Kejahatan Seksual Pada Anak Dibawah Umur: Pendahuluan
Kejahatan Seksual Pada Anak Dibawah Umur: Pendahuluan
yongernobel@gmail.com
PENDAHULUAN
Berbagai macam kasus kejahatan seksual di Indonesia tidak hanya sering terjadi,
bahkan sudah menjadi kejadian awam yang menjadi topik sorotan baik di kalangan
masyarakat bahkan sampai telinga media masa.1
Secara umum suatu tindak kejahatan dapat diartikan sebagai perilaku yang
bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dan yang telah disahkan oleh hukum
tertulis, sedangkan arti kesusilaan itu sendiri merupakan suatu yang berkaitan dengan adab
sopan santun atau norma atau kelakuan baik. Dalam kasus ini kejahatan susila secara khusus
dapat diartikan sebagai suatu perilaku yang dalam hal ini merupakan suatu “persetubuhan”
yang merupakan suatu tindak pidana.2
Kejahatan terhadap kesusilaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
yang menimbulkan kepuasan seksual dan di sisi lain perbuatan tersebut menggangu
kehormatan orang lain.1
Kejahatan terhadap kesusilaan dapat berupa persetubuhan, prcabulan maupun
pelecehan seksual. Dewasa ini kejahatan susila atau kejahatan seksual makin marak terjadi,
terutama anak-anak di bawah umur sebagai korbannya. Dengan alas an tindak kejahatan yang
beraneka ragam, tidak dipungkiri anak-anak merupakan korban yang paling rentan namun
juga paling mudah menjadi korban kejahatan susila. Dampak yang diakibatkan pasca
kejahatan susila terhadap seorang anak sangatlah berbahya, baik dalam segi fisik maupun
psikis. Hal tersebut lah yang menyebabkan rusaknya kepribadian dan terjadinya gangguan
perkembangan dari anak tersebut.1
Dalam menangani kasus tindak kejahatan seperti ini tetap dibutuhkan suatu
penyidikan dalam penindakan pengadilan kasus ini. Ilmu kedokteran forensik berperan besar
dalam menentukan penyidikan kasus kejahatan seksual.Interaksi antara bidang medis dan
hukum pada saat ini tidak dapat diragukan lagi, yang mana semakin meluas dan berkembang
dari waktu ke waktu.
1
Di sinilah peranan forensik klinis yang merupakan suatu ruang lingkup keilmuan yang
berintegrasi antara bidang medis dan bidang hukum diperlukan. Forensik Klinik adalah
bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup pemeriksaan forensik terhadap korban
hidup dan investigasinya, kemudian aspek medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata
lain forensik klinik merupakan area praktek medis yang mengintegrasikan antara peranan
medis dan hukum1
Berbeda dengan forensik patologi, seorang dokter di forensik klinik lebih banyak
menghabiskan waktunya menangani korban hidup. Kasus-kasus yang ada di forensik klinik
meliputi perkosaan (rape), pencabulan (molestation), kekerasan dalam rumah tangga
(domestic violence), dan kekerasan pada anak (child abuse).
PEMBAHASAN
Aspek Hukum
Pemeriksaan kasus-kasus persetubuhan yang merupakan tindak pidana, hendaknya
dilakukan dengan teliti dan waspada. Pemeriksa harus yakin akan semua bukti-bukti yang
ditemukannya karena berbeda dengan di klinik ia tidak lagi mempunyai kesempatan untuk
melakukan pemeriksaan ulang guna memperoleh lebih banyak bukti. Tetapi dalam
melaksanakan kewajiban itu dokter jangan sampai meletakkan kepentingan sikorban di
bawah kepentingan pemeriksaan. Terutama bila korban masih anak-anak hendaknya
pemeriksaan itu tidak sampai menambag trauma psikis yang sudah dideritanya.3
UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak
(1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan
memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun
dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp.
60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 81 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak
Dengan kekerasan atau ancaman memaksa anak ( belum 18 tahun ) bersetubuh dengannya
atau orang lain dipidana maksimum 3 hingga 15 tahun dan denda Rp 60 juta hingga Rp 300
juta.
2
Pasal 82 UU 23/2002 Tentang Perlindungan Anak
Dengan kekerasan atau ancaman tipuan, kebohongan, bujukan, terhadap anak ( belum 18
tahun ) berbuat cabul dengannya atau orang lain, dipidana maksimum 3 hingga 15 tahun dan
denda Rp 60 juta hingga Rp 300 juta.1-3
3
Pasal 290 KUHP
Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
1: barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada hal diketahui, bahwa orang
itu pingsan atau tidak berdaya.
2: barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
3: barang siapa membujuk seorang yang diketahio atau sepatutnya haru diduga, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu
dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di
luar perkawinan dengan orang lain.
Pasal 291 KUHP
(1) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam paal 286, 287, 289 dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
(2) Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287 dan 290 itu
engakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima bela tahun.
Pasal 295 KUHP
Diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkanatau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya,atau anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur,
atau oleh orang yang belum cukupumur yang pemeliharaannya, pendidikan, atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, atau punoleh bujangnya atau bawahannya yang
belum cukup umur, dengan orang lain;2: dengan pidana penjara paling lama empat
tahun, barang siapa dengan sengajamenghubungkan atau memudahkan perbuatan
cabul kecuali tersebut ke-1 di atas yang dilakukanoleh orang yang diketahui belum
cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian,dengan orang lain.
2. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan,
maka pidana dapat ditambah sepertiga.
Pasal 351 KUHP
1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun depalapan bulan
atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
4
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan piana penjara paling lama tujuh tahun.
4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Aspek Medikolegal
I. Kewajiban Dokter Membantu Peradilan
Pasal 133 KUHAP
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,
keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman
atau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit
harus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut
dan diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan cap jabatan yang dilekatkan
pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.2,3
Penjelasan Pasal 133 KUHAP
(2) Keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli,
sedangkan keterangan yang diberikan oleh dokter bukan ahli kedokteran kehakiman
disebut keterangan.3
Pasal 179 KUHAP
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter
atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
5
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.3
6
Alur Perkara
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk dilakukan pemeriksaan:
Setiap pemeriksaan untuk pengadilan harus berdasarkan permintaan tertulis dari
penyidik yang berwenang.
Korban harus diantar oleh polisi karena tubuh korban merupakan benda bukti. Kalau
korban datang sendiri dengan membawa surat permintaan dari polisi, tidak akan
diperiksa oleh dokter dan korban akan disuruh kembali kepada polisi.
Setiap Visum et Repertum harus dibuat berdasarkan keadaan yang didapatkan pada
tubuh korban pada waktu permintaan Visum et Repertum diterima oleh dokter.
Bila dokter telah memeriksa seorang korban yang datang di rumah sakit atau di tempat
praktek atas inisiatif sendiri, bukan atas permintaan polisi, dan beberapa waktu kemudian
polisi mengajukan permintaan dibuatkan Visum et Repertum maka dokter harus menolak
karena segala sesuatu yang diketahui dokter tentang diri korban sebelum ada permintaan
untuk dibuatkan Visum et Repertum merupakan rahasia kedokteran yang wajib disimpannya
(KUHP pasal 322). Dalam keadaan seperti itu dokter dapat meminta kepada polisi supaya
korban dibawa kembali kepadanya dan Visum et Repertum dibuat berdasarkan keadaan yang
ditemukan pada waktu permintaan diajukan. Hasil pemeriksaan yang lalu tidak diberikan
dalam bentuk Visum et Repertum tetapi dalam bentuk surat keterangan. Hasil pemeriksaan
sebelum diterimanya surat permintaan pemeriksaan dilakukan terhadap pasien dan bukan
sebagai corpus dilicti (benda bukti).
Ijin tertulis untuk pemeriksaan ini dapat diminta pada korban sendiri atau jika korban
adalah seorang anak, dari orang tua atau walinya. Jelaskan terlebih dahulu tindakan-
tindakan apa yang akan dilakukan pada korban dan hasil pemeriksaan akan
disampaikan ke pengadilan. Hal ini perlu diketahui walaupun pemeriksaan dilakukan
atas permintaan polisi, belum tentu korban akan menyetujui pemeriksaan itu dan
menolaknya. Selain itu bagian yang akan diperiksa merupakan the most private part
dari tubuh seorang wanita.
Seorang perawat atau bidan harus mendampingi dokter pada waktu memeriksa
korban.
Pemeriksaan dilakukan secepat mungkin dan jangan ditunda terlampau lama.
Hindarkan korban dari menunggu dengan perasaan was-was dan cemas di kamar
periksa. Apalagi bila korban adalah seorang anak. Semua yang ditemukan harus dicatat,
jangan tergantung pada ingatan semata.
7
Visum et Repertum diselesaikan secepat mungkin. Dengan adanya Visum et
Repertum perkara dapat cepat diselesaikan. Seorang terdakwa dapat cepat dibebaskan
dari tahanan bila ternyata ia tidak bersalah.
Kadang - kadang dokter yang sedang berpraktek pribadi diminta oleh seorang
ibu/ayah untuk memeriksa anak perempuannya karena ia merasa sangsi apakah
anaknya masih perawan atau karena ia merasa curiga kalau-kalau telah terjadi
persetubuhan pada anaknya.
Dalam hal ini sebaiknya ditanyakan dahulu maksud pemeriksaan, apakah sekedar
ingin mengetahui saja atau ada maksud untuk melakukan penuntutan. Bila
dimaksudkan akan melakukan penuntutan maka sebaiknya dokter jangan memeriksa
anak itu. Katakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan berdasarkan permintaan polisi
dan biasanya dilakukan di rumah sakit. Mungkin ada baiknya dokter memberikan
penerangan pada ibu/ayah itu bahwa jika umur anaknya sudah 15 tahun dan jika
persetubuhan terjadi tidak dengan paksaan maka menurut undang-undang, laki-laki
yang bersangkutan tidak dapat dituntut. Pengaduan mungkin hanya akan merugikan
anaknya saja. Lebih baik lagi jika orang tua itu dianjurkan untuk minta nasehat dari
seorang pengacara.
Jika orang tua hanya sekedar ingin mengetahui saja maka dokter dapat melakukan
pemeriksaan. Tetapi jelaskan lebih dahulu bahwa hasil pemeriksaan tidak akan dibuat
dalam bentuk surat keterangan karena kita tidak mengetahui untuk apa surat
keterangan itu. Mungkin untuk melakukan penuntutan atau untuk menuduh seseorang
yang tidak bersalah. Dalam keadaan demikian umunya anak tidak mau diperiksa,
sebaliknya orang tua malah mendesaknya. Sebaiknya dokter meminta izin tertulis
untuk memeriksa dan memberitahukan hasil pemeriksaan kepada orang tuanya.2,4
Pemeriksaan Medis
Pemeriksaan dilakukan untuk melihat apakah terdapat tanda-tanda kekerasan, tanda
persetubuhan dan juga untuk melihat apakah terdapat trace evidence pada korban. Pakaian
korban sewaktu terjadi persetubuhan harus diperlakukan sebagai bahan bukti dan dikirim ke
laboratorium forensik di kepolisian atau bagian ilmu Kedokteran Forensik, dibungkus, segel
serta membuat berita acara pembungkusan dan penyegelan. Rambut dan barang bukti lain
yang ditemukan juga diperlakukan serupa.
8
Anamnesis
Anamnesis merupakan suatu yang tidak dapat dilihat atau ditemukan oleh dokter
sehingga bukan merupakan pemeriksaan yang objektif, sehingga seharusnya tidak
dimasukkan kedalam visum et repertum. Anamnesis dibuat terpisah dan dilampirkan pada
visum et repertum dengan judul “keterangan yang diperoleh dari korban”.
Dalam mengambil anamnesis, dokter meminta pada korban untuk menceritakan
segala sesuatu tentang kejadian yang dialaminy dan sebaiknya terarah. Anamnesis terdiri dari
bagian yang bersifat umum dan khusus. 4
Anamnesis umum
meliputi pengumpulan data tentang umur, tangan dan tempat lahir, status
perkawinan, siklus haid, untuk anak yang tidak diketahui umurnya, penyakit
kelamin, dan penyakit kandungan serta adanya penyakit lain; Epilepsi, katalepsi,
syncope. Cari tahu pula apakah pernah bersetubuh ? persetubuhan yang terakhir ?
apakah menggunakan kondom?
Anamnesis Khusus
Hal khusus yang perlu diketahui adalah waktu kejadian; tanggal dan jam. Bila waktu
antara kejadian dan pelaporan kepada yang berwajib berselang beberapa hari atau
minggu, dapat diperkirakan bahwa peristiwa itu bukan peristiwa perkosaan, tetapi
persetubuhan yang pada dasarnya tidak setujui oleh wanita yang bersangkutan. 4
Karena berbagai alasan, misalnya perempuan itu merasa tertipu, cemas akan menjadi
hamil atau selang beberapa hari baru diketahui oleh orang tua dan karena ketakutan
mengaku bahwa ia telah disetubuhi dengan paksa. Jika korban benar telah diperkosa
biasanya akan segera melapor. Tetapi saat pelaporan yang terlambat mungkin juga
disebabkan karena korban yang diancam untuk tidak melapor kepada polisi. Dari data
ini dokter dapat mengerti mengapa ia tidak dapat menemukan lagi spermatozoa, atau
tanda-tanda lain persetubuhan.5
Tanyakan pula dimana tempat terjadinya. Sebagai petunjuk dalam pencarian trace
evidence yang berasal dari tempat kejadian, misalnya rumput, tanah dan sebagainya
yang mungkin melekat pada pakaian atau tubuh korban. Sebaliknya petugas pundapat
mengetahui dimana harus mencari trace evidence yang ditinggalkan oleh korban atau
pelaku.
9
Perlu diketahui apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian
mungkin ditemukan robekan, pada tubuh korban mungkin ditemukan tanda-tanda
bekas kekerasan dan pada alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan
kuku mungkin menunjukkan adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari
pemerkosa / penyerang. 4
Cari tahu apakah korban pingsan. Ada kemungkinan korban menjadi pingsan karena
ketakutan tetapi mungkin juga korban dibuat pingsan oleh laki-laki pelaku dengan
pemberian obat tidur atau bius. Dalam hal ini jangan lupa untuk mengambil urin dan
darah untuk pemeriksaan toksikologi.
Tanyakan apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi, apakah setelah kejadian, korban
mencuci, mandi dan mengganti pakaian. 4
Pemeriksaan pakaian
Pakaian diteliti helai demi helai, apakah terdapat, robekan lama atau baru sepanjang
jahitan atau melintang pada pakaian, kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air
mani, Lumpur dsb. Yang berasal dari tempat kejadian. Catat apakah pakaian dalam
keadaan rapi atau tidak, benda-benda yang melekat dan pakaian yang mengandung
trace evidence dikirim ke laboratorium kriminologi untuk pemeriksaan lebih lanjut.1,5
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan bagian khusus (daerah genitalia) meliputi ada tidaknya rambut kemaluan
yang saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengerin, gunting untuk
pemeriksaan laboratorium. Cari juga bercak air mani disekitar alat kelamin.
10
Pada vulva, teliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan, seperti hiperemi, edema,
memar, dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina apakah hiperemi / edema ?
dengan kapas lidi diambil bahan untuk pemeriksaan sperma dari vestibulum.
Periksa jenis selaput dara, adakah rupture atau tidak. Bila ada, tentukan rupture baru
atau lama dan catat lokasi rupture tersebut, teliti apakah sampai ke insertion atau
tidak. Tentukan besar orifisium, sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2jari.
Sebagai gantinya boleh juga ditentukan ukuran lingkaran orifisium, dengan cara
masukan kelingking dan telunjuk dimasukkan sampai terasa tepi selaput dara menjepit
ujung jari, ukuran pada seorang perawan kira-kira 2,5 cm. Lingkaran yang
memungkinkan persetubuhan dapat terjadi menurut Voight adalah minimal 9 cm.
Harus diingat bahwa pada persetubuhan tidak selalu disertai dengan deflorasi. Pada
ruptur lama, robekan menjalar sampai ke insertio disertai adanya parut pada jaringan
di bawahnya. Ruptur yang tidak sampai ke insertio, bila sudah sembuh tidak dapat
dikenal lagi.1,6
Periksa pula apakah frenulum labiorum pudendi dan commisura labiorum posterior
utuh atau tidak. Periksa vagina dan serviks dengan spekulum, bila keadaan alat genital
mengijinkan. Adakah tanda penyakit kelamin.
Lakukan pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium. Untuk pemeriksaan
cairan mani dan sel mani dalam lender vagina, lakukan dengan mengambil lender
vagina menggunakan pipet Pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab.
Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan speculum.
Pada anak-anak atau bila selaput darah utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja. Pemeriksaan terhadap kuman N.gonorrhoea : dari secret urether
(ururt dengan jari) dan dipulas dengan pewarnaan gram.
Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-1,3,5, dan 7. Jika pada pemeriksaan didapatkan
N.gonorrhoea berarti terbukti adanya kontak seksual dengan seorang penderita. Bila
pada pria tertuduh juga ditemukan N.gonorrhoea, ini merupakan petunjuk yang cukup
kuat. Jika terdapat ulkus, secret perlu diambil untuk pemeriksaan serologic atau
bakteriologik. Pemeriksaan kehamilan dan pemeriksaan toksikologik urin dan darah
juga dilakukan bila ada indikasi.1,3,7
11
wajah dan bentuk badan korban sesuai dengan umur yang dikatakannnya. Keadaan
perkembangan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan perlu diterangkan. Ditentukan
pula, meski bukan merupakan ciri-ciri seks, namun dapat mengidentifikasi usia korban, yaitu
apakah gigi geraham belakang ke-2 (molar ke-2) sudah tumbuh (terjadi pada umur kira-kira
12 tahun, sedangkan molar ke-3 akan muncul pada usia 17-21 tahun atau lebih).
Secara klinis pubertas mulai dengan timbulnya cirri-ciri kelamin sekunder, dan
berakhir kalau sudah ada kemampuan reproduksi. Pubertas pada wanita mulai kira-kira pada
umur 8-14 tahun dan berlangsung kurang lebih selama 4 tahun. Pada saat ini terjadi
pertumbuhan badan yang cepat, timbulanya ciri-ciri kelamin sekunder, menarche, dan
perubahan psikis. Pada saat ini pula ovarium dalam bekerja dibawah pengaruh hipopise yang
mengeluarkan FSH, LH.,LTH . Hipopise sendiri dipengaruhi hipotalamus yang
mengeluarkan Releasing Faktor. Dengan pengaruh hormon-hormon ini maka folikel-folikel
dalam ovarium berkembang. Tidak seluruh folikel berkembang menjadi matang, yang
matang hanya beberapa tetapi folikel-folikel ini dapat menghasilkan esterogen. Folikel yang
tidak menjadi matang akan atresia. Pada saat bersamaan kortek adrenalin membuat hormone
androgen yang memegang peranan pada pertumbuhan badan.dan berpengaruh pula pada
perkembangan pubis serta clitoris. Pengaruh kecepatan pertuimbuhan badan wanita
didominasi oleh esterogen. Esterogen ini pula yang menyebabkan penutupan garis epipise,
sehingga pertumbuhan badan terhenti. Pengeruh esterogen ini pula yang menyebabkan
perkembang alat reproduksi dan alat kelamin sekunder lain sehingga mencapai bentuk seperti
orang dewasa normal dan siap untuk melanjutkan fungsi reproduksinya. Pada masa ini pula
perkembangan emosi dari alam egosentrik kealam pikiran yang lebih matang.7
1,2
Tabel 1. Tahapam perkembangan pubertas pada wanita.
12
Pengetahuan tentang penutupan epipise tulang pergelangan tangan dan kadang lutut
atau lengan dapat dipakai untuk menentukan usia seseorang sudah dewasa atau belum.
13
Ditemukannya luka pada setiap bagian tubuh korban perlu tindakan yang sangat hati-hati,
karena jejas/luka tersebut menjadi barang bukti yang penting untuk identifikasi. Sehingga
harus dilakukan pemotretan/ dokumentasi pada setiap luka yang ada di tubuh korban.
Bite Mark
Jejas-gigit atau bite mark merupakan luka lecet tekan atau hematoma
berbentuk garis lengkung terputus-putus. Pada luka tersebut dilakukan pengukuran,
pemotretan berskala dan swab air liur (untuk penentuan golongan darah pelaku).
Cetakan gigi tersangka perlu dibuat untuk digunakan pada perbandingan. Pada korban
hidup, luka gigitan umumnya masih baik bentuk dan ukurannya sampai 3 jam
pascatrauma, setelah itu dapat berubah akibat elastisitas kulit.7
14
Bentuk lengkung gigi (umum dapat digambarkan sebagai C-berbentuk oval, atau
berbentuk U).
Posisi Labiolingual (posisi gigi anterior posterior tidak seperti normal)
Rotational position (twisted).
Jarak antar-gigi
Lebar gigi dan ketebalan gigi
Lengkungan tepi gigitan
pola dan anatomi gigi yang tidak biasa.6
Disarankan bahwa pola cedera benar-benar dianalisa sebelum geligi seorang
tersangka dievaluasi. Hal ini dapat menjamin ketika fitur dari cedera tidak jelas dan
ambigu. Gambar digital menyediakan sarana yang tepat untuk mengukur parameter
fisik bukti TKP. Penggunaan gambar digital dan perangkat lunak tertentu
memungkinkan untuk koreksi distorsi fotografi umum dan perbedaan ukuran gambar
digital dan. Membantu mengurangi subjektifitas pemeriksa software gambar digital
bila digunakan. dengan software seperti Photoshop memungkinkan kontrol yang lebih
baik dari visualisasi gambar melalui penggunaan fitur seperti zoom. Ketika fotografi
digital digunakan dalam kombinasi dengan perangkat lunak digital imaging prosedur
yang digunakan untuk membandingkan bekas gigitan dibakukan mengarah pada
reproduktifitas hasil antara Akhirnya penguji,. gambar dapat tersimpan secara
elektronik, dan dipindahkan sesuai kebutuhan.
Pemeriksaan Anal
Pada pemeriksaan anal, diperhatikan apakah terdapat tanda-tanda kekerasan
seperti sodomi. Pada korban yang mengalami kekerasan berupa sodomi akan tampak
anus yang berbentuk corong.1
Pemeriksaan air liur
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva) terdiri dari
air, enzim ptialin (alfa amilase), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat, klorida dan
lain lain.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur panting untuk kasus-kasus
dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah penggigitnya. Golongan darah
penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara absorpsi
inhibisi.
15
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan cairan mani (semen)
Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna puith kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzom
proteiolitik menjadi cair dalam waktu yang singkat (10 – 20 menit). Dalam keadaan
normal, volume cairan mani 3 – 5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 – 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel – sel epitel dan sel – sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermin dan
beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunya bentuk khas untuk
spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya 60 sampai 120 juta per ml.
Pada orang yang hidup, sperma masih dapat diketemukan (tidak bergerak) sampai
sekitar 24-36 jam setelah persetubuhan; sedangkan pada orang mati sprema masih
dapat diketemukan dalam vagina paling lama sampai 7-8 hari setelah
persetubuhan.5Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna
membuktikan adanya suatu persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior
vagina.1
16
- Dengan pewarnaan
Dibuat sediaan apus dan difikasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada
nyala api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite Green.
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik adalah dengan
pulasan malachite green dengan prosedur sebagai berikut:
Warnai dengan larutan malachite Green 1% selama 10 – 15 menit, lalu cuci dengan
air mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.
Keuntungan dengna pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensi,
sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala sprema
tampak merah dan lehernya merah muda, ekornya bewarna hijau.
Penentuan cairan mani (kimiawi)
Untuk membuktikan adanya cairan mani dalamsekret vagina, perlu dideteksi adanya
zat – zat yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium
berikut:
- Reaksi fosfatase asam
Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Aktivitas enzim fosfatase asam rata – rata adalah sebesar 2500
U.K.A (kaye). Dalam sekret vagiana setelah 3 hari absistensi seksualis ditemukan
aktivitas 0 – 6 unit (Risfeld).
Dengan menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2
bercak, dapat ditentukan apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan.
Aktifitas 25 U.K.A per 1 cc ekstrak yang diperoleh dari 1 cm2 bercak dianggap
spesifik sebagai bercak mani.
Cara pemeriksaan: bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang
telah terlebih dahulu dibahsai dengan akuades selama beberapa menit. Kemudian
kertas saring diangkat dan disemprot dengan reagens. Ditentukan waktu reaksi dari
saat penyemprotan sampai timbul warna ungu.
Perlu diperhatikan bahwa intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur
– angsur dan test ini tidak spesifik. Hasil positif semu dapat terjadi dengan feses, air
teh, kontraseptik, sari buah dan tumbuh – tumbuhan.
Bercak yang tidak megnandung enzim fosfatase memberi warna dengan
serentak dengan intensitasnya tetap, sedangkan bercak yang megnandung enzim
fosfatase memberikan warna secara berangsur – angsur.
17
Pemeriksaan bercak mani pada pakaian
Visual, Bercak mani berbatas tegas dan lebih gelap dari sekitarnyaa. Bercak yang
sudah agak tua berwarna agak kekuning-kuningan. Pada bahan sutera/nylon batasnya
sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap dari sekitarnya.
Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak yang segar akan menunjukkan permukaan
mengkilat dan transiusen, kemudian akan me ngering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan
akan berwarna kuning sampai coklat.
Pada tekstil yang menyerap, bercak yang segar tidak berwarna atau bertepi kelabu
yang berangsur-berangsur akan berwarna kuning sampai cokiat dalam waktu 1 bulan.
Di bawah Sinar ultra violet, bercak semen menunjukkan fluoresensi putih.
Secara taktil (perabaan) bercak mani teraba memberi kesan kaku seperti kanji. Pada
tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku, kita masih dapat mengenalinya
karena permukaan bercak akan teraba kasar.
Dapat Pula dilakukan uji pewarnaan Baecchi
Serabut pakaian tidak mengambil warna, spermatozoa dengan kepala berwarna merah
dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut benang.
Skrining dapat dilakukan dengan Reagens Fosfatase Asam. Sehelai kertas saring
yang telah dibasahi dengan akuades ditem pelkan pada bercak yang dicurigai selama 5
10 menit. Keringkan lalu semprot dengan reagens. Bila terlihat bercak berwarna ungu,
kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula.
Dengan demikian letak bercak pada kain dapat diketahui.
Reaksi Fosfatase Asam dan Florence dilakukan bila pada pemeriksaan tidak dapat
ditemukan set spermatozoa. 1,5,7
Dampak Psikologis
Upaya korban untuk menghilangkan pengalaman buruk dari alam bawah sadar
mereka sering tidak berhasil. Selain kemungkinan untuk terserang depresi, fobia, dan
mimpi buruk, korban juga dapat menaruh kecurigaan terhadap orang lain dalam waktu
yang cukup lama. Bagi korban perkosaan atau tindak susila yang mengalami trauma
psikologis yang sangat hebat, ada kemungkinan akan merasakan dorongan yang kuat
untuk bunuh diri. Korban memiliki kemungkinan mengalami stres paska perkosaan yang
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang.
Stres yang langsung terjadi merupakan reaksi paska tindakan susila seperti kesakitan
18
secara fisik, rasa bersalah, takut, cemas, malu, marah, dan tidak berdaya. Stres jangka
panjang merupakan gejala psikologis tertentu yang dirasakan korban sebagai suatu trauma
yang menyebabkan korban memiliki rasa percaya diri, konsep diri yang negatif, menutup
diri dari pergaulan, dan juga reaksi somatik seperti jantung berdebar dan keringat
berlebihan. Stres jangka panjang yang berlangsung lebih dari 30 hari juga dikenal dengan
istilah PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder.4
PTSD merupakan suatu gangguan kecemasan yang didefinisikan berdasarkan tiga
kelompok simptom, yaitu experiencing, avoidance, dan hyperarousal, yang terjadi
minimal selama satu bulan pada korban yang mengalami kejadian traumatik. Diagnosis
bagi PTSD merupakan faktor yang khusus yaitu melibatkan peristiwa traumatis.
Diagnosis PTSD melibatkan observasi tentang symptom yang sedang terjadi dan atribut
dari simptom yang merupakan peristiwa khusus ataupun rangkaian peristiwa. Selanjutnya
definisi PTSD ini berkembang lebih dari hanya sekedar teringat kepada peristiwa
traumatis yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi juga disertai dengan
ketegangan secara terus-menerus, tidak dapat tidur atau istirahat, dan mudah marah.
PTSD yang dialami oleh tiap individu terkadang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena
adanya tekanan kehidupan yang terus menerus dan adanya hal- hal yang mengingatkan
korban kepada peristiwa traumatis yang dialaminya.6
Dampak jangka pendek biasanya dialami sesaat hingga beberapa hari setelah
kejadian. Dari segi psikologis biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa
bersalah, malu, dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya
kesulitan tidur (insomnia), kehilangan nafsu makan, depresi, stres, dan ketakutan. Tanda-
tanda PTSD tersebut hampir sama dengan tanda dan simptom yang ada pada depresi
menurut kriteria dari American Psychiatric Association. Tanda-tanda tersebut adalah:
- sedih, suasana hati depresi
- kurangnya nafsu makan dan berat badan berkurang, atau meningkatnya nafsu
makan dan bertambahnya berat badan
- kesukaran tidur (insomnia): tidak dapat segera tidur, tidak dapat kembali tidur
sesudah terbangun pada tengah malam, dan pagi-pagi sesudah terbangun; atau
adanya keinginan untuk tidur terus- menerus
- perubahan tingkat aktivitas
- hilangnya minat dan kesenangan dalam aktivitas yang biasa dilakukan
- kehilangan energi dan merasa sangat lelah
- konsep diri negatif; menyalahkan diri sendiri, merasa tidak berguna dan bersalah
19
- sukar berkonsentrasi, seperti lamban dalam berpikir dan tidak mampu
memutuskan sesuatu
- sering berpikir tentang bunuh diri atau mati.
Kadangkala ketakutan yang dialami oleh korban membuat ia tidak berdaya dan lemah.
Korban perkosaan mungkin akan mengalami ketakutan berada dalam situasi yang ramai
atau berada sendirian. Korban dapat merasa ketakutan pada saat ia hanya berdua dengan
orang lain. Posisi ini membuat korban tidak memiliki kepercayaan kepada orang lain,
bahkan orang-orang yang selama ini dekat dengannya. Korban dapat pula menjadi
paranoid terhadap alasan dari orang-orang yang tidak dikenalnya.6,7
20
5. Menjadi fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional
dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan
dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.6
KESIMPULAN
Dalam kasus kejahatan susila, perlu diketahui apakah merupakan kejahatan berupa
persetubuhan, pencabulan maupun pelecehan seksual. Usia korban merupakan hal penting
perlu diperhatikan karena mengacu pada hukum yang menindak lanjuti kejahatan susila
tersebut. Tanda-tanda kekerasan maupun persetubuhan yang ditemukan haruslah nyata untuk
dapat melukai korban baik dari segi fisik maupun psikisnya. Waktu terjadinya kejadian
menjadi informasi penting dalam melakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang kemudian dapat
menjadi alat bukti yang sah.
Forensik Klinik adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mencakup
pemeriksaan forensik terhadap korban hidup dan investigasinya, kemudian aspek
medikolegal, juga psikopatologinya, dengan kata lain forensik klinik merupakan area praktek
medis yang mengintegrasikan antara peranan medis dan hukum terutama dalam kasus-kasus
berkaitan kejahatan susila. Namun, Untuk menyelesaikan permasalahan kasus kejahatan
seksual, tidak hanya membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut diambilnya
langkah penanganan yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan psikososial yang
secara otomatis membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan masyarakat. Tugas dokter
tidak hanya menjalankan fungsi maksimal dalam bidang kesehatan, namun dokter tersebut
dituntut untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan kedokteran seoptimal mungkin dan
mematuhi tuntutan undang-undang terhadapnya terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan
proses hukum.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Mun’im TWA, Hertian S, Sampurna B, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 1997.h. 147-158.
2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Bagian Kedokteran Forensik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1994.h.32-7.
3. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Pustaka Dwipar, Jakarta, 2007. 8-83.
4. Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kandungan. Ed. kedua. Cetakan ketujuh Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2009.h. 35-87.
5. Akhyar Israr Y, Warman Y, Kurniati R, Dewi A. Peranan Forensik Klinik dalam Kasus
Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan. Jurnal Kedokteran Universitas Riau.
Desember 25, 2009.
6. Erfan Kusuma S. Kejahatan Seksual Lab Ilmu Kedokteran Forensik.. Jurnal Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya, 2009.
7. Widiatmaka W. Visum Et Repertum. Jurnal Kedokteran Bagian Departemen Forensik
Universitas Indonesia. Jakarta: April 27, 2009.
22