Pembahasan CBT TO 1 Agustus 2016 PDF
Pembahasan CBT TO 1 Agustus 2016 PDF
ORYZA
DR. REZA | DR. RESTHIE | DR. CEMARA
OFFICE ADDRESS:
http://www.msdmanuals.com/home/liver-and-gallbladder-disorders/hepatitis/chronic-hepatitis
Chronic Hepatitis
• Physical examination:
– do not have abnormal physical examination
• Chronic hepatitis can result in cirrhosis
• Diagnosis:
– Liver function testabnormally high or normal level
– A biopsy is done to confirm the diagnosis.
• In many people, chronic hepatitis does not progress
for years. In others, it gradually worsens. The outlook
depends partly on which virus is the cause
http://emedicine.medscape.com/article/177632-workup#c7
Sirosis hepatis
• Pada kasus ini lebih mengarah pada sirosis hepatis
karena sudah terdapat gejala-gejala sirosis kompensata,
diantaranya:
• Lemas, mual, penurunan nafsu makan
• Splenomegali akibat hipertensi porta
• Hepatomegali dapat terjadi pada sirosis hepatis dan
biasanya teraba keras
• Peningkatan SGOT dan SGPT, biasanya SGOT>SGPT
• Kelainan hematologi trombositopenia
• Diagnosis lebih cenderung sirosis hepatis dibandingkan
hepatitis kronik.
• Pada hepatitis kronik biasanya cenderung pemeriksaan
fisik dan laboratorik normal kecuali sudah terjadi sirosis
hati.
1-2. Hepatologi
• Hipertensi portal
mengakibatkan
varises di tempat
anastomosis
portosistemik:
– Hemoroid di
anorectal junction,
– Varises esofagus di
gastroesophageal
junction,
– Kaput medusa di
umbilikus.
1-2. Hepatologi
Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:
• Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material.
• Melena: black, tarry, foul-smelling stool.
• Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the
rectum.
• Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding
by a fecal occult blood test or the presence of iron deficiency.
• Present only with symptoms of blood loss or anemia such as
lightheadedness, syncope, angina, or dyspnea.
• Kerusakan endotel
katup
• Pembentukan trombus
fibrin-trombosit
• Perlekatan bakteri
pada plak trombus-
trombosit
• Proliferasi bakteri lokal
dengan penyebaran
hematogen
Kriteria Duke
Kriteria Patologis
• Mikroorganisme:
ditemukan dengan kultur
atau histologi dalam
vegetasi, dalam vegetasi
emboli, atau dalam abses
intrakardiak.
• Lesi patologis: vegetasi
atau abses intrakardiak
yang dikonfirmasi histologi
Kriteria Klinis
• 2 kriteria mayor
• 1 kriteria mayor dan 3
kriteria minor, atau
• 5 kriteria minor
4. Endokrin
Penyakit Endokrin
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
– Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease):
gangguan pada korteks
adrenal
– Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
– Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Hiperpigmentasi daerah
friksi
Hiperpigmentasi mukosa
• Addison’s
diseaseketidakmampuan korteks
4. Endokrin
adrenal memproduksi gukokortikoid
dan/atau mineralokortikoid
• Merupakan insufisensi adrenal
primer
• Defisiensi kortisol umpan balik
pada aksis hipotalamus-pituitary
meningkatkan kadar ACTH plasma
• Defisiensi mineralokortikoid
produksi renin meningkat oleh sel
juxtaglomerular di ginjal
• 90% disebabkan oleh autoimun
• Penyebab lain: tuberkulosis,
adrenalektomi, neoplasia, genetik,
iatrogenik, obat (eg.
Etomidadinhibisi sintesis kortisol)
Addison Crisis/ Krisis Adrenal
5. GERD
• Definition:
– a pathologic condition of symptoms & injury to the
esophagus caused by percolation of gastric or
gastroduodenal contents into the esophagus associated
with ineffective clearance & defective gastroesophageal
barrier.
• Symptoms:
– Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
– Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of excessive
saliva.
GI-Liver secrets
5. GERD
• Management:
• Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
• Surgery is encouraged for the fit patient who requires chronic high
doses of pharmacologic therapy to control GERD or who dislikes
taking medicines.
• Endoscopic treatments for GERD are very promising, but controlled
long-term comparative trials with proton pump inhibitors and/or
surgery are lacking.
6. Reaksi hipersensitivitas
6. Reaksi hipersensitivitas
6. Reaksi hipersensitivitas
7. Anemia
Anemia Normositik
Ptekiae, epistaksis,
Pucat, lemah,
perdarahan gusi, Demam, infeksi
dispnea
menoragia
Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
9. Penyakit Endokrin
9. Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme
Penipisan kartilago
Osteofit (spur
formation)
Sklerosis
Inflamasi - + + +
Temuan Sendi Bouchard’s nodes Ulnar dev, Swan Kristal urat En bloc spine
Heberden’s nodes neck, Boutonniere enthesopathy
Perubahan tulang Osteofit Osteopenia erosi Erosi
erosi ankilosis
Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Saunders; 2010.
12. Penyakit Ginjal
• Pada sind nefrotik, jelas glomerular terutama berdampak pada peningkatan
permeabilitas kapiler terhadap protein.
• Tuberkulosis postprimer/reaktivasi
• Muncul bertahun-tahun setelah tb primer, di segmen apikal lobus
superior atau lobus inferior.
• Dapat sembuh tanpa bekas atau sembuh dengan jaringan fibrosis,
pengapuran, atau kavitas yang menciut & terlihat seperti bintang.
• Morfologi: fokus putih keabuan-kuning berbatas tegas, perkejuan
sentral, & fbrosis perifer.
• Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2006
• Robbins & Cotran pathologic basis of disease. 8th ed.
13. Tuberkulosis
Shock
Bleed
ing
14. Infeksi Dengue
• NS1:
• antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak
hari pertama demam.
• Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak
terdeteksi hari ke 5-6.
WSD
Trauma Dada
Diagnosis Etiologi Tanda dan Gejala
Hemotoraks Laserasi • Ansietas/ gelisah, takipneu, tanda-tanda syok,
pembuluh darah takikardia, Frothy/ bloody sputum.
di kavum toraks • Suara napas menghilang pada tempat yang
terkena, vena leher mendatar, perkusi dada
pekak.
http://www.learningradiology.com
Colles’ Fracture
optimized by optima
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
• Hampir berlawanan dengan Colles’ fracture
• Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
colles’
• Mekanisme trauma: Jatuh pada pergelangan
tangan pada posisi palmar fleksi
• Typical deformity : Garden Spade
• Management is conservative : MUA and
Above Elbow POP
http://www.learningradiology.com
Smith Fracture
http://www.learningradiology.com
FOREHAND FRACTURE
Montegia Fracture Dislocation
• Fraktur 1/3 proksimal Ulna
disertai dengan dislokasi
kepala radius ke arah Lateral displacement
http://www.learningradiology.com
Galleazzi Fracture
• Fraktur distal radius
dan dislokasi sendi
radio-ulna ke arah
inferior
• Like Monteggia fracture
if treated conservatively
it will redisplace
• This fracture appeared
in acceptable position
after reduction and POP
http://www.learningradiology.com
Fraktur Monteggia
Fraktur Galeazzi
Fraktur Colles
Fraktur Smith
Osteoporotic Fractures
22. Lipoma
23. Hernia
Tipe Hernia Definisi
Reponible Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga
peritoneum secara manual atau spontan
Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum
Inkarserata Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
hernia
Strangulata Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong
hernia tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah,
demam
Test Keterangan
Finger test Untuk palpasi menggunakan jari telunjuk atau jari kelingking pada anak dapat
teraba isi dari kantong hernia, misalnya usus atau omentum (seperti karet). Dari
skrotum maka jari telunjuk ke arah lateral dari tuberkulum pubicum, mengikuti
fasikulus spermatikus sampai ke anulus inguinalis internus. Dapat dicoba
mendorong isi hernia dengan menonjolkan kulit skrotum melalui anulus
eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia dapat direposisi atau
tidak. Pada keadaan normal jari tidak bisa masuk. Dalam hal hernia dapat
direposisi, pada waktu jari masih berada dalam anulus eksternus, pasien diminta
mengedan. Bila hernia menyentuh ujung jari berarti hernia inguinalis lateralis,
dan bila hernia menyentuh samping ujung jari berarti hernia inguinalis medialis.
Siemen test Dilakukan dengan meletakkan 3 jari di tengah-tengah SIAS dengan tuberculum
pubicum dan palpasi dilakukan di garis tengah, sedang untuk bagian medialis
dilakukan dengan jari telunjuk melalui skrotum. Kemudian pasien diminta
mengejan dan dilihat benjolan timbal di annulus inguinalis lateralis atau annulus
inguinalis medialis dan annulus inguinalis femoralis.
Thumb test Sama seperti siemen test, hanya saja yang diletakkan di annulus inguinalis
lateralis, annulus inguinalis medialis, dan annulus inguinalis femoralis adalah ibu
jari.
Valsava test Pasien dapat diperiksa dalam posisi berdiri. Pada saat itu benjolan bisa saja
sudah ada, atau dapat dicetuskan dengan meminta pasien batuk atau
melakukan manuver valsava.
24.Intestinal Atresia and Stenosis
• Gejala Klinis Diagnosis
1. Muntah
– onset: sejak pertama • X-ray:
pemberian minum, sampai – duodenal atresiaDouble
beberapa hari setelah lahir bubble sign
– vomitus: hijau atau feses – jejunal atresiatriple
2、Distensi abdominal bubble sign
– high: terbatas pada – low intestinal
epigastrium (ileal/jejunoileal)
– low: seluruh abdomen atresiamultiple air-fluid
terlihat distensi level
3、Tidak dapat mengeluarkan
mekonium
– Normalnya mekonium
dikeluarkan dalam 24 jam
pertama kehidupan dan
bersih dalam 2-3 hari
Atresia Duodenum
• Dibagi menjadi menjadi :
– Complete (atresia)
– Partial (web, stenosis, ladd band, annular
pancreas)
• Diagnois Antenatal :
– Polyhydramnios
– Dilated stomach and 1st part Duodenum
– Down syndrome 30%
• Symptoms and Signs:
– vomiting, bilious 80%
– High gastric aspiration: >30ml
• X-rays:
– Double bubble shadow
• Management:
– Singkirkan Volvulus
– Resuscitation
– NGT, Vitamin K
– Stabilisasi sebelum operasi
– Duodeno-duodenostomy
24. Atresia Duodenum
Ileal atresia. Upright Jejunal atresia: The “triple
radiograph of the abdomen bubble” sign on the erect
Duodenal atresia. Doble demonstrates many dilated plain abdominal
buble sign loops of bowel and air-fluid radiograph.
levels
Atresia Intestin
Atresia Jejunum merupakan atresia
tersering
1 per 2,000 live births
Atresia terjadi karena adanya oklusi
pembuluh darah sebagian atau
seluruhnya yang memperdarahi usus,
terjadi in utero
Classification--Types I-IV
Gejala Klinis:
Muntah hijau
Distensi Abdomen
Tidak dapat mengeluarkan
meconium (70%)
http://radiopaedia.org/articles/annular-pancreas
Annular pancreas
• Ventral bud fails to rotate normally, creating a ring of
pancreas which encircles the duodenum
• Rare: 1 in 20,000 births
• Clinical presentation varies
• Duodenal obstruction in neonate (vomiting)
• Asymptomatic until adulthood: pancreatitis of annulus
• Abdominal X-ray: “double bubble” (stomach and dilated
duodenum)difficult to distinguish from atresia
duodenum
• Radiologic exam: MRI/MRCP or CT scan
– Pancreatic tissue is seen to completely or incompletely surround
the 2nd part of duodenum
• Rx: surgery if symptomatic duodenal obstruction
Annular
pancreas:
pathology
Cross-section above:
annular pancreas
surrounding duodenum
Congenital Malformation
Atresia anii
Duodenal atresia
Intussusception
Hirschprung
http://emedicine.medscape.com/ Learningradiology.om
https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/abd_webpages/abdominal15b.html
Butterfly Hematom
TINDAKAN
Kontusio :
• observasi 4-6 bln
• evaluasi: uretrografi ulang
Ruptur :
• Sistostomi 1 bulan
• 3 bulan uroflometri, k/p uretrogram .
• striktura, lakukan sachse.
30. Osteoporosis
http://www.mastereyeassociates.com/Portals/60407/images//astig
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry matism-Cross_Section_of_Astigmatic_Eye.jpg
ASTIGMATISME
• Kornea seharusnya berbentuk hampir sferis
sempurna (bulat) pada astigmat kornea
berbentuk seperti bola rugby.
• Bagian lengkung yang paling landai dan yang
paling curam mengakibatkan cahaya
direfraksikan secara berbeda dari kedua
meridian mengakibatkan distorsi bayangan
• Kekuatan refraksi pada horizontal plane
memproyeksikan gambar/ garis vertikal.
• Kekuatan refraksi pada vertical plane
memproyeksikan gambar/ garis horizontal.
• The amount of astigmatism is equal to the
difference in refracting power of the two
principal meridians
http://www.improveeyesighthq.com/Corrective-Lens-Astigmatism.html
KLASIFIKASI :
ETIOLOGI
• Astigmatisme korneal: When
the cornea has unequal curvature
on the anterior surface – 90% PLACIDO
penyebab astigmatisme bisa
dites dgn tes Placido
(keratoscope)
• Astigmatisme lentikular: When
the crystalline lens has an
unequal on the surface or in its
layers
• Astigmatigma total: The sum of
corneal astigmatism and Astigmatisme korneal akibat trauma
lenticular astigmatism pada kornea. Perhatikan iregularitas
bayangan placido
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry http://oelzant.priv.at/~aoe/images/galleries/narcism/med/hornhautabrasion/
KLASIFIKASI : HUBUNGAN ANTAR BIDANG MERIDIAN
ASTIGMATISME REGULER
ASTIGMATISME IREGULER
• When both
principal
meridians are
focused behind
the retina (with
accommodation
relaxed)
Astigmatism, Walter Huang, OD. Yuanpei University: Department of Optometry
BASED ON FOCAL POINTS RELATIVE TO
THE RETINA
5. MIXED ASTIGMATISM
SYMMETRICAL ASTIGMATISM
ASYMMETRICAL ASTIGMATISM
http://www.oculist.net/downaton502/prof/ebook/duanes/graphics/figures/v1/051a/010f.gif
http://vision.zeiss.com/content/dam/Vision/Vision/International/images/image-text/opticaldesigns_asphere_atorus_atoroidal-surface_500x375.jpg
TIPS & TRIK
• Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis
astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal
diberikan rumus astigmatnya sbb
1. sferis (-) silinder (-) pasti miop kompositus
2. Sferis (+); silinder (+) pasti hipermetrop kompositus
3. Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks
4. Sferis (tidak ada); silinder (+) pasti hipermetrop simpleks
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.
33. RETINOPATI DIABETIK
ANAMNESIS
Oklusi vena Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan penglihatan
sentral hilang mendadak.
retina Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke 4
kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil
ARMD Degenerasi makula terkait usia. Penyebab pasti belum diketahui. Insidens meningkat pada usia
> 50 tahun. Predominansi pada wanita, riwayat keluarga, dan riwayat merokok. Gangguan
penglihatan sentral (mata kabur, distorsi atau skotoma). Ditandai oleh atrofi dan degenerasi
retina bagian luar, epitel pigmen retina, membran Bruch, dan koriokapilaris dengan derajat
bervariasi. Funduskopi: drusen (endapan putih, kuning, bulat, diskret tersebar di seluruh
makula dan kutub posterior)
Tatalaksana bisa berupa Antioksidan serta Fotokoagulasi laser
Retinopati suatu kondisi dengan karakteristik perubahan vaskularisasi retina pada populasi yang
hipertensi menderita hipertensi. Mata tenang visus turun perlahan dengan tanda AV crossing – cotton
wol spot- hingga edema papil; copperwire; silverwire
Amaurosis Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri, biasanya
Fugax monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular
34. Thyroid Ophthalmopathy
• Inflammatory disorder of the eye
• Commonly complicates Graves’ disease but can also be
associated with Hashimoto’s thyroiditis, or in euthyroid
pts
• 50% of pts with Graves’ have clinical ophthalmopathy,
but up to 70% of the remaining half have
ophthalmopathy by imaging
• Prevalence of thyroid ophthalmopathy = 0.4%
• Most common cause of exophthalmos
– >50% of cases
– Of note, other causes of exophthalmos include primary
hyperadrenalism, longstanding steroid use or acromegaly.
Pathogenesis
• Autoimmune process • Inflammatory cells activated
manifesting as: by TSH receptor antigen
– Extraocular m. myositis – TSH receptor mRNA and
• T-cell inflammatory infiltrate protein found in orbital
– Fibroblast proliferation fibroblasts and adipocytes
– Glycosaminoglycan – TSHR expression greater in
overproduction
retro-orbital tissues of Graves’
– Orbital congestion pt compared to other tissues.
• Increase in soft tissue mass – Correlation between severity of
within bony orbit due to ophthalmopathy and serum
extraocular muscle TSHR Ab concentrations
enlargement, increased orbital
fat and connective tissue
• Later in disease, inflammatory
infiltrate replaced by
widespread fibrosis
– “Inactive” phase
– Occurs about 8mo to 3yrs after
onset
Initial Signs/Symptoms
• Foreign body sensation
• Epiphora (tearing)
• Photophobia
• Lid retraction (normally, should not
see sclera above iris)
• Lid lag
• Lid, conjunctival and periorbital
edema
• Injection over horizontal muscle
insertions
• Exophthalmos
– Usually bilateral and symmetric
– Pathological changes displace eye
forward and can interfere with muscle
actions and venous drainage.
Optic neuropathy as result of optic nerve compression from enlargement of extraocular muscles
Radiologic Evaluation
• Usually employed if cause of exophthalmos is unclear
(ie. normal thyroid lab studies, or hx/PE inconsistent
with thyroid disease)
• Also to determine optic nerve involvement if not
obvious by fundoscopic exam
• Distinct sparing of muscle tendons in thyroid
ophthalmopathy
• Non-contrast enhanced coronal orbital CT scan most
helpful to assess size of extraocular mm.
35. Diabetic Cataract
• Diabetes mellitus type 1 or juvenile diabetes and
Diabetes mellitus type 2 or adult-onset diabetes lead to
chronic diabetic complications like neuropathy,
nephropathy, angiopathy and retinopathy.
• Hyperglycemia is known to instigate these diabetic
complications.
• With the increased formation of advanced glycation end
products (AGE’S).
• Enhanced activity of aldose reductase (AR).
• Formation of reactive oxygen species (ROS).
DIABETIC CATARACT
• Recent basic research studies have • In addition, the polar character of
emphasized the role of the polyol sorbitol prevents its intracellular
pathway in the initiation of the disease removal through diffusion.
process. • The increased accumulation of sorbitol
• The enzyme aldose reductase (AR) creates a hyperosmotic effect that
catalyzes the reduction of glucose to results in an infusion of fluid to
sorbitol through the polyol pathway (a countervail the osmotic gradient
process linked to the development of results in formation of lens opacities
diabetic cataract) • The “Osmotic Hypothesis” of sugar
• the generation of polyols from glucose by cataract formation, emphasizing that
Aldose Reductase made the intracellular the intracellular increase of fluid in
accumulation of sorbitol leads to osmotic response to AR-mediated accumulation
changes resulting in hydropic lens fibers of polyols results in lens swelling
that degenerate and form sugar cataracts associated with complex biochemical
• In the lens, sorbitol is produced faster changes ultimately leading to cataract
than it is converted to fructose by the formation
enzyme sorbitol dehydrogenase.
Although diabetic cataract is a consequence of cumulative
effects of various metabolic processes linked to
hyperglycaemia, increased activity of Aldose Reductase in the
polyol pathway has been regarded as the initiator of the
disease process
36. EPIDURAL HEMATOM
• Pengumpulan darah diantara tengkorak dg
duramater. Biasanya berasal dari arteri yg pecah
oleh karena ada fraktur atau robekan langsung.
• Gejala (trias klasik) :
1. Interval lusid.
2. Hemiparesis/plegia.
3. Pupil anisokor.
Diagnosis akurat dg CT scan kepala : perdarahan
bikonveks atau lentikulerdi daerah epidural.
Epidural
Hematom Epidural Hematom subdural Hematom
subarakhnoid
•Lucid interval •akut: interval lucid •Kaku kuduk
•Kesadaran makin 0-5 hari •Nyeri kepala
menurun •Subakut: interval •Bisa didapati
•Late hemiparesis lucid 5 hari- gangguan kesadaran
kontralateral lesi beberapa minggu •Akibat pecah
•Pupil anisokor •Kronik : interval aneurisme berry
•Babinsky (+) lucid > 3 bulan
kontralateral lesi •Gejala: sakit kepala
•Fraktur daerah disertai /tidak
temporal disertai penurunan
*akibat pecah a. kesadaran
meningea media *akibat robekan
bridging vein
37. Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
• Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
• Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
• Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
Epilepsi
• Definisi: suatu keadaan yang ditandai oleh
bangkitan (seizure) berulang akibat dari
adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di
neuron-neuron secara paroksismal, dan
disebabkan oleh berbagai etiologi.
• Generalised seizures
(include absance
type)
• Unclassified seizures
Pemilihan OAE pada Remaja dan Dewasa
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
• CBZ: carbamazepine,
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS • CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG • CZP: clonazepam
LEV CLB • ESM: ethosuximide
ZNS CZP
PB • FBM: falbamate
Tonik Klonik VPA LTG TPM • GBP: gabapentine
CBZ OXC LEV • LEV: Levetiracetam
PHT ZMS
PB PRM
• LTG: lamotrigine
Atonik VPA LTG FBM
• OXC: oxcarbamazepine
TPM • PB: phenobarbital
Parsial CBZ VPA TGB • PGB: pregabalin
PHT LEV VGB • PHT: phenytoin
PB ZNS FBM
OXC PGB PRM • PRM: pirimidon
LTG • TGB: tiagabine
TPM
GBP • VGB: vigabatrine
Unclassified VPA LTG TPM • VPA: sodium valproate
LEV • ZNS: zonisamide
ZNS
Pemilihan OAE pada Anak
Tipe Bangkitan Lini 1 Lini 2 Lini 3
• ACTH: adrenocorticotropic hormone
Lena VPA ESM LEV
LTG ZNS
• CBZ: carbamazepine,
• CLB: clobazam
Mioklonik VPA TPM LTG
ZNS CLB • CZP: clonazepam
PB • ESM: ethosuximide
Tonik Klonik VPA LTG ZMS • FBM: falbamate
CBZ TPM OXC • GBP: gabapentine
PB PHT LEV • LEV: Levetiracetam
Parsial CBZ LTG CLB • LTG: lamotrigine
VPA TPM PHT
PB OXC GBP
• NTZ: nitrazepam
ZNS LEV • OXC: oxcarbamazepine
Spasme Infantil VGB VPA LTG • PB: phenobarbital
ACTH NTZ ZNS • PGB: pregabalin
TPM • PHT: phenytoin
Lennox-gastaut VPA LTG CLB • PRM: pirimidon
TPM FBM • TGB: tiagabine
Unclassified VPA LTG TPM • VGB: vigabatrine
LEV
ZNS
• VPA: sodium valproate
• ZNS: zonisamide
Penghentian OAE
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan tanpa
kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan secara
bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang dewasa
penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat yang
penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
Stroke Embolik
• Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi
akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek
maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien
beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita
stroke hemoragik di kemudian hari.
Stroke Kriptogenik
• Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab
yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis
yang ekstensif.
Jaras Motorik
Gejala klinis tersering yang terjadi yaitu hemiparese
• Penderita stroke non hemoragik yang mengalami
infrak bagian hemisfer otak kiri akan
mengakibatkan terjadinya kelumpuhan pada
sebalah kanan, dan begitu pula sebaliknya dan
sebagian juga terjadi Hemiparese
dupleks, pendeita stroke non hemoragik yang
mengalami hemiparesesi dupleks akan
mengakibatkan terjadinya kelemahan pada kedua
bagian tubuh sekaligus bahkan dapat sampai
mengakibatkan kelumpuhan.
40. Migrain
Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.
Faktor Predisposisi
• Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/
perubahan hormonal.
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan.
• Cahaya kilat atau berkelip
• Banyak tidur atau kurang tidur
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut
Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Penatalaksanaan Migrain
• Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi
sensoris berlebihan.
• Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan
dikompres dingin
Pengobatan Abortif :
1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala.
– Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID.
Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif
reseptor serotonin / 5-HT1)
– Ergotamin dan DHE migren sedang sampai berat apabila analgesik non
spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping.
– Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi
ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak
terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.
IDI. Panduan praktik klinis bagia dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013
2. Analgesik non-spesifik
Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala
Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang
dalam 2 jam)
• Aspirin 600-900 mg + metoclopramide
• Asetaminofen 1000 mg
• Ibuprofen 200-400 mg
DSM-IV-TR
Pedoman Diagnosis Gangguan Panik
• Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila
tidak ditemukan adanya gangguan ansietas fobik.
PPDGJ-III
Pedoman Diagnosis Agorafobia
• Cemas berlebihan apabila berada di tempat-
tempat atau situasi-situasi yang sangat sulit untuk
menyelamatkan diri atau pertolongan mungkin
tidak bisa didapatkan.
DSM-IV
Gangguan Panik dengan Agorafobia
(DSM-IV)
Gangguan Panik Tanpa Agorafobia
(DSM-IV)
42. DELIRIUM
• Delirium: kesadaran fluktuatif, ditandai dengan kesulitan memfokuskan,
mempertahankan, dan mengalihkan perhatian .
• Pedoman diagnostik:
– Gangguan kesadaran & perhatian
– Gangguan kognitif (distorsi persepsi, halusinasi, hendaya daya pikir, daya ingat,
disorientasi)
– Gangguan psikomotor: hipo/hiperaktivitas
– Gangguan siklus tidur-bangun
– Gangguan emosional: depresi, ansietas, lekas marah
– Onset cepat, hilang timbul, kurang dari 6 bulan
• Penyebab:
– SSP: kejang (postictal)
– Metabolik: gangguan elektrolit, hipo/hiperglikemia
– Penyakit sistemik: infeksi, trauma, dehidrasi/ovehidrasi
– Obat-obatan
Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.
Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition.
Diagnosis Delirium (DSM-IV)
Delirium Subtype
• Hyperactive subtype
May be agitated, disoriented, and delusional, and may experience
hallucinations. This presentation can be confused with that of
schizophrenia, agitated dementia, or a psychotic disorder.
• Hypoactive subtype
Subdued, quietly confused, disoriented, & apathetic. Delirium in
these patients may go unrecognized or be confused with
depression or dementia.
• Mixed subtype
Fluctuating between the hyperactive &hypoactive
Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam Physician. 2003
Mar 1;67(5):1027-1034.
Diagnosis Banding Delirium
Diagnosis Karakteristik
Delirium cognitive changes develop acutely and fluctuate. Speech can be confused or
disorganized. Alertness and attention wax and wane
Dementia insidious onset, chronic memory and executive function disturbance, tends not
to fluctuate. Intact alertness and attention but impoverished speech and
thinking
Schizofrenia Onset is rarely after 50. Auditory hallucinations are much more common than
visual hallucinations. Memory is grossly intact and disorientation is rare.
Speech is not dysarthric. No wide fluctuations over the course of a day
Mood Manifest persistent rather than labile mood with more gradual onset. In mania
disorder the patient can be very agitated however cognitive performance is not usually
as impaired. Flight of ideas usually have some thread of coherence unlike
simple distractibility. Disorientation is unusual in mania
43. GANGGUAN PROSES PIKIR
Gangguan
bentuk pikir
Gangguan Gangguan
proses pikir isi pikir
Gangguan
arus pikir
Gangguan Bentuk Pikir
Jenis Karakteristik
Autistik Pikiran yang timbul dari fantasi, berokupasi pada sebuah ide.
Secara emosional terlepas dari orang lain.
Pikiran konkrit Pikiran terbatas pada satu dimensi arti, pasien mengartikan
kata/kalimat apa adanya, tidak mampu berpikir secara metafora.
Contoh: meja hijau = meja yang berwarna hijau.
Gangguan Isi Pikir
Jenis Karakteristik
Waham Keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, dihayati oleh penderita
sebagai hal yang nyata, tidak sesuai dengan sosiokultural di mana
penderita tinggal.
Obsesi Gagasan (ide), bayangan, atau impuls yang berulang dan persisten.
Kompulsi Perilaku/perbuatan berulang yang bersifat stereotipik, biasanya
menyertai obsesi.
Fobia Ketakutan irasional yang menetap dan tidak rasional terhadap suatu
objek, aktifitas, atau situasi spesifik yang menimbulkan keinginan yang
mendesak untuk menghindarinya.
Anosognosis Pasien menolak kenyataan bahwa ia mengalami gangguan fisik, hal ini
terjadi pada pasien yang mengalami luka/trauma dan kerusakan otak
yang luas. Contoh: penderita buta mengatakan bahwa ia dapat
melihat.
Gangguan Arus Pikir
Jenis Karakteristik
Neologisme Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi
penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme
dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan
kata yang diulang
Sirkumstansial Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan.
Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus
secara bertahap.
Tangensial Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan
dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan
tidak pernah tercapai
Asosiasi longgar Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan,
namun masih dapat dimengerti.
Flight of ideas Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus,
dimana masih terdapat benang merah.
Inkoherensi/ asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan
word salad dengan kata yang lain.
Symptoms Description
Loosening of associations a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a
failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another
Co: Saya yang menjalankan mobil kita harus membikin tenaga
nuklir dan harus minum es krim…”.
Incoherence/word salad Communication that is disconnected, disorganized, or
incomprehensible.
Co: Saya minta dijanji, tidur, lahir, dengan pakaian lengkap untuk
anak saya satu atau lebih menurut pengadilan Allah dengan suami
jodohnya yang menyinggung segala percobaan…”.
Clang associations Ideas that are related only by similar or rhyming sounds rather than
actual meaning
44. GANGGUAN MENTAL SESUDAH TRAUMA
Gangguan Karaktristik
Reaksi stres pasca trauma Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, mengalami
(Post traumatic stress gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan trauma
disorder/ PTSD) aslinya, menimbulkan hendaya pada kehidupan sehari-hari.
Gejala terjadi selama 1-6 bulan.
Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian
Diagnosis Karakteristik
Gangguan somatisasi Banyak keluhan fisik (4 tempat nyeri, 2 GI tract, 1 seksual, 1
pseudoneurologis).
Hipokondriasis Keyakinan ada satu penyakit fisik yang serius
PPDGJ-III
Gangguan Hipokondriasis
Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada:
• Keyakinan yang menetap adanya sekurang-
kurangnya 1 penyakit fisik yang serius,
meskipun pemeriksaan yang berulang tidak
menunjang
• Tidak mau menerima nasehat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak
ditemukan penyakit/abnormalitas fisik
PPDGJ-III
Gangguan Hipokondriasis (DSM-IV)
46. Dermatitis: Umum
• Penyebab
– Disfungsi antara sistem imun dan kulit
• Terapi
– Pelembab, krim steroid, krim dengan inhibitor
calcineurin
Klasifikasi Dermatitis
• Berdasarkan Penyebab
– Dermatitis atopi, DKI, DKA, dermatitis statis,
dermatitis seboroik, neurodermatitis
• Berdasarkan Lokasi
– Dermatitis tangan, kaki dll
• Berdasarkan Bentuk
– Dermatitis numularis, Liken Simpleks Kronis
DKI vs DKA: Perbedaan
• Terapi
– Topikal
• Akut & eksudatif: kompres NaCl 0.9%
• Kronik & kering: krim hidrokortison
– Sistemik: Kortikosteroid
• Prednison 5-10 mg/ dosis, 2-3x/hari
• Deksametason 0.5-1 mg, 2-3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test
http://www.medscape.com/viewarticle/719914_4
47. Leukoderma
• Bercak putih pada kulit akibat hilangnya sebagian/ seluruh
pigmen kulit
• ETIOLOGI
– Kongenital
• Tuberous sclerosis, partial albinism, piebaldism dan Waardenburg syndrome
– Imunologis
• Vitiligo, halo mole
– Post inflamasi
• Luka bakar, dermatitis, psoriasis, cuteneous lupus erythematosus, lichen sclerosus
– Infeksi
• Ptiriasis versicolor, lichen planus, sifilis
– Obat
• EGFR inhibitor, injeksi steroid intralesi
– Okupasi/bahan kimia
http://www.dermnetnz.org/colour/leukoderma.html
Leukoderma: Vitiligo
• Etiologi
– Belum jelas, diduga akibat autoimun dan stress
• Gejala
– Makula ukuran mm-cm, bulat, lonjong, berbatas tegas
– Jarang: batas memerah disertai inflamasi
• Predileksi
– Area yang terekspos (wajah, leher, kelopak mata, hidung, ujung jari tangan
dan kaki), lipatan kulit (ketiak, lipat paha), puting, bibir, dan genitalia
• Pemeriksaan Penunjang
– Lampu Wood: Putih Kebiruan
• Terapi
– Psoralen 2 jam (0,6 mg/kg) sebelum penyinaran dengan UV
– Losio metoksalen dan dijemur 10 menit dibawah sinar matahari
– Kapsul metoksalen oral (keadaan generalisata)
Vitiligo: 4 Tipe (The Vitiligo European Taskforce, 2007)
Vitiligo: Gambaran Klinis
http://www.dermnetnz.org/colour/vitiligo.html
Pitiriasis versikolor
• Penyakit jamur superfisial yang kronik
disebabkan Malassezia furfur
• Gejala
– Bercak berskuama halus yang berwarna putih sampai coklat hitam,
meliputi badan, ketiak, lipat paha, lengan, tungkai atas, leher, muka, kulit
kepala yang berambut
– Asimtomatik – gatal ringan, berfluoresensi
• Pemeriksaan
• Lampu Wood (kuning keemasan), KOH 20% (hifa pendek, spora bulat:
meatball & spaghetti appearance)
• Obat
• Selenium sulfida (shampoo), azole, sulfur presipitat
– Jika sulit disembuhkan atau generalisata, dapat diberikan ketokonazol
1x200mg selama 10 hari
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
48. INFEKSI PARASIT: CACING
Oksiuriasis (Cacing Kremi)
• Nama lain: Enterobius
vermicularis
• Gejala
– Gatal di sekitar dubur
(terutama pada malam hari
pada saat cacing betina
meletakkan telurnya), gelisah
dan sukar tidur
– Pemeriksaan: perianal swab
dengan Scotch adhesive tape
Askariasis (Cacing Gelang)
• Gejala
– Rasa tidak enak pada
perut (gangguan
lambung); kejang perut,
diselingi diare;
kehilangan berat badan;
dan demam.
Nekatoriasis (Cacing Tambang)
• Gejala:
– Mual, muntah, diare &
nyeri ulu hati; pusing,
nyeri kepala; lemas dan
lelah; anemia
Trikuriasis (Cacing Cambuk)
• Gejala:
– nyeri ulu hati, kehilangan
nafsu makan, diare,
anemia, prolaps rektum
Taeniasis (Cacing Pita)
• Gejala:
– mual, konstipasi, diare;
sakit perut; lemah;
kehilangan nafsu makan;
sakit kepala; berat badan
turun, benjolan pada
jaringan tubuh
(sistiserkosis)
Proglotid Gravid T. Solium vs T. Saginata
• Cara kerja : membunuh cacing, menghancurkan telur & larva cacing dengan
jalan menghambat pengambilan glukosa oleh cacing produksi ATP
sebagai sumber energi << kematian cacing
• Kontra Indikasi:
– Ibu hamil (teratogenik), menyusui
– Gangguan fungsi hati & ginjal, anak < 2 tahun
• Efek samping : perasaan kurang nyaman pada saluran cerna dan sakit
kepala, mulut terasa kering
Pirantel Pamoat
Ascaris Mebendazole,
lumbricoides pirantel pamoat
Trichuris Mebendazole,
trichiura albendazole
Brooks GF. Jawetz, Melnick & Adelberg’s medical microbiology, 23rd ed. McGraw-Hill; 2004.
49. Amoebiasis
Amoebiasis Intestinal
• Tahap Akut
– Diare dengan epitelium (tanpa darah, nyeri perut, <<
BB, flatulens dan konstipasi
• Infeksi Berat
– 10-20 hari
– Diare dengan epitelium dan darah, nyeri perut
(mulas), dehidrasi dan demam
Amoebiasis: Gambaran Mikroskopik
Kista Imatur Entamoeba histolytica
(kista matur memiliki 4 nuklei) Trofozoit dari Entamoeba histolytica
Sel darah
Central
merah
Karyosome
Amoebiasis: Tatalaksana
• Metronidazol
– Dosis: 3x750 mg/hari selama
5-10 hari
– Abses hati: 3x500-750 mg/hari
Selama 5-10 hari
50. Kandidosis Oral
JENIS KLINIS GAMBARAN KLINIS
Kandidosis Pseudomembran Akut • Plak putih serupa susu pada
(Thrush) mukosa --> Diangkat --> dasar
eritema
http://emedicine.medscape.com/article/1075227-clinical
Kandidosis Oral
• Pemeriksaan
– Kultur saliva kuantitatif
– Pewarnaan sediaan dengan PAS atau Gridley stain
(terwarna pink), atau GMS (terwarna coklat-hitam)
• Terapi
– Pasien imunosupresi (HIV, kemoterapi, prolonged
antibiotik) antifungal profilaksis
– Obat kumur oral (0,12% chlorhexidine) untuk
pengguna denture atau sebagai kontroler terhadap
kandidosis oral
http://emedicine.medscape.com/article/1075227-treatment
51. Diabetes Melitus Tipe 1
(Insulin-dependent diabetes mellitus)
• Merupakan kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme
glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik.
• Etiologi: Suatu proses autoimun yang merusak sel β
pankreas sehingga produksi insulin berkurang, bahkan
terhenti. Dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan.
• Insidensi tertinggi pada usia 5-6 tahun dan 11 tahun
• Komplikasi : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetikum,
retinopathy , nephropathy and hypertension, peripheral
and autonomic neuropathy, macrovascular disease
• Manifestasi Klinik:
– Poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
– Pada keadaan akut yang berat: muntah, nyeri perut, napas cepat
dan dalam, dehidrasi, gangguan kesadaran
PATHOGENESIS DM Tipe 1
http://www.msdlatinamerica.com/diabetes/files/5dd56fc20582fb58eef8a00bf267aa84.gif
Pemeriksaan Fisik dan Tanda Klinis
Pemeriksaan Penunjang
Patogenesis Ketoasidosis
Diabetikum
Diagnostic Criteria and Typical Total Body Deficits of
Water and Electrolytes in Diabetic Ketoacidosis
Congenital HD
Acyanotic Cyanotic
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002103/
Park MK. Pediatric cardiology for practitioners. Mosby; 2008.
Acyanotic Congenital HD:
General Pathophysiology
Common lesions:
Tricuspid atresia, ToF, single ventricle with pulmonary stenosis
Flow across the septal defect doesn’t produce murmur because the pressure gap
between LA & RA is not significant
1. Nelson’s textbook of pediatrics. 18th ed.
ASD:
Pathophysiology & Clinical Findings
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
SEPSIS
• Early onset sepsis: • Late-onset sepsis
– Timbul dalam 72 jam pertama – Muncul hari ke 4-90; organisme didapat
kehidupan dari lingkungan sekitar.
– Mikroorganisme berasal dari infeksi – Mikroorganisme penyebab:
transplasental atau ascending • Coagulase-negative Staphylococcus
infection dari serviks (kolonisasi (susceptible to first-generation
bakteri di traktus genitourinari) cephalosporin) leading cause of late-
onset infections
– Mikroorganisme yg mjd penyebab: • Staphylococcus aureus
• Group B Streptococcus (GBS) • E coli
• Escherichia coli • Klebsiella
• Pseudomonas
• Coagulase-negative • Enterobacter
Staphylococcus
• Haemophilus influenzae • Fokus infeksi: kulit, sal. napas,
konjungtiva, (GI) tract, dan umbilikus.
• Listeria monocytogenes
– Pneumonia is more common in early- • Alat/ vektor : kateter urin, IV kateter
onset sepsis (jarum infus), kontak dgn caregivers
yg terkontaminasi kolonisasi bakteri.
• Meningitis and bacteremia are more
common in late-onset sepsis
Stages of sepsis based on American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine
Consensus Panel guidelines
http://emedicine.medscape.com/article/169640-overview
Kriteria Infeksi, SIRS, Sepsis, Sepsis Berat,
dan Syok Septik
Sindrom disfungsi Terdapat disfungsi multi organ meskipun telah mendapatkan pengobatan
multiorgan optimal
Goldstein B., Giroir B., Randolph A., Pedriatric Crit Care Med 2005; 6(1): 2-8.
Kriteria SIRS Neonatorum
American Academic of Pediatric
Skrining
• Kecurigaan besar sepsis bila :
– Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
• Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
• Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B
– Bayi usia lebih dari 3 hari
• Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B
Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis
Kategori A Kategori B
Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi Tremor
dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)
Kejang Letargi atau lunglai, malas minum padahal
sebelumnya minum dengan baik
Tidak sadar Mengantuk atau aktivitas berkurang
Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan Iritabel, muntah, perut kembung
tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih
Persalinan di lingkungan yang kurang Tanda-tanda mulai muncul setelah hari
higienis ke-empat
Kondisi memburuk secara cepat dan Air ketuban bercampur mekonium
dramatis
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan kuman
– Kultur darah gold standard
– Pewarnaan gram
• Pemeriksaan hematologi
– Darah perifer lengkap
– Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
– Pemeriksaan kadar D-dimer
• Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
• Procalcitonin (PCT)
• Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi
• Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
• Pencitraan
– radiografi toraks: Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome); Pneumonia
– Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses
Tatalaksana Sepsis Neonatal
• Berikan kombinasi penisilin atau • Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
ampisilin ditambah alternative to an aminoglycoside.
aminoglikosida (gentamisin) • However, several studies have
mempunyai aktivitas antimikroba reported rapid development of
lebih luas dan umumnya efektif resistance to cefotaxime
terhadap organisme penyebab • extensive/prolonged use of third-
generation cephalosporins is a
sepsis neonatal. risk factor for invasive candidiasis.
• Kombinasi ini sangat dianjurkan • Ceftriaxone is contraindicated in
karena akan meningkatkan neonates because it is highly
protein bound and may displace
aktivitas antibakteri (efek sinergis) bilirubin, leading to a risk of
• Bila bayi tetap menunjukkan kernicterus.
tanda infeksi setelah 24 jam ganti
ampisilin dengan sefotaksim
sedangkan gentamisin diteruskan
DOSIS ANTIBIOTIK
54. Asfiksia Neonatal
Mathai SS. Management of respiratory distress in the newborn. MJAFI 2007; 63: 269-72.
HMD
• gangguan pernapasan yang disebabkan imaturitas paru dan
defisiensi surfaktan, terutama terjadi pada neonatus usia
gestasi<34 minggu atau berat lahir <1500 gram
• Gejala Klinis
– Sesak, merintih, takipnea, retraksi interkostal dan
subkostal, napas cuping hidung, dan sianosis yang terjadi
dalam beberapa jam pertama kehidupan.
– Bila gejala tidak timbul dalam 8 jam pertama kehidupan,
adanya PMH dapat disingkirkan.
• Lung immaturity salah satu penyebab Chronic Lung Disease
(bronchopulmonary dysplasia)
• Komplikasi
– Septicemia
– Bronchopulmonary dysplasia (BPD)
– Patent ductus arteriosus (PDA)
– Pulmonary hemorrhage
– Apnea/bradycardia
– Necrotizing enterocolitis (NEC)
– Retinopathy of prematurity (ROP)
– Hypertension
– Failure to thrive
– Intraventricular hemorrhage (IVH)
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (Hyaline membrane
disease)
• Etiology:
http://www.netterimages.com/images/vpv/000/000/010/10291-0550x0475.jpg
– Surfactant deficiency
(decreased production and
secretion)
• Surfactant
– Necessary for the lung alveoli
to overcome surface tension
and remain open
– The major constituents
• dipalmitoyl
phosphatidylcholine (lecithin)
• Phosphatidylglycerol
• apoproteins (surfactant
proteins SP-A, -B, -C, -D)
• Cholesterol
Derajat I, Bercak retikulogranuler dengan air Derajat II, Bercak retikulogranular menyeluruh dengan
bronchogram air bronchogram
Derajat III, Opasitas lebih jelas, dengan Derajat IV, Seluruh lapangan paru terlihat putih (opak),
airbronchogram lebih jelas meluas kecabang di perifer. Tidak tampak airbronchogram, jantung tak terlihat,
Gambaran jantung menjadi kabur. disebut juga “White lung”
Meconium Aspiration Syndrome
(a) Fuzzy vessel, fisura interlobaris terisi cairan; (b) densitas bergaris divergen di medial
dengan sedikit efusi kanan. Gambaran paru membaik dalam waktu yang cepat sejalan
dengan perbaikan klinis.
Pneumonia neonatal
Infiltrat inhomogen pada lapang paru kanan atas. Bila terjadi dalam 72 jam
pertama kehidupan, pneumonia neonatal perlu dipikirkan.
55. Pneumonia
• Tanda utama menurut WHO: fast breathing & lower chest indrawing
• Signs and symptoms :
– Non respiratory: fever, headache, fatigue, anorexia, lethargy, vomiting and
diarrhea, abdominal pain
– Respiratory: cough, chest pain, tachypnea , grunting, nasal flaring,
subcostal retraction (chest indrawing), cyanosis, crackles and rales (ronchi)
VERY SEVERE
PNEUMONIA
SEVERE PNEUMONIA
PNEUMONIA
bawah ke dalam atau memuntahkan
• Foto dada menunjukkan semuanya
infiltrat luas, konsolidasi • Kejang, letargis atau
tidak sadar
Selain itu bisa didapatkan pula • Sianosis
tanda berikut ini:
• Distres pernapasan
• takipnea berat
• Suara merintih (grunting)
pada bayi muda
• Pada auskultasi terdengar:
crackles (ronkii), Suara
pernapasan menurun, suara
napas bronkial
Kriteria rawat inap
Tatalaksana Pneumonia
• rawat jalan
PNEUMONIA
Manifestasi • mual, keram perut, kembung, Manifestasi tidak hanya pada sal.
klinis nyeri perut, flatus dan diare cerna, tetapi juga pada mukosa, kulit,
• gejala muncul dalam waktu 15 hingga saluran napas
menit hingga beberapa jam
setelah mengkonsumsi laktosa
Pemeriksaan • Analisis tinja : • Double blind placebo controlled
Klinis • Metode klini test food challenge (DBPCFC) gold
• Kromatografi tinja standar lebih banyak untuk riset
• pH tinja tinja bersifat • pemeriksaan lain yang resiko lebih
asam rendah namun memiliki efikasi yg
• Pemeriksaan radiologis lactosa- sama
barium meal • skin prick test, pengukuran
• Ekskresi galaktos pada urin antibodi IgE spesifik terhadap
• Uji hidrogen napas protein susu sapi, patch test
58. Anemia hemolitik
• Hemolysis is the destruction or removal of red
blood cells from the circulation before their
normal life span of 120 days
• Hemolysis presents as acute or chronic
anemia, reticulocytosis, or jaundice.
• Premature destruction of erythrocytes occurs
intravascularly or extravascularly
• The etiologies of hemolysis often are
categorized as acquired or hereditary
mechanisms of hemolysis
1. Intravascular hemolysis
• destruction of red blood cells in the circulation with the release
of cell contents into the plasma.
• Mechanical trauma from a damaged endothelium, complement
fixation and activation on the cell surface, and infectious agents
may cause direct membrane degradation and cell destruction.
2. Extravascular hemolysis
• the removal and destruction of red blood cells with membrane
alterations by the macrophages of the spleen and liver.
• Circulating blood is filtered continuously through thinwalled
splenic cords into the splenic sinusoids (with fenestrated
basement membranes), a spongelike labyrinth of macrophages
with long dendritic processes
Anemia Hemolitik
Defisiensi Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD)
• Defisiensi (G6PD) merupakan enzimopati terkait kromosom X yang paling
umum diderita manusia.
• Prevalensi tinggi terutama di daerah endemis malaria termasuk Asia
Tenggara Indonesia
• Defisiensi G6PD diturunkan melalui kromosom X
• Gen G6PD terletak pada regio telomerik lengan panjang kromosom X
(band Xq28), dekat dengan gen hemofi lia A, diskeratosis kongenital dan
buta warna
Kurniawan LB. Skrining, Diagnosis dan Aspek Klinis Defi siensi Glukosa-6-FosfatDehidrogenase (G6PD). CDK-222/ vol. 41 no. 11, th. 2014
Patogenesis defisiensi G6PD
• Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) enzim pengkatalisis reaksi
pertama jalur pentosa fosfat dan memberikan efek reduksi pada semua
sel dalam bentuk NADPH
• NADPH memungkinkan sel-sel bertahan dari stres oksidatif yang dapat
dipicu oleh beberapa bahan oksidan dan menyediakan glutathione
dalam bentuk tereduksi
• Eritrosit tidak memiliki mitokondria jalur pentosa fosfat merupakan
satu-satunya sumber NADPH pertahanan terhadap kerusakan
oksidatif tergantung pada G6PD
What happens in G6PD deficiency?
Manifestasi Klinis
• Sebagian besar penderita defisiensi G6PD bersifat
asimtomatik
• Gejala muncul bila eritrosit mengalami stres oksidatif dipicu
obat, infeksi, maupun konsumsi kacang fava.
• Manifestasi Klinis berupa anemia hemolitik akut yang
diinduksi obat maupun infeksi, favisme, ikterus neonatorum
maupun anemia hemolitik non-sferosis kronis.
• Beberapa kondisi seperti diabetes, infark miokard, latihan fi
sik berat telah dapat menginduksi hemolisis pada penderita
defisiensi G6PD.
• Hemolisis akut rasa lemah, nyeri punggung, anemia dan
ikterus. Terjadi peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi,
laktat dehidrogenase dan retikulositosis.
Food to avoid in G6PD deficiency
Anemia hemolitik terinduksi obat
• Obat obat spesifik penyebab langsung krisis hemolisis
penderita defisiensi G6PD sulit ditentukan dengan tepat.
– Suatu obat yang dinyatakan aman untuk satu penderita
defi siensi G6PD belum tentu aman untuk penderita lain
perbedaan farmakokinetik tiap individu.
– Obat yang memiliki efek oksidan sering diberikan pada
pasien dengan keadaan klinis (misalnya infeksi) yang dapat
menyebabkan hemolisis.
– Pasien mengkonsumsi lebih dari satu jenis obat.
– Hemolisis pada defisiensi G6PD biasanya sembuh sendiri,
tidak menyebabkan anemia dan retikulositosis yang
signifikan
• Hemolisis dan ikterus klinis biasanya muncul 24-72 jam
setelah konsumsi obat.
• Anemia memburuk hingga 7-8 hari, kadar hemoglobin akan
kembali meningkat setelah 8-10 hari obat dihentikan
• Heinz body presipitat hemoglobin terdenaturasi
merupakan tanda khas pada pemeriksaan apusan darah tepi
59. Leukemia
Leukemia
• Jenis leukemia yang paling sering terjadi pada
anak-anak adalah Acute Lymphoblastic
Leukemia (ALL) dan Acute Myelogenous
Leukemia (AML)
• ALL merupakan keganasan yg paling sering
ditemui pada anak-anak (1/4 total kasus
keganasan pediatrik)
• Puncak insidens ALL usia 2-5 tahun
Clinical Manifestation
• More common in AML
– Leukostasis (when blas count >50.000/uL): occluded
microcirculationheadache, blurred vision, TIA, CVA,
dyspnea, hypoxia
– DIC (promyelocitic subtype)
– Leukemic infiltration of skin, gingiva (monocytic subtype)
– Chloroma: extramedullary tumor, virtually any location.
• More common in ALL
– Bone pain, lymphadenopathy, hepatosplenomegaly (also
seen in
– monocytic AML)
– CNS involvement: cranial neuropathies, nausea, vomiting,
headache, anterior mediastinal mass (T-cell ALL)
– Tumor lysis syndrome
Leukemia Limfoblastik Akut
• Merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada
masa anak, meliputi 25-30% dari seluruh keganasan pada
anak.
• Lebih sering pada laki-laki, usia 3-4 tahun
• Manifestasi klinis
– Penekanan sistem hemopoetik normal, anemia (pucat),
neutropenia (sering demam), trombositopenia (perdarahan)
– Infiltrasi jaringan ekstramedular, berupa pembesaran KGB, nyeri
tulang, dan pembesaran hati serta limpa
– Penurunan BB, anoreksia, kelemahan umum
• Pemeriksaan Penunjang: Gambaran darah tepi dan pungsi
sumsum tulang untuk memastikan diagnosis
• Tatalaksana : Kemoterapi dan Pengobatan suportif
FAB (French-American-British) classification of
acute lymphoblastic leukemia
• ALL-L1: Small cells with homogeneous nuclear chromatin, a regular
nuclear shape, small or no nucleoli, scanty cytoplasm, and mild to
moderate basophilia Jenis ALL yang paling sering ditemukan
• ALL-L2: Large, heterogeneous cells with variable nuclear chromatin,
an irregular nuclear shape, 1 or more nucleoli, a variable amount of
cytoplasm, and variable basophilia
• ALL-L3: Large, homogeneous cells with fine, stippled chromatin;
regular nuclei; prominent nucleoli; and abundant, deeply basophilic
cytoplasm. The most distinguishing feature is prominent
cytoplasmic vacuolation
ALL AML
epidemiologi ALL merupakan keganasan yg paling 15% dari leukemia pada pediatri, juga
sering ditemui pada anak-anak (1/4 ditemukan pada dewasa
total kasus keganasan pediatrik)
Puncak insidens usia 2-5 tahun
etiologi Penyebab tidak diketahui Cause unknown. Risk factors: benzene
exposure, radiation exposure, prior
treatment with alkylating agents
Gejala dan Gejala dan tanda sesuai dengan Pucat, mudah lelah, memar, peteki,
tanda infiltrasi sumsum tulang dan/atau epistaksis, demam, hiperplasia gingiva,
gejala ekstrameduler: konjungtiva chloroma, hepatosplenomegali
pucat, petekie dan memar akibat
trombositopenia; limfadenopati,
hepatosplenomegali.Terkadang ada
keterlibatan SSP (papil edem, canial
nerve palsy); unilateral painless
testicular enlargement.
Lab Anemia, Trombositopenia, Trombositopenia, leukopenia/leukositosis,
Leukopeni/Hiperleukositosis/norma primitif granulocyte/monocyte, auer rods
l, Dominasi Limfosit, Sel Blas (+) (thin, needle-shaped, eosinophilic
cytoplasmic inclusions)
Formation of a clot
Hemostasis
1. Fase vaskular: vasokonstriksi
2. Fase platelet: agregasi dan adhesi
trombosit
3. Fase koagulasi: ada jalur
ekstrinsik, jalur intrinsik dan
bersatu di common
pathway
4. Fase retraksi
5. Fase destruksi / fibrinolisis
http://www.bangkokhealth.com/index.php/health/health-
general/first-aid/451-ขบวนการหามเลื
้ อด-hemostasis.html
Coagulation factors
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html
Clotting Time
• CT the interval between the moment when bleeding
starts and the moment when the fibrin thread is first
seen.
• BT depends on the integrity of platelets and vessel
walls, whereas CT depends on the availability of
coagulation factors.
• In coagulation disorders like haemophilia, CT is
prolonged but BT remains normal.
• CT is also prolonged in conditions like vitamin K
deficiency, liver diseases, disseminated intravascular
coagulation, overdosage of anticoagulants etc.
http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-
TIME.html
PT & APTT
• activated partial thromboplastin time (aPTT)
untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade
koagulasi
• prothrombin time (PT) untuk mengevaluasi
jalur ekstrinsik kaskade koagulasi
http://practical-haemostasis.com
http://practical-haemostasis.com
B L E E D IN G
Mild Severe
intervention
stopped
continues
prolonged delayed
http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg
Bleeding Disorder
60. Hemofilia
• Hemophilia is the most common inherited bleeding
disorder.
• There are:
– Hemophilia A : deficiency of factor VIII
– Hemophilia B : deficiency of factor IX (christmas disease)
• Both hemophilia A and B are inherited as X-linked recessive
disorders
• Symptoms could occur since the patient begin to crawl
• Incidence:
– hemophilia A (± 85%)
– hemophilia B (± 15%)
• Approximately 70% had family history of bleeding problems
• Clinical manifestasion: mild, Moderate, severe
Genetic
• Inherited as sex (X)-linked recessive
• Genes of factor VIII/IX are located on the
distal part of the long arm (q) of X
chromosome
• Female (women) are carriers
• Bleeding:
• usually deep (hematoma, hemarthrosis)
• spontaneous or following mild trauma
• Type:
hemarthrosis
hematoma
intracranial hemorrhage
hematuria
epistaxis
bleeding of the frenulum (baby)
Kuliah Hemofilia FKUI. Pustika A.
Diagnosis
• history of abnormal bleeding in a boy
• normal platelet count
• bleeding time usually normal
• clotting time: prolonged
• prothrombin time usually normal
• partial thromboplastin time prolonged
• decreased antihemophilic factor
Antenatal diagnosis
• antihemophilic factor level
• F-VIII/F-IX gene identification (DNA analysis )
5-40% (emedicine)
• For treatment of acute bleeds, target levels by
hemorrhage severity are as follows:
– Mild hemorrhages (eg, early hemarthrosis, epistaxis,
gingival bleeding): Maintain an FVIII level of 30%
– Major hemorrhages (eg, hemarthrosis or muscle
bleeds with pain and swelling, prophylaxis after head
trauma with negative findings on examination):
Maintain an FVIII level of at least 50%
– Life-threatening bleeding episodes (ie, major trauma
or surgery, advanced or recurrent hemarthrosis):
Maintain an FVIII level of 80-100%
Blood component replacement therapy
factor-VIII factor-IX
(unit/ml) (unit/ml) (ml)
Keterangan 6. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali
Cara membaca kolom umur: misal 2 u berarti mu r 2 bul an (60 har i) sd 2 bul an 29 har i (89 har i) dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali, namun keduanya perlu
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januaril 2014 dan dapat diakses pada website IDAI (http : // booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada
idai.or.id/public-artices/kl ini k/i mu ni sasi /j adw al-imunisasi-anak-idai.html) anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2
1. Vaksin hepatit i s B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen selesai
pemberian suntikan vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin hepatit i s B diberikan sebelum umur 16 minggu danatidk melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus
dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Vaksinasi hepatit i s B pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2 dan ke-3, 4-10 minggu;
selanjutnya dapat menggunakan vaksinihepatit Bs mon o valen atau vaksin kombinasi. dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4 minggu).
2. Vaksin polio. Pada saat lahir atau pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral 8. Vaksin varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada umur
(OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat diberikan vaksin sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat satu dosis vaksin IPV. dengan interval minimal 4 minggu.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, a optiml umur 2 bulan. Apabila 9. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
p setia tahun.
diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak umur kurang dari 9 tahun
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat diberikan diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 - < 36 bulan, dosis 0,25 mL.
vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur lebih dari 7 tahun 10. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin
diberikan vaksin Td, dibooster setia p 10 t ahun. HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan
5. Vaksin campak. Vaksin campak keduaa tidk perlu diberikan pada umur 24 bulan, apabila MMR interval 0,2,6 bulan.
sudah diberikan pada 15 bulan.
Imunisasi Hepatitis B
(K)*
(K)*
(K)*
(K)*
NORMAL Metabolic
Acidosis
Normal value
PCO2 PH
PH PCO2
HCO3- HCO3-
HCO3- HCO3-
PH PCO2
PCO2 PH
Normal value
PH
HCO3- PH
PCO2 HCO3- PCO2
PCO2 PCO2
HCO3-
HCO3-
PH
PH
• Pucat kronik
• Hepatosplenomegali
• Ikterik
• Perubahan penulangan
• Perubahan bentuk wajah
facies cooley
• Hiperpigmentasi kulit
akibat penimbunan besi
• Riwayat keluarga +
• Riwayat transfusi
• Ruang traube terisi
• Osteoporosis
• “Hair on end” pd foto
kepala
Diagnosis thalassemia
(cont’d)
• Pemeriksaan darah
– CBC: Hb , MCV , MCH , MCHC , Rt ,
RDW
– Apusan darah: mikrositik, hipokrom,
anisositosis, poikilositosis, sel target,
fragmented cell, normoblas +, nucleated
RBC, howell-Jelly body, basophilic
stippling
– Hiperbilirubinemia
– Tes Fungsi hati abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Tes fungsi tiroid abnormal (late findings
krn overload Fe)
– Hiperglikemia (late findings krn overload
Fe)
– HbF , HbA2 n/, Tidak ditemukan HbA, thalassemia with target cells, hypochromia, Howell-Jolly
bodies, thrombocytosis, and nucleated RBCs.Image from
Hb abnormal (HbE, HbO, dll), Jenis Hb Stanley Schrier@ 2001 in ASH Image Bank 2001;
doi:10.1182/ashimagebank-2001-100208)
kualitatif
Hepatosplenomegali & Ikterik
Pucat
Hair on End
• Faktor Predisposisi
– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) paling banyak
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM),
malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis &
defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan
sinekhiae uteri karena sindrom Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak
• Evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila
kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat
• Pemeriksaan PA jaringan
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
67. Hemorrhagia Antepartum
• Definisi
– Pendarahan yang terjadi setelah usia kehamilan
> 28 minggu (Mochtar, 2002)
• Etiologi
– Plasenta previa, solusio plasenta, penyebab lain
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)
• Etiologi
– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
- Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada
grademultipara, primigravida
tua, bekas SC, bekas operasi,
kelainan janin dan leiomioma
uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):
Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Plasenta Previa: Tatalaksana
Syarat terapi ekspektatif – Rawat inap, tirah baring dan
– Kehamilan preterm dengan berikan antibiotika profilaksis
perdarahan sedikit yang
kemudian berhenti dengan – Berikan tokolitik bila ada
atau tanpa pengobatan kontraksi: MgSO4 4 g IV dosis
tokolitik awal dilanjutkan 4 g setiap 6
jam, atau Nifedipin 3 x 20
– Belum ada tanda inpartu mg/hari + betamethasone 12
mg IV dosis tunggal untuk
– Keadaan umum ibu cukup pematangan paru janin
baik (kadar Hb dalam batas
normal)
– Janin masih hidup dan kondisi – Anemia: sulfas ferosus /
janin baik ferous fumarat 60 mg PO
selama 1 bulan.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Solusio Plasenta
• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya
• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri
• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi
Solusio Plasenta:
Solusio Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
• Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
– Lengkap ekstraksi vakum
– Belum ada/ lengkap SC
– Kenyal, tebal, dan tertutup SC
• Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
• DJJ normal, lakukan seksio sesarea
• DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
• DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
– pecahkan ketuban dengan kokher:
– Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
• DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
68. Hemorrhagia Post Partum
Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan
• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik
• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A Y A N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)
• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan
• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap • fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A
G E J A L A D A N TA N D A
YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A
KADANG-KADANG ADA
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
HPP: Tatalaksana
2 komponen utama:
1. Tatalaksana
perdarahan
obstetrik dan
kemungkinan syok
hipovolemik
2. Identifikasi dan
tatalaksana
penyebab utama
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit
Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
infus 20 IU oksitosin dalam 500 ml NS/RL 40 tpm • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna
Berhasil Kompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam
• Jenis
– Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput
lendirnya berada diluar
– Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar
ostium uteri
• Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Gejala
– Syok
– Fundus uteri tidak teraba/ teraba lekukan
– Kadang tampak massa merah di vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
– Perdarahan
• Terapi
– Atasi syok
– Reposisi dalam anestesi
– Bila plasenta belum lepas: reposisi uterus baru dilepaskan karena
dapat memicu perdarahan >>
Inversio Uteri: Terapi
• Replacement of Inverted Uterus
Retensio plasenta
• Plasenta atau bagian-
bagiannya dapat tetap
berada dalam uterus
setelah bayi lahir
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hemorrhagia Post Partum: Medikamentosa
69. Hipertensi pada Kehamilan:
Patofisiologi
Faktor Risiko
– Kehamilan pertama
– Kehamilan dengan vili
korionik tinggi (kembar
atau mola)
– Memiliki penyakit KV
sebelumnya
– Terdapat riwayat
genetik hipertensi
dalam kehamilan
• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• Pre Eklampsia Ringan
• Pre Eklampsia Berat
• Superimposed Pre Eklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan
• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan
• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan
trombositopenia
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Preeklampsia Ringan
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam
• Preeklampsia Berat
– Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:
• Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati
• Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
• Sakit kepala , skotoma penglihatan
• Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
• Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
• Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia
• Superimposed preeklampsia pada hipertensi kronik
– Ibu dengan riwayat hipertensi kronik (sudah ada sebelum
usia kehamilan 20 minggu)
– Tes celup urin menunjukkan proteinuria >+1 atau
trombosit <100.000 sel/uL pada usia kehamilan > 20
minggu
• Eklampsia
– Kejang umum dan/atau koma
– Ada tanda dan gejala preeklampsia
– Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Tatalaksana umum
– Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat
masuk rumah sakit
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana
• Antihipertensi
– Ibu dengan HT berat perlu mendapat terapi anti HT
– Ibu dengan terapi anti HT saat antenatal lanjutkan hingga
persalinan
– Anti HT dianjurkan untuk HT berat pasca persalinan
– DOC: nifedipin, nikardipin, dan metildopa
– Kontra Indikasi: ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Tatalaksana Khusus
• Edema paru
– Edema paru: sesak napas, hipertensi, batuk berbusa, ronki basah
halus pada basal paru pada ibu dengan PEB
– Tatalaksana
• Posisikan ibu dalam posisi tegak
• Oksigen
• Furosemide 40 mg IV
• Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam) pemberian
furosemid dapat diulang.
• Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang
• Pencegahan dan Tatalaksana Kejang
– Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD
• MgSO4
– Eklampsia untuk tatalaksana kejang
– PEB pencegahan kejang
• Dosis
– MgSO4 IV: 4 gram selama 20 menit untuk dosis awal
lanjutkan 6 gram selama 6 jam untuk dosis rumatan
– MgSO4 IM: 5 gram pada bokong kiri dan 5 gram pada bokong
kanan
• Syarat pemberian MgSO4
– Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, dan jumlah
urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
70. Histerosalpingografi (HSG)
• Pemeriksaan secara radiologi organ reproduksi wanita bagian dalam pada
daerah uterus, tuba fallopii, cervix dan ovarium mengunakan media
kontras positif
• Indikasi
– Menentukan keberhasilan tindakan operasi sterilitas,
– Sterilitas primer/ sekunder melihat paten tidaknya tuba
– Fibromyoma pada uteri
– Hypoplasia endometrium
– Perlekatan-perlekatan dalam uterus, adenomiosis
• Kontraindikasi
– Menstruasi
– Peradangan dalam rongga pelvis
– Perdarahan dalam kavum uteri
– Alergi terhadap bahan kontras
– Setelah dikerjakannya kuretase
– Kecurigaan adanya kehamilan
HSG:
Temuan
Radiologis
71. Infeksi Puerpurium
• Merujuk kepada infeksi traktus genitalis setelah melahirkan
• Mencakup:
– Endometritis, parametritis, salpingo-ooforitis, tromboflebitis pelvis,
peritonitis, selulitis perineum/vagina, hematoma terinfeksi, dan
abses luka
• Patologi
– Bekas tempat perlekatan plasenta merupakan luka yang
cukup besar untuk masuknya mikroorganisme penyebab
infeksi
– Infeksi dapat terbatas pada luka (infeksi luka perineum,
vagina, serviks, atau endometrium) atau menjalar ke
jaringan sekitar (tromboflebitis, parametritis, sapingitis,
dan peritonitis)
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188
Infeksi Puerpuralis: Perbandingan Klinis
TIPE C A K U PA N PEMERIKSAAN
Endometritis Infeksi pada endometrium dan kelenjar glandular Demam, lokia berbau, nyeri
perut bawah & pinggang
• Patogenesis
• Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas perlekatan
plasenta) leukosit >> pus dan kontraksi otot
• Dapat menghalangi involusi uterus
Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188 http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Klasifikasi
Pregnancy-related endometritis
• Akut: Penyebab utama Infeksi postpartum
• Kronik: sisa hasil konsepsi, abortus elektif
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Etiologi
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Gejala dan Tanda
• Gejala umum: Demam, nyeri perut bawah, lokia
berbau busuk, perdarahan vagina abnormal,
keputihan abnormal, dispareunia, disuria, malaise
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Faktor Risiko
• Faktor risiko umum
• AKDR, darah menstruasi, servisitis GO atau non
GO, BV, bilas vagina, aktivitas seksual tidak aman
• Endometritis obstetrik
• Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT
sering, bimanual plasenta
• Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan
preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia
postpartum
http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview
Endometritis: Laboratorium
• Endometritis kronik
> 5 neutrofil pada pembesaran 400x di
endometrium superfisial
> 1 plasma cells pada pembesaran (120x) pada
stroma endometrium
http://emedicine.medscape.com/article/254169-workup
Endometritis: Terapi
http://emedicine.medscape.com/article/254169-treatment#d10
72. Drug of Choice pada Kehamilan
Diagnosis Terapi Pilihan
Asma • Salbutamol (Albuterol) pilihan pada kegawatan
• Budesonide untuk steroid inhaler
• Long acting b2 agonist: salmeterol kontroler
Kandidosis Hanya terapi azol topikal untuk 7 hari (rekomendasi: Terkonazol cream)
Vulvovagina
Tifoid pada Kehamilan: Antibiotik
• Alternatif
– Amoxicillin 3 x 500 mg selama 2 minggu
73. Antiskabies
• Diagnosis:
– Kesulitan melahrikan wajah dan dagu
– “Turtle Sign”: kepala bayi melekat erat di vulva atau
bahkan tertarik kembali
– Kegagalan paksi luar kepala bayi
– Kegagalan turunnya bahu
Distosia Bahu: Faktor Predisposisi
Manuver McRobert
(persentase
keberhasilan paling
besar dibandingkan
manuver lainnya
Penekanan
Suprasimfisis (kadang
disamakan dengan
manuver Rubin I:
melakukan tekanan
pada suprasimfisis ibu
shgg mengguncang
bahu anak dari satu
sisi ke sisi lain)
Internal Rotation Maneuvers
• Rubin II maneuver consists of inserting the fingers of
one hand vaginally behind the posterior aspect of the
anterior shoulder of the fetus and rotating the
shoulder toward the fetal chest.
• Wood’s corkscrew maneuver: The physician places at
least two fingers on the anterior aspect of the fetal
posterior shoulder, applying gentle upward pressure
(can be combined with the Rubin II maneuver.)
• Reverse Wood’s corkscrew maneuver
Rubin II
maneuver
http://www.aafp.org Wood’s corkscrew maneuver
Manuver melahirkan lengan posterior/
manuver Barnum/ Manuver Jacquemier’s
Maneuver of Last Resort
• Zanelli manuver: pushing back the delivered
fetal head into the birth canal in anticipation
of performing a cesarean section in case of
shoulder dystocia.
• Deliberate clavicle fracture
• Symphysiotomy
Manuver Lain Pada Pilihan jawaban
Manuver Kegunaan
Manuver Brandt Andrew Penarikan tali pusat secara terkendali saat ada
kontraksi uterus dan menahan bagian bawah
uterus kearah kepala pasien
Manuver Lovset Termasuk salah satu prosedur partial breech
extraction
Manuver Simpson -
Manuver Kristeller Suatu tindakan mendorong perut ibu saat
persalinan untuk membantu kekuatan kontraksi
agar bayi bisa lahir
Manuver McRoberts Digunakan saat terjadi distosia bahu dengan cara
hiperfleksi tungkai bawah ibu kearah abdomen
75. Karakteristik beberapa IMS
Penyakit Karakteristik Gambaran
• Pada Kehamilan
– Kelahiran prematur, berat badan lahir rendah pada bayi baru lahir, radang
panggul
• Terapi
– Metronidazole (tidak boleh pada
trimester pertama
• 3 x 500 mg selama 7 hari atau
• Dosis tunggal 1 x 2 gram atau 2 x 1 gram
(bila tidak hamil)
– Tinidazol atau Nimorazol: dosis tunggal 2
gram
– Omidazol: dosis tunggal 1.5 gram
https://www.academia.edu/8584091/DIAGNOSIS_DAN_PENATALAKSANAAN_TRIKOMONIASIS
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis atau nonspesifik vaginitis adalah suatu istilah
yang menjelaskan adanya infeksi bakteri sebagai penyebab
inflamasi pada vagina
• Etiologi
– Bakteri yang sering didapatkan adalah Gardnerella vaginalis,
Mobiluncus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis,
Ureaplasma urealyticum , Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella,
Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae
• Gejala klinis
– Keputihan, vagina berbau, iritasi vulva, disuria, dan dispareuni
• Faktor risiko
– Penggunaan antibiotik, penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim,
promiskuitas, douching, penurunan estrogen.
Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan
• Didapatkan keputihan yang homogen
• Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda
servisitis.
• Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior
• Dapat ditemukan gelembung pada keputihan
• Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4
kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis
– Didapatkan clue cell: sel epitel vagina yang dikelilingi oleh kokobasil
– pH > 4,5
– Keputihan bersifat thin, gray, and homogenous
– Whiff test + (pemeriksaan KOH 10%
didapatkan fishy odor sebagai akibat dari
pelepasan amina yang merupakan produk
metabolisme bakteri)
Bakterial Vaginosis: Tatalaksana
• Komplikasi obstetrik
– Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran
prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini,
infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan
dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)
Bakterial Vaginosis pada Kehamilan:
Komplikasi
• Gejala
– Duh tubuh berbau ikan busuk dan berwarna
keabuan
• Pemeriksaan
– Clue cells, sniff test
• Jenis Infeksi
– Pada Pria
• Urethritis, tysonitis, paraurethritis, littritis, cowperitis, prostatitis,
veikulitis, funikulitis, epididimitis, trigonitis
– Pada Wanita
• Urethritis, paraurethritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis,
orofaringitis, konjungtivitis infant, gonorea diseminata
– Gambaran urethritis
• Gatal, panas di uretra distal, disusul disuria, polakisuria, keluar duh
kadang disertai darah, nyeri saat ereksi
Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Urethritis GO
• Pemeriksaan
– Sediaan langsung: diplokokus gram
negatif
– Kultur: Agar Thayer Martin
Diagnosis Pilihan Pengobatan
Infeksi GO tanpa komplikasi pada serviks, urethra, Lini pertama: Ceftriaxone (250 IM, SD) atau
faring, atau rektum Cefixim (400 mg PO, SD)
Ditambah
Terapi untuk Klamidia bila infeksi klamidia tidak
dapat disingkirkan: Azitromisin (1 g, PO, SD) atau
Soksisiklin (100 mg PO bid selama 7 hari)
Alternatif:
Ceftizoxime (500 mg IM, SD) atau
Cefotaxime (500 mg IM, SD) atau
Spectinomycin (2 g IM, SD)
Atau Cefotetan (1 g IM, SD) + probenecid (1 g PO,
SD) atau
Cefoxitin (2 g IM, SD) + probenecid (1 g PO, SD)
Longo DL. Harrison’s principles of internal medicine, 18 th ed. McGraw-Hill;2012.
76. Fisiologi Kehamilan
Tanda Awal Kehamilan Pemeriksaan Penunjang
• Serivks dan vagina kebiruan • HCG terdeteksi pada test pack
(Chadwick's sign) (kualitatif) atau Plano Test
• Perlunakan serviks (konsistensi yang (kuantitatif)
seharusnya seperti hidung berubah
menjadi lunak seperti bibir) (Goodell’s USG
sign) • Adanya kantong janin
• Perlunakan uterus (Ladin's sign dan
Hegar's sign)
• Ladin: perlunakan teraba di 1/3 midline
anterior uterus
• Hegar: isthmus menjadi lunak dan tipis
seperti kertas jika dijepit dengan jari,
• McDonald: karena perlunakan isthmus,
uterus dan serviks bisa ditekuk
• Puting berwarna lebih gelap
• Massa di pelvis atau abdomen
• Rasa tegang pada putting dan payudara
• Mual terutama pagi hari
• Sering berkemih
Bengkak Pada Wanita Hamil
• Etiologi
– Mastalgia terlokalisasi: gangguan fokal akibat massa pada payudara (kista dsb) atau
infeksi (mastitis, abses)
– Mastalgia bilateral
• Perubahan fibrokistik
• Mastitis bilateral difus (jarang)
• Perubahan hormon proliferasi jaringan (kehamilan, pengobatan dengan hormon)
• Peregangan ligamen Cooper
• Pemeriksaan
– Pastikan tidak ada tanda radang, lihat perubahan kulit (eritema, rash, edema)
• Tatalaksana
– Mastalgia akibat menstruasi: parasetamol atau NSAID, nyeri berat tamoxifen
atau danazol
– Terkait kehamilan: gunakan bra yang suportif, parasetamol
http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-obstetrics/breast-disorders/mastalgia-(breast-pain)
Gangguan Proses Menyusui: Mastitis
• Inflamasi / infeksi payudara
Diagnosis
• Payudara (biasanya unilateral) keras,
memerah, dan nyeri
• Dapat disertai benjolan lunak
• Dapat disertai demam > 38 C
• Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan
ke-4 postpartum, namun dapat terjadi
kapan saja selama menyusui
Faktor Predisposisi
• Bayi malas menyusu atau tidak menyusu
• Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan
• Puting yang lecet
• Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna
• Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI
• Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui
Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana
Tatalaksana Umum Abses Payudara
• Tirah baring & >> asupan cairan • Stop menyusui pada payudara yang
• Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas abses, ASI tetap harus dikeluarkan
Tatalaksana Khusus • Bila abses >> parah & bernanah
• Berikan antibiotika : antibiotika
– Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari • Rujuk apabila keadaan tidak
ATAU
membaik.
– Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14
hari • Terapi: insisi dan drainase
• Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. • Periksa sampel kultur resistensi
Bila payudara yang sakit belum kosong dan pemeriksaan PA
setelah menyusui, pompa payudara untuk • Jika abses diperkirakan masih banyak
mengeluarkan isinya. tertinggal dalam payudara, selain
• Kompres dingin untuk << bengkak dan nyeri. drain, bebat juga payudara dengan
Berikan parasetamol 3x500mg PO elastic bandage 24 jam tindakan
• Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra kontrol kembali untuk ganti kassa.
yang pas.
• Berikan obat antibiotika dan obat
• Lakukan evaluasi setelah 3 hari. penghilang rasa sakit
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
• Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)
• Terapi:
– Massage dengan minyak
zaitun
– Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik
– Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
78. Fisiologi Menstruasi
• Gejala :
Perdarahan , darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus tidak berkontraksi
dengan baik
• Komplikasi :
Perdarahan
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan pada vagina
menembus kandung kencing atau rectum (fistula vesikovagina atau fistula
rektovagina)
Hematoma
Infeksi
Obstetri Patologi
80. Suplementasi dan Nutrisi Kehamilan
• Suplementasi dan Medikamentosa
– Asam Folat
– Zat Besi
– Kalsium
– Aspirin
– Tetanus Toxoid
• Nutrisi
– Penambahan kalori 300-400 kkal/Hari dan air 400
ml/hari
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
Kebutuhan Kalori Ibu Menyusui
• Rumus Harris Benedict untuk Angka Metabolisme Basal
• Dosis
– Pencegahan defek pada tube neural: Min. 400 mcg/hari
– Defisiensi asam folat: 250-1000 mcg/hari
– Riwayat kehamilan sebelumnya memiliki komplikasi defek
tube neural atau riwayat anensefali: 4mg/hari pada sebulan
pertama sebelum kehamilan dan diteruskan hingga 3 bulan
setelah konsepsi
• Memenuhi spesifikasi
– Setiap tablet mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental
dan 0,25 mg asam folat
• Tujuan
– Pencegahan preeklampsia bagi semua ibu hamil, terutama
yang memiliki risiko tinggi (riwayat preeklampsia di
kehamilan sebelumnya, diabetes, hipertensi kronik,
penyakit ginjal, penyakit autoimun, atau kehamilan ganda)
• Dosis
– 1,5-2 g/ hari
• Pemberian tidak ada interval maks, hanya terdapat interval min antar dosis TT
• Jika ibu belum pernah imunisasi atau status imunisasinya tidak diketahui, berikan
dosis vaksin (0,5 ml IM di lengan atas) sesuai tabel berikut
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Outcome
Exposure Yes No Total
Yes a b a+b
No c d c+d
Total a+c b+d a+b+c+d
Rumus prevalence odds ratio (POR) sama dengan rumus OR, yaitu:
POR: ad
bc
Interpretasi RR/OR/PR
RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan
dengan outcome.
Outcome vs impact
Indikator outcome dan impact sering kali disamakan atau dijadikan sebagai satu
kesatuan. Namun pada umumnya indikator outcome lebih menilai luaran jangka
pendek dan untuk wilayah setempat, sedangkan indikator impact lebih menilai
luaran jangka panjang dan dampak untuk wilayah yang lebih luas. Outcome
bersifat dinamis (lebih mudah berubah dibandingkan impact).
85. UKURAN FREKUENSI PENYAKIT
Maka…
Insidens kasus neuropati dari pemeriksaan standar adalah 70/730.
Atau…
Insidens kasus neuropati dari pemeriksaan standar per 1440 orang
yang diperiksa adalah 70/730 x 1440
86. ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)/
MATERNAL MORTALITY RATE (MMR)
DEFINISI
• Banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu
Misalnya:
• Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality
Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode tahun
1998 - 2002, adalah sebesar 307.
• Artinya terdapat 307 kematian ibu yang
disebabkan karena kehamilan, persalinan
sampai 42 hari setelah melahirkan pada
periode tersebut per 100.000 kelahiran hidup.
Pengukuran Mortalitas
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.
Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000
Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
87. DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.
Analitik Deskriptif
Case report
Case series
Observational Experimental
Cross-sectional
Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.
Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Assess Known
Case - control study exposure outcome
Known Assess
Prospective cohort exposure outcome
Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
Contoh: Penelitian ingin mengetahui Hubungan
ASI Eksklusif dengan Diare pada Anak 1-3 tahun
• Bila menggunakan desain cross sectional, maka dalam
satu waktu peneliti mengumpulkan data semua anak
berusia 1-3 tahun dan ditanyakan apakah mendapat
ASI eksklusif dan berapa frekuensi diare selama ini
secara bersamaan.
KODEKI 2012
Informed Consent pada Kasus
Kegawatdaruratan
• Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Medik,
pengaturan mengenai informed consent pada kegawatdaruratan lebih
tegas dan lugas. Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 pasal 4 ayat (1)
dijelaskan bahwa “Dalam keadaan darurat, untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan/atau mencegah kecacatan tidak diperlukan persetujuan
tindakan kedokteran”.
• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah:
– Kesukarelaan pihak penolong.
– Itikad baik pihak penolong.
90. KAIDAH DASAR MORAL
Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Autonomy
Kriteria
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (kondisi elektif)
3. Berterus terang
4. Menghargai privasi
5. Menjaga rahasia pasien
6. Menghargai rasionalitas pasien
7. Melaksanakan informed consent
8. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
9. Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien
10. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam mengambil keputusan
termasuk keluarga pasien sendiri
11. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non
emergensi
12. Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien
13. Menjaga hubungan (kontrak)
Justice
Kriteria
1. Memberlakukan sesuatu secara universal
2. Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
3. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
4. Menghargai hak sehat pasien
5. Menghargai hak hukum pasien
6. Menghargai hak orang lain
7. Menjaga kelompok yang rentan
8. Tidak melakukan penyalahgunaan
9. Bijak dalam makro alokasi
10. Memberikan kontribusi yang relative sama dengan kebutuhan pasien
11. Meminta partisipasi pasien sesuai kemampuannya
12. Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian (biaya, beban, sanksi)
secara adil
13. Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten
14. Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alas an tepat/sah
15. Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/gangguan
kesehatan
16. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dsb
91. ADVERSE EVENT
(KEJADIAN YANG TIDAK DIHARAPKAN/ KTD)
Near miss
Preventable
Error
Unforseeable
Unpreventable
risk
Complication
of disease
Adverse Event
(Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD)
• Near miss: Tindakan yg dapat mencederai pasien, tetapi tidak
mengakibatkan cedera karena faktor kebetulan, pencegahan atau
mitigasi. Contoh: perawat akan memberikan obat yang salah
kepada pasien. Tetapi sebelum obat diminum pasien, perawat
tersebut menyadarinya.
• Wewenang penyidik
• Tertulis (resmi)
• Terhadap korban, bukan tersangka
• Ada dugaan akibat peristiwa pidana
• Bila mayat :
– Identitas pada label
– Jenis pemeriksaan yang diminta
– Ditujukan kepada : ahli kedokteran forensik / dokter di
rumah sakit
• Dalam hal terdapat dilema moral atau etis akan dibuka atau
dipertahankannya rahasia pasien, setiap dokter wajib berkonsultasi
dengan mitra bestari dan/atau organisasi profesinya terhadap pilihan
keputusan etis yang akan diambilnya.
Penjelasan KODEKI Pasal 12
• Setiap dokter wajib hati-hati dan mempertimbangkan
implikasi sosial-ekonomi-budaya dan legal terkait
dengan pembukaan rahasia pasiennya yang
diduga/mengalami gangguan jiwa, penyakit infeksi
menular seksual dan penyakit lain yang menimbulkan
stigmatisasi masyarakat
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
95. TANATOLOGI FORENSIK
• Livor mortis atau lebam mayat
– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat
• terjadi akibat hilangnya ATP.
• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kaku jenazah
adalah suhu tubuh, volume otot dan suhu lingkungan.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Penurunan suhu badan
• Pada saat sesudah mati, terjadi proses pemindahan
panas dari badan ke benda-benda di sekitar yang lebih
dingin secara radiasi, konduksi, evaporasi dan konveksi.
• dipengaruhi oleh suhu lingkungan, konstitusi tubuh dan
pakaian.
• Bila suhu lingkugan rendah, badannya kurus dan
pakaiannya tipis maka suhu badan akan menurun lebih
cepat.
• Lama kelamaan suhu tubuh akan sama dengan suhu
lingkungan.
Pembusukan mayat (dekomposisi)
• terjadi akibat proses degradasi jaringan karena
autolisis dan kerja bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna
kehijauan dimulai dari daerah sekum menyebar
ke seluruh dinding perut dan berbau busuk
karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-
lain.
• Bergantung pada faktor lingkungan RUMUS
CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan
udara:air:tanah = 1:2:8
Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
96. OTITIS MEDIA
• Petunjuk diagnostik:
– Otorea rekuren/kronik
– Penurunan pendengaran
– Perforasi membran timpani
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
97. Rhinosinusitis
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau
hiposmia/anosmia.
• Nyeri pipi: sinusitis maksilaris
RINOSINUSITI
• Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis
S AKUT
• Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis
Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 3 minggu sampai 3 bulan disebut
subakut.
Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut:
SINUSITIS sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan
KRONIK telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat
mukopus yang tertelan.
Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang
SINUSITIS tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui
DENTOGEN pembuluh darah dan limfe.
• Sistem vestibular:
– Perifer: kanalis semisirkularis & organ otolitik
(sakula dan utrikula), nervus vestibularis
– Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
Vertigo
• Perbedaan vertigo sentral & perifer
BPPV Horizontal:
– The Gufoni method
– Vannuchi-Asprella method
– barbecue roll/ log roll method
Tatalaksana:
Epley
maneuver
99. Rinitis
Diagnosis Clinical Findings
Rinitis alergi Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.
Rinitis vasomotor Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu:
asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa
edema, konka hipertrofi merah gelap.
Rinitis hipertrofi Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala:
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Rinitis atrofi / Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa
ozaena pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media &
inferior, sekret & krusta hijau.
Rinitis Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor
medikamentosa topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang
berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Rinitis Vasomotor
• Keadaan idiopatik, tanpa ada infeksi, alergi, perubahan hormon,
dan pajanan obat.
• Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik asap, bau, alkohol, suhu,
makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres
• Gejala dan tanda:
– Hidung tersumbat, bergantian ka dan ki tergantung posisi.
– Rinore: sekret mukoid atau serosa
– Konka edem, warna merah gelap
• Tes alergi (-)
• Tatalaksana:
1. Hindari stimulus
2. Simtomatis (dekongestan, cuci hidung, kauterisasi konka,
kortikosteroid, antikolinergik topikal)
3. Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi)
4. Neurektomi n.vidianus bila cara lain tidak berhasil
• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah & bekuan
– Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan