Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini Indonesia mengalami transisi epidemiologi, dimana terjadi
penurunan prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan
prevalensi penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit degeneratif.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan 2001, tampak bahwa
selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana
kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan
kematian karena penyakit menular semakin menurun, diketahui bahwa
terjadi penurunan proporsi penyakit menular dari 44,2% menjadi 28,1%
akan tetapi terjadi peningkatan pada proporsi PTM dari 41,7% menjadi
59,5% (Riskesdas, 2007). Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO,
kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) diperkirakan akan terus
meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi di negara-
negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi
global akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker,
penyakit jantung, stroke dan diabetes. Jumlah total pada tahun 2030
diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per tahun karena penyakit tidak
menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini. Di sisi lain,
kematian akibat penyakit menular seperti malaria, TBC atau penyakit
infeksi lainnya akan menurun, dari 18 juta jiwa saat ini menjadi 16,5 juta
jiwa pada tahun 2030.World Health Organisation (WHO) seperti yang
dikutip Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia memprediksi tahun
2020, Penyakit Tidak Menular (PTM) akan menyebabkan 73% angka
kematian di dunia. Sedangkan jika melihat kondisi Jatim tahun 2011 ini,
angka kematian karena PTM meningkat menjadi 27,28% dari 1.023
penyebab kematian di Jatim lainnya.
Penyakit yang masuk dalam kategori PTM adalah penyakit jantung
dan pembuluh darah, diabetes melitus, penyakit kronis dan degeneratif
(penuaan) serta kanker. Secara keseluruhan jumlah kasus akibat PTM di
Jatim sebanyak 50.591 kasus. Kejadian terbanyak terjadi pada penyakit
jantung dan pembuluh darah, yakni 17.110 kasus. Pada kasus penyakit
akibat komplikasi pada jantung dan pembuluh darah, tertinggi terjadi pada
kasus hipertensi esensial sebanyak 10.466 kasus. Terakhir diabetes mellitus
sebanyak 11.907 kasus.(Global status report on noncommunicable diseases
2010, Geneva, World Health Organization 2011). Rendahnya kepatuhan
konsumsi obat ternyata lebih banyak ditemukan pada pasien berusia
muda dibanding yang sudah usia lanjut. Ketidakpatuhan pasien
mengonsumsi obat yang diresepkan dengan benar (keteraturan dosis dan
waktu minum), berkontribusi terhadap kondisi pasien. Data menunjukkan,
rata-rata setengah pasien menghentikan pengobatan dalam waktu 12 bulan
sejak memulai pengobatan. Hal ini masih ditambah dengan malas konsultasi
ke dokter untuk sekadar memantau gula darah. Ketidakpatuhan pasien
dalam berobat inilah yang menjadi salah satu akar masalah yang membuat
penyakit jadi tidak terkontrol dan muncul komplikasi. Contohnya
diabetes yang tidak terkontrol membuat tubuh berada dalam kondisi
hiperglikemi kronik. Inilah yang bisa menyebabkan komplikasi, baik
mikrovaskular seperti kehilangan penglihatan, kebas/baal karena saraf
rusak, gangguan ginjal; maupun makrovaskular seperti pengerasan
pembuluh darah jantung Dukungan petugas kesehatan diperlukan untuk
membantu penderita melakukan pengobatan (www.inaheart.org).
Indonesia tentunya memiliki upaya-upaya untuk mengatasi
terjadinya peningkatan penyakit degeneratif. Pada era Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) tentunya dilakukan segala upaya untuk mensejahterakan
kesehatan masyarakat seluruh Indonesia termasuk upaya untuk mengatasi
penyakit degeneratif yang semakin meningkat. Pembiayaan yang
dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk
penyakit degeneratif cukup besar terutama untuk penyakit-penyakit kronis
seperti penyakit jantung koroner, gagal ginjal, stroke, DM dan penyakit
degeneratif lainnya. Sehingga BPJS kesehatan melakukan upaya
promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya komplikasi
penyakit dan peningkatan penyakit degeneratif, agar pembiayaan kesehatan
untuk penyakit degeneratif dapat diminimalisir serta dapat memberi
kesejahteraan terhadap kesehatan para peserta pengguna BPJS Kesehatan.
Salah satu upaya promotif dan preventif yang dilakukan oleh BPJS
Kesehatan adalah Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis).
PROLANIS adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan
proaktif dilaksanakan secara terintegrasi melibatkan peserta, fasilitas
kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam pemeliharaan kesehatan peserta BPJS
yang menderita hipertensi dan diabetes melitus untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan
efisien (BPJS Kesehatan, 2015). Prolanis bertujuan mendorong peserta
penyakit kronis tersebut mencapai kualitas hidup optimal dan memiliki hasil
baik pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan
Hipertensi sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
UPT Puskesmas Gribig kabupaten kudus merupakan fasilitas
kesehatan tingkat pertama BPJS dan juga melayani pasien umum pada
setiap hari kerja. Program pengelolaan penyakit kronis di puskesmas ini
telah dijalankan sejak dicanangkannya program prolanis oleh pemerintah
melalui BPJS. Selain pemeriksaan rutin, edukasi kesehatan juga diberikan
kepada peserta prolanis secara rutin. Adapun narasumber edukasi kesehatan
ini adalah dokter atau petugas yang memegang program prolanis di
puskesmas gribig. Jumlah pasien aktif mengikuti prolanis dari bulan
September sampai bulan November 2017 sebanyak 15 orang. Hasil
wawancara peneliti dengan petugas puskesmas yang memEgang program
prolanis, terjadi penurunan angka kunjungan prolanis ke puskesmas
sebanyak 50 %. Hal inilah yang menjadi alasan peneliti untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan peserta prolanis dalam
mengikuti kegiatan prolanis di puskesmas gribig.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui beberapa faktor yang berhubungan terhadap kepatuhan pasien
prolanis dalam mengikuti kegiatan prolanis di Puskesmas Gribig
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi hubungan antara lama menderita hipertensi atau
DM dengan kepatuhan pasien prolanis dalam mengukiti kegiatan
prolanis.
b. Untuk mengidentifikasi hubungan antara keterjangkauan akses ke
pelayanan kesehatan dengan kepatuhan pasien prolanis dalam
mengukiti kegiatan prolanis
c. Untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga
dengan kepatuhan pasien prolanis dalam mengikuti kegiatan prolanis.
d. Untuk mengidentifikasi hubungan antara peran tenaga kesehatan dengan
kepatuhan pasien prolanis dalam mengikuti kegiatan prolanis.

C. Manfaat
1. Bagi pasien dan keluarga
Pasien dan keluarga mengetahui pentingnya mengikuti kegiatan
prolanis sehingga pasien terhindar dari komplikasi penyakit tidak
menular.
2. Bagi Puskesmas Gribig
Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan kepatuhan pasien prolanis dalam mengikuti kegiatan prolanis di
Puskesmas Gribig dan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan
upaya peningkatan kepatuhan pasien prolanis dalam mengikuti kegiatan
prolanis.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian berikutnya tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan pasien prolanis dalam
mengikuti kegiatan prolanis.

Anda mungkin juga menyukai