Anda di halaman 1dari 12

2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang - Undang Republik Indonesia nomor 28 Tahun 2008

Tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 pasal 1,

pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau

badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak

mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung.

Pajak dapat dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup

biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk mencapai kesejahteraan

umum (htpp://id.wikipedia.org/wiki/Pajak).

Pajak merupakan komponen penting penerimaan Negara begitu besarnya

kontribusi penerimaan negara sehingga penerimaan pajak dapat mempengaruhi

jalannya roda pemerintahan. dana dari penerimaan dan juga pajak sebagai sumber

utama Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dialokasikan untuk

mendanai berbagai sandi kehidupan bangsa, mulai dari sektor pertanian,

pertambangan, industri, perbankan, kesehatan, pendidikan, sampai subsidi Bahan

Bakar Minyak (BBM). Dengan demikian, betapa vitalnya sektor pajak dalam

memenuhi kebutuhan pembangunan suatu bangsa dan dalam bergulirnya

pemerintahan. Oleh karena itu lah, sektor pajak harus dikelola dengan manajemen

yang baik yaitu pengelolaan yang berbasis ketransparanan, kejujuran,


3

akuntababilitas dan juga dilengkapi dengan etos kerja yang tinggi dari pihak

fiskus.

Terjadinya banyak penyimpangan yang dilakukan individu, sangat

mempengaruhi etika yang memberikan dampak negatif yang sangat luas bagi

berbagai elemen yang terlibat didalam perusahaan bahkan berdampak pada

perekonomian suatu Negara. Selain itu dampak yang terjadi bukan hanya

berimbas pada sektor ekonomi saja tapi psikis kredibilitas fiskus itu sendiri, baik

kepercayaan pelaku usaha, investor dan citra fiskus itu sendiri di mata

masyarakat. Pelaku penyimpangan didunia pajak bukanlah orang-orang yang

tingkat intelegensinya rendah, bahkan mereka adalah orang-orang yang cerdas,

yang mampu memanipulasi data, sehingga banyak orang percaya atas

kelihaiannya dalam pencatatan data.

Munculnya kasus makelar pajak di Dirjen Pajak melalui pengungkapan

mafia pajak yang melibatkan Gayus Tambunan, pegawai golongan III A

dilingkungan Dirjen Pajak, menimbulkan reaksi keras dari publik. Komjen Susno

Duadji menyebutkan bahwa Gayus mempunyai uang 25 milyar di rekeningnya

plus uang asing senilai 60 milyar dan perhiasan senilai 14 milyar di brankas bank

atas nama isrinya yang dicurigai sebagai harta haram. Dalam perkembangannya

Gayus sempat lari ke Singapura beserta anak dan istrinya sebelum dijemput

kembali oleh stgas mafia di Singapur. Kasus Gayus mencoreng reformasi

kementerian keuaangan Republik Indonesia yang sudah digulirkan Sri Mulyani

dan menghancurkan citra aparat perpajakan Indonesia, ini dikarenakan kurangnya

sikap etis fiskus (http ://ide.m.wikipedia.org).


4

Dan diketahui pula KPK sudah menetapkan Hadi Poernomo sebagai

mantan Dirjen Pajak pada kementerian keuangan pada tahun 2002-2004 sebagai

tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam keberatan permohonan wajib pajak

yang diajukan Bank Central Asia (BCA). Hadi disangka melanggar pasal 2 ayat 1

dan atau pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan

tindak pidana korupsi sebagaimana di ubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo

pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP (sindonews.com). KPK meyakini keterlibatan mantan

Dirjen Pajak Hadi Poernomo dalam kasus korupsi terkait penerimaan permohonan

keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil (SKPN) PPh Badan

PT.BCA tbk, KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka pada 21 April

2014 (http://nasional.kompas.com).

Kasus-kasus tersebut telah terjadi karena disebabkan karena kurangnya

kesadaran didalam beretika yang menyebabkan sikap etis fiskus yang semakin

lama semakin berkurang terutama pada saat sekarang ini yang dibuktikan dengan

terungkapnya kasus-kasus makelar pajak yang terbukti meresahkan dan

merugikan masyarakat maupun negara.

Oleh karena itu sikap fiskus sangat penting dalam menentukan

pengelolaan pajak, karena sekarang banyak pihak yang melanggar kode etik yang

ada, lalu dimana etika yang seharusnya melekat pada aparat pajak (fiskus),

padahal telah jelas mereka mengetahui standar kode etik aparat pajak yang ada.

Lalu mengapa kecerdasan mereka tidak membawa mereka membuat sistem atau

hasil kerja yang baik, malah membawa dampak negatif luas, lalu seberapa besar

pengaruh kemampuan intelektual terhadap etika mereka sebagai seorang

pemungut pajak (fiskus).


5

Oleh sebab itu didalam dunia kerja, setiap orang atau pekerja dalam

berbagai profesi harus dapat mengedepankan sikap etis dalam menjalankan tugas

dan kewajibannya. Dengan mengedepankan sikap etis dalam bekerja dapat

menekan adanya pelanggaran-pelanggaran atau penyelewengan tugas dan

wewenang yang dapat merugikan berbagai pihak. Adanya kasus Gayus dan Hadi

menyebabkan profesi fiskus yang notabene adalah akuntan menjadi perhatian.

Adanya kasus pelanggaran tersebut tidak terjadi apabila setiap fiskus mempunyai

pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan

etika secara memadai dalam pelaksaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999

dalam Agustini dkk).

Kemampuan seorang profesional untuk mengerti dan paham mengenai

persoalan etika dapat dipengaruhi oeh lingkungan tempat ia berada. Seperti yang

diungkapkan Sudibyo (1995) dalam Tikollah (2006) bahwa dunia pendidikan

akuntansi mempunyai pengaruh yang besar terhadap etika auditor. Ungkapan

tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku seseorang dapat terbentuk

melalui proses pendidikan. Lembaga pendidikan diharapkan berperan dalam

perbaikan citra profesi dengan penanaman nilai-nilai moral dan etika sedini

mungkin. Berbagai penelitian membuktikan bahwa kemampuan inteektual

mempengaruhi sikap etis. Penelitian tersebut antara lain dilakukan oleh M.

Ridwan Tikollah, dkk (2006).

Salah satu komponen penting untuk bisa hidup di tengah-tengah

masyarakat adalah kemampuan untuk mengarahkan emosi secara baik.

Kecerdasan emosi merupakan kapasitas manusiawi yang dimiliki oleh seseorang

dan sangat berguna untuk menghadapi, memperkuat diri, atau mengubah kondisi
6

kehidupan yang tidak menyenangkan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi.

Istilah kecerdasan emosional pun pertama kali diperkenalkan oleh Piter Salovey

dari Harvard University dan Jhon Mayer dari University of New Hampshire

(1990). Konsep ini kemudian berkembang pesat karena dianggap sebagai

komponen dalam membentuk tingkah laku.

Memasuki abad 21, paradigma yang beranggapan bahwa IQ (Intelegent

Quetient) sebagai satu-satunya tolak ukur kecerdasan yang juga dijadikan

parameter keberhasilan dan kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia,

digugurkan oleh munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang ikut

menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan seseorang dalam hidupnya.

Hasil survey statistik dan penelitian yang dilakukan, yang ditulis Krugman dalam

artikel “On the road on Chairman Lou”( The New York Times26/6/1994),

menyebutkan IQ ternyata sesungguhnya tidak cukup untuk menerangkan

kesuksesan seseorang (Fathul, 2007 di dalam Arsinawati, 2010).

Jadi, selain IQ (kemampuan intelektual) dibutuhkan juga EQ (kecerdasan

emosional) untuk dapat berhasil dan sukses dalam dalam mencapai keberhasilan

dan kesuksesan dalam bekerja dan itu berpengaruh terhadap sikap etis. Seorang

fiskus yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi mampu bertindak atau

berperilaku etis dalam profesi dan organisasi.

Menurut Salovey & Mayer (1990) dalam Tikollah (2006) kecerdasan

emosional adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri dan oranglain, serta

menggunakan perasaan tersebut menuntun pikiran dan perilaku seseorang. Sejalan

dengan hal tersebut, Goleman (2005) mendefinisikan EQ adalah kemampuan

mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan oranglain, memotivasi diri sendiri,
7

serta mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan

oranglain.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional

merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti, mengenal, mengendalikan

perasaan dan emosi sendiri serta oranglain sehingga membentuk tingkah laku

cerdas yang memadukan antara pikiran dan tindakan untuk bersikap etis. Hal ini

dibuktikan dengan berbagai penelitian oleh Tikollah (2006), Christina (2012).

Orang yang cerdas secara spiritual tidak memecahkan persoalan hidup

hanya secara rasional atau emosional saja. Ia menghubungkannya dengan makna

kehidupan secara spiritual yaitu melakukan hubungan dengan pengatur

kehidupan. kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan

memecahkan persoalan makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup

manusia dalam konteks yang lebih luas dan kaya yang memungkinkan seseorang

untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta

menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang lain (Zohar dan Marshall,

2002). Wujud dari kecerdasan spiritual ini adalah sikap moral yang dipandang

luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003).

Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia untuk berpikir kreatif,

berwawasan jauh, membuat atau mengubah aturan, yang dapat membuat

seseorang tersebut bekerja lebih baik (Choiriah, 2013).

Tanpa adanya pengendalian dan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa (SQ), sangat sulit bagi fiskus untuk bertahan dalam menghadapi tekanan

frustsi, stes, menyelesaikan konflik yang sudah menjadi bagian atau resiko profesi

dan memikul tanggungjawab seperti apa yang disebutkan dalam pedoman kode
8

etik perpajakan, serta untuk tidak menyalahgunakan kemampuan dan keahlian

yang merupakan amanah yang dimilikinya kepada jalan yang tidak dibenarkan.

Hal tersebut akan berpengaruh terhadap hasil kinerja mereka atau terjadinya

penyimpangan-penyimpangan, kecurangan dan manipulasi terhadap tugas yang

diberikan. Karena seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik akan

mampu untuk mengetahui serta menangani perasaan mereka dengan baik, mampu

untuk menghadapi perasaan orang lain dengan efektif. Selain itu juga seorang

fiskus yang memiliki pemahaman atau kecerdasan emosi dan tingkat religius yang

tinggi akan mampu bertindak atau berperilaku dengan etis dalam berprofesi.

Budaya organisasi menurut Schein dalam Sobirin (2007:132) adalah pola

asumsi dasar yang dianut bersama oleh sekelompok orang setelah sebelumnya

mereka mempelajari dan meyakini kebenaran pola asumsi tersebut sebagai cara

untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan adaptasi eksternal

dan integrasi internal, sehingga pola asumsi dasar tersebut perlu diajarkan kepada

anggota-anggota baru sebagai cara yang benar untuk berpersepsi, berpikir dan

mengungkapkan perasaannya dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan

organisasi (Dewi, 2012).

Budaya organisasi sangatlah penting untuk dipahami karena “budaya

organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berprilaku dan harus menjadi

patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang

diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi

dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi,” Muhammad

Baitul Alim (http://psikologi zone.com).


9

Budaya perusahaan pada dasarnya mewakili norma – norma perilaku yang

diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka yang berada dalam hierarki

organisasi. Bagi organisasi yang masih didominasi oleh pendiri, maka budayanya

akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan harapan - harapan pendiri

kepada para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusahaan dikelola oleh seorang

manajer senior otokratis yang menerapkan gaya kepemimpinan top down. Disini

budaya juga akan berperan untuk mengkomunikasikan harapan – harapan

manajer senior itu.

Isu dan kekuatan suatu budaya memengaruhi suasana etis sebuah

organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Budaya sebuah organisasi yang

punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar dan etika tinggi

adalah budaya yang tinggi toleransinya terhadap risiko tinggi, sedang, sampai

rendah dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana selain itu juga hasil. Hal ini

dibuktikan dari berbagai penelitian dari Syaikhul (2006), Arto (2007).

Penelitian ini difokuskan pada aspek individual yang mempengaruhi sikap

etis fiskus di KPP Senapelan Pekanbaru. Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian

Arsinawati (2010), yang menunjukkan intelektual, religiusitas dan emosional

sebagai faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku etis seseorang. Dengan

demikian, penelitian yang berfokus pada aspek individual ditekankan pada

dimensi kemampuan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan

spiritual (SQ), dan budaya etis organisasi sebagai faktor yang mempengaruhi

sikap etis fiskus.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Arsinawati memiliki kekurangan dan

saran seperti kurangnya pengembangan terhadap EQ, IQ, dan SQ yang


10

memerelukan strategi strategi didalam melakukan pendekatan, dan diperlukannya

diklat atau pelatihan terhadap fiskus agar dapat membentegi diri dari kesalahan

etika. Permasalahan dalam budaya kerja yang dihadapi adalah terabaikannya nilai-

nilai etika, maka penting bagi aparatur sektor publik khususnya yang ada di

lembaga pengawas untuk peka terhadap masalah etika.

Penelitian ini pada dasarnya pengembangan dari penelitian Arsinawati

(2010) yang bejudul “Pengaruh Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional,

Kecerdasan Spiritual Terhadap Sikap Etis Fiskus Pada KPP Pratama Kramat Jati”.

Hasil penelitiannya bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara

signifikan dengan sikap etis fiskus tetapi kecerdasan spiritual yang berpengaruh

secara signifikan terhadap sikap etis fiskus. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

mengembangkan penelitian tersebut dengan menambahkan variabel independen

yaitu budaya etis organisasi.

Terdapat perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya,

perbedaan-perbedaan tersebut antara lain :

1. Tempat penelitian. Tempat penelitian pada penelitian sebelumnya di KPP

Kramat Jati, sedangkan pada penelitian ini adalah KPP Senapelan Pekanbaru.

2. Jumlah variabel independen. Penelitian sebelumnya hanya terdiri dari tiga

varibel independen yaitu kemampuan intelektual, kecerdasan emosional,

kecerdasan spiritual, sedangkan dalam penelitian ini terdapat penambahan satu

variabel independen yaitu budaya etis organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, timbul keinginan peneliti untuk

melakukan penelitian dan evaluasi terhadap variabel-variabel yang berhubungan

dengan etika. Hasil penelitian tersebut akan disajikan dengan judul “Pengaruh
11

Kemampuan Intelektual, Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan

Budaya Etis Organisasi terhadap Sikap Etis Fiskus di KPP Pratama

Senapelan Pekanbaru”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah kemampuan intelektual berpengaruh terhadap sikap etis fiskus ?

2. Apakah kecerdasan emosional berpengaruh terhadap sikap etis fiskus ?

3. Apakah kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap etis fiskus ?

4. Apakah budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sikap etis fiskus ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan diatas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Kemampuan intelektual berpengaruh terhadap sikap etis fiskus.

2. Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap sikap etis fiskus.

3. Kecerdasan spiritual berpengaruh terhadap sikap etis fiskus.

4. Budaya etis organisasi berpengaruh terhadap sikap etis fiskus.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi semua pihak, diantaranya :

1. Memberikan masukan bagi dunia akademis (khususnya dalam bidang

perpajakan) dalam mendidik dan mendiskusikan mengenai pentingnya

kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual bagi para mahasiswa, sebagai


12

fiskus dalam menjalankan tugas pemerintah perpajakan di masa datang lebih

baik.

2. Sebagai sarana informasi bagi masyarakat tentang kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual yang dapat memberikan kontribusi positif untuk

pengembangan dan perbaikan diri ke arah yang lebih baik.

3. Memberikan informasi bagi responden mengenai pentingnya kecerdasan

emosional, dan kecerdasan spiritual, sehingga mereka dapat mengembangkan

dan melatih kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara mandiri

sebagai bekal dalam melakukan pekerjaan.

4. Memberikan informasi bagi responden mengenai pentingnya budaya etis

organisasi untuk meningkatkan konsistensi perilaku.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) bab dan setiap bab dibagi lagi

menjadi sub–sub bab, hal ini dimaksudkan agar lebih jelas dan mudah dipahami.

Secara garis besar materi pembahasan dari masing-masing bab tersebut dijelaskan

sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bagian awal dalam penulisan yang menguraikan latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


13

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai landasan teori dan review

penelitian terdahulu yang relevan dan mendukung penelitian, dilanjutkan

dengan kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis penelitian.

BAB III: METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan menguraikan penelitian yang memuat variabel

penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis

dan sumber data, metode pengumpulan data dan metode analisis.

BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bagian ini akan membahas mengenai bagian umum obyek penlitian yang

berisi penjelasan secara deskriptif variabel-variabel yang berkaitan

dengan masalah penelitian, analisis data yang bertujuan

menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan

diintepretasikan, dan pembahasan yang lebih luas serta implikasi dari

hasil analisis.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan hasil penelitian, keterbatasan

peneliti, dan saran bagi penelitian selanjutnya. Saran yang disampaikan

dalam penelitian kali ini diharapkan dapat menjadi masukan baik bagi

institusi yang berkaitan maupun bagi dunia penelitian.

Anda mungkin juga menyukai