Makalah GTC Full
Makalah GTC Full
PENDAHULUAN
Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma, karies,
penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan menyebabkan gangguan
fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan lingir
alveolar.1
Dengan terjadinya kehilangan beberapa gigi alami dari lengkung gigi, maka gigi
yang telah hilang itu harus digantikan dengan menempatkan gigitiruan pada bagian
dari lengkung gigi yang telah kehilangan gigi
Telah dikembangkan beberapa jenis gigitiruan sehubungan dengan perbaikan
fungsi kunyah dan kenyamanan untuk mengunyah bagi pasien. Secara umum
gigitiruan dapat dibedakan atas gigitiruan lepasan dan gigitiruan cekat.
Tujuan utama perawatan gigi geligi dengan GTC adalah mempertahankan dan
memelihara kesehatan gigi geligi yang masih ada beserta seluruh sistem
pengunyahan supaya dapat berfungsi dengan baik dan tetap sehat. Oleh karena itu,
agar suatu GTC dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama di dalam mulut,
maka pemeliharaan jaringan periodontal harus dilakukan agar gigi alami yang
digunakan sebagai gigi penyangga juga dapat dipertahankan.2,3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini
yaitu bagaimanakah kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC pada
masyarakat Pulau Kodingareng.
TINJAUAN PUSTAKA
Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi
yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.5
1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang.
Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahan-
bahan ini.
Adapun 5 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan
yang ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh satu
atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung dengan
gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang hilang. GTC
merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan gigi yang hilang
dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang hilang. Indikasi dari
perawatan dengan menggunakan fixed-fixed bridge yaitu jika gigi yang hilang
dapat terhubung dengan gigi penyangga yang mampu mendukung fungsional dari
gigi yang hilang. Seperti pada gambar 1, Fixed-fixed bridge dengan menggunakan
bahan porselen pada gigi insisivus sentralis.
Gambar 1. Gambaran fixed-fixed bridge pada gigi Insisivus sentralis (Sumber :
Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115)
Suatu gigitiruan yang didukung secara kaku pada satu sisi, biasanya pada akhir
distal dengan satu atau lebih gigi penyangga. Satu gigi penyangga akan menahan
perlekatan intracoronal yang memungkinkan derajat kecil pergerakan antara
komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi
Gambar 2. Gambaran semi-fixed bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley AD.
Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill
livingstone;2001.p.118)
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih
abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban
oklusal dari gigitiruan.
Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau
penyangga gigi. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat
dari berbagai panjang, tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam
kaitannya dengan gigi yang hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum
untuk memungkinkan adaptasi pasien. Jenis gigitiriruan ini digunakan pada
pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi yang hilang atau terdapat
diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
Gambar 4. Gambaran spring cantilever bridge (Sumber : Barclay CW, Walmsley
AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed. Tottenham: Churchill
livingstone;2001.p. 122)
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan
bersatu menjadi suatu kesatuan.
Gambar 5. Diagram anatomi gingiva (Sumber: Itoiz ME, Carranza FA. The
gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza FA, editors. Clinical
periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co; 2002. p.17)
2.2.1. Gingiva.
Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari
rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi. Gingiva secara
anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached
gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental
papilla.
1. Marginal gingiva
Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran
dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50% kasus,
marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear yang
dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari dinding
jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari permukaan
gigi dengan probe periodontal.9
2. Sulkus gingiva
Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi oleh
permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel margin bebas dari sisi lain
gingiva. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat dimasuki oleh
probe periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus gingiva merupakan
parameter diagnostik yang penting. Dalam kondisi benar-benar normal atau ideal,
maka kedalaman sulkus gingiva dapat mencapai 0.9
3. Attached gingiva.
4. Papila Interdental
Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk
cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva
dibentuk oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi
diastem, gingiva berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus
tanpa papila interdental.10
2.2.3. Sementum.
Jaringan mesensim yang membentuk dan melapisi bagian luar akar anatomi gigi.
Terdapat dua macam sementum, yaitu sementum aselular atau primer dan
sementum selular atau sementum sekunder. Kedua sementum tersebut terdiri dari
kalsifikasi matriks interfibril dan fibril kolagen.9
a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang
tidak cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-
komponen logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika
migrasi dibiarkan berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi
akar..11
2.4 Gingivitis
Gingivitis adalah penyakit yang paling sering terjadi, baik dalam bentuk akut
maupun kronis, dan biasanya disebabkan oleh plak bakteri. Peradangan jaringan
periodontal yang disebut periodontitis dapat disebabkan karena masuknya kuman
melalui tepi gingiva langsung atau merupakan kelanjutan dari peradangan gusi
yang tidak dirawat. Selain dari peradangan gingiva, trauma oklusi, atropi
periodontal dan manifestasi penyakit sistemik juga dapat terjadi. Trauma oklusi
hampir selalu terjadi bersamaan dengan peradangan gusi. Trauma oklusi
menghasilkan 2 macam gejala klinis, yaitu meningkatnya pergerakan gigi dan
melebarnya ruang periodontal. Poket periodontal merupakan suatu penyakit unit
perlekatan periodontal yang disebabkan oleh pembesaran jaringan gingiva dan
pergerakan perlekatan epitel ke arah apikal sampai kehilangan perlekatan jaringan
ikat dan kadang-kadang sampai kehilangan dukungan tulang alveolar.3
2.4.1. Tahap-tahap Gingivitis13
Dengan berjalannya waktu, tanda klinis eritema mungkin akan muncul, terutama
karena proliferasi kapiler dan peningkatan pembentukan loop kapiler antara rete
pegs atau ridge. Perdarahan saat probing mungkin akan terlihat jelas.
Pada gingivitis kronik (tahap III), pembuluh darah membesar dan padat, vena
terganggu, dan aliran darah menjadi lamban. Hasilnya adalah anoksemia lokal
gingiva yang superimposif berwarna kebiruan pada gingiva.
Kesehatan gigi dan gingiva serta pencegahan seperti kerusakan gigi dan
penyakit periodontal memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan umum dan
kesejahteraan penduduk. Meskipun telah terjadi penurunan yang signifikan dalam
peningkatan kerusakan gigi di 30 tahun terakhir, namun terus terjadi peningkatan
kerusakan gigi antara rentan populasi, karena terdapat perbedaan akses terhadap
perawatan gigi dikalangan penduduk. Di Australia, ketersediaan dokter gigi sangat
rendah di luar kota besar. Pada saat yang sama, mereka yang tinggal di daerah
terpencil dan masyarakat adat, sering memiliki tingkat kerusakan gigi dan
edentulous yang lebih tinggi daripada populasi metropolitan. Kurangnya kesadaran
kesehatan gigi menjadi faktor utama dalam tingginya kerusakan gigi yang
terjadi.14,15
Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau di Kota Makassar dengan jumlah
penduduk sekitar 4170 jiwa, dengan mata pencaharian 90% sebagai nelayan, dan
sisanya usaha lainnya. Warga menggunakan listrik dengan generator yang
beroperasi selama 12 jam, dengan fasilitas kesehatan berupa 1 buah Puskesmas
pembantu, pos obat desa (POD) melalui program NGO Plan Internasional. Namun
demikian, pelayanan kesehatan di Pulau Kodingareng masih belum maksimal,
karena faktor dari Puskesmas pembantu yang belum naik statusnya menjadi
Puskesmas, selain itu fasilitas seperti pembangunan asrama untuk staf kesehatan
masih dalam perencanaan.4,16
Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling penting yang
menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap preparasi ini
ditempatkan pada daerah pertemuan antara jaringan gigi penyangga dengan tepi
restorasi. Letak akhiran servikal di sekitar leher gigi yang berbatasan dengan
gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi dan hal ini merupakan tahap awal
terjadinya penyakit periodontal.
Selain itu, pemeliharaan dari pengguna GTC sangat berperan dalam kesehatan
jaringan periodontal. Agar pemeliharaan gigitiruan cekat dilakukan pada pasien,
maka pertama dokter gigi harus memberikan dental health education (DHE)
kepada pasien bagaimana cara menjaga kebersihan mulut pada umumnya dan GTC
pada khususnya dengan cara menggosok gigi yang benar dan melakukan kontrol
plak secara teratur.3
KERANGKA KONSEP
Gigitiruan Cekat adalah suatu gigitiruan yang menggantikan satu atau lebih gigi
alami yang hilang, yang dilekatkan secara permanen dengan menggunakan semen
ke gigi penyangga yang telah dipreparasi. Tujuan utama dari perawatan GTC
adalah memelihara gigi dan jaringan di sekitarnya yang masih ada agar tetap sehat.
Dengan tujuan tersebut, maka yang harus dipertimbangkan agar menghasilkan
keberhasilan perawatan dari GTC diantara pertimbangan faktor periodontal dari
gigi-gigi penyangga. Jaringan periodontal terdiri dari tulang alveolar, ligamentum
periodontal, sementum, dan gingiva.
Masyarakat
Kodingareng
Edentulus
Gigitiruan
Cekat
Kesehatan Jaringan
Gingiva
BAB IV
BAHAN METODE
4.3.1 Populasi.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang sedang
menggunakan GTC.
4.3.2 Sampel Penelitian.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang berusia
di atas 18 tahun yang sedang menggunakan GTC
- Kuisioner
- Pemeriksaan
klinis Penyajian Data
dalam bentuk tabel
dan narasi
Simpulan dan
Saran
4.6 VARIABEL PENELITIAN
Variabel dari penelitian ini ada dua yaitu gingiva dan gigitiruan cekat.
a. Kuisioner
b. Probe
c. Alat diagnostik
BAB V
HASIL PENELITIAN
TABEL V.1. Distribusi frekuensi dan persentase pengguna GTC pada masyarakat
Pulau Kodingareng.
Jenis Kelamin
Laki-laki 3 25
Perempuan 9 75
Tingkat Pendidikan
SD 12 100
SMP - -
SMA - -
Pekerjaan
IRT 7 58,3
Nelayan 4 33,3
Pedagang 1 8,3
Total 12 100
pada semua responden yaitu sekolah dasar. Persentase responden lebih banyak
bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 58,3%, nelayan 33,3% dan paling
sedikit bekerja sebagai pedagang yaitu 8,3%.
TABEL V.2 Distribusi jumlah kehilangan gigi dan lama pemakaian GTC
1-5 8 66,7
6-10 4 33,3
≤ 20 tahun 7 58,3
21-30 tahun 3 25
Total 12 100
Pada penelitian ini, responden lebih banyak mengalami kehilangan 1-5 gigi
dengan persentase 66,7%. Persentase usia pertama kali pencabutan gigi lebih besar
pada usia ≤ 20 tahun, dengan lama pemakaian GTC 1-5 tahun yaitu sebanyak
58,3%
Ya 5 41,7
Tidak 7 58,3
Nyaman 6 50
Ya 7 58,3
Kadang-kadang 2 16,7
Tidak 3 25
Total 12 100
Puskesmas Pembantu - -
Rumah Sakit - -
Pembuat GTC
Dokter Gigi - -
Mahasiswa - -
Puskesmas Pembantu - -
3-5 hari - -
1 minggu - -
2 minggu 10 83,3
Total 12 100
Total 12 100
Pada pembuatan GTC, umumnya pengguna tidak mendapatkan instruksi yang jelas
dalam pemakaian GTC. Dari 12 orang responden, terdapat satu orang yang
mendapatkan instruksi berupa cara makan saat menggunakan GTC.
TABEL V.6. Distribusi kesehatan rongga mulut pada masyarakat pengguna GTC
di Pulau Kodingareng.
Sering 2 16,7
Pernah - -
Kadang-kadang 5 41,7
Ya 3 25
Tidak 9 75
Ya 3 25
Tidak 9 75
Total 12 100
0 2 16,7
1 9 75
2 1 8,3
3 - -
Total 12 100
PEMBAHASAN
Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel ini, menunjukkan bahwa
keadaan gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau Kodingareng masih dalam
keadaan yang relatif sehat, karena terlihat dari hasil pemeriksaan gingiva bahwa
lebih besar pengguna GTC mengalami inflamasi ringan, dan hanya terdapat satu
responden dari 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Keadaan ini
terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna GTC cukup baik, misalnya pada
kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan secara teratur dalam sehari. Menurut
Wyatt yang dikutp oleh Lesmana, bila semua syarat dalam pembuatan GTC
dipenuhi, yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis, maka gigi-gigi
yang menyangga suatu GTC tidak terbukti secara signifikan akan kehilangan
tulang lebih daripada gigi bukan penyangga, dengan catatan semua subyek bebas
dari penyakit periodontal dan kontrol plak dipertahankan selama observasi.2
Namun penelitian ini terdapat kekurangan, yaitu pada pembuatan GTC yang
dilakukan oleh tukang gigi tidak melalui proses-proses pembuatan GTC yang
selayaknya dilakukan sebagai syarat dari perawatan GTC, misalnya pada tahap
preparasi gigi. Pada tahap preparasi gigi menurut Silness dan Ohm yang dikutip
oleh Lesmana, menunjukkan bahwa reaksi peradangan pada tepi gusi lebih sering
dan lebih berat bila preparasi dilakukan di bawah tepi gingiva.2 Tukang gigi yang
membuat GTC tidak melakukan tahap preparasi gigi, yang menurut pernyataan di
atas bahwa tahap ini memiliki ruang untuk menimbulkan peradangan pada tepi
gusi jika tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini, tukang gigi dan pengguna
GTC di Pulau Kodingareng hanya memiliki dasar pemikiran bahwa gigitiruan
cekat yang mereka maksud adalah gigitiruan yang dipasang mati.
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
7.2 SARAN
3. Meskipun penggunaan GTC yang dibuat oleh tukang gigi tidak berdampak
secara signifikan terhadap kesehatan gingiva, namun terjadinya perubahan
ringan pada warna gigi serta sedikit edema, tidak dapat diabaikan begitu
saja, karena lama-kelamaan jika dibiarkan, status dari inflamasi ringan
akan berubah menjadi inflamasi yang lebih berat, sehingga pengguna GTC
memeriksakan keadaan jaringan gingiva pada tenaga medis, terkhususnya
dokter gigi.
1. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge.
Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2007;6(1):27-9.
6. Allan DN, Foreman PC. Mahkota dan jembatan (crown and bridge
prosthodontics:an illustrated handbook). Alih bahasa: Djaya A. Editor;
Juwono L. Jakarta : Hipokrates, 1994; p.81
7. Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115-22
8. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The tooth-supporting structures. In:
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Carranza’s clinical
periodontology. 10th Ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2005. p.68
9. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: WB
Saunder Co; 2002. p.46.
10. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza
FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co;
2002. p.16-7.
11. Manhold, John A, Balbo MP. Ilustrated dental terminology with spansh,
French, and german correlation. 7th ed. Philadelphia: JB Lippincott;1985.p.76
12. Zigurs G, Vidzis A, Brinkmane A. Halitosis manifestation and prevention means for
patients with fixed teeth dentures. J Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial
2005;7:3-6
13. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Gingival inflammation. In : Newman MG, Takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9th ed. Philadelphia: WB Saunder
Co;2002.p.263-4
17. Padburg Jr A, Eber R, Wang H-L. Interactions between the gingiva and the margin of
restorations. J Clin Periodontal 2003;30:379-85
18. Hubungan karakteristik pengguna gigi palsu dengan pemanfaatan jasa tukang gigi.
Available from :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14734/1/09E00980.pdf. Accessed on:
Mei, 18 2011
19. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of gingival and periodontal diseases. In: Newman
MG, Takei HH, Carranza FA, editor. Carranza’s clinical periodontology. 10th ed.
Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2005.p.115.
20. Pan S, Awad M, Thomason JM, Dufresne E, Kobayashi T, Kimoto S, et all. Sex
differences in denture satisfaction. Journal of Dentistry 2008;36:302.
21. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika Dent J
2003;2(8):265
22. Fabiola I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kunjungan masyarakat ke
klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada. Jurnal Persatuan Dokter Gigi
Indonesia 2006;56(1):37-8.
23. Novak MJ. Classification of diseases and conditions affecting the periodontium. In :
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9th ed.
Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.65-6