Anda di halaman 1dari 40

1

PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP ANSIETAS


PADA PASIEN BPH DI RUANG 19 RUMAH SAKIT
SAIFUL ANWAR MALANG

MINI RESEARCH

Untuk Memenuhi Seminar Departemen


Stase Bedah

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO
2017-2018
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan

dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan gejala fisiologis

(Tomb, 2000). Serta dalam pengertian lain, kecemasan adalah kondisi

kejiwaan penuh kekhawatiran dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi,

baik berkaitan dengan permasalahan yang terbatas maupun hal-hal aneh

(Az-Zahrani, 2005).
2

Benigna Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan

jaringan seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan

endokrin berkenaan dengan proses penuaan. Pada usia yang lanjut masalah

yang mungkin muncul pada kasus BPH akan lebih komplek karena psikologis

yang menurun, ketahanan tubuh yang menurun. Setiap pasien yang masuk

rumah sakit pastilah mempunyai masalah, dan mereka berharap besar

bahwa masalahnya akan segera terselesaikan. Akan lebih baik apabila kita

tidak hanya berprioritas menyelesaikan masalaahnya saja tetapi juga

menyiapkan pasien agar mampu mengatasai masalah setelah sepulang dari

rumah sakit. Agar hal tersebut bisa dicapai maka pasien BPH memerlukan

perawatan yang komprehensif dan profesional. Agar pasien merasa

terlindungi dan terjaga dari masalah yang muncul akibat penyakitnya

(Suharyanto, Toto (2009)).


Menurut WHO, 2012 prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales

beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar

80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu

setengah kalinya.
pada Sinaga dan Putri/ Asuhan Keperawatan Tn.”A” …/178-191 180

tahun 2031. Namun demikian, tidak semua penderita BPH berkembang

menjadi penderita BPH bergejala. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria

berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan

bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya mencapai

hampir 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka

kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai

gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu

RSCM dan Sumber waras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus
3

(Emerson, 2009). Meskipun jarang mengancam jiwa, salah satu pokok

permasalahannya adalah gejala-gejala yang ditimbulkan pada pembesaran

kelenjar prostat dirasakan sangat tidak nyaman oleh pasien dan mengganggu

aktivitas sehari-hari. Menurut survei, berdasarkan pola penyakit pasien rawat

jalan pada Rumah Sakit di Provinsi Jawa Barat, Umur diatas 60 tahun pada

2003 penyakit BPH (Benigna Prostat Hipertropi) menempati urutan ke-19

yaitu sebesar 1,37% (530 orang). (Profil Kesehatan Jawa Barat 2003) dalam

(Septian, 2005). Sedangkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD

Dr. Adjidarmo Rangkasbitung Lebak di Ruang Duku tahun 2012 jumlah

penderita BPH (Benigna Prostat Hipertropi)


Angka harapan hidup penduduk di Indonesia setiap tahun mengalami

peningkatan, hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada

tahun 2007, Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat jumlah penduduk

Indonesia sebanyak 225.642 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2010

sebanyak 237.641 juta jiwa. Peningkatan sebanyak 11.999 juta jiwa terjadi

dalam kurun waktu tiga tahun. Di Provinsi Lampung, jumlah penduduk pada

tahun 2000 sebanyak 6.730 juta jiwa dan pada tahun 2010 melonjak hingga

7.608 juta jiwa dengan jumlah laki-laki pada tahun 2010 sebanyak 3.916 juta

jiwa (Badan Pusat Statistik Indonesia, 2012). Peningkatan usia harapan

hidup tentunya akan meningkatkan kejadian kesakitan pada laki-laki, salah

satu pernyakit yang persentasenya meningkat seiring dengan peningkatan

usia adalah Benign Prostate Hyperplasia atau BPH.


Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 12

Desember 2017 di Ruang 19 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang di dapatkan

data dari 5 (100%) responden yang mengalami BPH 2 (40%) responden

tergolong normal/ tidak cemas, 3 (60%) responden mengalami kecemasan.


4

Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering

mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak

merupakan penyakit tersering kedua pada kelenjar prostat di klinik urologi di

Indonesia. Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sedangkan jaringan

prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul. Benign Prostate Hyperplasia

akan timbul 2 seiring dengan bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya

dengan proses penuaan (Amalia, 2007). Pembesaran prostat dianggap

sebagai bagian dari proses pertambahan usia, seperti halnya rambut yang

memutih. Penyakit ini ditandai dengan hiperplasia kelenjar dan stroma prostat

sehingga mengakibatkan pembesaran pada prostat dengan nodul di daerah

periuretra prostat yang dapat bertambah besar dan mempersempit saluran

uretra sehingga dapat menyebabkan obstruksi uretra. (Kumar dkk., 2007).


Penalaksanaan BPH Terapi medikamentosa pada Benigne Prostat

Hyperplasia. Terapi ini diindikasikan pada Benigne Prostat Hyperplasia

dengan keluhan ringan, sedang dan berat tanpa disertai penyulit serta

indikasi pembedahan, selain itu di perlukan terapi non farmakologi, selain

terapi farmakologi yaitu dengan terapi musik merupakan salah satu pilihan

metode non farmakologi untuk menurunkan kecemasan pada pasien BPH.

Musik dapat di gunakan sebagai peralatan terapi untuk memperbaiki,

memelihara, mengembangkan mental, fisik dan emosi. Terapi musik dapat

menghilangkan kecemasan dan musik dapat di manfaatkan untuk

menurunkan nyeri fisiologis, dan cemas (Soenaryo, 2012).


Musik adalah sebuah bahasa, dalam bentuk komunikasi. Musik

dapat membangkitkan respon-respon emosional dan menggugah pikiran,

tetapi musik tidak dapat memberi pengertian nyata atau gagasan berpikir
5

seperti bahasa abstrak yang artinya tergantung dari hubungan antara

pencipta dan pendengar musik (Syafiq, 2003).


Musik adalah pengatur mood yang kuat yang bisa mendorong

relaksasi dan mengurangi kecemasan dalam situasi yang berbeda.

Sementara beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis musik tertentu

memiliki efek anxiolitik subjektif, hasil yang dilaporkan dari tanggapan

fisiologis kurang meyakinkan. Terapi musik religi juga sangat berperan dalam

mempengaruhi dalam tingkat kecemasan, hal ini dapat di lihat dari adanya

tingkat penurunan kecemasan sekitar 40%. Sehingga dari sini dapat di

ketahui bahwa pasien yang di beri terapi musik religi,tingkat penurunan

kecemasannya lebih besar dari pada pasien yang di beri terapi. Oleh karna

itu terapi tersebut menjadi hal yang prioritas dalam penanganan kecemasan

pasien BPH itu sendiri. Prinsip penanganan kecemasan yang dilakukan

dengan mendengarkan musik hidup dan santai (mendukung santai). Musik

mengurangi stres melalui mekanisme yang berbeda. Pertama ada adalah

fisik dan mental mekanisme relaksasi. Kedua, musik membantu dalam

kegiatan menghilangkan stres. Hal ini juga mengurangi negatif emosi.

Selanjutnya, musik dapat mengalihkan perhatian dari pikiran dan kegiatan

negatif dan dapat membantu untuk mencapai keadaan yang positif dan lebih

optimis pikiran. Oleh karena itu musik membuktikan efektivitas dalam

mengurangi tingkat kecemasan dan depresi dan juga dalam meningkatkan

mood. Tapi musik itu sendiri mengurangi jumlah hormon yang dilepaskan

selama stres dan kebanyakan studi telah berfokus pada pengukuran tingkat

kortisol sebelum dan setelah terpapar berbagai jenis musik(Nurul, 2011).


Berdasarkan penjelasan di atas, pengaruh terapi musik religi terhadap

kecemasan pada pasien BPH yang mana dapat menghasilkan hal positif bagi
6

PASIEN BPH tersebut. Ada pun salah satu intervensi yang biasa di lakukan

adalah mengetahui perbedaan pengaruh terapi musik di dalam penanganan

kecemasan pada pasien BPH. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian “Pengaruh Terapi Music Religi Terhadap Kecemasan

pada pasien BPH di Ruang 19 Rumah Sakit Saiful Anwar Malang”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti merumuskan

masalah pada penelitian ini “Adakah Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap

Kecemasan pada pasien BPH di Ruang 19 Rumah Sakit Saiful Anwar

Malang?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan

pada pasien BPH


1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi kecemasan pasien BPH sebelum

diberikan perlakuan pemberian terapi musik Religi


2. Mengidentifikasi kecemasan pasien sesudah diberikan

perlakuan terapi musik Religi.


3. Menganalisis Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap

Kecemasan pada pasien BPH sesudah intervensi dan sebelum

intervensi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat berguna sebagai sumber data baru yang

bisa digunakan sebagai pemecahan masalah yang ada kaitannya

dengan Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap Kecemasan pasien

BPH.
7

1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan


Memberikan informasi tentang Pengaruh Terapi Musik Religi

Terhadap Kecemasan Pasien BPH.

1.4.3 Bagi Lahan Penelitian


Memberikan pengetahuan Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap

Kecemasan pada pasien BPH.

1.4.4 Bagi Responden


Memberikan pengetahuan tentang Pengaruh Terapi Musik religi

Terhadap Kecemasan pada pasien BPH.

1.4.5 Bagi Peneliti


Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan

informasi bagi penelitian selanjutnya yang berupa data dasar

mengenai Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan pada pasien

BPH.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Terapi Musik


2.1.1 Definisi
Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik atau elemen

musik untuk meningkatkan, mempertahankan, serta mengambalikan

kesehatan mental, fisik, emosional, spiritual. Dalam kedokteran di sebut


8

sebagai terapi pelengkap (complementary medicine). Menurut

potter(2005), terapi musik adalah teknik yang di gunakan untuk

penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama

tertentu

2.1.2 Klasifikasi

1. Musik religi adalah lagu yang terikat oleh ajaran-ajaran agama,

dimana isi tiap-tiap bait lagu mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan

Semesta Alam dan membawa ajaran pada kebaikan(Poetra, 2004).


2. Musik klasik merupakan istilah luas yang biasanya mengarah

pada musik yang di buat di atau berakar dari tradisi kesenian barat,

musik kristiani, dan musik orchestra, mencakup periode dari sekitar

abad ke-9 hingga abad ke-21 (Oxford, 2007).


3. Musik instrumental merupakan jenis permainan musik yang

lagunya di mainkan secara instrumentalatau tidak menggunakan syair,

tetapi tetap sempurna. Karena, sudah memiliki melodi utama(main

melodi), armoni (akompanimen+bass), dan irama iringan tabuhan

(rhythm).
4. Orchestra adalah kelompok musisi yang memainkan alat musik

bersama. Mereka memainkan musik klasik. Orchestra yang besar di

sebut sebagai ‘’orkestra simponi’’. Orchestra simponi memiliki 100

pemain, sementara orchestra yang kecil hanya memiliki 30 sampai 40

pemain. Jumlah pemain musik bergantung pada yang mereka mainkan

dan besarnya tempat mereka bermain.(Jean-baptiste 2003).

2.1.3 Manfaat Terapi Musik


9

1. Musik yang berasal dari masa Barok seperti karya Bach, Handel,

Vavaldi, bersifat stabil dan beraturan sehingga membangkitkan rasa

nyaman.
2. Music masa romantik seperti karya Schubert, Schumann,

Tchaikovsky, Chopin dan Lliszty yang membangkitkan perasaan

simpati dan cerita .


3. Musik karya Mozart menggambarkan kejernihan, transparansi,

dan mampu membangkitkan kemampuan ingat serta kemampuan

persepsi ke ruangan.
4. Music masyarakat kulit hitam Amerika dan Puerto Riko seperti

Jazz, Blues, Dixieland, Soul, Calypso, dan Reggae cenderung

membangkitkan semangat.
5. Musik agama terarah pada upaya pendekatan diri kepada sang

pencipta.
6. MusiK tradisional seperti bunyi tambur, genta, dan, gamelan, jawa

untuk member ketenangan hidup dan psikis.


7. Senandung internal untuk memperoleh rasa kedamaian. Suara

kedamaian. Suara pribadi adalah alat music ilahi yang dibekali untuk

memperoleh rasa damai di dalam diri.

. Konsep Musik Religi


2.2.1 Pengertian Lagu Religi
Kata lagu sudah tidak asing di telinga masyarakat sejak

zaman dahulu hingga sekarang. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia lagu adalah ragam suara yang berirama (Ibid h. 624).

Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara dalam urutan,

kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat

musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai

kesatuan dan kesinambungan (mengandung irama). Dan ragam


10

nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu (Poetra,

2004).
Lagu sering juga disebut nyanyian yaitu syair yang

dilafalkan sesuai nada, ritme, birama, dan melodi tertentu hingga

membentuk harmoni. Nyanyian juga diartikan sebagai lagu yang

berarti gubahan seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi,

dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik)

untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan

dan kesinambungan (mengandung irama). Lagu merupakan bekal

yang diberikan Allah SWT kepada manusia bahkan sejak manusia

lahir. Tangisan bayi selalu mengeluarkan nada-nada merdu yang

merasuk kalbu. Dengan kata lain, setiap bayi sudah dibekali Allah

SWT dengan teknik vocal yang teratur, baik dan benar. Setiap

nada tangisannya selalu tertata apik dengan proses yang teratur,

yakni menyimpan nafas di perut, melakukan ancang, kemudian

pada saat memproduksi suara dia melakukan teknik powering

diafragma. Menurut Poetra (2004) Lagu religi adalah lagu yang

terikat oleh ajaran-ajaran agama, dimana isi tiap-tiap bait lagu

mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan Semesta Alam dan

membawa ajaran pada kebaikan(Poetra, 2004).


Dalam seni musik islam, lagu sering disebut nasyid. Nasyid

merupakan sebutan untuk lagu-lagu pemujaan yang khidmat,

khusyu, syahdu, dan agung dalam tempo lambat atau sedang.

Nasyid digolongkan kepada lagu hymne atau lagu pujian bersifat

religius dan spiritual. Nasyid telah ada sejak zaman Rasulullah

SAW yaitu nasyid Tala’al Badru yang dinyanyikan oleh sahabat


11

Anshar dengan iringan musik rebana guna memuliakan

kedatangan Nabi Muhammad SAW saat hijrah dari Makkah ke

Madinah. Dalam dunia Islam, nasyid merupakan salah satu

sarana dalam berdakwah(Poetra, 2004).


Oleh karena itu, seorang munsyid harus memahami

falsafah berdakwah dalam nasyid, yaitu menyampaikan pesan

dalam nasyid agar tersampaikan kepada pendengarnya. Seorang

munsyid harus mampu membuat pendengarnya tergerak untuk

mengingat Allah dan senantiasa berbuat kebaikan. Setiap syair

yang dinyanyikan hanya akan sampai ke hati pendengar apabila

dinyanyikan dengan hati, maka sudah merupakan kewajiban bagi

seorang munsyid untuk mengaplikasikan nasyid yang

disampaikannya dalam kehidupan sehari-hari (Poetra, 2004).


Salah satu jenis lagu religi adalah qasidah yang berasal

dari kata qashidah (bahasa Arab) yang berarti lagu atau nyanyian.

Tetapi selanjutnya arti kasidah menunjukkan kepada lagu dan

music dengan ciri khas tersendiri, yaitu lagu dengan syair-syair

bertemakan agama islam dan dakwah islam (Poetra, 2004). Pada

mulanya qasidah menggunakan alat musik rebana, akan tetapi

pada perkembangan selanjutnya kesenian qasidah dapat

dimainkan dengan alat kesenian lainnya sesuai keterampilan

seniman itu sendiri. Kesenian qasidah diadakan dengan maksud

untuk memberikan hiburan musik dan Seniman muslim berkreasi

dengan maksud tertentu, seperti sebagai berikut:

1. Rekreatif atau hiburan.


2. Menyemarakkan hari-hari besar Islam.
3. Da'wah Islam.
12

Seni qasidah lahir bersamaan dengan kelahiran Islam.

Untuk pertama kalinya, qasidah ditampilkan oleh kaum Anshar

(penolong Nabi Muhammad saw. dan sahabat-sahabatnya dari

kaum Muhajirin dalam perjalanan hijrah dari tanah kelahirannya

(Makkah) ke Yatsrib (Madinah). Pada saat itu beberapa kaum

Anshar menyambut kedatangan Nabi dan mendendangkan lagu-

lagu pujian diiringi dengan lantunan musik rebana. Lagu-lagu

pujian saat itu pun melegenda hingga hari ini sebagai lagu klasik

dan masih dapat dinikmati hingga sekarang (Poetra, 2004)..


Dari segi isi syair lagu-lagu pada seni qasidah, para ulama membuat

batasan, bahwa lagu qasidah haruslah mengandung pesan-pesan

sebagai berikut:

1. Mendorong keimanan kepada Allah dan Hari Akhir;


2. Mendorong orang untuk beribadah dan taat terhadap Allah

serta Rasulnya.
3. Mendorong orang untuk berbuat kebajikan dan menjauhi

ma'shiyat.
4. Mendorong orang untuk bertindak amar ma'ruf dan nahyi

munkar.
5. Mendorong orang agar memiliki etos kerja tinggi dan

berjiwa patriotis.
6. Mendorong orang agar menjauhi gaya hidup mewah serta

berbuat riya.
7. Tidak menampilkan pornografi maupun porno-aksi dan

menggugas syahwat.
8. Tidak menampilkan syair yang cengeng sehingga

membuat orang malas bekerja (Masduki, 2005)

Qasidah sebagai salah satu bentuk kesenian dapat bertahan

sejak mulai berkembang di daerah ini hingga sekarang. Dari waktu ke


13

waktu grup-grup qasidah selalu datang silih berganti. Zikir yang

direkomendasikan oleh penganut aliran kebatinan Barat Edgar Cayce

(Montello, 2004) :
LA ILAHA ILLALLAH HU - (la il-LAH-ha il-LA-lah-ah-HU) Zikir

tradisional Sufi yang berarti "tidak ada Tuhan selain Allah". Secara

tradisional, lagu keagamaan dinyanyikan sewaktu upacara untuk

meng-ingat. Mula-mula zikir ini dinyanyikan monoton perlahan-lahan

dengan nada tunggal, sementara kepala diputar ke kanan dan ke atas

(LA ILAHA), kemudian turun ke arah kiri (IL LALLAH HU). Gerakan ini

dikatakan untuk "menempatkan Tuhan dalam hati" (Montello, 2004)


Pendukung zikir dari masa lalu Robbie Gass mengutip Sufi

Murshid Ehas Amidon dalam uraiannya mengenai zikir, "Mengingat

siapa kami, mengingat Tuhan, dan membawa Yang Suci ke dalam

kesadaran kami lewat musik”. Dan ini juga definisi yang sempurna

dari Kecerdasan Musik (Montello, 2004).

2.2 Konsep Kecemasan


2.2.1 Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak

menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan

gejala fisiologis (Tomb, 2000).


Stuart (2001) mengatakan kecemasan adalah keadaan emosi

yang tidak memiliki objek yang spesifik dan kondisi ini dialami secara

subjektif. Cemas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian

intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon

emosional terhadap penilaian tersebut. Purba (2009), takut mempunyai

sumber penyebab yang spesifik atau objektif yang dapat diidentifikasi

secara nyata, sedangkan cemas sumber penyebabnya tidak dapat

ditunjuk secara nyata dan jelas. Cemas merupakan suatu keadaan yang
14

wajar, karena seseorang pasti menginginkan segala sesuatu dalam

kehidupannya dapat berjalan dengan lancar dan terhindar dari segala

marabahaya atau kegagalan serta sesuai dengan harapannya. Banyak

hal yang harus dicemaskan, salah satunya adalah kesehatan, yaitu pada

saat dirawat di rumah sakit. Misalnya pada saat anak sakit dan harus

dirawat di rumah sakit akan menimbulkan dampak bagi orang tua maupun

anak tersebut. Hal yang paling umum yang dirasakan orang tua adalah

kecemasan. Suatu hal yang normal, bahkan adaptif untuk sedikit cemas

mengenai aspek-aspek kehidupan tersebut. Kecemasan merupakan

suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan dapat

menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi

ancaman (Nevid, et al., 2005).

2.2.2 Tanda dan Gejala Kecemasan


Tanda dan gejala kecemasan yang ditunjukkan atau dikemukakan

oleh seseorang bervariasi, tergantung dari beratnya atau tingkatan yang

dirasakan oleh idividu tersebut (Hawari, 2004). Keluhan yang sering

dikemukakan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara umum

menurut Hawari (2004), antara lain adalah sebagai berikut:

1. Gejala psikologis : pernyataan cemas/ khawatir, firasat buruk,

takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang,

tidak tenang,gelisah, mudah terkejut.


2. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
3. Gangguan konsentrasi dan daya ingat.
4. Gejala somatic : rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar-debar,

sesak nafas, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan

perkemihan, tangan terasa dingin dan lembab, dan lain sebagainya.


15

Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui

perubahan fisiologis dan perilaku dan secara tidak langsung melalui

timbulnya gejala atau mekanisme koping sebagai upaya untuk

melawan timbulnya kecemasan. Menurut Stuart (2001) pada orang

yang cemas akan muncul beberapa respon yang meliputi :

1. Respon fisiologis
a. Kardiovasklar : palpitasi, tekanan darah meningkat,

tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.


b. Pernafasan : nafas cepat dan pendek, nafas dangkal dan

terengah-engah
c. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, tidak nyaman

pada perut, mual dan diare.


d. Neuromuskular : tremor, gugup, gelisah, insomnia dan

pusing.
e. Traktus urinarius : sering berkemih.
f. Kulit : keringat dingin, gatal, wajah kemerahan.
2. Respon perilaku

Respon perilaku yang muncul adalah gelisah, tremor,

ketegangan fisik, reaksi terkejut, gugup, bicara cepat,

menghindar, kurang kooordinasi, menarik diri dari hubungan

interpersonal dan melarikan diri dari masalah.

3. Respon kognitif

Respon kognitif yang muncul adalah perhatian terganggu,

pelupa, salah dalam memberikan penilaian, hambatan berfikir,

kesadaran diri meningkat, tidak mampu berkonsentrasi, tidak

mampu mengambil keputusan, menurunnya lapangan persepsi

dan kreatifitas, bingung, takut, kehilangan kontrol, takut pada

gambaran visual dan takut cedera atau kematian.

4. Respon afektif
16

Respon afektif yang sering muncul adalah mudah

terganggu, tidak sabar,gelisah, tegang, ketakutan, waspada,

gugup, mati rasa, rasa bersalah dan malu.

2.2.3 Faktor-faktor Penyebab Kecemasan


Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan

sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang.

Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya

serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa

faktor yang menunjukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu :

1. Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara

berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini

disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan

pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja.

Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap

lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan
Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan

jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini,

terutama jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka

waktu yang sangat lama.


3. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat

menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi

seperti misalnya kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari

suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-

perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan

timbulnya kecemasan.
17

Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010) mengemukakah

beberapa penyebab dari kecemasan yaitu :

1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang

mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut,

karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran


2. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan

hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.

Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental,

yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum.


3. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa

bentuk.

Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak

berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan

takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya.


Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan.

Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya,

baik lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-

Zahrani (2005:511) menyebutkan faktor yang memepengaruhi adanya

kecemasan yaitu :

a. Lingkungan keluarga

Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan

pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya

ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat

menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat

berada didalam rumah

b. Lingkungan Sosial
18

Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada

pada lingkungan yang tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan

suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai

penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan

munculnya kecemasan.
Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang

tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya

penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di

lingkungan yang baru dihadapi (Gaol, 2004). Sedangkan Page (Rufaidah,

2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kecemasan adalah :

a. Faktor fisik

Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu

sehingga memudahkan timbulnya kecemasan.

b. Trauma atau konflik

Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi

individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau

konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya

gejala-gejala kecemasan.

c. Lingkungan awal yang tidak baik.

Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat

mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik

maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul

gejala-gejala kecemasan.

2.2.4 Tingkat Kecemasan


19

Menurut Stuart (2001), mengidentifikasi kecemasan dalam empat

tingkatan dan menggambarkan efek dari tiap tingkatan.

1. Cemas Ringan

Cemas ringan merupakan cemas yang normal yang

berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan

persepsinya, seperti melihat, mendengar dan gerakan menggenggam

lebih kuat. Kecemasan tingkat ini dapat memotivasi belajar dan

menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

2. Cemas Sedang

Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan

pada hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat

melakukan sesuatu yang lebih terarah.


Kecemasan ini mempersempit lapang presepsi individu,

seperti penglihatan, pendengaran, dan gerakan menggenggam

berkurang.

3. Cemas Berat

Cemas berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang.

Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci

dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku

ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut

memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada

suatu area lain.


Menurut Hawari (2004), tingkat kecemasan dapat diukur

dengan menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan


20

nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yang terdiri dari 14

kelompok gejala, antara lain adalah sebagai berikut :

1. Perasaan cemas : cemas, firasat buruk, takut akan pikiran

sendiri dan mudah tersinggung.


2. Ketegangan : merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat

dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan

gelisah.
3. Ketakutan : pada gelap, pada orang asing, ditinggal

sendiri, pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada

kerumunan orang banyak.


4. Gangguan tidur : sukar untuk tidur, terbangun pada malam

hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi,

mimpi buruk dan mimpi yang menakutkan.


5. Gangguan kecerdasan : sukar berkonsentrasi, daya ingat

menurun dan daya ingat buruk.


6. Perasaan depresi (murung) : hilangnya minat,

berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat

dini hari dan perasaan berubah-ubah sepanjang hari.


7. Gejala somatik/ fisik (otot) : sakit dan nyeri di otot, kaku,

kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.


8. Gejala somatik/ fisik (sensorik) : tinnitus (telinga

berdenging), penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa

lemas dan perasaan ditusuk-tusuk.


9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) :

takikardi (denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada,

denyut nadi mengeras, rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan dan

detak jantung menghilang/ berhentisekejap.


10. Gejala respiratori (pernafasan) : rasa tertekan atau sepit di

dada, rasa tercekik, sering menarik nafas dan nafas pendek/

sesak.
21

11. Gejala gastrointestinal (pencernaan) : sulit menelan, perut

melilit,

gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan,

perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung, mual,

muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB (konstipasi) dan

kehilangan berat badan.


12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin) : sering buang

air kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak

dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit,

masa haid berkepanjangan, masa haid sangat pendek, haid

beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin (frigid, ejakulasi dini,

ereksi melemah, ereksi hilang dan impotensi.


13. Gejala autonom : mulut kering, muka merah, mudah

berkeringat, kepala pusing kepala terasa berat, kepala terasa sakit

dan bulu-bulu berdiri.


14. Tingkah laku/ sikap : gelisah, tidak tenang, jari gemetar,

kening/ dahi berkerut, wajah tegang, otot tegang/ mengeras, nafas

pendek dan cepar serta wajah merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi peilaian angka (score)

antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut :

1. Nilai 0 = tidak ada gejala (keluhan)


2. Nilai 1 =gejala ringan
3. Nilai 2 = gejala sedang
4. Nilai 3 = gejala berat
5. Nilai 4 = gejala berat sekali

2.2.5 Rentang Respon Kecemasan

Menurut Stuart (2001), rentang respon induvidu terhadap cemas

berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif. Rentang respon yang


22

paling adaptif adalah antisipasi dimana individu siap siaga untuk

beradaptasi dengan cemas yang mungkin muncul. Sedangkan rentang

yang paling maladaptif adalah panik dimana individu sudah tidak mampu

lagi berespon terhadap cemas yang dihadapi sehingga mengalami

ganguan fisik dan psikososial.

2.2.6 Faktor Predisposisi

Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori

seperti yang dikemukakan oleh Laraia dan Stuart (1998).


1. Teori Psikoanalitik
Pandangan psikoanalitik menyatakan kecemasan adalah

konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian, yaitu id

dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif

seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang.

Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang

bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego

bahwa ada bahaya.


2. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari

perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan

interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan

kelemahan spesifik. Individu dengan harga diri rendah mudah

mengalami perkembangan kecemasan yang berat. Kecemasan yang

berhubungan dengan ketakutan ini dapat terjadi pada orang tua atau

dapat juga pada anak itu sendiri yang mengalami tindakan


23

pemasangan infus. Tindakan pemasangan infus akan menimbulkan

kecemasan dan ketakutan serta rasa tidak nyaman bagi anak akibat

nyeri yang dirasakan saat prosedur tersebut dilaksanakan. Keadaan

tersebut dapat membuat orang tua cemas dan takut jika prosedur

invasif pemasangan infus yang dilakukan akan memberikan efek yang

membuat anak merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009).


3. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, kecemasan merupakan hasil

dari frustrasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan

seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Faktor tersebut

bekerja menghambat usaha seseorang untuk memperoleh kepuasan

dan kenyamanan.Kecemasan dapat terjadi pada anak yang dirawat di

rumah sakit dan dipasang infus akibat adanya hambatan untuk

mencapai tujuan yang di inginkannya, seperti bermain dan berkumpul

bersama keluarganya (Supartini, 2004).


4. Teori Keluarga
Teori keluarga menunjukkan bahwa kecemasan merupakan

hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Kecemasan ini terkait

dengan tugas perkembangan individu dalam keluarga. Anak yang

akan dirawat di rumah sakit merasa tugas perkembangannya dalam

keluarga akan terganggu sehingga dapat menimbulkan kecemasan.


5. Teori Biologis
Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiazepin. Reseptor ini mungkin membantu

mengatur kecemasan.
Penghambat asam aminobutirik-gamma neuroregulator GABA)

juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis

berhubungan dengan kecemasan. Selain itu, telah dibuktikan bahwa

kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai


24

predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai

gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang

untuk mengatasi stressor.

2.2.7 Faktor Presipitasi

Stuart (2001) mengatakan bahwa faktor presipitasi/ stressor

pencetus dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu :


1. Ancaman Terhadap Integritas Fisik
Ancaman terhadap integritas fisik seseorang meliputi

ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kapasitas untuk

melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Kejadian ini menyebabkan

kecemasan dimana timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan

pemasangan infus yang mempengaruhi integritas tubuh secara

keseluruhan. Pada anak yang dirawat di rumah sakit timbul

kecemasan karena ketidakmampuan fisiologis dan menurunnya

kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti bermain,

belajar bagi anak usia sekolah, dan lain sebagainya.


2. Ancaman terhadap Rasa Aman
Ancaman ini terkait terhadap rasa aman yang dapat

menyebabkan terjadinya kecemasan, seperti ancaman terhadap

sistem diri seseorang yang dapat membahayakan identitas, harga diri

dan fungsi sosial seseorang. Ancaman ini dapat terjadi pada anak

yang akan yang akan dilakukan tindakan pemasangan infus dan bisa

juga terjadi pada orang tua. Ancaman yang terjadi pada orang tua

dapat disebabkan karena orang tua merasa bahwa anak mereka akan

menerima pengobatan yang membuat anak bertambah sakit atau

nyeri. Orang tua cemas dan takut jika prosedur invasif pemasangan
25

infus yang dilakukan akan memberikan efek yang membuat anak

merasa semakin sakit atau nyeri (Sulistiyani, 2009)


3.1 Konsep Dasar BPH
3.1.1 Pengertian

Benign Prostatic Hyperplasia atau BPH adalah masalah umum

pada sistem perkemihanpada pria dewasa yang ditunjukan dengan

adanya peningkatan jumlah sel-sel epitel dan jaringan stroma di

dalam kelenjar prostat. Menurut kejadiannya pembesaran prostat

disebabkan oleh dua faktor penting yaitu ketidakseimbangan hormon

estrogen dan androgen, serta faktor umur atau proses penuaan

sehingga obstruksi saluran kemih dapat terjadi. Adanya obstruksi ini

akan menyebabkan, respon nyeri pada saat buang air kecil dan dapat

menyebabkan komplikasi yang lebih parah seperti gagal ginjal akibat

terjadi aliran balik ke ginjal selain itu dapat juga menyebabkan

peritonitis atau radang perut akibat terjadinya infeksi pada kandung

kemih (Andre, Terrence & Eugene, 2011).

3.1.2 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti

penyebab terjadinya hiperplasi prostat, tetapi beberapa hipotesis

menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dehidrostestosteron (DHT) dan proses aging

proses (Aging Proses / penenuaan). Beberapa hipotesa yang diduga

sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :

1. adanya perubahan kesimbangan antara hormon

testosteron dan estrogen pada usia lanjut


26

2. Peranan dari Growth Faktor sebagai pemacu pertumbuhan

stroma kelenjar prostat.


3. Meningkatkan lama hidup sel – sel prostat karena

berkurangnya sel – sel yang mati.


4. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi

abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma

dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan.

3.1.3 Manifestasi klinis


Peningkatan frekuensi berkemih, pancaran lemah, dorongan

ingin berkemih,urin menetes atau dribling, abdomen tegang,

mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar, rasa seperti

kandung kemih tidak kosong dengan baik, dan retensi urine akut.

(Neil & Pierc 2007).

3.1.4 Penatalaksanaan Medis


A. Medikamentosa :
a. Ubah asupan cairan oral, kurangi konsumsi kafein
b. Alpha blocker (suatu ά adrenergic receptor

antagonists, misalnya fenoksibenzamin)


c. katerisasi.
B. Pembedahan :
a. Transurethral resection of the prostate atau TUR-P.
b. Prostatectomy
c. Retropubic prostatektomy

3.1.4 Pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan mikroskopis urin dan kultur.
1. Tes faal ginjal
2. Pemeriksaa gula darah
3. Evaluasi urodinamik urin
4. Pemeriksaan radiologis.

3.1.5 Gejala BPH


gejala umum pada saluran kemih
1. ingin miksi tapi tidak jadi (Hesistansi).
2. Aliran kemih menjadi lemah, tidak lancar, volume sedikit.
3. Sering miksi di malam hari (nocturia)
27

4. Masih ada tetesan air kemih setelah miksi (terminal

dribbling).
5. Frekuensi miksi bertambah (polakisuria).
6. Adanya perasaan kandung kemih belum kosong semua

pada waktu miksi.


7. Perasaan ingin miksi, yang tidak bisa ditahan (urgensi).
8. Kadang – kadang miksi tidak dapat ditahan sama sekali

(urgen inkontinensia).
9. Perasaan nyeri pada saat kencing (disuria), Retensi urine.

BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Terapi Musik :
1. Farmakologi
b. Terapi
2. Non Musik Religi
farmakologi
a. Terapi Musik Klasik
b. Terapi Musik Penilaian
derajat
Instrumen Penurunan
Kecemasaan
c. Arancemen kecemasan
d. Terapi Musik skala 1. Skor 1-
Faktor kecemasan
Instrumen 5 = tidak ada
1. Lingkungan kecemasan
Keterangan : 2. Skor 6-
2. Emosi
: Tidak diteliti
3. Fisik 14 =
: Diteliti
4. Usia
kecemasan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Terapi Musik Religi Terhadap
ringan
Kecemasan pasien BPH di ruang 19 di rumah 3.sakit Skor
saiful anwar

malang 14-27=

Berdasarkan bagan 3.1 dapat dijelaskan bahwa kecemasan dapat di

lakukan dengan penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi,salah

satu penatalaksanaan non farmakologi adalah terapi music,kecemasan

memiliki beberapa factor yaitu lingkungan, emosi, fisik, usia.


28

3.2 Hipotesis Penelitian


Hipotesa penelitian adalah jawaban sementara penelitian, patokan

dugaan, atau dalil sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam

penelitian tersebut (Notoadmodjo, 2010).


Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
H₁ : Ada Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan pasien BPH di

ruang 19 di rumah sakit Saiful Anwar Malang

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan

dalam melakukan prosedur penelitian (Alimul, 2008). Dalam penelitian ini

menggunakan desain penelitian (One-Group Pre – post Test) yang

merupakan metode penelitian yang mengungkap hubungan sebab akibat

yang cara melibatkan satu kelompok subjek. Pada metode ini kelompok

subjek diobservasi sebelum dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi

setelah intervensi (Nursalam, 2009).

Subjek Pre Perlakuan Post-tes


K O I O
Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3
Keterangan :
K : subjek (pasien BPH yang mengalami ansietas)
O : observasi tingkat sebelum pemberian terapi musik religi
I : intervensi (pemberian terapi musik religi)
29

OI : observasi tingkat sesudah pemberian terapi musik religi

4.2 Kerangka Kerja


Kerangka kerja merupakan pentahapan dalam suatu penelitian yang

menyajikan alur penelitian, terutama variabel yang akan digunakan dalam

penelitian (Nursalam, 2009). Kerangka kerja penelitian ini disusun sebagai.

4.2.1 Bagan Kerangka Kerja

Populasi
Semua pasien BPH di ruang 19 rumah sakit saiful anwar malang
berikut:

Sampel
Semua pasien BPH di ruang 19 rumah sakit saiful anwar malang yang
mengalami kecemasan sebanyak 10
Tehnik sampling
Accidiental sampling

Design Penelitian
(One-Group Pre – post Test)
Pengumpulan Data
SOP
Pengumpulan data
Editing, Cording, tabulating

Analisis data
Uji Wilcoxon
Kesimpulan
4.3 Populasi, Sampel,
H1 di Sampling
terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Gambar
4.3.1 4.1 H0 di terimaTerapi
Pengaruh
Populasi
jika p value
Musik> αTerhadap
dengan α =Kecemasan
0,05 pasien
Populasi adalah
pasien keseluruhan
bph di ruangdari suatu variabel
19 rumah yang
sakit saiful menyangkut
anwar malang
masalah yang diteliti. Variabel tersebut bisa berupa orang, kejadian

perilaku atau sesuatu lain yang akan dilakukan penelitian (Nursalam,

2011). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien BPH di ruang

19 rumah sakit saiful anwar malang


30

4.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling

tertentu untuk bisa memenuhi/mewakili populasi (Nursalam,2003).

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subyek penelitian (Nursalam, 2003).

4.3.3 Teknik Sampling


Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik Sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subyek Peneliti (Nursalam, 2011). Penelitian

ini menggunakan Accidental Sampling yaitu Accidental sampling/

Convenience sampling adalah non-probabilitas sampling teknik dimana

subyek dipilih karena aksesibilitas nyaman dan kedekatan mereka kepada

peneliti.Subyek dipilih hanya karena mereka paling mudah untuk merekrut

studi dan peneliti tidak mempertimbangkan memilih mata pelajaran yang

mewakili seluruh populas. Ada pun jumlah sampel yang akan di ambil

oleh peneliti dengan teknik Accidental sampling adalah 15 pasien BPH

4.4 Variabel Penelitian


Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau

ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu

konsep pengertian tertentu, misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan,

status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian penelitian ini yang

menjadi variable penelitian adalah pengaruh terapi music religi terhadap

kecemasan pasien BPH

4.4.1 Variabel Independen (Bebas)


31

Variabel Bebas/Independen adalah variabel yang nilainya

menentukan variabel lain (Nursalam,20011). Variabel independent dalam

penelitian ini adalah pengaruh terapi musik religi.

4.4.2 Variabel Dependen (Terikat)


Variabel Terikat/Dependent adalah variabel yang nilainya ditentukan

oleh variabel lain (Nursalam, 2011). Variabel dependent dalam penelitian

ini adalah kecemasan pada pasien BPH.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian


4.5.1 Lokasi
Penelitian ini akan dilakukan di ruang 19 rumah sakit saiful anwar malang

4.5.2 Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 18 desember – 20

desember 2017

4.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah mendeinisikan variabel secara

operasional dan berdasarkan karakteristik yang di amati, memungkinkan

peneliti untuk melakukan mengumpulan data sebaiknya dilihat alat ukur

pengumpulan data tersebut agar dapat memperkuat hasil penelitian. Alat

ukur pengumpulan data tersebut dapat berupa kuesioner (Nursalam 2016).

4.7 Pengumpulan Data


4.8.1 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat/fasilitas yang digunakan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data agar penelitiannya lebih mudah dan hasilnya

lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih

mudah diolah (Nursalam, 2011). Instrumen yang digunakan dalam

penelitian ini menggunakan lembar kuisioner.


32

4.8.2 Uji Validitas Dan Reabilitas


1. Uji Validitas
Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang

berarti prinsip keadalan instrument dalam mengumpulkan data.

Instrument harus dapat mengukur apa mengukur apa yang seharusnya

di ukur (Nursalam, 2011).

Uji validitas di lakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan

suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui

validitas suatu instrument (dalam hal ini kuesioner) dilakukan dengan

cara melakukan korelasi antara skor masing-masing variabel dengan

skor totalnya.teknik korelasi yang di gunakan korelasi pearsone

product moment. Suatu variabel (pertanyaan) di lakukan valid bila skor

variabel tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya

dengan cara membandingkan nilai r dengan nilai r hitung. Bila r hasil

(hitung) > r tabet, maka pertanyaan tersebut valid. Dari hasil uji valid.

Dari hasil uji valid.Dari hasil uji validitas kuesioner mengenai kinerja

perawat ada 20 pertanyaan yang valid

(1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19) dan 20 dan di

peroleh nilai r hitung minimum 0,655 dan nilai r maksimum 0,979.

2. Uji reabilitas

Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi di ukur atau di amati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati

sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang

bersamaan. Uji reabilitas di lakukan untuk mengetahui sejauh man

hasil pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama
33

dengan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas dilakukan dengan

cara yaitu; Split Half (teknik belah dua) yang di analiasis dengan

rumusan Uji Wilcoxon. Selanjutnya, skor data tiap kelompok itu di

susun sendiri. Dari hasil uji reabilitas di peroleh r alpha kuesioner

kecemasan yaitu 0.979 karena r hitung lebih besar dari r tabel maka

pertanyaan tersebut reliabel.

4.8.3 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang di perlukan

dalam suatu penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data

bergantung pada begantung pada rancangan penelitian dan teknik

instrument yang di gunakan. Selama proses pengumpulan data,

peneliti menfokuskan kepada penyediaan subjek, melatih tenaga

pengumpulan data, memperhatikan prinsip-prinsip validitas dan

reabilitas, serta menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi agar

data dapat terkumpul sesuai dengan rencana yang telah di tetapkan

(Nursalam, 2016).

4.9 Analisa Data


4.9.1 Editing
Editing yaitu upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing data dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul. Mengecek dan

memeriksa kelengkapan data artinya memeriksa instrumen data termasuk

pola, kelengkapan data lembaran instrumen mungkin ada yang lepas atau

sobek.

4.9.2 Coding
34

Coding yaitu memberikan kode pada tiap kuesioner dengan berupa

nomor dan memberikan kode pada identitas responden. setiap responden

pada data kuesioner diberikan kode sehingga mempermudah peneliti.


1. Kecemasan pasien BPH
Karakteristik:

0= tidak ada
1=ringan
2=sedang
3=berat
4=sangat berat

4.9.3 Scoring

Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu di berikan penilaian atau skor. Hasil dari pengukuran langsung

pada responden di interpresentasikan. Untuk variable independen, terapi

musik religi dengan menggunaan lembar kuesioner. Setelah data

terkumpul di beri bobot untuk 0= tidak ada, 1=ringan, 2=sedang, 3=berat,

4=sangat berat. Selanjutnya hasil pertanyaan jawaban pertanyaan

tersebut di ubah kedalam coding yang telah di tentukan, kemudian skor

respnding di ubah menjadi skor T. skor T merupakan skala standart yang

bias di gunakan, dan jumlah masing-masing skor dan untuk variable

dependen, yakni Kecemasan pasien BPH di gunakan bservasi. Pada

pertanyaan nilai skornya adalah skor 1=Normal/tidak cemas (20-44),

2=Kecemasan ringan(45-59),3=Kecemasan sedang (60-74),

4=Kecemasan berat (75-80), selanjutnya hasil pertanyaan tentukan,

kemudian skor responding di ubah menjadi skor T. skor T merupakan

skala standart yang biasa di gunakan, dan jumlah masing-masing skor.

4.9.4 Tabulating
35

Tabulating adalah proses pengelola data yang bertujuan untuk

membuat table-tabel yang dapat memberikan gambaran statistik. Proses

ini merupakan tahapan akhir pengelolahan data yang sangat berguna

untuk kegiatan selanjutnya yaitu teknik penyajian data.


Untuk variable independen, yakni terapi musik religi Dan untuk

variable dependen yakni kecemasan pada pasien BPH di gunakan lembar

kuesioner di katakan norma/tidak cemas apa bila nilai Skor 0-5 = tidak

ada kecemasan, Skor 6-14 = kecemasan ringan , Skor 14-27=

kecemasan sedang, Skor 28-77 = Kecemasan berat

4.9.5 Cara Analisa Data


Untuk menentukan uji statistik maka harus disesuaikan dengan

jenis penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan klasifikasi

skala pengukuran nominal eksperimen, sehingga uji statistik yang

digunakan adalah uji wilcoxon (Nursalam, 2011).


Kuesioner yang telah diisi oleh responden diberi kode sesuai

Kriteria yang ditentukan, didistribusikan dan dianalisa secara kwantitatif.

Selanjutnya data diuji dengan analisa uji statistik “uji wilcoxon”

menggunakan media komputer program ”Windows SPSS 16”. Kemudian

peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut :

H1 diterima jika p value ≤α dengan α=0,05


H0 diterima jika p value >α dengan α=0,05

4.9.6 Etika Penelitian


Dalam melaksanakan penelitian, penelitian menyebarkan lembar

kuesioner ke subyek yang akan diteliti dengan menekankan masalah

etika

4.9.7 Informed Consent (Lembar Persetujuan menjadi Responden)


Lembar persetujuan Informet Concent diedarkan sebelum peneliti

dilaksanakan kepada seluruh obyek yang akan diteliti, hal ini bertujuan
36

supaya responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian dan

mengetahui dampak yang akan terjadi pada pengumpulan data. Jika

responden bersedia diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar

persetujuan tersebut, tetapi jika tidak bersedia untuk diteliti, peneliti harus

menghormati hak-hak manusia.

4.9.8 Anonimity (tanpa nama)


Nama responden tidak perlu dicantumkan dalam lembar

pengumpulan data, untuk mengetahui keikutsertaannya cukup

menuliskan nama kode pada masing-masing lembar kuesioner atau

lembar pengumpulan data.

4.9.9 Confidentality (Kerahasiaan)


Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden

dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

4.9.10 Keterbatasan Peneltian


Merupakan bagian riset keperawatan yang menjelaskan

keterbatasan daam penulisan riset, dalam setiap penulisan pasti

mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan tersebut di tulis

dalam keterbatasan (Aziz,2007).


Adapun keterbatasan atau hambatan peneliti dalam penyusunan

proposal di antaranya yaitu:


1. Pada metode pengumpulan data yang di gunakan adalah

kuesioner dan menggunakan pertanyaan tertutup di mana salah satu

kelemahan dari metode ini adalah jawaban yang di berikan

responden cenderung ebih banyak di pengaruhi oeh harapan-

harapan pribadi yang bersifat subjektif sehingga hasilnya kurang

mewakili secara kwalitatif.


37
38

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz H. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Djohan, 2006 Terapi Musik Teori dan Aplikasi Yokyakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Dr. Gabriela Iorgulescu,2015 Musictherapy In Dental Medicine

Hawari,. P. 2004 Manajemen Stress dan Depresi. Jakarta : Fakultas Kedokteran.

Heffner ,.L.JJ 2010 KEMETRIAN KESEHATAN JAKARTA:EGC.

Masduki. 2005. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta:


Prestasi Pustaka.

Montello,. L. 2004. Kecerdasan Music (Essential Musical Intellegenci).Batam


Center: Lucky Publishers.

Muzfir Az-Zahrani 2005 Konseling Terapi Jakarta: Gema Insani


Nevid. 2005. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.

Notoatmodjo, S. 2010. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT.


Rineka Cipta.

Nursalam, 2003. Manajemen Keperawatan: Penerapan dalam Praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
39

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional edisi 4. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2016. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

Nurul.. J. 2011 Konsep Dokumentasi Kebidanan . Yogyakarta.

Oriordan 2002. Tasawuf di Dunia Islam Bandung: Pustaka Setia.

Oxford. 2007., Why Patient Use Alternatife Medicine: Result Of A National Study
Perencanaan Kehamilan Sampai Mendidik Anak Jakarta: EGC.
Poetra.,E.A.,Nasyid.,R.,2004.MQS Publishing. Bandung.

Potter.,2005. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik. Jakarta:


Salemba Medika.

Purba., J. 2009 Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa Medan: Usu
Press.
Radika.r,Ellen.s, 2011 Association of Music with Stress, Test Anxiety, and
Test Grades Among High School Students

Soenaryo, 2012 Psikologi Untuk Keperawatan Jakarta : Kedokteran EGC.

Struard. B. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Stuard. 2001 Pendekatan Holistic Pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta:


Salemba Medika.

Sulitiyani. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Yogyakarta : Graha Ilmu.

Syafiq . A 2003. Musik Sekolah Surabaya: Pustaka Pelajar.


40

S.e. Hosseini, m. Bagheri1, n. Honarparvaran 2013 Investigating the effect of

music on labor pain and progress in the active stage of first labor

Jason l. burns.,at all.,2002. The effects of different types of music on perceived

and physiological measures of stress.

Anda mungkin juga menyukai