Anda di halaman 1dari 32

Case Report Session

LEUKEMIA AKUT

Oleh:

Fatmi Eka Putri 1210313091

Preseptor:
dr. Yorva Sayoeti, SpA (K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUPDR M DJAMIL

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2017
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Leukimia

Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari

sumsum tulang, disebabkan oleh beberapa faktor resiko selama kehamilan dan pasca

natal seperti kecacatan genetik, radiasi, infeksi dan paparan lainnya, ditandai oleh

adanya akumulasi proliferasi leukosit dan sel abnormal dalam sumsum tulang dan

darah, dapat menimbulkan komplikasi berupa sepsis, gangguan pembekuan darah

atau akibat kemoterapi, memiliki prognosis yang sulit ditentukan.2,3

2. Epidemiologi Leukemia Pada Anak

Insidensi puncak leukemia pada anak adalah ketika berusia 2 – 6 tahun,

terutama sekitar usia 5 tahun dan lebih sering terjadi pada anak laki – laki daripada

anak perempuan. Umumnya leukemia pada anak – anak dengan keadaan kromosom

yang abnormal.

Pada anak kembar, bila salah satu anak menderita leukemia maka resiko dari

kembarannya jauh lebih besar daripada anak pada umumnya yaitu lebih dari 70% bila

anak yang pertama terdiagnosa kurang dari 1 tahun dan merupakan kembar

monokorionik.

LLA adalah bentuk leukemia yang paling lazim dijumpai pada anak yaitu

sekitar 85% dari seluruh leukemia pada anak, prevalensi menurun ketika berusia lebih

2
dari 10 tahun. Sedangkan AML hanya 17%, maka dapat disimpulkan pada anak lebih

sering terjadi leukemia akut yaitu 97% dari seluruh leukemia pada anak dimana

leukemia kronik hanya 3%.1,3,5,6

3. Etiologi Leukemia

Secara umum pembagian leukemia adalah akut, kronik dan kongenital.

Leukemia akut dan kronik pada awalnya dibedakan berdasarkan lama sakitnya

selama pemberian kemoterapi yang efektif, namun saat ini akut dan kronis dibedakan

berdasarkan jenis selnya dimana sel imatur ganas yang berproliferasi mengarah pada

leukemia akut dan bila terdapat lebih banyak sel matur maka diklasifikasikan

leukemia kronik, sedangkan kongenital bila leukemia terdiagnosa selama 4 minggu

pertama setelah kelahiran.1,7

Pada anak – anak leukemia akut lebih sering terjadi dibandingkan kronik

dimana hanya sekitar 2%. Oleh karena itu, FAB mengklasifikasikan leukemia akut

berdasarkan morfologinya sebagai berikut1,3 :

1. Leukemia Limfoblastik Akut

L1: Sel – sel limfoblas kecil dengan sitoplasma sempit, anak inti tidak tampak

dengan kromatin homogen

L2: Limfoblas lebih besar dengan sitoplasma lebih luas, kromatin lebih kasar,

satu atau lebih anak inti

L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik dan bervakuol, anak inti banyak,

kromatin berbercak.

3
2. Leukemia Myeloid Akut

M0 : Diferensiasi minimal dari myeloid

M1 : Myeloblas berdiferensiasi buruk tanpa maturasi, dapat ditemukan Auer

rods

M2 : Diferensiasi myeloblas dengan maturasi, lebih banyak ditemukan Auer

rods

M3 : Sel promyelositik dengan hipergranuler dan penuh dengan Auer rods

M4 : Myelomonoblastik

M5 : Monoblastik

M6 : Eritroleukemik atau eritroblastik

M7 : Megakaryoblastik

Berdasarkan antibody monoclonal yang dapat mengenali antigen pada

limfoid, dihasilkan klasifikasi imunofenotip dari LLA yaitu sel T, sel B,

transisional pre-B, sel pre-B dan sel pre-B muda. Klasifikasi ini berguna untuk

menentukan leukemia sesuai tahap maturasi normal.1,3

Leukemia kronik sangat jarang terjadi pada anak – anak, meskipun begitu

leukemia kronik dibagi menjadi Leukemia Limfositik Kronik, yang insidensinya

pada orang dewasa berusia 60 – 80 tahun, dan Leukemia Myeloid Kronik dimana

berkisar 1 – 2% dari leukemia pada anak – anak.

4
Klasifikasi Leukemia Myeloid Kronik5 :

1. Leukemia mieloid kronik, Philadelphia positif

2. Leukemia mieloid kronik, Philadelphia negative

3. Leukemia mieloid kronik juvenilis

4. Leukemia neutrofilik kronis

5. Leukemia eosinofilik

6. Leukemia mielomonositik kronik

3. EPIDEMIOLOGI

Insidensi puncak leukemia pada anak adalah ketika berusia 2 – 6

tahun, terutama sekitar usia 5 tahun dan lebih sering terjadi pada anak laki –

laki daripada anak perempuan. Umumnya leukemia pada anak – anak dengan

keadaan kromosom yang abnormal.

Pada anak kembar, bila salah satu anak menderita leukemia maka

resiko dari kembarannya jauh lebih besar daripada anak pada umumnya yaitu

lebih dari 70% bila anak yang pertama terdiagnosa kurang dari 1 tahun dan

merupakan kembar monokorionik. LLA adalah bentuk leukemia yang paling

lazim dijumpai pada anak yaitu sekitar 85% dari seluruh leukemia pada anak,

prevalensi menurun ketika berusia lebih dari 10 tahun. Sedangkan AML

hanya 17%, maka dapat disimpulkan pada anak lebih sering terjadi leukemia

akut yaitu 97% dari seluruh leukemia pada anak dimana leukemia kronik

hanya 3%.1,3,5,6

5
Pada umumnya penyebab leukemia tidak dapat diketahui secara pasti,

namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang diduga berkaitan dengan

leukemia pada anak termasuk genetik, lingkungan dan keadaan

imunodefisiensi.Anak – anak dengan cacat genetik seperti sindrom Down dan

keadaan ketidakstabilan kromosom lebih beresiko menderita leukemia.

Paparan radiasi X-ray pada janin maupun anak menunjukkan

peningkatan insidensi LLA meskipun kasusnya sangat sedikit.Pada beberapa

negara berkembang terdapat hubungan antara anak yang terkena leukemia

dengan infeksi virus Epstein-Barr dimana terjadi mutasi dari sel progenitor

limfoid. Resiko memiliki keturunan leukemia pada ibu hamil ditentukan dari

pola hidupnya selama hamil seperti mengkonsumsi alkohol, obat terlarang

maupun paparan kimiawi lainnya.1,2,3,6

4. Patogenesis Leukemia

Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia adalah asal mula gugus selnya

(clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenetik dan morfologi, kegagalan

diferensiasi petanda sel dan perbedaan biokimiawi terhadap sel normal.Leukemia

akut dimulai dari sel tunggal yang berproliferasi secara klonal sampai mencapai

jumlah sel yang dapat terdeteksi. Meskipun etiologinya belum diketahui, namun

pada penelitian ditemukan bahwa penyebab (agent) nya dapat melakukan modifikasi

nukelus DNA dan kemampuan ini meningkat bila terdapat kelainan genetic tertentu

6
seperti translokasi, amplifikasi dan mutasi onkogen seluler sehingga terbentuklah

gugus (clone) yang abnormal.3

Transformasi sel pada LMA dapat terjadi pada berbagai jalur perkembangan

sel induk sehingga ekspresinya berupa perkembangan gugus sel tertentu dengan

akibat dapat terjadi berbagai jenis sel leukemia. Misalnya transformasi leukemia

terjadi pada sel induk pluripotent yang akan mengenai eritrosit dan trombosit, atau

pada sel induk yang dijuruskan untuk granulositopoisis atau monositopoisis.3

Abnormalitas kromosom yang berkaitan dengan jumlah kromosom,

translokasi atau delesi, yang menunjukkan prognosis dari pasien, dapat dijumpai

pada hampir semua penderita LLA.Dari semua kasus LLA, 85% berasal dari

progenitor sel B, 15% berasal dari progenitor sel T, sedangkan sekitar 1% berasal

dari sel B.1

5. Manifestasi Klinis Leuki mia

1. Leukemia Limfoblastik Akut

Secara klinis presentasi dar LLA sangat bervariasi, tidak spesifik dan

singkat bahkan terkadang ada yang bersifat asimtomatik dan terdeteksi

ketika melakukan pemeriksaan rutin.Kebanyakan pasien mendapati keluhan

seperti demam selama 3 – 4 minggu sebelum terdiagnosa, bersifat

intermiten. Selain itu juga disertai keluhan karena kegagalan sumsum tulang

seperti :

a. Anemia : pucat, letargi, dyspnea

7
b. Neutropenia : malaise, ISPA dan infeksi lainnya

c. Trombositopenia : memar spontan, purpura, gusi berdarah dan

menoragia.

Keluhan lain berupa manifestasi dari infiltrasi leukosit ke organ

berupa nyeri pada tulang yang hebat, arthralgia, limfadenopati, nyeri

abdomen dan sindrom meningeal (sakit kepala, mual, muntah, penglihatan

kabur dan diplopia).1,2,5

Pada umumnya pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie,

limfadenopati dan hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak

pucat dan lesu, perdarahan kulit dapat pula berupa purpura ataupun

ekimosis, perdarahan pada mukosa. Keluhan nyeri tulang dan sendi dapat

ditemukan adanya pembengkakan sendi dan efusi terutama pada ekstremitas

bawah.Keterlibatan leukemia terhadap susunan saraf pusat jarang terjadi,

meskipun ada dapat berupa papil edema, perdarahan retina, kelumpuhan

saraf kranial, paraplegia dan paraparese.

Tanda lainnya akibat infiltrasi leukosit ke organ lain berupa

pembesaran kelenjar saliva, pembesaran testis, pada ginjal menyebabkan

renal insufisiensi yang ditandai dengan nefromegali. Gangguan pernafasan

dapat disebabkan karena anemia ataupun terdapat massa di mediastinum

anterior berupa pembesaran thymus, biasanya terjadi pada remaja dengan

LLA tipe sel T.4,6,7

2. Leukemia Mieloid Akut

8
Timbulnya gejala dan tanda pada LMA adalah sama seperti pada

ALL yaitu karena penumpukan sumsum tulang akan sel – sel ganas

yang menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Maka dari itu, pasien

LMA akan mempunyai gejala – gejala yang ditemukan pada kegagalan

sumsum tulang ALL juga. Terdapat beberapa gejala pada LMA yang

tidak muncul pada LLA yaitu nodul subkutan, hipertrofi gusi karena

infiltrasi leukosit dan pada LMA dapat terjadi disseminated

intravascular coagulation (DIC) dengan perdarahan yang serius, dapat

juga ditemukan tumor local atau kloroma.1,4,5

3. Leukemia Mieloid Kronik

Meskipun insidensi tertinggi terjadi pada orang dewasa, namun

LMK dapat juga terjadi pada anak – anak dan neonatus.Etiologi dan

faktor predisposisi tidak diketahui, pasien sering asimtomatik dengan

splenomegali masif pada pemeriksaan rutin anak sehat.Tetapi dapat

juga terjadi gejala seperti demam, keringat malam, anoreksia, berat

badan menurun, nyeri abdomen atau nyeri tulang dan hepatomegali.

Ada 3 fase LMK : fase kronis, fase akselerasi, dan krisis blas. Fase

kronis dapat berlangsung selama bertahun – tahun, hiperproliferasi

elemen myeloid matur, yang nantinya akan masuk ke fase akselerasi

dan fase blas, mengalami leukemia yang nyata dimana secara

morfologis ditemukan mieloblas namun dapat juga terjadi transformasi

limfoblas. Saat dimulai fase blas, jumlah darah meningkat tajam dan

9
tidak terkontrol dengan obat lagi, biasanya pasien akan meninggal

pada usia 3 – 4 tahun setelah onset.1,4,5

6. Diagnosis Leukemia

Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat

dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia.Untuk diagnosis pasti harus

dilakukan aspirasi sumsum tulang, dan dapat dilengkapi dengan pemeriksaan

pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan sebelumnya.

Anemia dan trombositopenia sering tampak pada sebagian besar pasien.Sel

leukemia sering tidak tampak pada darah perifer dalam pemeriksaan laboratorium

rutin, meskipun terlihat, sel leukemia tersebut sering dilaporkan sebagai limfosit

atipikal.Bila hasil analisis darah perifer mengarah kepada leukemia, maka

pemeriksaan sumsum tulang harus dilakukan dengan tepat untuk menetapkan

diagnosis.

Pemeriksaan LCS dapat menentukan derajat LLA.Bila ditemukan

peningkatan limfoblas pada LCS maka disebut leukemia meningeal.Ini

menunjukkan derajat yang berat dan memerlukan terapi SSP dan sistemik.

Dengan ditemukannya leukemia SSP, jumlah leukosit > 50.000/mm3, massa

mediastinum serta jumlah sel blas total >1000/mm3 setelah 1 minggu terapi, maka

pasien disebut LLA dengan resiko tinggi.1,3

Diagnosis LMA dapat diawali sebagaiprolonged preleukemia, yaitu

kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga terjadi anemia refrakter,

10
neutropenia dan trombositopenia. Pemeriksaan sumsum tulang tidak

menunjukkan leukemia tetapi ada perubahan morfologis yang jelas, biasanya

hiperseluler, kadang hiposeluler yang akan menjadi leukemia akut. Kondisi ini

sering mengarah pada sindrom mielodiplastik dan mempunyai klasifikasi FAB

sendiri.3

7. Diagnosis Banding

Gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada awal manifestasi leukemia sangat

tidak spesifik dan tidak khas sehingga banyak penyakit lain yang dapat dipikirkan

sebelum melakukan pemeriksaan penunjang dan menegakkan diagnosis leukemia.

Onset akut dari petekie, ekimosis dan perdarahan dapat mengarah pada

idiopatik trombositopenia dengan trombosit yang berukuran besar tanpa ada tanda

– tanda anemia.Demam dan pembengkakan sendi dapat menyerupai penyakit

rheumatologi seperti juvenile rheumatoid arthritis dan demam rematik, penyakit

kolagen vaskuler, atau osteomyelitis.1,2

Baik pada leukemia atau anemia aplastic keduanya memiliki gambaran

pansitopenia dan komplikasinya sama – sama kegagalan sumsum tulang, namun

pada anemia aplastic hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak ditemukan, dan

tidak ada lesi osteolitik seperti pada leukemia. Biopsi atau aspirasi sumsum tulang

akan menegakkan diagnosis.2

Infeksi virus pada anak – anak seringkali membuat diagnose leukemia

sulit ditegakkan terutama infeksi yang berkaitan dengan trombositopenia atau

anemia hemolitik. Membedakannya yaitu dengan kehadiran limfosit atipikal dan

11
titer virus yang meningkat.Demam dengan onset akut dan limfadenopati pada

mononucleosis sangat perlu dicurigai, begitu pula dengan pertussis dan

parapertusis dimana terjadi peningkatan leukosit hingga 50.000 – 100.000/mm3

namun bukan sel limfosit leukemik.1,2

Penyakit keganasan lain yang bermetastasis menyerang sumsum tulang

dan menyebabkan kegagalan sumsum tulang antara lain neuroblastoma,

rhabdomyosarkoma, retinoblastoma dan Ewing sarcoma. Sel – sel pada keganasan

– keganasan ini biasanya berkelompok dan tumor primer dapat ditemukan.1,2

Leukemia pada anak sendiri harus dibedakan antara LLA, LMA, LMK

dan myelodisplasia. Gangguan mieloproliferatif juga menjadi diagnosis banding

pada bayi sindrom Down dengan leukositosis dan left shift.2

Leukositosis akibat respons terhadap infeksi dapat menjadi berlebihan

hingga mencapai diatas 50.000/mm3.Jika leukosit bukan merupakan sel blas yang

maligna, sindrom ini disebut reaksi leukemoid, sering terdapat peningkatan

myeloid imatur atau prekursor limfoid di dalam darah perifer.Pada pemeriksaan

sumsum tulang secara khas menunjukkan hyperplasia myeloid dengan maturasi

normal. Penyebab lain reaksi leukemoid adalah penyakit granulomatosa,

hemolysis berat, vaskulitis, obat – obatan dan adanya tumor yang metastasis ke

sumsum tulang.4

8. Tatalaksana Leukemia

Terapi leukemia limfositik akut dibagi menjadi beberapa fase3, diantaranya ialah:

12
1. Fase remisi induksi

2. Fase intensif

3. Terapi susunan saraf pusat

4. Rumatan

Pada fase induksi remisi, tujuannya ialah untuk eradikasi sel leukemik

dari sumsum tulang untuk mencapai remisi komplit yaitu saat sel leukemia tidak

lagi tampak secara morfologis. Terapi LLA dengan 3 macam obat : vinkristin

setiap minggu, kortikosteroid (dexamethasone, prednisone) dan L-asparginase.

Hasilnya 98% penderita akan mengalami remisi komplit. Pasien dengan resiko

tinggi juga diberikan daunomycin setiap minggu.1,2

Fase intensif dilakukan setelah mencapai remisi komplit dimana sel blas

< 5% pada pemeriksaan sumsum tulang, trombosit > 100.000/mm3, Hb > 12 g/dl

tanpa transfusi, leukosit >3000/mm3 dan pemeriksaan LCS normal.Tujuan pada

fase ini ialah menghancurkan sisa limfoblas dengan cepat sebelum timbul

resisten hingga pasien mencapai kondisi sembuh. Fase induksi remisi dan

intensif dilakukan sampai 4 minggu.1,2

Terapi SSP bertujuan untuk mencegah relaps karena seringnya relaps

leukemia terjadi di saraf pusat, selain itu juga dilakukan pada pasien yang

ditemukan sel leukemia pada pemeriksaan lumbal pungsi. Diberikan kemoterapi

injeksi metotreksat intratekal pada lumbal pungsi dan kemoterapi sistemik.

Injeksi intratekal metotreksat sering dikombinasi dengan infus berulang

metotreksat dosis sedang (500mg/m2) atau dosis tinggi (3-5 g/mm2). Pada pasien

dengan tanda klinis leukemia SSP perlu pengobatan dengan radiasi otak dan

13
medula spinalis.1,3

Pada rumatan pasien diberikan merkaptopurin per hari dan metotreksat

per minggu secara parenteral selama 2 sampai 2,5 tahun.2

Transplantasi sumsum tulang menjadi pengobatan leukemia yang paling

efektif, terutama pada kasus leukemia relaps yang tidak berespons dengan

pengobatan konvensional.Beberapa pendapat mengatakan lebih efektif dilakukan

transplantasi pada remisi pertama tetapi masih diperdebatkan. Meskipun sangat

efektif perlu diwaspadai reaksi graft-versus-host atau bahkan graft-versus-

leukemia.1,3

Terapi LMA menggunakan obat cytosine arabinoside (ara-C) 100 – 200

mg/m2/hari IV selama 7 hari dan daunorubicin 45 mg/m2/hari selama 3 hari.

Pada LMA jarang diberikan terapi SSP karena jarang relaps pada saraf pusat.

Pada LMA tipe M3 pengobatan dengan asam retinoat yang dikombinasikan

dengan antracycline dilaporkan sangat responsive sehingga tidak diperlukan

transplantasi sumsum tulang pada remisi pertama.1,3

Pada LMK imatinib mesylate dilaporkan efektif digunakan pada 70%

pasien dewasa, sedangkan pada anak digunakan hydroxyurea yang dapat

menurunkan leukosit secara bertahap sementara menunggu respons imatinib.

Mengingat bahaya dari krisis blas, transplantasi sumsum tulang adalah satu –

satunya pengobatan yang dapat meradikasi sel leukemia.1,2

Selain pengobatan kuratif, juga diperlukan pengobatan suportif seperti

hidrasi, alkalinisasi dan allopurinol untuk mencegah hiperuisemia akibat

kemoterapi yang dapat membahayakan ginjal. Kemoterapi juga sering

14
menyebabkan mielosupresi sehingga kadang transfuse eritrosit dan trombosit

juga diperlukan. Antibiotik dapat diberikan bila terdapat infeksi, namun

profilaksis harus diberikan untuk mencegah infeksi sekunder khususnya

pneumonia hingga beberapa bulan setelah pengobatan selesai.1

9. Komplikasi Leukemia

Pada anak – anak dengan leukemia yang mendapatkan kemoterapi, sel

yang lisis dalam jumlah besar akan menyebabkan hiperurisemia, hyperkalemia

dan hiperfosfatemia yang dapat menjadi nefropati, atau gagal ginjal juga bisa

karena infiltrasi langsung dari leukemia.

Myelosupresif dan imunosupresif yang disebabkan baik oleh penyakit

maupun kemoterapinya menyebabkan anak – anak rentan terhadap infeksi hingga

sepsis. Trombositopenia akibat leukemia atau terapinya akan bermanifestasi

sebagai perdarahan pada kulit dan mukosa. Gangguan koagulasi yang lebih jauh

menimbulkan disseminated intravascular coagulopathy. Pengobatan sistemik

maupun sistem saraf pusat dapat menyebabkan leukoensefalopati,

mikroangiopati, kejang maupun gangguan intelektual pada beberapa anak.1

Hiperleukositosis merupakan keadaan dimana jumlah leukosit darah tepi

lebih dari 100.000/mm3.Ini ditemukan pada 9 – 13% dari LLA, 5 – 22% dari

LMA dan pada hampir semua anak dengan LMK fase kronik.Tindakan antisipasi

dimulai saat jumlah leukosit 50.000/mm3 denganpeningkatan dosis kemoterapi

yang perlahan dan pemberian hidroksiurea pada LMA dan dexamethasone pada

LLA.Untuk mengatasinya diperlukan tindakan yang segera (emergency

15
oncology) karena komplikasinya yang mengancam jiwa, antara lain3 :

1. Sindroma leukostasis

Penggumpalan sel blas pada arteri kecil yang membentuk

agregat/trombi terutama pada otak dan paru – paru, lebih sering pada LMA

karena ukuran mieloblas lebih besar dari limfoblas dan sifatnya yang lebih

kaku.Leukostasis di otak menunjukkan tanda neurologis mulai dari pusing

hingga peningkatan tekanan intracranial.Leukostasis di paru menimbulkan

dyspnea, hipoksia dan gagal nafas.Pemberian leukoferesis dapat menurunkan

jumlah leukosit dengan cepat diikuti dengan hidroksiurea (50-100

mg/kgBB).Oksigen adekuat dan koreksi jumlah trombosit serta faktor

pembekuan juga perlu dilakukan.3

2. Sindroma lisis tumor

Akibat lisisnya sel leukemia setelah kemoterapi sehingga terjadi

hiperurisemia, hiperfosfatemia, azotemia dan hipokalsemia yang tidak bisa

diekskresi ginjal menimbulkan manifestasi gangguan metabolic.Sindroma

lisis tumor lebih sering terjadi pada LLA.Gagal ginjal dapat terjadi bila asam

urat serum lebih dari 20 mg/dl, perlu pemberian allopurinol, alkalinisasi urin

dengan natrium bikarbonat dan hidrasi yang cukup. Natrium bikarbonat

dihentikan bila pH urin > 7,5 karena bila berlebihan justru menciptakan

suasana basa yang memudahkan pengendapan kalsium fosfat sehingga terjadi

hipokalsemia. Sementara hiperfosfatemia terus terjadi selama lisis dari sel

tumor, dapat diberikan insulin dan glukosa sebagai bahan pengikat fosfat.

Hiperkalemia > 7,5 mEq/L harus diatasi segera dengan kayesalate (1 g/kg

16
dicampur 50% sorbitol, per oral). Ini dapat terjadi dari lisis sel tumor atau

oliguria dari hiperurisemia yang berdampak aritmia jantung sehingga perlu

pemeriksaan EKG.3

10. Prognosis Leukemia

Penderita leukemia digolongkan menjadi resiko tinggi dan biasa berdasarkan

faktor prognostic yang telah ditetapkan. Prognosis LLA semakin baik bila responsive

terhadap pengobatan dimana dalam pengobatan 1 minggu sel blas sudah tidak tampak

pada darah tepid an sumsum tulang.Faktor lain yang mempengaruhi peningkatan

prognosis LLA adalah jumlah leukosit awal < 50.000/mm3, usia diantara 1 – 15

tahun, leukemia sel pre-B, jenis kelamin perempuan dan LLA hyperploid (>50

kromosom). Faktor prognostic yang memperburuk prognosis pada LMA ialah jumlah

leukosit yang tinggi, sebanding dengan ukuran splenomegaly, adanya koagulopati,

induksi remisi yang lambat, usia < 2 tahun dan > 4 tahun dan leukemia

monoblastik.2,3

17
BAB II

LAPORAN KASUS

Identitas
Nama : An.RH
No.MR : 01 00 08 77
Umur : 2 tahun 7 bulan
JenisKelamin : Perempuan
Sukubangsa :Indonesia
NamaIbu : Ny. TH
Tanggal pemeriksaan : 16 Desember 2017

Seorang pasien perempuan berumur 2 tahun 7 bulan dirawat di HCU Anak RSUP Dr.

M. Djamil sejak tanggal 15 Oktober 2017, dengan :

Keluhan utama : Pucat sejak 1 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :

 Tampak pucat sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

 Demam sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, hilang timbul,tidak tinggi,

tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak ada kejang.

 Perdarahan di bawah kulit sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit

 Perut dirasakan semakin membesar sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit

 Perdarahan gusi, mulut, dan hidung tidak ada

18
 BAB warna dan konsistensi biasa

 BAK jumlah dan warna biasa

 Batuk, pilek, dan sesak nafas tidak ada

 Riwayat terkena radiasi tidak ada

 Riwayat minum jamu dan obat herbal tidak ada

 Pasien sebelumnya dirawat di RSUD Padang selama 1 hari

Riwayat Penyakit Dahulu :

 Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga:

 Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien

Riwayat kebiasaan, social ekonomi :

 Pasien tinggal di daerah perkebunan sawit

Riwayat Kehamilan :

Pemeriksaan kehamilan : cukup bulan, pelahir spontan, persalinan

dibantuolehbidan,langsungmenangiskuat,beratbadanlahir:3100 gr, panjang lahir 49

cm..

Riwayat Makanan dan Minuman :

Bayi :

 Asi : 0-24bulan

19
 Buahbiskuit : 6-12bulan

 Nasitim : 6-12bulan

 Susuformula : 24-sekarang

 Bubursusu : 8-24 bulan

Anak :

Makanan utama: 3x/hari/ menghabiskan 1 porsi makanan

 Daging :0-1x/minggu

 Ikan :3-4x/minggu

 Telur :2-3x/minggu

 Sayur :2-3x/minggu

 Buah :2-3x/minggu

Kesan : Kualitas dan kuantitas makan cukup

Riwayat Imunisasi:

BCG : ada

DPT : ada

Polio : ada

Hepatitis : ada

Campak : ada

20
Booster : ada

Kesan : imunisasi dasar lengkap, booster lengkap.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Riwayat Riwayat
Pertumbuhan Umur ganguan Umur
dan perkembangan
Perkembanga n mental
Ketawan 1,5 bulan Isap jempol -
Miring 2 bulan Gigit kuku -
Tengkurap 3 bulan Sering mimpi -
Duduk 8 bulan Mengompol -
Merangkak 6 bulan Aktif sekali -
Berdiri 10 bulan Apatik -
Lari 11 bulan Membangkang -
Gigi pertama 7 bulan Ketakutan -
Bicara 18 bulan Pergaulan jelek -
Membaca - Kesukaran -
Prestasi -
belajar
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangannormal
disekolah

Riwayat Keluarga

Ayah Ibu

Nama Tn. A Ny. TH


Umur 31 tahun 27 tahun
Pendidikan SMA S1
Pekerjaan Wiraswasta IRT
Perkawinan I I
Penyakit yang pernah diderita Tidak ada Tidak ada

SaudaraKandung Umur KeadaanSekarang

1. - - -

2. - - -

21
Riwayat Perumahan dan Lingkungan

Rumah tempattinggal : Permanen

Sumberairminum : Air sumur (direbus)

Buangairbesar : WCdidalamrumah

Pekarangan : Tidak ada

Sampah : Dibakar

Kesan : Sanitasi dan hygienekurang

Pemeriksaan fisik :

Keadaanumum : tampaksakit sedang

Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

Tekanandarah : 115/60 mmHg

Nadi : 137 x/ menit

Nafas : 20 x/ menit

Suhu : 37,8oC

TinggiBadan : 88 cm

BeratBadan : 11 kg

BB/U : 84,61%

TB/U : 95,65%

22
BB/TB : 84,61%

Gizi : Gizi kurang

Kulit : Teraba hangat, ptekie tidak ada, turgor kulit baik

Kepala : Bentuk simetris, normocephal

Rambut : Hitam, tidak mudahrontok

Mata : Konjungtiva anemis, sclera tidakikterik, pupil isokor,

diameter 2mm/2mm, reflex pupil +/+ normal

Telinga : Tidak ditemukan kelainan

Hidung : Nafas cuping hidung tidak ada, epistaksis tidak ada

Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidakhiperemis

Mulut : Mukosa bibir dan mulut basah, sianosis sirkumoral (-),

lidah kotor (-)

Leher : JVP 5-2 cmH2O,tidak ada pembesaran KGB,tidakada

pembesarantiroid

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : Normochest, retraksitidakada.

Palpasi : Fremitus sama kiridankanan

23
Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, rhonki tidak ada,wheezing tidak ada

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidakterlihat

Palpasi :Teraba iktus cordis di 1 jari medial dari

lineamidclavicula sinistra RICV

Perkusi :Batas jantung atas RIC II, kanan LineaSternalis Dextra,

kiri 1 jari medialLMCS RICV

Auskultasi : Irama teratur, bisingtidakada, gallop tidak ada

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), nyeri lepas (-), hepar

teraba ¾, lien teraba S4

Perkusi :Timpani

Auskultasi : Bising usus positifnormal

Punggung : Tidak ditemukankelainan

Alatkelamin : A1M1P1

Ekstremitas :

Atas : Akral hangat, perfusi baik, CRT< 2 detik

Bawah : Akral hangat, perfusi baik, CRT< 2detik

24
Pemeriksaan Laboratorium :

 Darah rutin

(15 Desember 2017)

Hb : 3,0gr/dl

Leukosit : 164.610 /mm3

Trombosit : 39.000/mm3

Hitung jenis :

Basofil :0%

Eosinofil : 0%

N. Batang : 0%

N. Segmen : 0%

Limfosit : 33%

Monosit : 0%

Diagnosa kerja : Suspek leukemia akut

Diagnosis Banding : Anemia aplastik

Pemeriksan penunjang

25
- Retikulosit

- BMP

Diagnosa : Leukemia akut

Tatalaksana :

- Istirahat

- ML TKTP1100 Kkal

- IVFD D5 ¼ NS 2x maintenance

- Bicnat 25 mEq/kolf 84 cc/jam

- Allopurinol 3 x 40 mg

- Paracetamol syr 3 x 1 cth

- Cefotaxim 2 x 50 mg

- Transfusi PRC 2 X 50, 75 CC

Follow up (18 Desember 2017)

S : Pasien masih terlihat pucat


Demam tidak ada
Batuk tidak ada
Nyeri perut tidaktidak ada
Sesak nafas tidak ada
BAB ada, warna dan konsistensi biasa
O :
Keadaanumum : tampaksakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif

26
Tekanandarah : 100/600mmHg
Nadi :125 x/ menit
Nafas : 25 x/ menit

Suhu : 37,6oC
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera Ikterik -/-
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, Faring tidak hiperemis
Paru :Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Reguler, bising (-), Gallop (-)
Abdomen : Distensi (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, ptekie tidak ada

A: Leukemia Akut
P:Istirahat
ML TKTP 1100 Kkal
IVFD D5 ¼ NS 2x maintenance

Bicnat 25 mEq/kolf 84 cc/jam

Allopurinol 3 x 40 mg

Paracetamol syr 3 x 1 cth

Cefotaxim 2 x 50 mg
Transfusi PRC 2 X 50, 75 CC

Laboratorium : 18/12/2017
Hb : 4,3 gr/dl
Leukosit : 85.700 /mm3
Trombosit : 16.000/mm3
Hematokrit : 14%
GDS : 117 mg/dl

27
Ureum : 13 mg/dl
Kreatinin : 0,4 mg/dl
DC : 0/1/1/1/50/0
Blast : 47%
Kalsium : 8,6 mg/dl
Natrium : 139 Mmol/l
Kalium : 4,1 Mmol/l
Klorida serum : 105 Mmol/l
Alb/glo : 3,5/1,8
Asam urat : 1,6 mg/dl

Follow up (19 Desember 2017)

S : Pasien masih terlihat pucat


Demam tidak ada
Batuk tidak ada
Nyeri perut tidak tidak ada
Sesak nafas tidak ada
BAB ada, warna dan konsistensi biasa
O :
Keadaanumum : tampaksakit sedang
Kesadaran : Komposmentis Kooperatif
Tekanandarah : 100/600mmHg
Nadi :125 x/ menit
Nafas : 25 x/ menit

Suhu : 37,6oC
Mata : Konjungtiva anemis +/+, Sklera Ikterik -/-
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah, lidah kotor (-)
Tenggorokan : Tonsil T1-T1, Faring tidak hiperemis
Paru :Bronkovesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Reguler, bising (-), Gallop (-)

28
Abdomen : Distensi (-), nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien
tidak teraba
Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, ptekie tidak ada

A: Leukemia Akut
P:Istirahat
ML TKTP 1100 Kkal
IVFD D5 ¼ NS 2x maintenance

Bicnat 25 mEq/kolf 84 cc/jam

Allopurinol 3 x 40 mg

Paracetamol syr 3 x 1 cth

Cefotaxim 2 x 50 mg
Transfusi PRC 2 X 50, 75 CC

Laboratorium : 19/12/2017
Hb : 5,0 gr/dl
Leukosit : 9.480/mm3
Trombosit : 20.000/mm3
Hematokrit : 15%
DC : 0/0/0/1/85/0
GDS : 152 mg/dl
Ureum : 8 mg/dl
Kreatinin : 0,2 mg/dl
Kalsium : 8,2 mg/dl
Natrium : 139 Mmol/l
Kalium : 4,2 Mmol/l
Klorida serum : 107 Mmol/l

29
BAB III

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berumur 2 tahun 7 bulan dirawat di HCU Anak

RSUP Dr. M. Djamil sejak tanggal 15 Oktober 2017 dengan keluhan pucat sejak 1

bulan sebelum masuk rumah sakit. Pucat merupakan salah satu tanda dari anemia

yang merupakan suatu kondisi dimana massa eritrosit dan/atau massa Hb yang

beredar dalam sirkulasi tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen.

Pada pemeriksaan laboratorium anemia ditandai dengan rendahnya kadar hemoglobin

dalam darah.

Anemia dapat ditemukan pada berbagai penyakit infeksi, trauma, dan

keganasan. Pada leukemia, anemia disebebkan oleh kegagalan sum-sum tulang dalam

memproduksi sel darah.Selain itu juga dapat ditemukan keadaan neutropenia dan

trombositopenia.Penyakit keganasan lain yang bermetastasis menyerang sumsum

tulang dan menyebabkan kegagalan sumsum tulang antara lain neuroblastoma,

rhabdomyosarkoma, retinoblastoma dan Ewing sarcoma.

Pasein juga mengeluhkan demam sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit,

hilang timbul, tidak tinggi, tidak menggigil, tidak berkeringat, tidak ada

kejang.Keluhan lain berupa manifestasi dari infiltrasi leukosit ke organ berupa nyeri

pada tulang yang hebat, arthralgia, limfadenopati, nyeri abdomen dan sindrom

meningeal (sakit kepala, mual, muntah, penglihatan kabur dan diplopia).Kebanyakan

pasien mendapati keluhan seperti demam selama 3 – 4 minggu sebelum terdiagnosa,

bersifat intermiten.

30
Pada umumnya pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie,

limfadenopati dan hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak pucat dan

lesu, perdarahan kulit dapat pula berupa purpura ataupun ekimosis, perdarahan pada

mukosa. Pada umumnya pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie,

limfadenopati dan hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak pucat dan

lesu, perdarahan kulit dapat pula berupa purpura ataupun ekimosis, perdarahan pada

mukosa. Pada kasus ini ditemukan bintik kemerahan dibawah kulit sejak 1 bulan

sebelum masuk rumah sakit.

Gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada awal manifestasi leukemia sangat

tidak spesifik dan tidak khas sehingga banyak penyakit lain yang dapat dipikirkan

sebelum melakukan pemeriksaan penunjang dan menegakkan diagnosis leukemia.

Onset akut dari petekie, ekimosis dan perdarahan dapat mengarah pada

idiopatik trombositopenia dengan trombosit yang berukuran besar tanpa ada tanda –

tanda anemia.Demam dan pembengkakan sendi dapat menyerupai penyakit

rheumatologi seperti juvenile rheumatoid arthritis dan demam rematik, penyakit

kolagen vaskuler, atau osteomyelitis.

Pada kasus ini ditemukan kadar Hb 3,0 gr/dl, leukosit 164.610 /mm3,

trombosit 39.000/mm3. Baik pada leukemia atau anemia aplastic keduanya memiliki

gambaran pansitopenia dan komplikasinya sama – sama kegagalan sumsum tulang,

namun pada anemia aplastic hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak ditemukan,

dan tidak ada lesi osteolitik seperti pada leukemia. Biopsi atau aspirasi sumsum

tulang akan menegakkan diagnosis.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson Textbook

of Pediatrics 18th Edition : 2116 – 2122

2. Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s Pediatrics

20th Edition : 1269 – 1278

3. Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Leukemia

Akut; Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar Hematologi – Onkologi

Anak 2010 : 236 – 325

4. Schwartz WM, Leukositosis dalam Pedoman Klinis Pediatri 2005 : 441 – 445

5. Hoffbrand VA, Pettit JE, Moss PAH, Leukemia Akut; Leukemia Mieloid

Kronik dan Mielodisplasia dalam Kapita Selekta Hematologi Edisi 4 2005 :

150 – 176

6. Hull D, Johnston DI, Leukemia Akut dalam Dasar – Dasar Pediatri Edisi 3

2008 : 209 – 212

7. Green T, Franklin W, Tanz RR, Leukemia in Pediatrics Just the Facts 2005 :

376 – 377

32

Anda mungkin juga menyukai