Anda di halaman 1dari 10

Dalam menghadapi krisis energi yang sedang dialami dunia pada saat ini sangat diperlukan sumber

energi Alternatif baru. Salah satu sumber bahan bakar alternatif yang murah dan tersedia keberadaannya dalam
jumlah besar adalah batubara. Namun penggunaannya dalam bentuk aslinya sebagai bahan bakar masih
menyisakan beberapa masalah diantaranya sulit dinyalakan, sulit dikendalikan dan memberikan asap. Untuk
mengatasi hal tersebut para peneliti telah mengembangkan teknologi pengubahan batubara ke bentuk bahan
bakar yang menyenangkan. Diantara teknologi tersebut adalah liquifikasi batubara.

Teknologi likuifikasi adalah teknologi pencairan batubara dengan bantuan panas dan penambahan zat
kimia tertentu. Cairan yang terbentuk tersebut selanjutnya difraksionasi dikilang untuk menghasilkan berbagai
macam bahan bakar cair seperti bensin, solar, minyak tanah dan lain-lain. Teknologi ini sudah lama di kuasai
negara maju seperti Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Australia dan Jepang. Penguasaan negara Jerman yang
baik terhadap teknologi inilah yang merupakan salah satu faktor yang mendukung kemenangan Jerman dalam
Perang dunia I. Teknologi ini juga secara intensif sedang dikaji oleh peneliti-peneliti BPPT dan PPTM untuk
diterapkan secara komersial.
Riset Pencairan Batubara untuk memproduksi BBM sintetis di Indonesia sudah berlangsung sejak awal
tahun 1990-an, namun perkembangannya secara nyata dengan target komersial baru dimulai sejak awal tahun
1994, setelah perjanjian kerjasama riset ditandatangani antara BPPT dan NEDO.
Proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses yangindirect coal
liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction(langsung). Proses pencairan
batubara secara langsung dapat dilakukan melalui metode SRC (solvent Refined Coal). Proses
ini terbagi menjadi 2 yaitu SRC I dan SRC II. Pada SRC I ini, produksi batubara yang
dihasilkan yaitu bahan bakar padat dengan kandungan abu rendah. Sedangkan pada SRC II,
dihasilkan produk cair dengan menggunakan slurry hasil recycle.

1.2 Perumusan masalah


Adapun masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan liquifikasi batubara ?
2. Bagaimana proses liquifikasi secara langsung teknologi SRC (Solvent Refined Coal)?
3. Bagaimana potensi likuifikasi (pencairan) batubara ?
4. Apa kelebihan dan kekurangan proses likuifikasi batubara ?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan likuifikasi batubara
2. Mengetahui proses likuifikasi secara langsung dengan teknologi SRC(Solvent Refined Coal)
3. Mengetahui bagaimana potensi likuifikasi (pencairan) batubara
4. Mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan proses likuifikasi batubara

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat dicapai dari makalah ini adalah :
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan likuifikasi batubara
2. Dapat mengetahui proses likuifikasi secara langsung dengan teknologi SRC (Solvent Refined
Coal)
3. Dapat mengetahui potensi likuifikasi batubara
4. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan likuifikasi batubara
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Liquifikasi Batubara


Likuifikasi adalah pengubah batubara padat menjadi bahan bakar cair. proses
pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses yang indirect coal liquefaction (tidak
langsung) dan direct coal liquefaction (langsung).
Teknik mengubah batubara menjadi cairan hidrokarbon dengan proses likuifikasi
pertama kali dikemukakan oleh Bergius pada tahun 1913. Bergius melakukan hidrogenasi
batu bara pada tekanan 200 – 680 atm dan temperatur 450 C dengan menggunakan katalis
oksida besi. Produk utama yang dihasilkan berupa fuel gas dan minyak, yang diolah kembali
menjadi diesel oil dan gasolin. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan
teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine tahun 1974 sebagai pengembangan
alternatif energi pengganti minyak bumi. . Proses Pott-Broche (1993) merupakan awal dari
teknologi SRC (Solvent – Refined – Coal).
Secara intuitiv aspek yang penting dalam pengolahan batubara menjadi bahan bakar
minyak sintetik adalah efisiensi proses yang mencakup keseimbangan energi dan masa, nilai
investasi, kemudian apakah prosesnya ramah lingkungan sehubungan dengan emisi gas
buang, karena ini akan mempengaruhi nilai insentiv menyangkut tema tentang lingkungan.
Undang-undang No. 2/2006 yang mengatur tentang proses pencairan batubara.
Efisiensi pencairan batubara menjadi BBM sintetik adalah 1-2 barrel/ton batubara.
Jika diasumsikan hanya 10% dari deposit batu bara dunia dapat dikonversikan menjadi BBM
sintetik, maka produksi minyak dunia dari batubara sebagai sumber energi alternativ bagi
seluruh konsumsi minyak dunia.

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan batubara


Ada beberapa hal yang sangat mempengaruhi kuantitas dan kualitas proses pencairan
batu bara diantaranya adalah :
1. Reaktifitas Batubara
Setiap jenis batu bara mempunyai reaktifitas yang berbeda-beda tergantung pada peringkat
batu bara tersebut. Batu bara jenis antrasit sukar untuk dicairkan. Bituminus kualitas tinggi
memerlukan kondisi operasi tertentu dibandingkan dengan batu bara kualitas rendah. High
volatile bituminous coalmemberikan hasil cairan yang banyak. Batubara peringkat
rendah (low rank coal) seperti lignit mencair lebih cepat tetapi hasil (cairan) sedikit.
2. Laju pemanasan
Laju pemanasan dalam reaktor diusahakan secepat mungkin untuk menghindari
repolimerisasi dari radikal bebas yang terbentuk dari pemecahan ikatan kimia dari batu bara.
Suhu optimal yang diperlukan utnuk mencairkan batubara adalah antara 350 – 500 ˚C.
3. Katalis
Kebanyakan logam (metal) dapat digunakan sebagai katalis. Abu batubara juga dapat
bertindak sebagai katalis dalam proses hidrogenasi batu bara.
4. Tekanan
Untuk mencairkan batubara diperlukan tekanan operasi yang cukup tinggi yaitu berkisar
antara 500 – 4000 psi (34 – 270 atm). Namun demikian batubara juga mencair pada tekanan
oeprasi yang relatif rendah pada kondisi superkritik pelarut donor hidrogen yang digunakan.
5. Waktu kontak
Waktu kontak adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses pencairan batubara di dalam
reaktor yang berkisar antara 20 menit – 2 jam. Batubara juga dapat dicairkan pada waktu
kontak yang lebih rendah sekitar 10 menit. Proses ini disebut Short contact time liquefaction.

2.3 Pencairan batubara metode langsung


Pencairan batubara metode langsung atau dikenal dengan Direct Coal
Liquefaction (DCL) dikembangkan cukup banyak oleh negara jerman dalam menyediakan
bahan bakar pesawat terbang. Proses ini dikenal dengan Bergius Process, baru mengalami
perkembangan lanjutan setelah perang dunia kedua.
Tahun 2004 kerjasama pengembangan teknologi upgrade (antara china Shenhua Coal
Liquification Cp. Ltd dengan West Virginia University) untuk komersialisasi DCL rampung,
untuk kemudian pembangunan pabrik DCL kapasitas dunia di Inner Mongolia. Dalam phase
pertama pabrik ini akan dihasilkan lebih dari 800.000 ton bahan bakar cair pertahunnya.

2.4 Proses Liquifikasi batubara


Proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara proses indirect coal
liquefaction (tidak langsung) dan direct coal liquefaction (langsung).
1. Indirect coal liquefaction yaitu melalui tahap gasifikasi batubara sehingga menghasilkan
gas sintesa yaitu campuran karbonmonoksida dan hidrogen yang dalam tahap selanjutnya
diubah menjadi bahan bakar cair dengan bantuan katalis tertentu. Contoh proses likuifikasi
tak langsung adalah proses Fischer-Tropsch.

2. Direct Coal Liquefaction (DCL) / Bergius Process


Direct Coal Liquefaction adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator.
Prinsip dasar dari DCL adalah meng-introduksi-an gas hidrogen kedalam struktur batubara
agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa
hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70%
batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. Proses pencairan secara langsung dapat
dilakukan melalui pirolisis, ekstraksi pelarut dan hidrogenasi katalitik.
Pencairan batubara secara langsung menciptakan molekul minyak lebih ringan dan
lebih stabil dengan memecah batubara menjadi komponen yang lebih kecil dan
menambahkan hidrogen. Kotoran seperti belerang, nitrogen, dan abu juga dihilangkan dalam
proses ini untuk menghasilkan bahan bakar bersih. Batubara dihancurkan, slurried dengan
minyak daur ulang, dan dipanaskan dan bertekanan untuk menghasilkan minyak mentah yang
dapat disempurnakan.
Faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi :
spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal
untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
 Jenis batubara tertentu mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking perform),
sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan
gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi
batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.
 Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu,
sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.
Skema Direct Coal Liquefaction Process dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skema Direct Coal Liquefaction Process
Cairan batubara yang dihasilkan pada proses pencairan batubara dapat ditingkatkan
kualitasnya dengan pengolahan lebih lanjut yang bertujuan :
1. Meningkatkan nisbah hidrogen-karbon dari minyak yang dihasilkan
2. Mereduksi atau menghilangkan kandungan belerang, nitrogen, oksigen, logam runutan dan
abu yang terkandung
3. Menurunkan viskositas dan titik didih cairan.
4. Memperbaiki stabilitas dalam penyimpanan
5. Menghilangkan sifat toksitas dan karsinogenik cairan yang dihasilkan

2.5 Proses SRC (Solvent Refined Coal)


SRC-I dan SRC-II (Solvent Refined Coal) dikembangkan oleh Gulf Oil dan
diimplementasikan sebagai industri di Amerika Serikat pada 1960-an dan 1970-an. Nuclear
Utilities Services Corporation mengembangkan proses hidrogenasi yang dipatenkan oleh
Wilburn C. Schroeder pada tahun 1976. Proses ini meliputi pengeringan, penuumbukan dan
pencampuran dengan batubara sekitar 1wt% katalis. Hidrogenasi terjadi dengan
menggunakan suhu tinggi dan tekanan gas sintetis yang diproduksi dalam gasifier terpisah.
Proses ini akhirnya menghasilkan produk sintetis mentah, paphtha, jumlah terbatas C3/C4
gas, cairan ringan-menengah (C5-C10) cocok untuk digunakan sebagai bahan bakar,
sejumlah kecil jumlah NH3 dan signifikan dari CO2. Proses ini awalnya dikembangkan oleh
Pittsburg and Midway Coal Co untuk menghasilkan karbon murni dari batubara.
Proses ini terbagi menjadi 2 yaitu SRC I dan SRC II. Pada SRC I ini, produksi
batubara yang dihasilkan yaitu bahan bakar padat dengan kandungan abu rendah. Sedangkan
pada SRC II, dihasilkan produk cair dengan mehnggunakan slurry hasil recycle. Pecahan
batubara dicampur dengansolvent kemudian dicampur dengan hidrogen dan dipanaskan pada
suhu 300-3700C dan dimasukkan ke reaktor dengan suhu operasi 450-4659 C. Solventakan
terdekomposisi di reaktor menghasilkan metana. Hot effluent di reaktor dipisahkan pada high
pressure separator yang disusun seri untuk memisahkan gas dan produk light hidrokarbon.
Proses SRC I dan SRC II termasuk proses secara langsung dengan metode solvent
extraction. Kesulitan proses ekstraksi pelarut, batu bara dilarutkan dalam pelarut hidrogen
donor yang dapat memindahkan atom hidrogen kedalam batu bara. Kontak batu bara dengan
gas hidrogen pada suhu dan tekanan tinggi akan menghasilkan gas, cairan dan padatan berupa
batu bara tak terkonversi serta abu..
Keuntungan proses ekstraksi pelarut adalah temperatur operasinya yang relatif lebih
rendah dibandingkan dengan proses pirolisis, konfigurasi proses dapat dirancang sesuai
dengan kualitas batu bara umpan dan kualitas produk yang diinginkan. Kerugian proses ini
adalah kesulitan pemisahan batu bara yang tak terkonversi dan abu yang terbentuk.
Pada proses SRC II ini, serbuk batubara dicampurkan dengan recycle oil dan melalui
hidrogen bertekanan tinggi menuju digestor dimana semua batu bara terlarut. Setelah
pemisahan gas untuk direcycle, digestor dibersihkan dengan solvent untuk penghilangan abu.
Produk kemudian di hydrocrackingdalam sebuah ebullating bed catalyst. Pada proses ini abu
yang mengadung pirit sebagai katalis direcycle bersama minyak.
Distilat umumnya dibagi atas tiga komponen berdasarkan perbedaan titik didihnya
yaitu fraksi minyak ringan (light oil) yaitu semua komponen dengan titik didih lebih rendah
dari 200 ˚C, Fraksi menegah yaitu komponen dengan titik didih antara 200 – 325 ˚C serta
fraksi minyak berat dengan titik didih di atas 325 ˚C. Pengolahan lanjutan terhadap fraksi –
fraksi yang terbentuk pada pencairan metode SRC akan menghasilkan bahan
bakargasoline dan Diesel fuel. Skema proses SRC II dapat dilihat pada gambar 2.
Hydrogen
Ash
Concentrate

Slurry
Preparation
High Pressure hydro-cracking
Light Solvent Recovery
Critical Solvent de-ashing

Coal

Solvent
Recycle
Clean SRC solution

Hydrogen Gases
Catalytic hydrocracking ebullating bed
Product solvent separation

Distilate
Product

Gambar 2. Skema proses SRC II

2.6 Potensi Liquifikasi Batubara


Suatu kenyataan bahwa, cadangan sumber daya energi di Indonesia saat ini sudah semakin
terbatas. Sebagai gambaran, Indonesia saat ini hanya memiliki 4.300 juta ton cadangan
minyak atau hanya sekitar 0,36% dari total cadangan minyak dunia tahun 2006 sebesar
1.208.200 juta ton. Dengan tingkat produksi sebesar 390 juta ton per tahun, produksi minyak
bumi di Indonesia diperkirakan hanya dapat bertahan dalam 11 tahun ke depan.
Sementara itu, gas alam yang juga merupakan salah satu sumber energi utama di
Indonesia hanya memiliki cadangan yang ekuivalen dengan masa produksi selama 35,54
tahun. Demikian pula batubara, Indonesia saat ini hanya memiliki cadangan yang relatif
terbatas, yaitu sebesar 4.968 juta ton atau 0,55% dari total cadangan batubara dunia. Dengan
tingkat produksi mencapai 120 juta ton per tahun, diperkirakan batubara di Indonesia dapat
diproduksi selama 41,43 tahun.
Menyadari hal tersebut, Pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan di bidang
pengembangan sumber energi alternatif pada awal tahun 2006. Kebijakan tersebut tertuang
dalam 3 ketentuan, yaitu Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional,
Perpres No 1/2006 tentang Bahan Bakar Nabati, dan Inpres No 2/2006 tentang batu bara yang
dicairkan sebagai bahan bakar lain. Dengan kebijakan tersebut, Pemerintah ingin mendorong
peran dunia usaha dalam pengembangan bahan bakar alternatif sebagai substitusi terhadap
bahan bakar minyak. Salah satu yang diinginkan oleh Pemerintah adalah pengembangan batu
bara cair.

2.7 Kelebihan Batubara Cair


Dalam perkembangannya, para peneliti telah melakukan berbagai terobosan teknologi
untuk menghasilkan batubara cair yang berkualitas. Dengan demikian, pengembangan batu
bara cair ini akan menjadi suatu industri yang prospektif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi
karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain :
1. Harga produksi lebih murah, yaitu setiap barel batubara cair membutuhkan biaya produksi
yang tidak lebih dari US$15 per barel. Bandingkan dengan biaya produksi rata-rata minyak
bumi yang berlaku di dunia saat ini yang mencapai US$23 per barel.
2. Jenis batubara yang dapat dipergunakan adalah batubara yang berkalori rendah (low rank
coal), yakni kurang dari 5.100 kalori, yang selama ini kurang diminati pasaran.
3. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor Bergius dapat menghasilkan 6,2
barel bahan bakar minyak sintesis berkualitas tinggi. Bahan ini dapat dipergunakan sebagai
bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel (diesel fuel), serta gasoline
dan bahan bakar minyak biasa.
4. Teknologi pengolahannya juga lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada
proses pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan
unsur sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran
pembuatan aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi
bahan bakar.
5. Bila teknologi dan biaya produksi batubara cair tersebut dianggap tidak kompetitif lagi,
perusahaan dapat berkonsentrasi penuh memperoduksi gas hidrogen dan tenaga listrik yang
masih memiliki prospek sangat cerah. Karena dengan memanfaatkan Panel Surya
berteknologi tinggi (Photovoltaic), energi matahari yang mampu ditangkap adalah 100 kali
lipat dibandingkan dengan panel biasa. Setiap panel dapat menghasilkan daya sebesar satu
megawatt, dengan biayanya hanya US$ 5 atau 100 kali lebih murah dibandingkan dengan
menggunakan instalasi panel surya yang biasa.
2.8 Kekurangan Batubara Cair
Terdapat 3 kekurangan dari batubara cair, yaitu :
1. Keekonomian
Harga minyak bumi sangat fluktuatif, sehingga seringkali investor ragu untuk membangun
kilang pencairan batubara. Batubara cair akan ekonomis jika harga minyak bumi di atas US
$35/bbl.
2. Investasi Awal Tinggi
Biaya investasi kilang pencairan batubara komersial, cukup mahal
3. Merupakan Investasi Jangka panjang
Break Even Point (BEP) baru dicapai setelah 7 tahun beroperasi, sedangkan tahap
pembangunan memakan waktu 3 tahun.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Likuifikasi adalah pengubah batubara padat menjadi bahan bakar cair yang dapat
digunakan untuk konsumsi energi. Proses pencairan (liquefaction) ini dibedakan antara
proses yang indirect coal liquefaction (tidak langsung) dan direct coal
liquefaction (langsung). Likuifikasi batubara langsung menghasilkan bensin beroktan tinggi
dan diesel ber cetane rendah, sedangkan proses tidak langsung menghasilkan diesel dengan
cetane yang tinggi dan bensin beroktan rendah.
Pencairan batubara secara langsung dapat dilakukan dengan proses SRC I dan SRC II
yaitu dengan metode ekstraksi pelarut. Keuntungan proses ekstraksi pelarut adalah
temperatur operasinya yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan proses pirolisis,
konfigurasi proses dapat dirancang sesuai dengan kualitas batubara umpan dan kualitas
produk yang diinginkan. Kerugian proses ini adalah kesulitan pemisahan batu bara yang tak
terkonversi dan abu yang terbentuk.
Batubara cair memiliki keuntungan diantaranya :
 Harga produksi lebih murah
 Jenis batubara yang dapat dipergunakan adalah batu bara yang berkalori rendah (low rank
coal), yang selama ini kurang diminati pasaran.
 Dapat dipergunakan sebagai bahan pengganti bahan bakar pesawat jet (jet fuel), mesin diesel
(diesel fuel), serta gasoline dan bahan bakar minyak biasa.
 Teknologi pengolahannya lebih ramah lingkungan. Dari pasca produksinya tidak ada proses
pembakaran, dan tidak dihasilkan gas CO2. Kalaupun menghasilkan limbah (debu dan unsur
sisa produksi lainnya), masih dapat dimanfaatkan untuk bahan baku campuran pembuatan
aspal. Bahkan sisa gas hidrogen masih laku dijual untuk dimanfaatkan menjadi bahan bakar.

DAFTAR PUSTAKA

http://bataviase.co.id
http://blogodril.blogspot.com/2010/03/batubara-yang-dicairkan-konversi-energi.html
http://scientificindonesia.wordpress.com/proses-pengolahan-batubara/
http://www.bunghatta.ac.id/artikel/100/batubara-sebagai-sumbar-bahan-bakar-alternatif.html
Jauhari, Muhammad. 2007. Potensi Industri Pengolahan Batubara Cair
Optimizing Refinery Operations & Alternative Fuels Production
Recent Advances in Direct Coal Liquefaction Tchnology (Headwaters, 2009)
(Axens, 2009)Summary Report of the DOE Direct Liquefaction Process Development
Campaign of the Late Twentieth Century: Topical Report (DOE, 2001)

Hasil Diskusi
1. Katalis dan pelarut apa yang digunakan pada proses src ini dan kenapa demikian
digunakan katalis tersebut?
Jawab :
Katalis yang digunakan pada proses ini adalah besi dikarenakan harganya relatif murah
sehingga meningkatkan efisiensi pada proses pencairan batubara untuk mendapatkan fraksi
minyak yang diinginkan.Selain itu juga dapat digunakan katalis kobalt dan
mangan.Sedangkan pelarut yang digunakan adalah pelarut hidrokarbon aromatik berupa
toluene ataupun benzene.

2. Jelaskan proses src secara umum?


Jawab :
Src merupakan tahapan lanjutan dari proses hidrogenasi dimana batubara halus hasil
dari proses hidrogenasi dilarutkan dengan menggunakan pelarut aromatik berupa (benzene
atau toluene) sehingga membentuk slurry. Setelah itu,dilakukan pemanasan dengan
menggunakan suhu yang tinggi berkisar 200 – 450 oC hingga pelarut yang digunakan
menggunakan dan hanya produk yang tersisa. Kemudian produk yang tersisa dimasukkan ke
dalam reaktor backmixed yang bertujuan untuk menurunkan kadar sulfur dan mendapatkan
ukuran partikel yang diinginkan, selanjutnya dilakukan proses distilasi untuk menghilangkan
kandungan gas dalam produk. Setelah itu dilakukan proses filtrasi, sedimentasi, sentrifugasi
dan dimana dilakukan proses pemisahan antara padatan dan cairan(fraksi minyak bumi yang
diinginkan). Dimana pada proses src ini merupakan suatu metode proses penyempurnaan dari
proses hidrogenasi untuk mendapatkan bahan bakar alternatif berupa bbm yang diperoleh dari
pencairan batubara.

3. Pada proses src ini termasuk pencairan batubara secara langsung atau tak langsung ?
Dan kenapa demikian? mengapa src merupakan kelanjutan dari proses hidrogenasi ?
Jawab :
Src merupakan DCL ( Direct Coal Liquefication) dikarenakan src memiliki prinsip
kerja yang sesuai dengan prinsip DCL dimana meng-introduksikan gas hidrogen ke struktur
batubara agar rasio C/H menjadi kecil dan terkonversi menjadi 70 % dari total batubara yang
dicairkan.
Alasan mengapa src kelanjutan dari proses hidrogenasi karena src (Solvent Refined
Coal atau Pelarut Batubara Halus) yang artinya melarutkan butiran-butiran halus sisa proses
hidrogenasi untuk dicairkan kembali menjadi fraksi minyak bumi yang diinginkan.
Sehingga,pada proses src ini fraksi minyak bumi ini terkonversi menjadi 40 % dari total
butiran batubara akibat sisa dari proses hidrogenasi.
4.Jelaskan melalui blok diagram pada proses hidrogenasi dimana merupakan langkah
awal digunakannya proses src ini?
Jawab :
Batubara Presasfalten Asfalten Minyak
Pada proses hidrogenasi batubara direaksikan dengan gas hydrogen bertekanan tinggi. Reaksi
ini diatur sedemikian rupa (kondisi reaksi, katalisator dan kriteria bahan baku) agar
dihasilkan senyawa hidrokarbon sesuai yang diinginkan, dengan spesifikasi mendekati
minyak mentah. Sejalan perkembangannya, hidrogenasi batubara menjadi proses alternativ
untuk mengolah batubara menjadi bahan bakar cair pengganti produk minyak bumi, proses
ini dikenal dengan nama Bergius proses, disebut juga proses pencairan batubara (coal
liquefaction). Bergius Process merupakan pencairan batubara metode langsung atau dikenal
dengan Direct Coal Liquefaction-DCL. Selanjutnya dilakukan proses src yang dijelaskan
pada gambar 1. di bawah ini

Gambar 1. Proses SRC

5.Apa keuntungan dan kelemahan dari proses Solvent Refined Coalini?


Jawab :
Kelemahan Solvent Refined Coal :
1.Hasil-hasil cairan yang rendah
2.Tingginya konsumsi hidrogen
3.Kesulitan memisahkan residu yang tidak bereaksi
4.Pembentukan arang yang berlebihan, sehinggan menganggu proses dalam reaktor.
Kelebihan Solvent Refined Coal:
Dapat menyempurnakan hasil proses hidrogenasi dimana batubara yang akan dicairkan dapat
terkonversikan secara maksimal menjadi fraksi minyak bumi yang diinginkan.
Liquefaction Process (1), (2)
Liquefaction Process adalah suatu proses produksi dari batubara menjadi produk bahan
bakar. Dalam praktiknya, pencairan batubara ini selalu menghasilkan bahan bakar padat
berupa char atau kokas, bahan bakar cair dan gas. Proses ini diawali dengan perusakan
ikatan CO dan pembentukan ikatan C-C. Perusakan ikatan karbon pada batubara ini
kemudian dijadikan struktur yang lebih sederhana dan dilanjutkan dengan proses
hidrogenasi.
Pencairan batubara ini dapat dilakukan secara Direct maupun Indirect. Proses Direct yang
sering dilakukan secara komersil yaitu :

1. Solvent Extraction
Proses ini merupakan proses pencampuran batubara dengan solvent yang mampu
mentransfer hidrogen dari solven batubara pada suhu di atas 5000 C dan tekanan di atas
5000 psi. Ada tiga konfigurasi yang dapat dilakukan pada proses ini yaitu:
a. ekstraksi tanpa adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle yang telah dihidrogenasi
pada proses yang terpisah.
b. ekstraksi dengan adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle yang telah dihidrogenasi.
c. ekstraksi dengan adanya hidrogen dengan solvent hasil recycle tanpa adanya
hidrogenasi.
Contoh proses komersil dari ekstrasi solvent ini yait:
a. Consol Sycthetic Process (CSF) Process
Proses ini yaitu mengubah batubara yang mengandung sulfur tinggi menjadi produk padat
dan synthetic crude oil dengan mengekstraksi batubara menggunakan coal derived
process. Pecahan batubara dikeringkan dan dipanaskan sampai suhu 2300 C dan dicampur
dengan solvent. Reaktor berupa reaktor stirred tank dan di reaktor terjadi ekstraksi pada
suhu 4050 C dan tekanan 105-400 psi. Produk ringan dan padatan dipisahkan
di hydrocyclone yang tersusun secara seri. Padatan dibuat slurry kemudian dimasukkan ke
reaktor karbonisasi yang berupa sistem fluidized bed untuk diambil produk ringan. Solvent
yang digunakan diambil dari produk liquid.
b. SFC (Solvent Refined Coal) Process
Proses ini terbagi menjadi 2 yaitu SFC I dan SFC II. Pada SFC ini, produksi batubara yang
dihasilkan yaitu bahan bakar padat dengan kandungan abu rendah. Sedangkan pada SFC
II, dihasilkan produk cair dengan menggunakan slurry hasil recycle. Pecahan batubara
dicampur dengan solvent kemudian dicampur dengan hidrogen dan dipanaskan pada suhu
300-3700C dan dimasukkan ke reaktor dengan suhu operasi 450-4659 C. Solvent akan
terdekomposisi di reaktor menghasilkan metana. Hot effluentdi reaktor dipisahkan pada high
pressure separator yang disusun seri untuk memisahkan gas dan produk light hidrokarbon.

2. Catalytic Liquefaction Process


Ada beberapa proses yang sering digunalan pada pencairan batubara dengan katalis ini,
antara lain:
a. Synthoil Process
Proses ini merupakan proses hydrosulfurisasi dimana pecahan batubara yang sebagian
dipanaskan dicampur dengan process oil yang membentuk slurry. Slurry kemudian dicampur
dengan hidrogen dan setelah preheating dimasukkan ke reaktor jenis fixed bed untuk
menghasilkan produk cair yang memiliki kandungan sulfur rendah.
b. Gulf CCL (Catalytic Coal Liquid) Process
Pada proses ini batubara yang telah dijadikan slurry dengan solvent hasil recycle
dimasukkan bersama dengan hidrogen ke reaktor fixed bed berkatalis pada suhu 4800C dan
tekanan 2000 psi. Produk dimasukkan ke flash drum untuk mengambil gas dari cairan
kemudian dipisahkan menjadi sythetic crude oil, padatan, dan recycle solvent. Padatan
dimasak kembali untuk menghasilkan produk cair yang lebih banyak.
c. Liquid Phase Zinc Chloride Process
Pada proses ini batubara diubah menjadi gasoline dengan catalytic hidrocracking.
Prosesnya yaitu, pecahan batubara yang telah dikeringkan dibuat menjadi slurrydengan
proses derived recycle oil. Kemudian slurry tersebut dimasukkan ke
reaktor hydrocracking dengan suhu 355-5500 C dan tekanan 1500-3000 psi. Produk cair
dipisahkan dengan distilasi dan katalisator yang tersisa dimasukkan ke reaktor fluidized bed
untuk direcovery. Zinc Chloride dipisahkan sebagai uap kemudian dikondensasi dan
dikembalikan lagi ke reaktor bersama dengan katalis baru (fresh catalyst).

http://dwitaariyanti.blogspot.co.id/2012/06/liquefaction-process-1-2.html

Anda mungkin juga menyukai