Perhutanan Sosial merupakan sebuah program nasional yang bertujuan
untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi
melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia. Dasar hukum Perhutanan Sosial adalah Peraturan Menteri KLHK Nomor 83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial sebagai implementasi Nawa Cita. Program Perhutanan Sosial terbagi atas lima skema pengelolaan, yaitu: 1. Hutan desa; Hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Hak pengelolaan hutan desa diberikan kepada lembaga pengelola hutan desa atau lembaga adat. Warga desa dapat melakukan kegiatan pemanfaatan dalam kawasan hutan lindung dengan tanaman obat-obatan dan lain-lain, ekowisata, serta pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, penyimpanan dan penyerapan karbon serta air. Di kawasan hutan produksi, mereka dapat memanfaatkan hasil hutan kayu, melakukan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, ekowisata, penyimpanan dan penyerapan karbon serta air. 2. Hutan kemasyarakatan; Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat. Skema ini diberikan kepada kelompok tani, gabungan kelompok tani dan koperasi, baik di hutan lindung maupun hutan produksi. Aggota kelompok tani dapat melakukan semua kegiatan, yaitu melakukan pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan bukan kayu, ekowisata, penyimpanan dan penyerapan karbon serta air serta keanekaragaman hayati, kecuali pemanfaatan kayu yang hanya bisa dilakukan di hutan produksi. 3. Hutan tanaman rakyat; Hutan tanaman rakyat adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Skema ini diberikan kepada kelompok masyarakat, baik perorangan, kelompok tani, gabungan kelompok tani atau koperasi di hutan produksi. Mereka dapat menanam dan memanen kayu untuk keperluan industri, selain itu dapat dilakukan pemanfaatan untuk ekowisata, penyimpanan dan penyerapan karbon serta tumpeng sari untuk pangan. 4. Hutan adat; Hutan adat adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Skema ini diberikan kepada masyarakat hukum adat, baik dalam kawasan hutan maupun di luar. Untuk masyarakat hukum adat dalam kawasan hutan adat, diperlukan peraturan daerah masyarakat hukum adat karena status hutan adat berubah dari hutan negara menjadi hutan hak berdasarkan Peraturan Menteri KLHK Nomor 32 Tahun 2015 Tentang Hutan Hak. 5. Kemitraan kehutanan. Kemitraan kehutanan adalah kerja sama antara masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang izin usaha pemanfaatan hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan, atau pemegang izin usaha industri primer hasil hutan. Skema ini memberikan pengakuan perlindungan kemitraan kehutanan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan di areal pengelolaan hutan atau izin pemanfaatan. Pengelola hutan, yaitu Perum Perhutani di Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur serta Kesatuan Pengelolaan Hutan. Di hutan konservasi, yaitu Balai Besar dan Balai Taman Nasional, Balai Besar dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Taman Hutan Raya dan Kesatuan Pengelolaan Hutan, sedangkan pemegang izin berupa izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam, izin usaha pemanfaatan hutan tanaman industri serta restorasi ekosistem.