospesifisitas kerja metabolit-metabolit tersebut
dan oleh adanya potensi perbedaan di antara para wanita dalam hal laju pembentukan
senyawa-senyawa ini pada jaringan ekstrahepatik. Sekarang diketahui bahwa sebagian
besar (50-60%) progesterone plasma mengalami metabolisasi mula-mula dengan
reduksi-5α progesterone diangkut ke hati dan sebagian besar proses ini terjadi di
jaringan ekstrahepatik (Chantilis dkk., 1996). Akhirnyam metabolit reduksi-5α
progesterone diangkut ke hati dan sebagian besar berkonjugasi dengan sulfur kemudian
diekskresikan melalui empedu. Di usus, sulfokonjugat ini bereaksi dengan enzim-enzim
bakteri usus untuk menghasilkan produk yang sampai saat ini belum teridentifikasi
dengan jelas.

Anda mungkin juga menyukai