Anda di halaman 1dari 17

KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai
akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang
berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan
perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan
sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang
.
B. ETIOLOGI
Factor-faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain:
a. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak.
b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus).
c. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Enchepalitis vital (radang otak akibat virus) ringan yang tidak diketahui atau
enchepalopati toksik sepintas.
f. Gabunganh semua faktoer tersebut diatas.

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan
listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun
membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan
terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung
lama ( lebih dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel
neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi
epilepsi
D. NURSING
Infeksi ekstrakranial : suhu tubuh
PATHWAY

Gangguan keseimbangan membran sel neuron

Difusi Na dan Ca berlebih

Depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebih

kejang

parsial umum

sederhana kompleks absens mioklonik Tonik atonik


klonik

Kesadaran Gg peredaran Aktivitas otot


darah

Resiko Reflek hipoksi Metabolisme


injury menelan

Spasme otot telan Permeabilitas Keb. O2 Suhu tubuh


kapiler makin
meningkat
aspirasi
Sel neuron asfiksia
otak rusak
jalanjalan nafas
nafas tak efektif
tak efektif

O2 menurun, CO2 naik


O2 menurun, CO2 naik

Hipoksia otak cyanosis

Penurunan kesadaran Kerusakan sel otak


E. MANIFESTASI KLINIS
a. suhu tubuh lebih dari 39C per rectal
b. hilang kesedaran
c. kekakuan otot yng tidak terkendali
d. terjadi gerakan berulang- ulang secara periodik selama  15 menit.
e. wajah kebiruan
f. mata mendelik keatas
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh
infeksi diluar SSP: misalnya tonsillitis, otitis media akut, bronchitis,
furunkulosisi,. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat dengan singkat bangkitnya bersifat tonik-klonik,
tonik, klonik, vocal, atau kinetic. Umumnya kejang berhenti sendirir.
Begitu kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak
tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf. Menururt FKUI-RSCM Jakarta pedoman untuk
membuat diagnosis kejang demam sederhana yaitu:
1. Umur anak ketika kejang demam antara 6 bulan – 4 tahun.
2. Kejang berlansung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.
6. pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal

F. KLASIFIKASI
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a. Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:
 Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
 Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
 Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
 Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
 Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks
 Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
 Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Konvulsi akut (Non Rekuren)
Merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe
serangan konvulsi akut pada anak dapat merupakan manifestasi sementara
penyakit akut yang melibatkan otak. Umumnya kejang demam terjadi
setalah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2-3 tahun pertama
insidennya terus-menerus mencapai usia 6-8 tahun dan sesudah itu kejang
menjadi jarang.
b. Konvul Kroniuk (Rekuren)
1) Kejang absens
 Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
 Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik
 Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
2) Kejang mioklonik
 Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
 Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
 Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
 Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
3) Kejang tonik klonik
 Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
 Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
 Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
 Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
4) Kejang atonik
 Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
 Singkat dan terjadi tanpa peringatan

G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah – daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan
metabolik atau alirann darah dalam otak
5. Uji laboratorium
 Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
 Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
 Panel elektrolit
 Skrining toksik dari serum dan urin
 GDA
 Kadar kalsium darah
 Kadar natrium darah
 Kadar magnesium darah

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Memberantas kejang Secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang
sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila
belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara
intravena.

2. Pengobatan penunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan
penunjang

 Semua pakaian ketat dibuka


 Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
 Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila
perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi.
 Penhisapan lendir harus dilakukan secara tertur dan diberikan oksigen.
3. Pengobatan rumat
 Profilaksis intermiten
Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti
konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan
sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira - kira
sampai anak umur 4 tahun.

 Profilaksis jangka panjang


Diberikan pada keadaan
 Epilepsi yang diprovokasi oleh demam
 Kejang demam yang mempunyai ciri :
- Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi,
retardasi perkembangan dan mikrosefali
- Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, berdifat fokal atau
diikiuti kelainan saraf yang sementara atau menetap
- Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik
- Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan
4. Mencari dan mengobati penyebab

I. KOMPLIKASI
1. Aspirasi
2. Asfiksia
3. Retardasi mental
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hal – hal yang perlu dikaji pada anak yang mengalami kejang :
1) Riwayat kesehatan bayi atau anak.
Riwayat kelahiran atau dimasa neonatus, penyakit kronis, neoplasma,
imunosupresi, infeksi telinga dalam atau infeksi ekstra cranial (OMA),
meningitis atau enchepalitis, tu,or otak yang merupakan penyebab terjadinya
kejang sehingga diperlukan anamnese.
2) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan
neurologik, peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang
mengalami kejang. Kejang terutama pada anak golongan umur 6 bulan – 4
tahun. Pemeriksaan fisik dopengaruhi oleh usia anak dan organisme
penyebab, perubahan tingkat kesadaran, irritable, kejang tonik klonik, tonik,
klonik, takikardi, perubahan pola nafas, muntah dan hasil pungsi lumbal yang
abnormal.
3) Psikososial atau factor perkembangan
Umur, tungkat perkembangan, kebiasaan (apakah anak merasa nyaman,
waktu tidur teratur, benda yang difavoritkan), mekanisme koping, pengalman
dengan penyakit sebelumnya.
4) Riwayat penyakit kejang atau tanpa demam dalam keluarga,
5) Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf debelum anak menderita
kejang demam.
6) Lama berlangsungnya kejang.
7) Frekuensi terjadinya kejang dalam satu tahun.
8) Adanya anggota keluarga yang pernah menderita kejang sebelumnya
9) Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
10) Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk
kepala? Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-
ubun besar cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau
belum ?.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
c. Muka/ Wajah.
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis
tertinggal bila anak menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke
sisi sehat. Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah
ada gangguan nervus cranial ?
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat ?
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi ?
11) Pemeriksaan Penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi


2. Resiko terjadi injuri sehubungan dengan aktivitas kejang, serangan mendadak
dari perubahan aliran darah ke otak
3. Tidak efektinya jalan nafas sehubungan dengna spasme otor pernafasan,
aspirasi
4. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang pengalaman, kurang
informasi perawatan rumah .
5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Potensial terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan : Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan
hiperthermi
Kriteria hasil :
a. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
b. Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
c. Nadi 110 – 120 x/menit (bayi)
100-110 x/menit (anak)
d. Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi)
24 – 28 x/menit (anak)
e. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
1) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
2) Berikan kompres dingin/ kompres hangat
Rasional : perpindahan panas secara konduksi
3) Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
Rasional : saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4) Observasi kejang dan tanda vital tiap 4 jam
Rasional : Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan
dilakukan.
5) Batasi aktivitas selama anak panas
Rasional : aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan
meningkatkan panas.
6) Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
Rasional : Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai
propilaksis

2. Resiko terjadi injuri sehubungan dengan aktivitas kejang, serangan mendadak


dari perubahan aliran darah ke otak
Tujuan : Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil :
a. Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
b. Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
c. Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.
Rencana Tindakan :
1) Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang
rendah.
Rasional : meminimalkan injuri saat kejang
2) Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
Rasional : meningkatkan keamanan klien.
3) Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
Rasional : menurunkan resiko trauma pada mulut.
4) Letakkan klien di tempat yang lembut.
Rasional : membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas
ketika kontrol otot volunter berkurang.
5) Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang.
Rasional : membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6) Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
Rasional : mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
3. Tidak efektinya jalan nafas sehubungan dengan spasme otor pernafasan,
aspirasi
Tujuan : Jalan napas efektif
Kriteria Hasil
a. Tidak terjadi aspirasi
b. Tidak terjadi spasme otot
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Raisonal : Distress pernafasan yang dibuktikan dengan dyspnea dan
takipnea sebagai indikasi penurunan kemampuan menyediakan
oksigen bagi jaringan.
2) Kaji status mental dan penurunan kesadaran.
Raisonal : Gelisah, mudah terangsang, bingung dan somnolen sebagai
petunjuk hipoksemia atau oksigenasi serebral.
3) Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap
keringat.
Rasional : proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan
tidak menyerap keringat.
4) Buat klien dalam posisi miring pada salah satu sisi untuk menghindari
adanya aspirasi
Rasional : Miringkan badan anak untuk mem fasilitasi bersihan jalan
nafas dari sekret
5) Awasi frekuensi jantung atau irama.
Raisonal:Takikardi biasanya ada sebagai akibat demam atau dehidrasi
tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
6) Awasi suhu tubuh
Raisonal :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolic
dan potensial terjadinya kejang pada anak
4. Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang pengalaman, kurang
informasi perawatan rumah .
Tujuan : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
Kriteria hasil :
1. Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.
2. Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3. keluarga mentaati setiap proses keperawatan.
Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan keluarga
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga
dan kebenaran informasi yang didapat.
2. Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam
Rasional : penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu
menambah wawasan keluarga
3. Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan.
Rasional : agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan
mencegah kejang demam, antara lain :
1. Jangan panik saat kejang
2. Baringkan anak ditempat rata dan lembut.
3. Kepala dimiringkan.
4. Pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain yang basah, lalu
dimasukkan ke mulut.
5. Setelah kejang berhenti dan pasien sadar segera minumkan obat
tunggu sampai keadaan tenang.
6. Jika suhu tinggi saat kejang lakukan kompres hangat dan beri
banyak minum
7. Segera bawa ke rumah sakit bila kejang lama.
Rasional : sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar
mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan.
5. Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila
anak panas.
Rasional : mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan
kejang ulang.

5. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.


Tujuan : Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,
RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak
rewel.
Rencana Tindakan :
1. Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.
Rasional : mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena
penambahan pakaian/selimut dapat menghambat
penurunan suhu tubuh.
2. Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali
Rasional : Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan
perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3. Pertahankan suhu tubuh normal
Rasional : suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu
lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas
atau dinginnya tubuh.
4. Ajarkan pada keluarga memberikan kompres Hangat pada kepala / ketiak .
Rasional : proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan
perantara.
5. Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun
Rasional : proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal
dan tidak dapat menyerap keringat.
6. Beri ekstra cairan dengan menganjurkan pasien banyak minum
Rasional : Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh
meningkat.
7. Batasi aktivitas fisik
Rasional : aktivitas meningkatkan metabolismedan meningkatkan
panas.
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : gaya baru

Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta :

EGC.

Mansjoer,Arief.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta : Media Aesculapius.

Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny

R.F. Jakarta : EGC.

Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

Anda mungkin juga menyukai