Anda di halaman 1dari 47

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AUGUSTUS 2017

UNIVERSITAS HASANUDDIN

PERDARAHAN VITREOUS ET CAUSA

RETINOPATI DIABETIK PROLIFERATIF

OLEH
Nur Atikah Binti Muhamad
C111 12 834

RESIDEN PEMBIMBING
dr.Dian Furqani Ibrahim

SUPERVISOR PEMBIMBING
dr.Ahmad Ashraf, MPH, Sp. M (K), M.Kes

DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkan bahwa laporan kasus dan referat
dengan judul PERDARAHAN VITREOUS ET CAUSA RETINOPATI DIABETIK
PROLIFERATIF, yang disusun oleh:

Nama : Nur Atikah Binti Muhamad

NIM : C111 12 834

Asal Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Telah diperiksa dan dikoreksi, untuk selanjutnya dibawakan sebagai tugas pada
bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin pada
waktu yang telah ditentukan.

Makassar, Augustus 2017

Residen Pembimbing Supervisor Pembimbing

dr. Dian Furqani Ibrahim dr. Ahmad Ashraf, MPH, Sp.M (K), M.KES

2
DAFTAR ISI

HALAMAN
JUDUl………………………………………………………………….Error!
Bookmark not defined.
LEMBAR
PENGESAHAN………………………………………………………….Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..3
BAB
1………………………………………………………………………………..Error!
Bookmark not defined.
LAPORAN
KASUS………………………………………………………………....Error!
Bookmark not defined.
A. IDENTITAS PASIEN……………………………………………………………1

B. ANAMNESIS…………………………………………………………………….1

C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI……………………………………………..2

D. RESUME………………………………………………………………………...10

E. DIAGNOSIS…………………………………………………………………......11

F. TERAPI…………………………………………………………………………..11

G. RENCANA TINDAKAN………………………………………………………..11

H. PROGNOSIS………………………………………………………………….....11

BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA…………………………………………………….1Error! Bookmark
not defined.
I. Pendahuluan……………………………………………………………………12

II. Anatomi dan Fisiologi Mata……………………………………………………13

II. Definisi………………………………………………………………………17

3
III. Epidemiologi………………………………………………………………...17
IV Etiologi………………………………………………………………………18
V Patofisiologi…………………………………………………………………18
VI Gejala ............................................................................................................................27
VII Diagnosa........................................................................................................................32
VIII Penatalaksanaan ............................................................................................................34
IX. Komplikasi ....................................................................................................................38
X Prognosis .......................................................................................................................43
BAB 3……………………………………………………………………………….44
KESIMPULAN…………………………………………………………………….44
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………45

4
BAB 1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. JH
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : BTN Minasa Upa
No. Reg : 69601
Tanggal Pemeriksaan : 05 Augustus 2017
Pemeriksa : Dr dr Habibah S. Muhiddin, SpM(K)

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada kedua mata

5
Anamnesis Terpimpin : Keluhan dialami pada kedua mata sejak 11 tahun
yang lalu yang timbul secara perlahan-lahan. Awalnya pasien mengeluh seperti
melihat bayang-bayang hitam. Sewaktu pasien mau mengaji pasien tidak bisa
melihat. Mata merah tidak ada, air mata berlebih tidak ada, kotoran mata berlebih
tidak ada, nyeri tidak ada, mata silau tidak ada. Riwayat pemakaian kaca mata
jauh dan dekat ada. Riwayat trauma pada kedua mata tidak ada. Riwayat Diabetes
Mellitus ada sejak 28 tahun yang lalu dan pasien berobat tidak teratur. Saat ini
pasien menggunakan terapi insulin. Riwayat hipertensi ada dialami lebih 10
tahun yang lalu dan berobat teratur dengan Catopril 30mg dan Irbersartan pagi
dan malam. Tidak ada riwayat penyakit mata yang sama dalam keluarga. Riwayat
operasi katarak pada mata kiri pada bulan Juli 2017 di Celebes Eye Centre
( ORBITA). Riwayat laser argon pada mata kanan ada pada bulan Mei 2017.
Foto Klinis :

6
Gambar 1.1 : Okuli Dextra dan Sinistra

Gambar 1.2 : Okuli Dextra

C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Inspeksi

No. Pemeriksaan OD OS

1. Palpebra Palpebra Superior : Palpebra Superior :


Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Edema (-) Edema (-)

Palpebra Inferior : Palpebra Inferior :

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Edema (-) Edema (-)

Pus (-) pus (-)

2. Apparatus lakrimalis Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimasi (-)

7
3. Silia Sekret (-) Sekret (-)

4. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)

5. Mekanisme Muskular Kesegala arah Kesegala arah


- OD
- OS

6. Kornea Jernih Jernih

7. Bilik Mata Depan Normal Normal

Coklat Coklat
8. Iris
Kripte (+) Kripte (+)

9. Pupil Bulat,sentral,isokor Bulat,sentral,isokor

10. Lensa IOL (+) IOL (+)

2. Palpasi

No. Pemeriksaan OD OS

1. Tensi okuler Normal Normal

2. Nyeri tekan (-) (-)

3. Massa tumor (-) (-)


4. Glandula
Pembesaran (-) Pembesaran (-)
preaurikuler

3. Visus : VOD = 1/300


VOS = 20/400
4. Tes Anel : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Tes fluorescene : Tidak dilakukan pemeriksaan

8
6. Tonometri (NCT) : 17 mmhg/ 19 mmhg (NCT)
7. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Color Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
9. Light Sense : RCL (+), RCTL (+)
10. Slit Lamp :
- SLOD :Palpebra : hiperemis (-), udem (-), massa tumor (-),
konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal. Iris coklat,
kripte (+), pupil bulat sentral, RC (+), lensa IOL(+) disentral.
- SLOS : Palpebra : hiperemis (-) udem (-), konjungtiva hiperemis (-),
kornea jernih (+), BMD kesan normal, iris coklat kripte (+), pupil bulat
sentral, RC (+), lensa IOL(+) disentral.

11. Funduskopi :
- OD : Reflex fundus (+), papil nervus optik bulat berbatas tegas, Cup disc
ratio 0,3 , ratio arteri vena sentralis 2:3, makula reflex fovea (+), retina
perifer terdapat hard exudate di sekitar makula di regio supero temporal ,
terdapat pendarahan vitreous yang meluas di inferior serta di regio supero
temporal.
- OS : Reflex fundus (+), papil nervus optic sulit dinilai, Cup disc ratio sulit
dinilai, ratio arteri vena sentralis sulit dinilai, makula reflex fovea (-),
Terdapat Vitreous Opacity, tampak fibrosis di superotemporal.

9
Gambar 1.3 : FOTO FUNDUSKOPI

12. USG Mata : ODS = Tidak dilakukan

D. RESUME :
Seorang pasien perempuan usia 61 tahun datang ke poli ORBITA dengan
keluhan penglihatan kabur pada kedua mata. Keluhan dialami pada kedua
mata sejak 11 tahun yang lalu yang timbul secara perlahan-lahan.
Awalnya pasien mengeluh seperti melihat bayang-bayang hitam. Sewaktu
pasien mau mengaji pasien tidak bisa melihat. Mata merah tidak ada,
epifora tidak ada, secret mata berlebih tidak ada, nyeri tidak ada, fotofobia
tidak ada. Pasien pada saat bangun tidur dengan head up position, visus
bagus tetapi pada saat menjelang siang dan setelah beraktivitas, visus

10
memburuk. Riwayat pemakaian kaca mata jauh dan dekat ada. Riwayat
trauma pada kedua mata tidak ada. Riwayat Diabetes Mellitus ada sejak
28 tahun yang lalu dan pasien berobat tidak teratur. Saat ini pasien
menggunakan terapi insulin. Riwayat hipertensi ada diketahui sejak 3
tahun yang lalu dan berobat teratur dengan Catopril 30mg dan Irbersartan
pagi dan malam. Tidak ada riwayat penyakit mata yang sama dalam
keluarga. Riwayat operasi katarak pada kedua mata pada tahun 2015 di
Celebes Eye Centre ( ORBITA). Riwayat laser pada mata kanan ada.terapi
insulin. Riwayat hipertensi ada sejak ± 1 tahun yang lalu dan berobat
teratur dengan Amlodipine 5 mg. Tidak ada riwayat penyakit mata yang
sama dalam keluarga. Pada pemeriksaan fundoskopi didapatkan OD :
Reflex fundus (+), papil nervus optik bulat berbatas tegas, Cup disc ratio
0,3 , ratio arteri vena sentralis 2:3, makula reflex fovea (+), retina perifer
terdapat hard exudate di sekitar makula di regio supero temporal , terdapat
pendarahan vitreous yang meluas di inferior serta di regio supero
temporal. OS : Reflex fundus (+), papil nervus optic sulit dinilai, Cup disc
ratio sulit dinilai, ratio arteri vena sentralis sulit dinilai, makula reflex
fovea (-), Terdapat Vitreous Opacity, tampak fibrosis di superotemporal.

E. DIAGNOSIS :
ODS Retinopati Diabetik Proliferatif Resiko Tinggi
OD Perdarahan Vitreous et causa Retinopati Diabetik Proliferatif

F. TERAPI :

• Kontrol Hipertensi + regulasi tekanan darah


• Kontrol penyakit Diabetes Mellitus + regulasi gula darah
• Rencana Oculus Dextra vitrektomi pars plana + endolaser +BSS

11
G. RENCANA TINDAKAN :
• Rawat jalan dan kontrol poli mata

H. PROGNOSIS :
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
RETINOPATI DIABETIK
2.1 Pendahuluan
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah
mengalami kebuataan disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh

12
darah.Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan
okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot
ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang
terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan
yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60%
pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua decade
pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda
onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik.
Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes
Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy
Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati
diabetik.(1,2)

2.2. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan
struktur sferis dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan.
Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah :(1)sklera/kornea,(2) koroid/badan
siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang
protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di
anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid
yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi
makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di

13
dalam.Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah
energi cahaya menjadi impuls saraf.2,3

Gambar 2.1 : Anatomi Mata.

Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata.
Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan
berakhir di tepi ora serata. (4)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi.
Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama
vesikel optic terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk
berdinding ganda, yang disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar
akan membentuk epitel pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan
lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus retinohipotalamikus.(3,4)

14
Gambar 2.2 : Lapisan Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.Retina berbatasan dengan koroid dan sel epitel
pigmen retina.Retina terdiri atas 2 lapisan utama yaitu lapisan luar yang berpigmen
dan lapisan dalam yang merupakan lapisan saraf. Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel
fotoreseptor yaitu sel batang yang berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas
rendah, tidak dapat melihat warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan
sedangkan sel kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas tinggi
dan penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang menyuplai
nutrient dan oksigen pada sel retina.3,4
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :3
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk ramping dan sel
kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat sinapsis
fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.

15
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel bipolar, sel
amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah saraf
optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.

Gambar 2.3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm ke arah
temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri

Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang
merupakan cabang dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar
membrana Bruch.Arteri retina sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam
dari lapisan retina (membran limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan
sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen
retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid.Arteri retina sentralis masuk
ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada permukaan dalam retina.
Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa anastomose. Lapisan
retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.3,4

16
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang,
membentuk sawar darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat
ditembus.Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan sepenuhnya tergantung pada
difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami ablasi sampai
mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.3,4
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-
kelainan yang terjadi pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf
sensoris pada retina.Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan
subyektif retina seperti : tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan
pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram (ERG), elektro-okulogram
(EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan yang dilakukan
untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.3,4

2.3. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.5
2.4. Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi
masalah terbesar di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis
pada dekade terakhir ini dan diperkirakan akan meningkat dua kali lipat pada dekade
berikutnya. Meningkatnya prevalensi diabetes, mengakibatkan meningkat pula

17
komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti retinopati, nefropati, dan neuropati,
yang mempunyai dampak besar pada masyarakat.2,5
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan
pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali
lebih mudah mengalami kebutaan dibanding nondiabetes. Resiko mengalami
retinopati pada pasien diabetes meningkat sejalan dengan lamanya diabetes. Pada
waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada
<5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20
tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2
ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih
dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan
1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar
1000 pasien diabetes tercatat mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun. 2,5

2.5. Etiopatogenesis
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai faktor resiko
utama.Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah.
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan
dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet yang
meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum,
4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum dan viskositas darah.5,6
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel
saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan

18
kapiler retina.Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh
permukaan retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari
berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding
kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana
basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada
kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu
mempertahankan fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan
proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan
mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel
saling berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari
membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis
protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.5,6

Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai dari


penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel, dimana pada
keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10:1.
Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas
pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous
kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan
iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.6,7

19
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik dan protein kinase C.2,6
 Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebihan serta
akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk
di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat
melewati membrane basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak
dalam sel. Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.1,2
 Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel.1,2

 Protein Kinase C
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1,2

Tabel 2.5.1. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik 1

20
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose reduktase
menyebabkan kerusakan sel. inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema macula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor terhadap
DAG pada hiperglikemia. PKC -Isoform
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun Induksi produksi
pada hiperglikemia. PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi, GH-
receptor blocker,
ocreotide

21
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG= diacylglycerol;
ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product; PEDF= pigment-epithelium-
derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like growth factor I.

Gambar 2.4 : Oklusi Mikrovaskular pada Retinopati Diabetik

Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya oklusi


mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi (nonperfussion)
akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.Hal ini
menimbulkan area non perfusi yang luas dan kebocoran darah atau plasma melalui
endotel yang rusak.Ciri khas dari stadium ini adalah cotton wool spot.Efek dari
hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler
dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang
seperti manik-manik.6,7

22
Gambar 2.5 : Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik

2.6. Faktor Resiko


Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:1,2,7
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan
DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50%
dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan
kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang
terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta
ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I
dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.

23
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia.

2.7. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik


Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan
funduskopi.Pemeriksaan dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan
metode diagnosis yang paling dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan
oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk skrining.Ada banyak klasifikasi retinopati
diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya klasifikasi didasarkan atas
beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya pembentukan
pembuluh darah baru di retina.2,8
Tabel 2.7.1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik 2,8

Tahap Deskripsi
Tiada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema retina,
dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif dari
retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di lempeng
optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE). Penglihatan normal,
mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan

24
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik
digolongkan ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikrovaskular dalam retina. Neovaskuler merupakan tanda
khas retinopati diabetik proliferatif.2,8

Tabel 2.7.2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS 2,8

Retinopati Diabetik Non-Proliferatif


1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.

Retinopati Diabetik Proliferatif


1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

25
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.

Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain terganggunya


fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya tekanan intraluminer
kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler menyebabkan terbentuknya saccular
pada dinding pembuluh darah yang dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian
bisa menyebabkan kebocoran atau menjadi thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya
permeabilitas vaskular Hal ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi
kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema macula.Edema ini dapat
bersifat difus ataupun local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh
disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat
kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan
paling sering berpusat di bagian temporal makula.8,9
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan
perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina
yang lebih dalam tempat sel-sel akson berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat
kebocoran eritrosit, eksudat terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma,
sedangkan edema terjadi akibat kebocoran cairan plasma.8,9

26
Gambar 2.6 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati
Diabetik
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-
faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan
nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada
diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).9

Gambar 2.7 : Lokasi NVD dan NVE

Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi

27
penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari
beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat
menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.9,10,11

2.7. Gejala Klinik


Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan
gejala obyektif.2,9,10
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
 Kesulitan membaca
 Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
 Penglihatan ganda
 Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
 Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
 Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip

-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :
 Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi
awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang
bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam

28
bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat mikroaneurisma dipolus
posterior. 12

Gambar 2.8 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy

Gambar 2.9 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-
trombosis.

 Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.11,12

29
Gambar 2.10: Dilatasi Vena

 Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus yaitu


iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu. 11,12

Gambar 2.11 :Hard Exudates

Gambar 2.12 : FA Hard Exudates menunjukkan hipofluoresens.

30
 Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina. 11,12

Gambar 2.13:Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA

 Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.11,12
 Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok dan
ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.11,12

31
Gambar 2.14 : NVD severe dan NVE severe

Gambar 2.15 : Retinopati Diabetik Resiko tinggi yang disertai perdarahan vitreus

32
Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

2.8. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan
dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat
tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.2,13

Gambar 2.16 : Neovaskularisasi retina perifer lebih terlihat jelas dengan angiography
daripada funduskopi.

33
2.9. Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.2,13

1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata


Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II
telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini
harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat
beresiko perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya. 13

Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan


Umur onset Rekomendasi pemeriksaan pertama Follow up rutin minimal
DM/kehamilan kali
0-30 tahun Dalam waktu 5 tahun setelah diagnosis Setiap tahun
>31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.13

34
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati Diabetik non proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441
pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi
intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati
sebesar 54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes
Study (UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.9,13

35
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :9,13
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular. 10,13

Gambar 2.17 : Tahap-tahap PRP

36
2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di
tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 µm dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.13
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.13

Gambar 2.18. Panretinal fotokoagulasi pada PDR

Gambar 2.19 Grip fotokoagulasi untuk diabetik makular edema

37
4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti
angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel
endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal
injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan
di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.10,13
5. Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.13

Gambar 2.20 : Vitrektomi

38
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9,13

2.10. Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular
presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior
perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi
6 bulan pertama setelah dilakukan operasi. 2,13

39
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan
anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat
meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah
glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma
rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis
iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular
Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.2,10,11
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.11,13
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah
pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah

40
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.12
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.12

2.11. Diagnosis Banding


Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy.11,12
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking”
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-
wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa
tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.(13)

41
Modifikasi klasifikasi Scheie oleh American Academy of Ophtalmology(9,13)

Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir tidak terdeteksi.

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan kelainan fokal:, Copper wire


arteries, Silver wire arteries, Banking sign, Salus sign

Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papilledema

Gambar 2.21 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi
memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat
(FIPTs), B. Angiogram mempelihatkan area non-perfusi.

42
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi
tergantung dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(13)

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik

Mild Satu atau lebih dari tanda berikut : Asosiasi ringan dengan

Penyempitan arteioler menyeluruh penyakit stroke, penyakit

atau fokal, AV nicking, dinding jantung koroner dan

arterioler lebih padat (silver-wire) mortalitas kardiovaskuler

Moderate Retinopati mild dengan satu atau Asosiasi berat dengan


lebih tanda berikut : penyakit stroke, gagal

Perdarahan retina (blot, dot atau jantung, disfungsi renal dan

flame-shape), microaneurysme, mortalitas kardiovaskuler

cotton-wool, hard exudates

Accelerated Tanda-tanda retinopati moderate Asosiasi berat dengan


dengan edema papil : dapat disertai mortalitas dan gagal ginjal
dengan kebutaan

43
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan
vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya
dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan
gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan badan kaca.. Sehingga dengan
pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi fluorescein akan
ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan retinopati
hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma.Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan
pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).12,13

2.12. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi
optimum.1,12,13

44
BAB III
KESIMPULAN

Retinopati Diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada


penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa
aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat lemak. Ini dapat terjadi ketika
kadar gula darah tinggi menyebabkan kerusakan pembuluh darah di retina. pembuluh
darah ini bisa membengkak dan bocor . Kadang-kadang pembuluh darah baru yang
abnormal tumbuh di retina. Pembuluh darah ini amat rapuh dan mudah pecah.
Skrining mata dini terhadap orang yang ada penyakit diabetes mellitus adalah perlu
untuk mengurangkan resiko mendapat retinopati diabetik sekaligus mengurangkan
resiko mendapat komplikasi.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Andi Alfian Z dkk. Retinopati Diabetik. Panduan Praktik Klinik Bagi


Dokter di Fasilitas Pelayanan Primer. Edisi II Jakarta : Ratulangie No. 29
Jakarta, Indonesia; 2014. p.203-206.
2. Dougless D. Brunette M.D, Jonathan J.Masor, dan Timoty J.J. Retina
dalam Primary Care Opthalmology Textbook. Edisi 2. USA : Library of
Congrees Publication Data, USA. 2005.p.155-200.
3. Bhawna K dan Aruj K.,Anatomy and develop of Eye dalam
Comprehensive Opthalmology. Edisi VI. India : Jaypee Brothers Medical
Publishers, 2015. p12-29
4. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82
5. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
6. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective.
Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes
Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p
297-310.
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York
:Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Kristiatuti dan Moesidjab, Editors. Gambaran Retinopati Diabetik Pada
Kunjungan Pertama Penderita Diabetes Melitus Di Unit Rawat Jalan Mata
Rsu Dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Oftalmology Indonesia 2007 vol 5.
No.2: 147-155. Diakses 9 Augustus 2017 dari
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-LapPen-4.pdf.
9. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p.1857, 1889-1893.
10. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-
5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331

46
11. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy :
Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research
Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
12. Mulyati, Ramzi dan Budi S. editors. Kemajuan Visus Penderita Retinopati
Diabetik yang Diterapi dengan Laser Fotokoagulasi dan atau Injeksi
Intravitreal di Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Fakultas
Kedoktoran Universitas Sriwijaya, Indonesia. April 2015. 47. No: 2.
Diakses tanggal 5Augustus 2017 dari
www.portalgaruda.org/article.php?article
13. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland :
WHO Library Publication Data; 2005. p 8-14.

47

Anda mungkin juga menyukai