Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tulang mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan

tubuh, pelindung organ tubuh. Tulang juga memungkinkan gerakan dan dapat

berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam mineral, tetapi fungsi-fungsi dari

tersebut bisa saja hilang dengan terjatuh, benturan atau kecelakaan yang

menyebabkan patah tulang atau fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang, sering diikuti oleh

kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh

darah, otot dan persarafan. Dengan bertambahnya usia, angka kejadian fraktur

femur meningkat secara eksponensial. Meskipun dapat dipulihkan dengan operasi,

fraktur femur menyebabkan peningkatan biaya kesehatan.

Sampai saat ini, fraktur femur makin sering dilaporkan dan masih tetap

menjadi tantangan bagi ahli orthopaedi. Walaupun penatalaksanaan di bidang

orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun

pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga

keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi.

Penatalaksanaan fraktur femur harus dilaksanakan secepat dan sebaik mungkin

karena jika ada gangguan suplai darah ke kaput femur yang tidak dikontrol

dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular

nekrosis.1

Fraktur collum femur adalah tempat yang paling sering terkena fraktur

pada wanita usia lanjut. Ada beberapa variasi insidens terhadap rasial. Fraktur

1
collum femur lebih banyak pada population orang putih di Eropa dan Amerika

Utara. Insidensi meningkat dengan usia. Sebagian besar pasien adalah wanita

berusia delapan puluh atau sembilan puluhan, dan kaitannya dengan osteoporosis

demikian nyata sehingga insidensi fraktur leher femur digunakan sebagai ukuran

osteoporosis yang berkaitan dengan umur dalam pengkajian kependudukan.2

Namun hal ini bukan semata-mata akibat penuaan, fraktur cenderung terjadi

pada penderita osteopenia diatas rata-rata, banyak diantaranya mengalami

kelainan yang menyebabkan kehilangan jaringan tulang dan kelemahan tulang

misalnya osteomalsia, diabetes, stroke, alkoholisme dan penyakit kronis lain.

Beberapa keadaan tadi juga menyebabkan meningkatnya kecenderungan jatuh.

Fraktur collum femur juga dapat terjadi pada usia dewasa muda yang memiliki

aktivitas fisik yang berat. Sebaliknya, fraktur collum femur jarang terjadi pada

orang-orang negroid.3

B. TUJUAN

Penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara singkat

mengenai Close Fraktur Collum Femur meliputi anatomi, fisiologi, definisi,

epidemioogi, klasifikasi, etiologi, gambaran klinik, penegakan diagnosis,

pemeriksaan neurologis, pemeriksaan radiologis, penatalaksanaan, komplikasi dan

prognosis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Ujung atas femur memiliki caput, collum, trochanter major, dan trochanter

minor. Caput membentuk kira-kira dua pertiga dari bulatan daan bersendi dengan

aceraulum os coxae untuk membentuk articulatio coxae. Pada pusat caput terdapat

lekukan kecil yang disebut fovea capitis, untuk tempat melekatnya ligamentum

capitis femoris. Sebagian suplai darah untuk caput femoris dari a. Obturatoria

dihantarkan melalui ligamentum ini dan memasuki tulang melalui fovea capitis.

Collum, yang menghubungkan caput dengan corpus, berjalan ke bawah,

belakang, dan lateral serta membentuk sudut sekitar 125 derajat (pada perempuan

lebih kecil) dengan sumbu panjang corpus femoris. Besarnya sudut ini dapat

berubah akibat adanya penyakit.

Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada taut antara

collum dan corpus. Linea intertrochanterica menghbungkan kedua trochanter ini

di bagian anterior, tempat melekatnya ligamantum iliofemorale, dan di bagian

posterior oleh crista intertrochanterica yang menonjol, pada crista terdapat

tuberculum quadratum.

Corpus femoris permukaan anteriornya licin dan bulat, sedangkan

permukaan posteriornya mempunyai rigu, disebut linea aspera. Pada linea ini

melekat otot-otot dan septa intermuscularis. Pinggir-pinggir linea melebar ke arah

atas dan bawah. Pinggir medial berlanjut ke distal sebagai crista supracondylaris

medialis yang menuju ke tuberculum adductorum pada condylus medialis. Pinggir

3
lateral melanjutkan diri ke distal sebagai crista ssupracondylaris lateralis. Pada

permukaan posterior corpus, di bawah trochanter major tempat tuberositas glutea

untuk tempat melekatnya Gluteus maximus. Corpus melebar ke arah ujung

distalnya dan membentuk daerah segitiga dasar pada permukaan posteriornya,

disebut facies poplitea.

Ujung bawah femur mempunyai condyli medialis dan lateralis, yang di

bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondyaris. Permukaan anterior

condylus bersatu dengan facies articuaris patella. Kedua condyli ikut serta dalam

pembentukan articulatio genus. Di atas condyli terdapat epicondylus lateralis dan

medialis. Tuberculum adductorum dilanjutkan oleh epicondylus medialis.4

Beberapa otot-otot besar melekat pada femur. Di bagian proksimal, m.

gluteus medius dan minimus melekat pada trochanter mayor, mengakibatkan

abduksi pada fraktur femur. M. iliopsoas melekat pada trochanter minor,

mengakibatkan adanya rotasi internal dan eksternal pada fraktur femur. Linea

aspera (garis kasar pada bagian posterior dari corpus femoris) memperkuat

kekuatan dan tempat menempelnya m. gluteus maksimus, adductor magnus,

adductor brevis, vastus lateralis, vastus medialis, dan caput brevis m. biceps

femoris. Di bagian distal, m. adductor magnus melekat pada sisi medial,

menyebabkan deformitas apeks lateral pada fraktur femur. Caput medial dan

lateral m. gastrocnemius melekat di femoral condylus femoral posterior,

menyebabkan deformitas fleksi pada fraktur sepertiga distal femur.3

4
Gambar 1. Anatomi Tulang Femur

B. FISIOLOGI

Sistem muskuloskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan berperan dalam

pergerakan. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligament,

bursa dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut.

Tulang adalah jaringan ikat yang keras, yang zat-zat intersekulernya keras,

terutama mengandung banyak mineral yang mengandung zat perekat dan zat

kapur. Fungsi jaringan tulang : menjaga berdirinya tubuh, membentuk rongga

untuk menyimpan (melindungi) organ-organ yang halus, Membentuk persendian

dan sebagai tempat melekatnya ligamen dan otot.

5
Sendi adalah pertemuan dua buah tulang atau beberapa tulang dari

kerangka, tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul

sendi, pita fibrosa, ligamen tendon, fasia atau otot.

Otot merupakan suatu organ/alat yang memungkinkan tubuh dapat bergerak,

ini adalah suatu sifat penting bagi organisme, sebagian besar otot tubuh ini

melekat pada kerangka dalam suatu letak yang tertentu. Jadi otot, khususnya otot

kerangka merupakan sebuah alat yang menguasai gerak aktif dan memelihara

sikap tubuh.18

C. DEFINISI

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang

yang ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya yang biasanya disebabkan oleh

rudapaksa atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

oleh tulang.5

Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan

membengkok, memutar dan tarikan akibat trauma yang bersifat langsung maupun

tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan

terjadi fraktur pada daerah tekanan.

Tulang femur adalah tulang terkuat, terpanjang, dan terberat yang dimiliki

tubuh yang berfungsi penting untuk mobilisasi atau berjalan. Tulang femur terdiri

dari tiga bagian, yaitu corpus femoris atau diafisis, metafisis proksimal, dan distal

metafisis. Corpus femoris berbentuk tubular dengan sedikit lengkungan ke arah

anterior, yang membentang dari trochanter minor melebar ke arah condylus.

Selama menahan berat tubuh, lengkung anterior menghasilkan gaya kompresi

pada sisi medial dan gaya tarik pada sisi lateral. Struktur femur adalah struktur

6
tulang untuk berdiri dan berjalan, dan femur menumpu berbagai gaya selama

berjalan, termasuk beban aksial, membungkuk, dan gaya torsial. Selama

kontraksi, otot-otot besar mengelilingi femur dan menyerap sebagian besar gaya.3

Fraktur kolum femur termasuk fraktur intrakapsular yang terjadi pada

bagian proksimal femur, yang termasuk kolum femur adalah mulai dari bagian

distal permukaan kaput femoris sampai dengan bagian proksimal dari

intertrokanter.6

D. EPIDEMIOLOGI

Fraktur stress pada collum femur sangat jarang, tetapi menghasilkan

dampak yang buruk, 5-10% fraktur stress terjadi dikarenakan fraktur pada collum

femur. Kelompok tertentu seperti atlet, termasuk pelari jarak jauh yang tiba-tiba

menambah atau mengubah aktivitas memiliki prevalensi yang tinggi dibandingkan

populasi pada umumnya.

Brukner melaporkan bahwa perempuan memiliki tingkat yang lebih tinggi

dari fraktur stres dibandingkan pria, kesalahan Pelatihan merupakan faktor risiko

yang paling umum, termasuk peningkatan mendadak dalam jumlah atau intensitas

pelatihan dan pengenalan aktivitas baru.

Sejumlah faktor mempengaruhi populasi lansia untuk patah tulang,

termasuk osteoporosis, gizi buruk, penurunan aktivitas fisik, gangguan

penglihatan, penyakit neurologis, keseimbangan yang buruk, dan atrofi otot. Patah

tulang panggul yang umum dan sering mengenai pada populasi geriatri.7

Koval dan Zuckerman mencatat kejadian yang disesuaikan menurut umur

fraktur collum femur di Amerika Serikat adalah 63,3 kasus per 100.000 orang-

tahun untuk perempuan dan 27,7 kasus per 100.000 orang-tahun untuk pria.8

7
Umur fraktur collum femur pada pasien usia lanjut terjadi paling umum setelah

jatuh ringan atau cedera memutar, dan mereka lebih sering terjadi pada wanita.

Selain itu, Joshi et al mencatat fraktur stres collum femoralis ipsilateral sebagai

konsekuensi langka artroplasti lutut total.9

Di Indonesia sendiri dari penelitian yang dilakukan di RS dr. Soetomo

Surabaya dapat dilihat bahwa sebagian besar penderita fraktur collum femur

berjenis kelamin laki laki. Hal ini besar kaitannya dengan sebagian besar

penyebab fraktur collum femur yang disebabkan oleh trauma, baik trauma karena

kecelakaan lalu lintas maupun kecelakaan kerja. Dari usia penderita tidak

ditemukan adanya kelompok usia yang menonjol, namun yang jelas adalah

hampir semuanya dalam usia produktif sehingga penanganan yang optimal sangat

diperlukan supaya dapat kembali ke produktivitasnya semula.10

E. KLASIFIKASI

Menurut lokasi fraktur dapat berupa fraktur subkapital, transervikal dan

basal, yang kesemuanya terletak di dalam simpai sendi panggul atau

intrakapsular; fraktur intertrokanter dan subtrokanter terletak ekstrakapsuler.

8
Gambar 2. Lokasi Fraktur Collum Femur

Patah tulang intrakapsuler umumnya sukar mengalami pertautan dan

cenderung terjadi nekrosis avaskular kaput femur. Perdarahan kolum yang terletak

intraartikuler dan pendarahan kaput femur berasal dari proksimal a. sirkumfleksa

femoris lateralis melalui simpai sendi. Sumber pendarahan ini putus pada patah

tulang intraartikuler.

9
Gambar 3. Perdarahan Kolum dan Kaput Femur

Pendarahan oleh arteri di dalam ligamentum teres sangat terbatas dan dan

sering tidak berarti. Pada luksasi arteri ini robek. Epifisis dan daerah trokanter

cukup kaya perdarahannya, karena mendapat darah dari simpai sendi, periost, dan

a. nutrisia diafisis femur.

Patah tulang collum femur yang terletak intraartikuler sukar sembuh karena

bagian proksimal perdarahannya sangat terbatas, sehingga memerlukan fiksasi

kokoh untuk waktu yang cukup lama. Semua patah tulang di daerah ini umumnya

tidak stabil sehingga tidak ada cara reposisi tertutup terhadap fraktur ini, kecuali

jenis fraktur yang impaksi, baik yang subservikal atau yang basal.

1. Klasifikasi menurut Garden

 Tingkat I : fraktur inkomlit (abduksi dan terimpaksi)

 Tingkat II : fraktur lengkap tanpa pergeseran

 Tingkat III : fraktur dengan pergeseran sebagian

 Tingkat IV : fraktur dengan pergeseran seluruh fragmen tanpa ada

bagian segmen yang bersinggungan.11

10
Gambar 4. Klasifikasi Menurut Garden

2. Klasifikasi menurut Pauwel

 Tipe I : fraktur dengan garis fraktur 30˚ dengan bidang horizontal

pada posisi tegak

 Tipe II : fraktur dengan garis fraktur 50˚ dengan bidang horizontal

pada posisi tegak

 Tipe III : fraktur dengan garis fraktur 70˚ dengan bidang horizontal

pada posisi tegak.11

11
Gambar 5. Klasifikasi Menurut Pauwel

F. ETIOLOGI

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai

kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:

1. Peristiwa trauma tunggal

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan

berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan

atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang

terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara) biasanya

menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya;

penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif disertai

kerusakan jaringan lunak yang luas.17

12
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada

tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan jaringan lunak

di tempat fraktur mungkin tidak ada.

Kekuatan dapat berupa :

1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral

2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan fraktur

melintang

3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian

melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga yang

terpisah

4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang menyebabkan

fraktur obliq pendek

5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik tulang

sampai terpisah

2. Tekanan yang berulang – ulang

Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda lain,

akibat tekanan berulang – ulang atau saat bertugas kemiliteran.

3. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)

Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya

oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).17

13
G. GAMBARAN KLINIK

Pada pemeriksaan fisik, fraktur collum femur dengan pergeseran akan

menyebabkan deformitas yaitu terjadi pemendekan serta rotasi eksternal

sedangkan pada fraktur tanpa pergeseran deformitas tidak jelas terlihat. Tanpa

memperhatikan jumlah pergeseran fraktur yang terjadi, kebanyakan pasien akan

mengeluhkan nyeri bila mendapat pembebanan, nyeri tekan di inguinal dan nyeri

bila pinggul digerakkan.

H. DIAGNOSIS

Diagnosis fraktur femur dapat ditegakkan dengan anamnesis yang lengkap

mengenai kejadian trauma meliputi waktu, tempat, dan mekanisme trauma,

pemeriksaan fisik yang lengkap dan menyeluruh, serta pemeriksaan imaging

menggunakan foto polos sinar-x.

1. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya tanda-

tanda syok, anemia atau pendarahan, kerusakan pada organ-organ lain,

misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organ-organ dalam

rongga toraks, panggul dan abdomen. Apabila kondisi jiwa pasien

terancam, lakukan resusitasi untuk menstabilkan kondisi pasien.

Setelah kondisi pasien stabil, perlu diperhatikan faktor predisposisi

lain, misalnya pada fraktur patologis sebagai salah satu penyebab

terjadinya fraktur.

Pemeriksaan status lokalis dilakukan setelah pemeriksaan skrining

awal dilakukan. Berikut adalah langkah pemeriksaan status lokalis:

14
a. Look/Inspeksi

1. Bandingkan dengan bagian yang sehat

2. Perhatikan posisi anggota gerak

3. Keadaan umum penderita secara keseluruhan

4. Ekspresi wajah karena nyeri

5. Lidah kering atau basah

6. Adanya tanda-tanda anemia karena pendarahan, Lakukan survei pada

seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ-organ lain

7. Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan

fraktur tertutup atau terbuka

8. Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

9. Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi, rotasi dan kependekan

10. Perhatikan kondisi mental penderita

11. Keadaan vaskularisasi (3)

b. Feel/Palpasi

Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya

mengeluh sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan

palpasi adalah sebagai berikut:

1. Temperatur setempat yang meningkat

2. Nyeri tekan; nyeri tekan yang bersifat superfisial biasanya disebabkan

oleh kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang

3. Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara

hati-hati

15
4. Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri

femoralis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan

anggota gerak yang terkena Refilling (pengisian) arteri pada kuku, warna

kulit pada bagian distal daerah trauma, temperatur kulit.

5. Pengukuran panjang tungkai untuk mengetahui adanya perbedaan

panjang tungkai

c. Movement/Pergerakan

Pergerakan dengan mengajak penderita untuk menggerakkan secara

aktif dan pasif sendi proksimal dan distal dari daerah yang mengalami

trauma. Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan

nyeri hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,

disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak

seperti pembuluh darah dan saraf.

I. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan

motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau

neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena

dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta

merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya.

J. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat kecurigaan akan adanya fraktur

sudah dapat ditegakkan. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan

sebagai konfirmasi adanya fraktur, menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi

fraktur, untuk melihat adakah kecurigaan keadaan patologis pada tulang, untuk

16
melihat benda asing—misalnya peluru, dan tentunya untuk menentukan teknik

pengobatan atau terapi yang tepat.

Pemeriksaan radiologis dilakukan dengan beberapa prinsip rule of two,

yaitu: dua posisi proyeksi, dilakukan sekurang-kurangnya yaitu pada antero-

posterior dan lateral; dua sendi pada anggota gerak dan tungkai harus difoto, di

atas dan di bawah sendi yang mengalami fraktur; dua anggota gerak. Pada anak-

anak sebaiknya dilakukan foto pada ke dua anggota gerak terutama pada fraktur

epifisis; dua kali dilakukan foto, sebelum dan sesudah reposisi.3

K. PENATALAKSANAAN

Pengobatan fraktur collum femur dapat berupa terapi konservatif dengan

indikasi yang sangat terbatas dan terapi operatif. Pengobatan operatif hampir

selalu dilakukan baik pada orang dewasa muda ataupun pada orang tua karena

perlu reduksi yang akurat dan stabil dan diperlukan mobilisasi yang cepat pada

orang tua untuk mencegah komplikasi. Jenis operasi yang dapat dilakukan, yaitu

pemasangan pin, pemasangan plate dan screw, dan artroplasti yang dilakukan

pada penderita umur di atas 55 tahun, berupa: eksisi artroplasti, herniartroplasti,

dan artroplasti totaL.12

Sebuah grup kerja di Hungaria intensif ditangani dengan masalah patah

tulang collum femur dan pengobatan bedah,. Manninger et al, mempelajari dari

740 pasien yang menjalani perawatan bedah di Central Research Institute of

Budapest antara 1972 dan 1977. Mereka berkesimpulan bahwa nekrosis avaskular

head femur dapat secara signifikan dikurangi melalui tindakan bedah dengan

pengurangan dan fiksasi fraktur yang dilakukan dalam waktu enam jam setelah

trauma.13

17
Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada penderita fraktur leher

femur baik orang dewasa muda maupun dewasa tua karena :

1. Perlu reduksi yang akurat dan stabil

2. Diperlukan mobilisasi yang cepat pada orang tua untuk mencegah

komplikasi paru-paru dan ulkus dekubitus.

Fraktur yang bergeser tidak akan menyatu tanpa fiksasi interna. Fraktur

yang terimpaksi dapat dibiarkan menyatu, tetapi selalu terdapat resiko pergeseran

pada fraktur-fraktur itu, sekalipun berada di tempat tidur; jadi fiksasi akan lebih

aman.

Prinsip terapi adalah reduksi yang tepat, fiksasi secara erat dan aktivitas

dini. Bila pasien dibawah anestesi, pinggul dan lutut difleksikan dan paha yang

mengalami fraktur ditarik ke atas, kemudian dirotasikan secara internal, lalu

diekstensikan dan diabduksi; akhirnya kaki diikat pada footpiece. Pengawasan

dengan sinar-X diguanakan untuk memastikan reduksi pada foto anteroposterior

dan lateral. Diperlukan reduksi yang tepat pada fraktur stadium III dan IV, fiksasi

pada fraktur yang tak tereduksi hanya mengundang kegagalan. Kalau fraktur

stadium III dan IV tidak dapat direduksi secara tertutup, dan pasien berumur

dibawah 60 tahun, dianjurkan untuk melakukan reduksi terbuka melalui

pendekatan anterolateral.

Tetapi, pada pasien tua (yang berusia lebih dari 70 tahun) cara ini jarang

diperbolehkan; kalau dua usaha yang cermat untuk melakukan reduksi tertutup

gagal, lebih baik dilaksanakan pergantian prostetik.

18
Sekali direduksi, fraktur dipertahankan dengan pen atau skrup berkanula

atau, kadang-kadang dengan sekrup kompresi geser (sekrup pinggul yang

dinamis) yang ditempelkan pada batang femur. Insisi lateral digunakan untuk

membuka femur bagian atas. Kawat pemandu, yang disisipkan di bawah kendali

fluoroskopik, digunakan untuk memastikan bahwa penempatan alat pengikat telah

tepat. Dua sekrup berkanula sudah mencukupi; keduanya harus terletak sejajar dan

memanjang sampai plat tulang subkondral; pada foto lateral keduanya berada di

tengah-tengah pada kaput dan leher, tetapi pada foto anteroposterior sekrup distal

terletak pada dengan korteks inferior leher.

Bila tidak dilakukan operasi ini cara konservatif terbaik adalah langsung

immobilisasi dengan pemberian anastesi dalam sendi dan bantuan tongkat.

Mobilisasi dilakukan agar terbentuk pseudoartrosis yang tidak nyeri sehingga

penderita diharapkan bisa berjalan dengan sedikit rasa sakit yang dapat ditahan,

serta sedikit pemendekan.

Sejak hari pertama pasien harus duduk di tempat tidur atau kursi. Dia dilatih

melakukan latihan pernafasan, dianjurkan berusaha sendiri dan memulai berjalan

(dengan alat penopang atau alat berjalan) secepat mungkin. Secara teoritis,

idealnya adalah menunda penahanan beban, tetapi ini jarang dapat dipraktekkan.

Jenis-jenis operasi :

1. Pemasangan pin

2. Pemasangan plate and screw

Beberapa ahli mengusulkan bahwa prognosis untuk fraktur stadium III dan

IV tak dapat diramalkan sehingga penggantian prostetik selalu lebih baik. Karena

itu, kebijaksanaan kita adalah mencoba reduksi dan fiksasi pada semua pasien

19
yang berumur dibawah 75 tahun dan mempersiapkan penggantian untuk pasien

yang sangat tua dan sangat lemah dan pasien yang gagal menjalani reduksi

tertutup. Penggantian yang paling sedikit traumanya adalah prostesis femur atau

prostesis bipolar tanpa semen yang dimasukkan dengan pendekatan posterior.

Penggantian pinggul total mungkin lebih baik kalau terapi telah tertunda selama

beberapa minggu dan dicurigai ada kerusakan asetabulum, atau pada pasien

dengan penyakit metastatik atau penyakit paget.

Artroplasti; dilakukan pada penderita umur diatas 55 tahun, berupa :

1. Eksisi artroplasti (pseudoartrosis menurut Girdlestone)

2. Hemiartroplasti

3. Artroplasti total

Pada pasien yang relatif muda, terdapat tiga prosedur, yaitu :

1. Kalau fraktur terlalu vertikal, tetapi kaput tetap hidup, osteotomi

subtrokanter dengan fiksasi paku-plat mengubah garis fraktur sehingga

membentuk sudut yang lebih horizontal.

2. Kalau reduksi atau fiksasi salah dan tidak terdapat tanda-tanda nekrosis,

sekrup itu pantas dibuang, fraktur direduksi, sekrup yang baru disisipkan

dengan bener dan juga menyisipkan cangkokan fibula pada fraktur itu;

3. Kalau kaput bersifat avaskular, kaput ini dapat diganti dengan prostesis

logam; kalau sudah terdapat atritis, diperlukan pergantian total.

20
Pada pasien yang berusia lanjut, hanya dua proses yang harus dipertimbanagkan,

yaitu :

1. Kalau nyeri tidak hebat, pengankatan tumit dan penggunaan tongkat yang

kuat atau kruk penopang siku sering sudah mencukupi.

2. Kalau nyerimya hebat, maka tak perduli apakah caput avaskular atau tidak,

kaput ini terbaik dibuang; kalau pasien cukup sehat, dilakukan pergantian

sendi total.

L. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah :

1. Komplikasi yang bersifat umum ; trombosis vena, emboli paru, pneumonia,

dekubitus

2. Nekrosis avaskuler kaput femur

Nekrosis avaskular terjadi pada 30% penderita dengan fraktur yang disertai

pergeseran dan 10% pada fraktur tanpa pergeseran.tidak ada cara untuk

mendiagnosis hal ini pada saat terjadi fraktur. Beberapa minggu kemudian,

scan nanokoloid dapat memperlihatkan berkurangnya vaskularitas.

Perubahan pada sinar-X, meningkatnya kepadatan pada kaput femoris

mungkin tidak nyata selama berbualan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Baik fraktur itu menyatu atau tidak, kolapsnya kaput femoris akan

menyebabkan nyeri dan semakin hilangnya fungsi. Apabila lokalisasi

fraktur lebih ke proksimal maka kemungkinan untuk terjadi nekrosis

avaskular lebih besar.

21
Penanganan nekrosis avaskular kaput femur dengan atau tanpa gagal

pertautan juga dengan eksisi kaput dan leher femur dan kemudian diganti

dengan protesis metal.

3. Nonunion

Lebih dari 1/3 penderita dengan fraktur leher femur tidak dapat mengalami

union terutama pada fraktur yang bergeser. Komplikasi lebih sering pada

fraktur dengan lokasi yang lebih ke proksimal. Ini disebabkan kareana

vaskularisasi yang jelek, reduksi yang tidak adekuat, fiksasi yang tidak

adekuat dan lokasi fraktur adalah intra-artikuler.

Tulang di tempat fraktur remuk, fragmen terpecah dan paku atau sekrup

menjebol keluar dari tulang atau terjulur ke lateral. Pasien mengeluh nyeri,

tungkai memendek dan sukar berjalan. Metode pengobatan nekrosis

avaskuler tergantung penyebab terjadinya nonunion dan umur penderita.

4. Osteoartritis

Osteoartritis sekunder terjadi karena adanya kolaps kaput femur atau

nekrosis avaskuler. Kalau terdapat banyak kehilangan gerakan sendi dan

kerusakan meluas ke permukaan sendi, diperlukan pergantian sendi total.

5. Anggota gerak memendek.

6. Malunion.

7. Malrotasi berupa rotasi eksterna.

8. Koksavara.14

22
M. PROGNOSIS

Fraktur collum femur juga dilaporkan sebagai salah satu jenis fraktur

dengan prognosis yang tidak terlalu baik, disebabkan oleh anatomi collum femur

itu sendiri, vaskularisasinya yang cenderung ikut mengalami cedera pada cedera

neck femur, serta letaknya yang intrakapsuler menyebabkan gangguan pada

proses penyembuhan tulang.15

23
BAB III

KESIMPULAN

Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan

yang disebabkan oleh kekerasan. Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas

tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot,

kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Fraktur femur

adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma

langsung (kecelakaan lalu lintas dan jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih

banyak dialami oleh laki-laki dewasa.

Fraktur collum femoris adalah terputusnya tulang pada daerah collum

femur. Fraktur collum femoris sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih

sering terjadi pada wanita. Pada umumnya disebabkan oleh kerapuhan tulang

akibat kombinasi proses penuaan dan osteoporosis pasca menopause. Tidak jarang

juga fraktur collum femoris ini terjadi akibat trauma kecil yaitu pada saat berjalan,

dimana gaya dari berat badan dibebankan pada satu tungkai yang diteruskan

kebagian sentral tubuh.

Penyebab fraktur femur sendiri meliputi cedera traumatik, fraktur patologik

dan terjadi secara spontan. Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan

fraktur femur, yakni deformitas, bengkak (edema), ekimosis dari perdarahan

subculaneous, spasme otot (spasme involunters dekat fraktur), tenderness, nyeri,

kehilangan sensasi, pergerakan abnormal, dan syok hipovolemik, serta krepitasi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Staff Pengajar Bagian Ilmu Bedah FKUI Jakarta. Kumpulan kuliah ilmu bedah.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.484-7.

2. Fractures and dislocations: closed management, Volume 2, John F. Connolly,

Saunders; 1995

3. Apley GA, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi ke-

7. Jakarta, 1995. Widya Medika

4. Snell, Richard S. Anatomi Klinik Ed.6. EGC; Jakarta. 2006

5. American College of Surgeon Committee of Trauma (ACSCOT). 2008.

Advanced Trauma Life Support for Doctor. Chicago: ATLS Student Course

Manual.

6. Hoppenfeld S, Murthy VL. Treatment & Rehabilitation of Fractures.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.

7. Lakstein D, Hendel D, Haimovich Y, Feldbrin Z. Changes in the pattern of

fractures of the hip in patients 60 years of age and older between 2001 and 2010:

A radiological review. Bone Joint J. 2013 Sep. 95-B(9):1250-4

8. Koval KJ, Zuckerman JD. Hip fractures: I. Overview and evaluation and

treatment of femoral-neck fractures.J Am Acad Orthop Surg. 1994 May.

2(3):141-149.

9. Joshi N, Pidemunt G, Carrera L, Navarro-Quilis A. Stress fracture of the femoral

neck as a complication of total knee arthroplasty. J Arthroplasty. 2005 Apr.

20(3):392-5.

10. Long Term Follow Up Evaluation Fibular Auto Strut Graft In Femoral Neck

Fracture At Soetomo General Hospital Surabaya, Iwan Sutanto, A. Sjarwani.

Journal Unair. 2010

25
11. Brinker. Review of Orthopaedic Trauma, Pennsylvania: Saunders Company,

2001. 53-63.

12. Weissleder, R., Wittenberg, J., Harisinghani, Mukesh G., Chen, John W.

Musculoskeletal Imaging in Primer of Diagnostic Imaging, 4th Edition. Mosby

Elsevier. United States. 2007. Page 408-410

13. Fractures of the Femoral Neck, t. Lein, p. Bula, j. Jeffries, k. Engler, f. Bonnaire,

acta chirurgiae orthopaedicae et traumatologiae čechosl., 78, 2011, p. 10–19

14. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: Yarsif

Watampone; 2007

15. Leighton RK, Fractures of the Neck of the Femur. Rockwood and Green’s

Fracture in Adults, 6 th edition, 2006, Lippincot William and Wilkins, pp 1754-

1788

16. Nayagam S, Injuries of the Hip and Femur. Apley’s System of Orthopedic and

Fractures. Hodder Arnold, London, United Kingdom 2010 pp 843-874

17. Anonim. Fraktur. In: Sjamsihidajat, Jong WD, editors. Dalam Buku Ajar
Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2005.p.881.
18. Brigs T, Miles J, Aston W. 2010. Operative orthopaedics the Stanmore
guide. UK: Oxford University Press.

26

Anda mungkin juga menyukai