Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kedatangan orang Arab di Jakarta pada awalnya disebutkan oleh

Jean Gelman Taylor pada pertengahan abad ke-15. Ia menyatakan

bahwa pada tahun 1648, pedagang Arab bersama dengan pedagang

Persia berperan sebagai penjual kuda untuk kebutuhan para pejabat

VOC di Jakarta. 1 Pada abad ke-18, kedatangan orang Arab di Jakarta

didominasi oleh komunitas Hadrami 2 yang tinggal di berbagai daerah

di Jakarta. Mereka adalah para pedagang dan penyiar agama Islam

yang menetap di Jakarta, diantaranya seperti Sayid Alwi dan Sayid

Husain bin Abu Bakar Alaydrus Luar Batang sebagai orang Hadrami

1 Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, (Jakarta:


Masup , 2009), hlm. 66.

2 Kaum Hadrami adalah bangsa Arab yang tinggal di Hadramaut,


Yaman Selatan khususnya daerah seluruh pantai Arab Selatan mulai
‘Aden hingga Tanjung Raas Al-Hadd. Menurut Azyumardi Azra yang
mengutip pendapat Mobini-Kesheh, istilah kata “ Hadrami ” muncul
dari kalimat “ Nahnu Hadramiyyun ‘ala Kulli Al-Syai’ ” (kami adalah
orang-orang Hadrami di atas lain-lainya) yang ada dalam Majalah Al
Basyir tanggal 15 April 1915. Lihat Umar Ibrahim, Thariqah ‘Alawiyyah:
Napak Tilas dan Studi Kritis atas Sosok dan Pemikiran Allamah Sayyid
‘Abdullah Al-Haddad Tokoh Sufi Abad ke-17, (Bandung: Mizan, 2001),
hlm. 28 ; LWC. Van den Berg, Hadramaut dan Koloni Arab di Nusantara,
(Jakarta: INIS, 1989), hlm. 1.
yang pernah tinggal di Jakarta. 3

Seiring dengan perkembangan usaha pelayaran di Asia Tenggara

yang semakin meningkat pada abad ke-18, para imigran Hadrami

secara berkelompok mulai datang di Jakarta dan kota lainnya seperti

Palembang dan Pontianak. Mereka membangun usaha jasa pelayaran

sehingga kemudian berhasil mendominasi jumlah kapal dan rute

pelayaran pada periode tahun 1774 sampai dengan 1777. 4 Oleh

karena kemajuan dalam usaha pelayaran di atas, maka imigrasi orang-

orang Hadrami semakin meningkat jumlahnya di Nusantara. hal

3Musa Kazhim, “Sekapur Sirih Sejarah ‘Alawiyin dan Perannya


dalam Dakwah Damai di Nusantara: sebuah Kompilasi Bahan” dalam
karya Marzuki Alie, et al. Peran Dakwah Damai Habaib/Alawiyin di
Nusantara, (Yogyakarta: Rausyan Fikr, 2013), hlm. 17 ; Berg, op. cit.,
hlm. 105 ; Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII, (Jakarta:
Kencana/Premada Media, 2004), hlm. 318.

4 Para pengusaha pelayaran Hadrami memiliki 2 % dari jumlah


kapal di pelabuhan Jawa yang mengoperasikan kapal besar dengan
jangkauan terluas. Oleh karenanya pelayaran yang dikelola oleh
pengusaha Hadrami menduduki peringkat kedua setelah armada
pelayaran yang dimiliki oleh VOC di Nusantara. Pada pertengahan
tahun 1750-an, para pengusaha pelayaran Hadrami mulai membuka
jalur rute Jawa-Palembang–Malaka dengan kapal yang khusus dengan
bobot 50 ton. Lihat Ismail Fajrie Alatas, “Menjadi Arab : Komunitas
Hadrami, Ilmu Pengetahuan, Kolonial & Etnisitas ” dalam pengantar
buku LWC. Van den Berg, Orang Arab di Nusantra (terj.), (Jakarta:
Komunitas Bambu, 2010), hlm. xxxiv.

2
tersebut juga terjadi di Jakarta karena posisinya sebagai kota pusat

perdagangan VOC pada abad ke-18. 5

Pada tahun 1820 para imigran Hadrami di Jakarta mulai tinggal

di pemukiman orang Moor di Pekojan 6 dan secara perlahan menggeser

jumlah orang Moor dari kampung ini karena jumlah imigran Hadrami

yang terus bertambah. 7 Peningkatan jumlah imigran Hadrami di

Jakarta membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda menempatkan

kepala dan wakil koloni Arab pada tahun 1844 di Jakarta. Pemerintah

memberikan gelar kapten (kapitein der Arabieren) kepada kepala koloni

Arab dan pangkat letnan (luitenant de Arabieren) untuk wakil kepala

5 R. Moh Ali, Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, (Yogyakarta: LKIS,


2005), hlm.170.

6 Menurut David B. Abernethy, kaum Moor adalah para pelaut


dan pedagang muslim yang menguasai perdagangan di pantai Afrika
Utara tepatnya di semenanjung Saint Vincent, Gilbraltar dan kota
Ceuta pada tahun 1415 serta pernah berkonflik dengan armada
Portugis di Malaka pada tahun 1557. Pendapat Abdul Aziz yang
mengutip pendapat S.C Misra menyatakan bahwa kaum Moor disebut
juga sebagai kaum Khojah atau Bohra yang yang berasal dari pantai
Koromandel dan Malabar dan tinggal di Jakarta sejak awal abad ke-17.
Lihat David B. Abernethy, The Dynamic of Global Dominance: European
Overseas Empires 1415-1980, (New Haven and London, Yale University
Press, 2000), hlm. 3, 247; Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi ,
(Jakarta: PT Wacana Logos Wacana Ilmu, 2002), hlm.13 ; Wawancara
dengan Abdurahman bin Absad Baidhowi (58 tahun) pada tanggal 13
April 2014.

7 Berg, op.cit., hlm. 72 ; Ismail Fajrie Alatas, op.cit., hlm. xxxvi.

3
koloni Arab. 8 Kapten dan letnan Arab tersebut bertugas menjalankan

kebijakan pemerintah yang terkait dengan masyarakat Arab di Jakarta

sesuai peraturan yang memasukkan masyarakat Arab dalam golongan

bangsa timur asing (vreemde oosterlingen). 9

Selama abad ke-19, imigran Arab yang datang di Jakarta semakin

meningkat jumlahnya, hal itu terjadi karena beberapa hal diantaranya

adalah pertama, dorongan perubahan perekonomian karena keadaan

kehidupan orang Hadrami yang tidak menetap (nomad) khususnya

orang-orang dari suku Badui. 10 Alasan kedua adalah jatuhnya

8Regeerings Almanak voor Nederlandsch Indie, tahun 1899 , II,


hlm. 157 ; Berg (1989), op. cit., hlm. 72, 75-76.

9 Golongan bangsa timur asing atau vreemde oosterlingen sesuai


peraturan pemerintah tahun 1818 dalam Indische Staatsregeling,
adalah terdiri dari Cina, Arab, Armenia, India, Persia dan lainnya.
Dengan pengaturan golongan itu maka mereka wajib mengikuti
kebijakan kampung etnis (wijkenstelsel) bagi orang Arab yang telah
diatur sejak abad ke-18, sedangkan kebijakan pas jalan (passen stelsel)
berlaku antara tahun 1863 sampai tahun 1866. Lihat Mona Lohanda,
The Kapitan Cina of Batavia 1837-1942, (Jakarta: Penerbit Djambatan,
1994), hlm. 2 ; Ismail Fajrie Alatas, op.cit., hlm. xl, l; Susan Blackburn,
Jakarta : Sejarah 400 Tahun, (Jakarta: Masup Jakarta, 2011), hlm. 8 ;
H. Hussein Badjerei, Al-Irsyad Mengisi Sejarah Bangsa, (Jakarta:
Penerbit Presto Prima Utama, 1996), hlm. 13.

10 Peter G Riddel, “ Arab Migrants and Islamizatin in The Malay


World during The Colonial Period ”, Indonesian and The Malay World, vol
. 29, No. 84, (2001), hlm. 114.

4
Singapura dalam kekuasaan Inggris yang mengakibatkan kota tersebut

menjadin kota perdagangan yang maju. Oleh karena itu, maka

Singapura menjadi kota transit pertama kali bagi imigran Arab sebelum

mereka memasuki Jakarta dan kota lainnya di Nusantara. 11 Alasan

yang ketiga adalah dibukanya terusan Suez pada tahun 1879 yang

mengakibatkan kemudahan transportasi laut dari pantai Arab ke

Singapura dan kemudian masuk ke Jakarta. 12

Dari ketiga alasan tersebut di atas, maka masyarakat Arab di

Jakarta pada abad ke-19 terbentuk dari dari dua komunitas yaitu

komunitas Hadrami yang terdiri dari kelompok Alawiyin dan non-

Alawiyin. Komunitas selanjutnya adalah non-Hadrami yang terdiri dari

kelompok Islam dan non-Islam. Dari empat kelompok tersebut,

11 Berg, op. cit., hlm. 72.

12 Tentang migrasi orang Arab pada tahun 1870, Jacobsen


menyebutnya dengan istilah “ ledakan nyata ” ke daerah Nusantara
yang berhasil merubah arah tujuan migrasi kaum Hadrami sebelumnya
menuju ke Swahili (Afrika Timur), India dan negara-negara disekitar
Laut Merah menjadi ke kawasan Nusantara. Lihat Frode F. Jacobsen,
“Arab Hadramaut di Indonesia Masa Kini: Sebuah Kelompok
Berorientasi Indonesia Dengan Ciri-Ciri Arab”, dalam karya Marzuki
Alie, et al. Peran Dakwah Damai Habaib/ Alawiyin di Nusantara,
(Yogyakarta: Rausyan Fikr, 2013), hlm. 119; Berg, op. cit., 72.

5
kelompok Alawiyin 13 telah mendominasi peran ekonomi dan

keagamaan di Jakarta sejak awal abad ke-18. 14 Pada pertengahan

abad ke-19, akibat jumlah imigrasi komunitas Hadrami yang

meningkat, maka kelompok non-Alawiyin menjadi jumlah mayoritas

dalam masyarakat Arab di Jakarta. 15

13Kelompok Alawiyin adalah bagian dari komunitas Hadrami


yang sering disebut sebagai sadah ba‘alawi (para sayid Alawiyin ) atau
bani Alawi (keluarga Ba’ Alawi) yang merupakan keturunan Sayid Alawi
bin Ubaidilah bin Ahmad bin ‘Isa Al-Muhajir yang tersambung
silsilahnya dengan Husein binti Fatimah putri Nabi. Gelar “ sayid ”
diartikan oleh Zainal Abdidin Assegaf sebagai orang yang mulia,
sedangkan Berg menyebutkan bahwa gelar sayid di Melayu
dibahasakan dengan “ tunkoe besar atau tuwanku ”, sedang gelar “
habib ” adalah panggilan dekat atau keakraban kepada para sayid.
Dalam tulisan Berg juga disampaikan bahwa gelar sayid sangat spesial
di Jawa sehingga diadopsi dalam gelar para raja Islam di Jawa. Lihat
Drs. Zainal Abidin bin Seggaf Aseggaf, Silsilah Keturunan Sayidina
Hasan dan Sayidina Husein : Cucu Nabi Muhammad SAW, (Bekasi:
Penerbit Yasrim, 2007), hlm. 4, 64, 123 ; Mr. LWC. van den Berg, De
Moehammedaansche Vorsten in Nederlandsch-Indie, (t.k.: t.p., t.t.), hlm.
19, 23-24, 27 ; Abdul Aziz, op. cit., hlm. 39 ; KH. Abdullah bin Nuh,
Fadhail Ahlul Bait Rasulullah SAW, (Semarang : CV. Toha Putra, 1986),
hlm. 2 ; Ali bin Ahmad Assegaf, Wasoya: Al-Ithrah An-Nabawiyyah,
(Jakarta : M.B. Offset, 1982), hlm. 32-33.

Berg (1989) menyatakan bahwa kelompok Alawiyin atau para


14

sayid Alawi merupakan perwakilan agama dan hukum yang sangat


dominator, mereka dihormati tanpa batasan (reserve) serta dengan
sendirinya mendapat tempat yang terhormat dimanapun ia berada.
Lihat Berg, op. cit., hlm. 33-34, 61-62.

15 Ibid. hlm. 73.

6
Walaupun masyarakat Arab terbentuk dari berbagai komunitas

yang memegang tradisi primordialis yang kuat, 16 mereka mulai

melakukan sosialisasi dan interaksinya secara terbuka seiring

peningkatan jumlah dan kemajuan perekonomian di Jakarta pada

paruh kedua abad ke-19. Akibat dari proses itu, maka timbulah

berbagai dinamika pada masyarakat Arab di Jakarta seperti kerjasama

perdagangan, kedekatan emosional keagamaan, pendidikan, solidaritas

serta pergerakan sosial dan politik. Dinamika sosial yang terjadi di atas

sangat terlihat pada komunitas Hadrami di Jakarta. 17 Dinamika yang

terjadi tersebut berpengaruh kuat secara sosial keagamaan, politik dan

ekonomi bagi masyarakat Arab di Jakarta. 18 Hal tersebut terlihat

16 Siti Hidayati Amal, “ Menelusuri Jejak Kehidupan Keturunan


Arab - Jawa di Luar Tembok Keraton Yogyakarta ”, Antropologi
Indonesia, vol. 29. No. 2, (2005), hlm. 160.

17 Dinamika masyarakat Arab yang terjadi seiring mobilitas sosial


dari Pekojan yang tumbuh di pinggiran kota Jakarta atau di tanah
partikelir. Lihat LWC. Van den Berg, Het Indlansche Gemeentewezen op
Java en Madoera (S’Gravenhage :Martinus Nijhof, 1901), hlm. 16.

18 Diantara penyebab dinamika yang terjadi pada masyarakat


Arab di Jakarta adalah pembentukan jalinan kultur hibrida yang
dibangun oleh kaum Arab Hadrami yang tidak berdasarkan
etnisitasnya sebagai Arab namun lebih sebagai hibriditas baru yaitu
menjadi pribumi (Melayu, Bugis dan Minangkabau) dengan cara
mengadopsi bahasa, gaya hidup dan tata cara pribumi dalam proses
asimilasi yang cepat. Jalinan kultur hibrida ini sejak tahun 1835

7
dalam dominasi peran sosial keagamaan, ekonomi dan politik yang

dimilikil oleh komunitas Hadrami, khususnya pada kelompok Alawiyin.

di Jakarta. Oleh karenanya kelompok Alawiyin dalam dinamikanya

berhasil mempengaruhi bentuk tradisi, agama, bahasa dan istiadat

masyarakat Jakarta sejak abad ke-18. 19

Pada masa pertengahan abad ke-19 sampai dengan awal abad ke-

20, muncul berbagai pandangan sosial keagamaan dari Sayid Usman

bin Yahya Al-‘Alawi (1822-1914). Ia merupakan seorang Arab dari

kelompok Alawiyin yang menjadi ulama, mufti dan penasihat bangsa

Arab pemerintah kolonial Hindia Belanda (adviseur voor Arabische

zaken) di Jakarta. 20 Pandangan Sayid Usman yang menyoroti

menjadi fokus perhatian pemerintah kolonial karena menantang


delienasi ras dan kultur yang mudah dipahami serta dianggap sebagai
tendesi campur baur (laten amalgameren) antara bangsa Timur Jauh
dan penduduk pribumi. Lihat LWC. Van den Berg, De Afwijkingen van
het Mohammadansche Familie–en Erfrecht op Java en Madoera, (t.k. :
t.p., t.t.), hlm. 462 ; Ismail Fajri Alatas, op. cit., hlm. xxxiii, xl ; LWC. van
den Berg, De Atjehers, (t.k : t.p., t.t.). hlm. 197 ; Nikolaos van Damn, “
Arabic Loanswords in Indonesia Revisited ”, Bijdragen tot de Taal-,
Land-, en Volkenkunde, vol. 166, no. 2/3, (2010), hlm. 221.

19 Dr. G.F. Pijper, Beberapa Studi Tentang Sejarah Islam di


Indonesia 1900-1950, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 91; Berg (1989),
op. cit. hlm. 72.

Sebenarnya pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai


20

mengawasi perkembangan dinamika sosial yang terjadi pada

8
kehidupan masyarakat Arab pada pertengahan abad ke-19 menjadi

bagian penting dalam sejarah kehidupan masyarakat Arab di Jakarta

pada masa tersebut.

Pandangan-pandangan Sayid Usman terhadap kehidupan

masyarakat Arab di Jakarta dituangkan dalam berbagai karya ilmiah

keagamaannya selama kurun waktu tahun 1877 sampai dengan tahun

1914. Atas berbagai pandangan yang diberikan oleh Sayid Usman

terhadap masyarakat Arab pada kurun waktu di atas, maka ia

dikatakan sebagai seseorang yang berdiri pada dua kepentingan yaitu

pemerintah dan bangsa Arab. 21 Oleh karenanya banyak yang menyebut

Sayid Usman dengan berbagai istilah seperti diantaranya sebagai “

masyarakat Arab sudah dimulai sejak keterlibatan Sayid Abdurahman


Az-Zahir yang berkonspirasi dengan Turki Usmani dalam perang Aceh
pada tahun 1870. Lihat A.H. Swaving, Mr. L.W.C. van den Berg’s De
Toekomst van Atjeh (Batavia : H.M. Van Dorp & Co, 1890), hlm. 2 ; Mr.
Hamid Algadri, Islam dan Keturunan Arab: Dalam Pemberontakan
Melawan Belanda, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 113, 118.

21 Mr. Hamid Algari, C. Snouck Hurgronje : Politik Belanda


terhadap Islam dan Keturunan Arab, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan,
1984), hlm. 119; Nico J. G. Kaptein, Islam, Colonialism and the Modern
Age in the Netherlands East Indies : A Biography of Sayyid ‘Uthman
(1882-1914), (Leiden: Brill, 2014), hlm. 140-144 ; Aqib Suminto, Politik
Islam Hindia Belanda het Kantoor voor Inlandsche Zaken, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 118, 160 ; P.S.J. van Koningsveld, Snouck Hurgronje
dan Islam, (Jakarta: Girimukti Pasaka, 1989) , hlm. 159.

9
sahabat pemerintah Hindia Belanda ”, 22 “ seorang pengabdi

pemerintah kolonial Belanda yang amat setia ” dan “ seorang Arab yang

berserikat dengan pemerintah Hindia Belanda ”. 23 Akibat

pandangannya kepada masyarakat Arab di atas , Sayid Usman juga

dikatakan sebagai “ seorang pembuat khotbah penjilat ” 24 dan “

mengelabuhi mata orang-orang Eropa ”. 25

Berbagai istilah yang ditujukan kepada Sayid Usman di atas

merupakan respons beragam dari masyarakat Arab di Jakarta atas

pandangan-pandangan yang ia berikan. Respons tersebut muncul

karena pandangan Sayid Usman dianggap sebagai kritikan atas sikap

dan perilaku mereka yang mulai menyimpang dari tradisi dan

keagamaan masyarakat Arab. Selain hal tersebut, pandangan Sayid

Usman juga digunakan menjadi dasar pembentukan kebijakan

pemerintah terkait masyarakat Arab di Jakarta. Oleh karena

pandangan-pandangan di atas, maka Sayid Usman terlibat dalam “

22 Ibid., hlm. 179.

23 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,


(Jakarta: LP2ES, 1980), hlm. 29.

24 Badjerei , op. cit., hlm. 21.

25 Deliar Noer, op. cit., hlm. 29.

10
pusaran plemik dan permasalahan internal pada masyarakat Arab pada

tahun-tahun terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 di Jakarta. Pada

masa abad ke-21 khususnya pada tahun 2014, nama Sayid Usman

mulai disebut-sebut lagi oleh sebagian kelompok masyarakat Arab .

khususnya oleh organisasi Arrabithah Alawiyah yang menganggap

Sayid Usman sebagai pendiri pendidikan agama Islam yang petama di

Jakarta. Oleh karena alasan-alasan di atas, maka pandangan Sayid

Usman terhadap dinamika masyarakat Arab yang terjadi di Jakarta

menjadi sangat penting untuk diteliti lebih mendalam.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

Dari latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka

permasalahan dalam penelitian ini adalah pandangan Sayid Usman bin

Yahya terhadap dinamika sosial kehidupan masyarakat Arab di Jakarta

pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20. Pandangan Sayid

Usman menjadi sebuah topik yang menarik dalam penelitian ini

dikarenakan kapabilitas yang dimilikinya dalam memahami realitas

sosial keagamaan pada masyarakat Arab. Kapabilitas itu terbangun dari

berbagai kedudukan yang dimiliki oleh Sayid Usman seperti

diantaranya bahwa ia seorang sayid Alawiyin, ulama ahli hukum Islam

dalam madzab Syafi’i, seorang yang mengerti tradisi Arab dan

11
keagamaan masyarakat Arab karena lahir dari keluarga Arab dan lama

tinggal di Mekah dan Hadramaut, anggota dewan kota Jakarta, mufti

dan penasihat kehormatan untuk bangsa Arab. Dari kedudukanya

tersebut maka Sayid Usman mempunyai wewenang dalam

“memandang” masyarakat Arab dengan segala dinamika sosial yang

terjadi. 26 Selain itu, pandangan Sayid Usman berangkat dari

pengamatan (observasi) yang empiris dimana ia benar-benar hidup

menjadi bagian dari dinamika masyarakat Arab yang terjadi di Jakarta

pada masa hidupnya. Pandangan terhadap dinamika masyarakat Arab

tersebut oleh Sayid Usman kemudian direkam dalam karya tulis ilmiah

keagamaan yang ia terbitkan dalam bentuk nasihat dan fatwa. 27

26 Sayid Usman mempunyai berbagai kedudukan penting di


dalam masyarakat Arab diantaranya perwakilan bangsa Arab yang
duduk dalam anggota dewan kota Batavia, ulama, mufti dan penasihat
kehormatan untuk bangsa Arab di kantor inlandsche zaken sejak
tanggal 3 Mei 1891. Lihat Dr. Karel A Steenbrink, Beberapa Aspek
Tentang Islam Di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984),
hlm.135; Het Niews van den Dag, 27 Maret 1905; Regereringsalmanak
voor Nederlandsch-Indie, tahun 1899, II. hal. 458.

27 Fatwa adalah nasihat keagamaan yang dikeluarkan oleh


seorang mufti atau ahli hukum Islam atas permintaan, dengan bentuk
nasihat lisan maupun tertulis. Lihat Amiq, “ Two Fatwa on Jihad
Against the Dutch Colonization in Indonesia: A Prosopographical
Approach to the Study of Fatwa ”, Studia Islamika, vol. 5 no. 3, (1998),
hlm. 86; Kaptein (2014), op. cit., hlm. 211.

12
Dengan pertimbangan dan berbagai alasan yang mendukung

dalam pemilihan permasalahan penelitian seperti yang telah diuraikan

di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini diantaranya adalah

Pertama, bagaimanakah pandangan Sayid Usman bin Yahya terhadap

realitas sosial masyarakat Arab yang terjadi di Jakarta ? Kedua,

bagaimana cara pandang Sayid Usman bin Yahya terhadap realitas

sosial masyarakat Arab di Jakarta ? Ketiga, seperti apakah tipe ideal

masyarakat Arab di Jakarta menurut pandangan Sayid Usman bin

Yahya? Keempat, sejauh manakah pandangan Sayid Usman

berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Arab di Jakarta ?

Ruang lingkup penelitian secara umum dimulai sejak kepulangan

Sayid Usman bin Yahya dari Timur Tengah ke Jakarta pada tahun

1862, namun secara khusus difokuskan mulai tahun 1877 dimana ia

mulai menulis berbagai pandangannya tentang realitas sosial

keagamaan yang terjadi pada masyarakat Arab sampai wafatnya pada

tahun 1914. Walaupun secara umum dan khusus difokuskan pada

masa tersebut di atas, namun kurun waktu dari awal kelahiran Sayid

Usman pada awal abad ke-19 sampai tahun 1930-an akan menjadi

spasial yang dikaji untuk memperkuat analisis pandangan Sayid

13
Usman bin Yahya terhadap dinamika kehidupan masyarakat Arab di

Jakarta. Penelitian ini difokuskan di wilayah Jakarta sebagai letak

domisili Sayid Usman bin Yahya dan daerah koloni Arab terbesar di

pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang pada saat itu

bernama Batavia. Walaupun begitu, kota-kota koloni Arab lainnya di

Jawa dan berbagai daerah di Indonesia seperti Surabaya, Palembang

dan Pontianak serta daerah lainnya yang ada kaitanya dengan

kehidupan masyarakat Arab di Jakarta juga akan menjadi objek

penelitian dengan pertimbangan pentingnya posisi Jakarta sebagai

pusat perekonomian dan pergerakan sosial-politik masyarakat Arab

pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. 28

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan tentang pandangan individu tokoh sejarah menurut

Kuntowijoyo bertujuan untuk melihat gagasan-gagasan besar yang

berpengaruh dalam kejadian sejarah dimana tokoh sejarah tersebut

muncul, tumbuh dan berkembang. Dengan dasar tersebut maka

penelitian ini bertujan untuk mendeskripsikan pandangan atas realitas

sosial dan pandangan ideal dari Sayid Usman tentang kehidupan

28 R. Moh Ali, op. cit., hlm.170.

14
masyarakat Arab di Jakarta pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-

20. 29

Tujuan lain yang dapat terbentuk dalam penulisan tesis ini

adalah penjelasan tentang pengaruh pandangan Sayid Usman terhadap

kehidupan masyarakat Arab di Jakarta pada akhir abad ke-19 dan awal

abad ke-20. Selain pengaruh pandangan Sayid Usman, tujuan lain dari

penelitian ini juga untuk melihat implementasi, diseminasi dan

sosialisasi pandangan Sayid Usman pada masa tersebut. Sehingga

dengan berbagai tujuan penelitian di atas, maka berbagai realitas sosial

keagamaan yang terjadi pada masyarakat Arab di Jakarta dapat

diketahui tidak hanya dari pandangan yang bersifat sosial politik saja,

namun juga dari pandangan yang bersifat sosial keagamaan dari

seorang penasihat bangsa Arab pada masanya. 30

Penelitian ini juga berusaha membuktikan bahwa dengan

pandangan Sayid Usman telah terjadi banyak peristiwa sejarah yang

penting pada kehidupan sosial keagamaan sehari-hari masyarakat Arab

di Jakarta. Sehingga dengan penelitian ini, maka dapat menambah

29 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Tiara Wacana,


2003), hlm. 203, 206.

30 Ibid, hlm. 197-199.

15
penulisan sejarah yang baru khususnya tentang kajian-kajian

penulisan sejarah yang berhubungan dengan pandangan tokoh Arab di

Indonesia pada abad ke-19 dan awal abad- 20.

Dengan tujuan yang telah disebutkan di atas, maka manfaat dari

penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah historiografi

tentang pemikiran tokoh sejarah atas realitas sosial keagamaan dan

pandangan ideal pada sebuah masyarakat. Manfaat lainnya dari

penelitian ini adalah memberikan keragaman dalam metodologi

penulisan sejarah khususnya penulisan sejarah sosial dengan konteks

pandangan seorang tokoh sejarah yang dapat menghasilkan penulisan

sejarah sosial yang baru. Pengertian tersebut didasari bahwa

pandangan pelaku sejarah selalu terkait dengan zaman dimasa

kehidupannya, masyarakat dan lingkungan sosial-politik yang

melingkari kehidupannya.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam tinjauan pustaka pada penulisan ini digunakan beberapa

karya pustaka yang berhubungan dengan Sayid Usman dan kehidupan

masyarakat Arab di Jakarta, khususnya yang memperlihatkan

pandangan atas realitas sosial dan pandangan idealnya. Berbagai

pandangan tersebut oleh Sayid Usman dituangkan dalam tulisan karya

16
ilmiah keagamaan pada kitab maupun selebaran yang diterbitkan

melalui percetakan miliknya di Petamburan antara tahun 1877 sampai

dengan tahun 1913. 31 Tulisan pertama kali yang mengisahkan

31 Karya Sayid Usman yang menyoroti secara khusus tentang


kehidupan sosial keagamaan masyarakat Arab diantaranya adalah :
Simth As-Shudhur wa Al-Jawahir fii Al-Hall Takhsis Al-Nudhur lil Asy-
Syadah Ath-Thahir (1294/1877), Al-Nasiha Al-Mardiyyah (ini sebuah
Nasihat yang Tersuka) fii Ar-Radd ‘ala Al-Wasiyyah Al-Mannamiyyah
(1309/ 1891), Hadzihi-al ‘As-ilah Warodah ‘Al Saayyid ‘Uthman bin
Abdullah bin ‘Aqil bin Yahya wa Tuliba minhu Al-Jawaab ‘Alaiha fa
Jaawab ‘Ala kulli Su’alin minha ‘ala Hasabima Sathara Tahta (1892),
‘Aqd Al-Juman fi Adab At-Tilawah Al-Qur’an (t.t.), Tuhfaha Al-Wardiya
min Riyadi As-Syariath Al-Muhamadiya fi An-Nasiha Al-Mardiya
(1297/1880), Aslakh Al-Halal bi-at-Tholab Al-Halal (1298/1880), I’anat
Al-Mustarshidin ‘Ala Fahm Ad-Diin (1305/1888), Nasiha Al-Syafiq li-Kulli
Akhwa-Ar-Rafiq (1311/1894), Taftih Al-Muqlatain wat-Tabyin Al-
Mafsadatayn Al-Mukhabba’atayn bi-Sulh Al-Jama’atayn, (1313/1895),
Miftakh As-Sa’adah (1315/1897, Al-Fawaid Al-Jami’ah wa Al-Matalib Al-
Nafi’ah (1317/1899), Sadd Al-Bab ‘an Zann Al-Su’Wa Al-Ightirab
(1317/1900 ), Misbahud Ad-Dholam (1903), Sawn Al-Diin An-Nazaghat
Al-Mudhilin (1321/1903), Ini Buku Kecil buat Menyatakan Pertegasan
Hukum Adat Negeri yang Bersamaan pada Pertengahan Hukum Agama
Islam atas Orang dengan Memakai Pakaian Lain Bangsanya Adanya (
1904), Husu Al-Ma’mul bi Al-‘Amal bi An-Nasiha Ar-Rosul (1323/1905),
Kelakuan Terpuji bagi Guru Ngaji (1324/1906), An-Nubdzat Al-Lathifah
fii Al-Nasiha Al-Munifa (1324/1907), Ta-Biyin Al-Haq min ad-Dholal wa
Tanzihuh min Su’il Fa’al (1325/1907), Hadiyyat Ar-Rafiq bi Wasilat At-
Tawfiq (1324/1907), Jam’un Nafa’is Litahsin Al-Madaris (1327/1909) ,
Nasehat Yang Bermula (1329/1911), Thoriqoh As-Salamah minal
Khusron wa An-Nadhamah (1329/1911, Jam’al fii Aqsam Al-Khawariqi
Al-Adah (1329/1911), I’lan Al-Ikhwan bi-Wujub Al-Tabligh wa Al-Tadhkir
bi Al-Ikhsan (1331/1913), Qoul Al-Haqq bi Al-Bashiro fi Anna Al-Mujtari’
Khabith Asy-Syariro (1331/1913), Mir’ah Al-Haqq wa Al-Insaf fii Huquq
As-Sadah Al-Asraf, (1331/1913), Sinar Istirlam (1913), Maslah Al-
Akhyaar fii Ad-Diyah wa Al-Adzkar (t.t.), Hadis Keluarga (t.t.), Tasriij Al-

17
kehidupan Sayid Usman dengan masyarakat Arab adalah artikel karya

Snouck Hurgronje yang berjudul Een Arabisch Bondgenoot der

Nederlandsch-Indische Regeering yang diterbitkan dalam Nieuw

Rotterdamsche Courant pada tanggal 14 dan 16 Oktober 1886 dan

kemudian diterbitkan ulang dalam buku yang berjudul Verspreide

Geschriften van Snouck Hurgronje yang diterbitkan pada tahun 1924.

Artikel lainnya tentang Sayid Usman adalah karya Snouck Hurgronje

yang berjudul Sajjid Oethman Gids voor de Priesterraden dimuat dalam

Het Recht in Nederlandsch-Indie, LXIII yang diterbitkan di Jakarta pada

1894 halaman 722-744 yang menyampaikan penggunaan karya Sayid

Usman bin Yahya untuk pedoman teknis dalam lembaga peradilan

agama di daerah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada abad ke

19 bagi masyarakat Arab dan pribumi. 32

Karya lainnya yang digunakan juga meliputi biografi Sayid Usman

bin Yahya dan berbagai peristiwa yang terjadi pada masyarakat Arab

yang didapatkan dari kitab Suluh Zaman karya Sayid Abdulah bin

Qandiil li Bayani Hukmi At-Taqbiil (1330/1912) dan Perkara Luar Batang


(t.t).
32 Snouck Hurgronje, Verspreide Geschriften van Snouck Hurgronje
IV (S’Gravenhage: Kurt Schroeder/Bonn Und Leipzig, 1924), hlm. 72-
85, 286-303.

18
Usman bin Yahya. Kitab biografi lainnya yang digunakan adalah kitab

Qamaruzaman karya Sayid Syech bin Alwi bin Usman bin Yahya yang

diterbitkan pada tahun 1925. Selain karya berbentuk kitab, karya

selebaran biografi yang berjudul Sirah dan Tarikh Sayid Usman bin

Yahya karya Sayid Ali Alaydrus yang diterbitkan pada tahun 1934 juga

digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini. 33 Untuk menambah

referensi dalam penelitian ini juga digunakan koleksi surat pribadi

Sayid Usman, terutama surat yang ia kirimkan kepada Snouck

Hurgronje dan pejabat kolonial bangsa Eropa yang telah

diinventarisasikan oleh perpustakaan Universitas Leiden. Dalam surat-

surat pribadinya ditemukan pandangan-pandangannya terhadap

realitas sosial yang terjadi dan pandangan ideal tentang kehidupan

masyarakat Arab di Jakarta . 34

Karya pustaka tentang penelitian masyarakat Arab khususnya

Abdulah bin Usman bin Yahya, Suluh Zaman, (Batavia:


33

Percetakan Sayid Usman, t.t.); Syekh bin Alwi bin Usman bin Yahya,
Qamarruzaman, (Weltevreden: Percetakan Sayid Usman, 1925 ); Sayid
Ali Alaydrus, Sirah dan Tarikh Sayid Usman bin Yahya, (Batavia
Centrum: t.p., 1934).

Surat Sayid Usman kepada Snouck Hurgronje dalam koleksi


34

perpustakaan Universitas Leiden menggunakan kode Or. 8952 A 1023


dan 1024, sedangkan surat keluarga khususnya yang ditulis oleh anak-
anaknya kepada Snouck yang dikoleksi perpustakaan Leiden
menggunakan kode koleksi Or. 8952 A 416 dan A 920.

19
komunitas Hadrami di Jakarta pada tahun 1866 oleh LWC. Van den

Berg yang berjudul Le Hadhramout Et. Les Colonies Arabes yang sudah

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Hadramaut dan

Koloni Arab di Nusantara yang diterbitkan oleh Indonesian-Netherlands

Coorperation in Islamic Studies (INIS) pada tahun 1989 juga digunakan

sebagai sumber pendukung utama dalam penulisan ini. Penelitian ini

juga menggunakan sumber dari surat nasihat Snouck Hurgronje

kepada pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat Arab pada

pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang dihimpun oleh

karya E. Gobee dan C. Andrianse dengan judul Ambtelijke Adviezen van

C. Snouck Hurgronje 1889-1936 yang juga telah diterjemahkan dan

diterbitkan oleh INIS pada tahun 1994 dengan judul Nasihat-Nasihat C.

Snouck Hurgronje semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia

Belanda 1889-1936 seri IX. 35 Selain karya pustaka di atas, juga

digunakan buku dan jurnal yang menerangkan secara khusus tentang

Sayid Usman bin Yahya dan masyarakat Arab diantaranya seperti karya

Hamid Al-Gadri, Edrus Alwi Al-Mashoer, Hussein Badjerei, Azyumardi

35 E. Gobee dan C. Andrianse, Nasihat-Nasihat C. Snouck


Hurgronje semasa Kepegawaiannya kepada Pemerintah Hindia Belanda
1889-1936, IX , X (Jakarta: INIS, 1994).

20
Azra, Nico Kaptein, Mohammad Noupal, Karel Steenbrink, Aqib

Suminto, Michael Laffan, Natalie Mobini-Kesheh dan Henri Chambert

Loir serta Huub De Jonge dan karya-karya penunjang lainnya dalam

penulisan ini. 36

Selain karya kitab dan selebaran tentang biografi Sayid Usman

yang ditulis oleh keluarganya serta karya pustaka yang membahas

36 Azyumardi Azra, “ Hadrami Scholars in the Malay-Indonesia


Diaspora: a Preliminary Study of Sayyid Uthman ”, Studia Islamika, no.
2 tahun II, (1995), hlm. 1-33; N.J.G. Kaptein, “ Sayid ‘Uthman on the
Legal Validity of Documentary evidence ”, BKI 153, (1), 1997, hlm. 85-
102; N.J.G. Kaptein (ed.), The Muhimmat Al-Nafa’is: A Bilingual Meccan
Fatwa Collextion for Indonesian Muslim from the End of the Nine teenth
Century, (Jakarta: INIS, 1997); N.J.G. Kaptein, The Sayyid and The
Quen, Journal of Islamic Studies, 9 : 2, 1998, hlm. 158 -177; N.J.G.
Kaptein, Kekacauan dan Kerusuhan: Tiga Tulisan tentang Pan-Islamisme
di Hindia Belanda Timur pada Akhir Abad Kesembilan Belas dan Awal
Abad Kedua Puluh, (Jakarta: INIS, 2003) ; N.J.G. Kaptein, “ Some Early
Contributions to Arabic-Malay Lexicography : Sayyid Uthman of Batavia
(1822-1913) as a : Lexicographer ” (ed.), Asmah Haji Omar, Malay
Images, (Tanjung Malim: UPSI, 2005), hlm. 120-142 ; N.J.G. Kaptein,
Islam, Colonialism and the Modern Age in the Netherlands East Indies: A
Biography of Sayyid Uthman (1822-1914) of Batavia, (Leiden: Brill, 2014
); Aqib Suminto op. cit., hlm.159-161; Michael Laffan, The Making of
Indonesian Islam : Orientalism and The Narration of a Sufi Past, (
Princeton : Princenton University Press, 2011), hlm. 139-142; Henri
Chambert-Loir, Naik Haji di Masa Silam, Tahun 1482-1890, Jilid I, (
Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2013), hlm. 436-438 ; Natalie
Mobini-Kesheh, The Hadrami Awakening: Community an Indentities in
the Netherlands Indies, 1900-1942, (New York : SEAP, 2002), hlm. 22 ;
Huub de Jonge and Nico Kaptein, Transcending Borders: Arabs, Politics,
Trade and Islam in Southeast Asia, (Leiden : KITLV Press, 2002), hlm.
143-144.

21
tentang hal tersebut, penelitian ini juga menggunakan data-data dari

manuskrip berbahasa Arab dan Melayu. Manuskrip yang digunakan

diantaranya adalah seperti karya Sayid Abu Bakar bin Ali bin Abu

Bakar Shihabudin yang berjudul Rihlatur Asfar yang menyajikan kisah-

kisah penting tentang komunitas Hadrami di Jakarta pada abad ke-19

dan abad ke-20. Sebuah karya manuskrip karya Sayid Umar bin Yahya

dari Indramayu yang berjudul Al-Mamlak yang menerangkan tradisi

intelektual keagamaan para sayid atau keluarga Arab keturunan Alawi

(Alawiyyin) juga digunakan untuk melihat tradisi dan keagamaan

komunitas Hadrami di Jawa pada paruh kedua abad ke-19. Untuk

sumber pendukung dalam penulisan ini juga digunakan beberapa surat

kabar dan majalah yang tercetak dengan bahasa Melayu, Belanda dan

Arab yang terbit antara tahun 1877 sampai dengan tahun 1930 yang

melaporkan peristiwa-peristiwa penting maupun opini publik seputar

pandangan Sayid Usman bin Yahya terhadap realitas sosial dan

pandangan ideal pada kehidupan masyarakat Arab pada zaman

tersebut. 37

37Surat kabar dan majalah yang digunakan dalam penelitian ini


diantaranya adalah Al-Hamra, Algemeen Handelsblad, Bataviaasch
Nieuwsblad, Bintang Timor, De Locomotief, Het Niews van den Dag,
Nieuwe Tilburgsche Courant, De Tijd, Pemberita Betawi, Sinar Betawi

22
Sumber-sumber arsip dan dokumen pemerintah juga digunakan

untuk melihat berbagai hal diantaranya seperti keputusan dan

kebijakan pemerintah kolonial yang berhubungan dengan jabatan Sayid

Usman bin Yahya, daftar orang Arab yang tergabung dalam

perkumpulan sosial, izin perkumpulan sosial dan laporan kegiatan

perkumpulan sosial masyarakat Arab pada paruh kedua abad ke-19

dan awal abad ke-20 di Jakarta. Sumber pemerintah kolonial yang

dimaksud antara lain dalam diantaranya seperti Algemeen Rijksarchief

(ARA), Besluit Gouverneur Generaal (BT), Missive Gouvernements

Secretaris (MGS), Rapport Departement van Justitie, Surat Direktur

Onderwijs Nijverheid (Pendidikan Agama dan Kerajinan), Surat menteri

koloni (ministerie van kolonien), arsip koleksi KITLV, arsip koleksi

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia no. kode. 471* dan arsip

koleksi Perpustakaan Universitas Leiden seperti bundel koleksi 8198 A2

dan Plano 53 F1.

E. Kerangka Konseptual

Tema utama penulisan sejarah dalam penelitian ini adalah

pandangan seseorang tokoh Arab terhadap realitas sosial keagamaan

Soerabaiasch-Handelsblad , Kaoem Moeda, Oetoesan Melajoe, Sinar


Hindia dan lain-lainnya

23
dan pandangan ideal pada masyarakat Arab di Jakarta pada paruh

kedua abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kerangka konseptual yang

digunakan untuk menganalisis tiga hal penting diantaranya adalah

pertama yaitu untuk pendekatan cara melihat dan objek pandang Sayid

Usman, kedua adalah pendekatan yang digunakan untuk melihat

masyarakat Arab di Jakarta pada masa tersebut serta yang ketiga

adalah pendekatan pandangan tipe ideal Sayid Usman pada masyarakat

Arab di Jakarta.

Kata “ pandangan ” dalam pendekatan ini didefinisikan sebagai

sebuah pengetahuan atau pendapat tentang sesuatu yang dilihat oleh

seorang. 38 Seseorang yang dimaksud di atas tentu adalah Sayid

Usman sebagai pelaku sejarah. Dengan konteks di atas maka

metodologi penulisan sejarah tentang pandangan dimasukkan dalam

kategori bahwa sebuah pengetahuan atau pendapat hanya mungkin

dilakukan oleh individu tunggal yang dalam hal ini adalah Sayid

Usman. 39 Sehingga metodologi penulisan sejarah tentang pandangan

Sayid Usman kepada masyarakat Arab di Jakarta dilakukan dengan

38 Kamus Besar Bahasa Indonesia : Pusat Bahasa , Edisi Keempat,


op.cit,, hlm. 1011.

39 Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 190.

24
pertama, kajian teks dari kitab dan selebaran karya Sayid Usman dan

yang kedua adalah kajian konteks sejarah pada masa jabatan Sayid

Usman terbentuk serta yang ketiga adalah kajian hubungan antara

teks karya Sayid Usman dengan masyarakat Arab. Dengan metodologi

di atas, maka pendekatan yang dipakai dalam penulisan sejarah pada

penelitian ini adalah pendekatan yang digunakan untuk meneliti

pemikiran-pemikiran besar yang terangkum dalam pendapat dan

pengetahuan Sayid Usman tentang masyarakat Arab. 40

Dari pengertian pandangan di atas, maka pendekatan yang

pertama adalah pandangan Sayid Usman dalam melihat realitas sosial

yang terjadi pada masyarakat Arab di Jakarta. Pada penelitian ini

realitas sosial keagamaan masyarakat Arab diartikan sebagai “ segala

sesuatu yang dianggap ada dalam kehidupan sosial keagamaan

masyarakat Arab ” yang lebih mudah difahami ketika menjadi sebuah

pernyataan tentang realita itu sendiri yang disebut sebagai fakta. 41

40 Tentang pendapat dan pengetahuan hanya mungkin dilakukan


oleh individu tunggal didapatkan dari pernyataan Kuntowijoyo yang
mengutip gagasan dari R.G. Collingwood dalam The Idea of History.
Lihat ibid., hlm. 190-191.

41 Kata“ dianggap ” mencerminkan relativitas karena ada bagi


seseorang belum tentu ada bagi yang lain, karena masing-masing
memiliki pandangan yang berbeda tentang suatu hal, sehingga “ada”

25
Implikasi dari definisi realitas sosial di atas jika dihubungkan dengan

pandangan Sayid Usman adalah bahwa ia merupakan seseorang yang

menceritakan suatu kejadian. Dengan kalimat lain dapat dinyatakan

bahwa Sayid Usman sedang mengemukakan fakta-fakta sosial

keagamaan atau mengemukakan pernyataan-pernyataan tentang suatu

kenyataan yang terjadi pada masyarakat Arab di Jakarta. Fakta yang

dilihat dan diungkapkan oleh Sayid Usman dapat bersifat subyektif

ketika dihasilkan hanya melalui sudut pandang pribadinya saja, namun

fakta tersebut dapat dikatakan bersifat obyektif ketika fakta tersebut

didasari pada suatu kenyataan tertentu. 42

Dari pengertian di atas, maka realitas sosial keagamaan yang

dinyatakan oleh Sayid Usman bin Yahya dalam pandangannya adalah

sebagai fakta sosial yang merupakan pengalaman dari realitas

eksternal yang telah ditentukan sebelumnya oleh pendahulunya. Hal itu

belum tentu harus bersifat empiris karena “ ada ” yang dianggap “ ada ”
belum tentu diketahui oleh panca indera , namun dapat pula “ ada ”
diartikan “ berarti yang ada di dunia ” baik secara empiris maupun
dalam pikiran kita. Lihat Heddy Shri Ahimsha-Putra, Paradigma Ilmu
Sosial-Budaya : Sebuah Pandangan, Makalah disampaikan pada Kuliah
Umum “ Paradigma Penelitian Ilmu-Ilmu Humaniora ” diselenggarakan
oleh Program Studi Linguistik, Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, di Bandung 7 Desember 2009, hlm. 15-16.

42 Ibid. hlm. 16.

26
kemudian diteruskan menjadi titik pijak individu Arab yang

direpresentasikan dalam mental mereka. 43 Sehingga dari asumsi

tersebut, fakta sosial yang dipandang oleh Sayid Usman adalah

kehidupan sosial keagamaan masyarakat Arab yang dalam realitasnya

terbentuk dan terbangun dari harapan-harapan kehidupan sehari-hari

masyarakatnya sebagai realitas yang tertinggi. Schutz menyatakan

bahwa realitas tertinggi diantaranya meliputi cara peribadatan,

interaksi dan aktivitas sosial keagamaan lainya. 44

Dengan keterangan di atas, maka dapat diketahui bahwa

43 Realitas kehidupan menurut Alfred Schutz adalah sebuah


realitas atau tradisi kebudayaan yang bersifat kolektif dan inter-
subjektif, tersusun dari beragam keyakinan agama dan pengetahuan
teknis, ide-ide sastra dan seni, khayalan dan impian. Lihat John Scott,
Teori Sosial: Masalah-Masalah Pokok Dalam Sosiologi, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 181.

44 Alfred Schutz menyatakan bahwa dunia kehidupan sehari-hari


merupakan realitas tertinggi atau fondasi dari seluruh kehidupan sosial
dan menyediakan kerangka “ familier ” dari pengetahuan yang
membangun harapan-harapan kehidupan sehari-hari. Dari sisi
historiografi, menurut Bambang Purwanto bahwa penulisan sejarah
kehidupan sehari-hari berusaha mengalihkan fokus persoalan
penulisan sejarah dari kekuasaan politik kolonial menuju pada
kenyataan-kenyataan sosial dari masa lalu masyarakat. Lihat Bambang
Purwanto, “ Menulis Kehidupan Sehari-hari Jakarta: Memikirkan
kembali Sejarah Sosial Indonesia ”, (ed.) Henk Schulte Nordholt,
Bambang Purwanto dan Ratna Saptari, Perspektif Penulisan Sejarah
Indonesia, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2013), hlm. 272;
Scott, op. cit,. hlm.182.

27
sosialisasi dan interaksi dalam masyarakat Arab telah menjadi objek

penting dalam pandangan Sayid Usman. Sosialisasi pada penelitian ini

diartikan sebagai proses dinamis yang terjadi dalam individu

masyarakat Arab dalam mengembangkan kemampuan berfikirnya.

Tentang interaksi pada penulisan ini diartikan sebagai pengekspresian

kemampuan berfikir oleh individu maupun kolektif di dalam internal

masyarakat Arab maupun eksternal masyarakat Arab dengan pribumi,

etnis asing dan pemerintah. 45

Pendekatan kedua adalah cara pandang Sayid Usman dalam

melihat realitas kehidupan sosial masyarakat Arab pada paruh kedua

abad ke-19 dan awal abad ke-20. Untuk melihat bagaimana Sayid

Usman “ memandang ” masyarakat Arab, maka Kuntowijoyo

menyebutkan bahwa cara seorang dalam menggunakan

pengetahuannya untuk berpendapat tidak lepas dari dimana Sayid

45 George Herbert Mead mengatakan dengan dalih pragmatism


bahwa tindakan dan interaksi manusia bukan proses mental yang
terisolasi. Mead lebih mengartikan bahwa sosialisasi pada individu pada
umumnya dan interaksi individu pada khususnya dalam masyarakat
adalah proses mereka dalam mempelajari makna dan simbol bukan
dalam artian menciptakan makna dan simbol karena kebanyakan
individu merespons simbol melalui proses berfikir. Lihat George Ritzer
dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi : Dari Teori Sosiologi Klasik
sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Post Modern, (terj.), (
Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2013), hlm. 376, 393, 394.

28
Usman muncul, tumbuh dan berkembang. 46 Oleh karena itu, maka

pembentukan kepribadian Sayid Usman sesuai kemunculan,

pertumbuhan dan perkembangannya menjadi hal yang penting untuk

dilihat. Untuk melihatnya, maka digunakan pendekatan determinan

sosial-budaya 47 sehingga berbagai hal penting seperti latar belakang

keluarga, pendidikan dan pengalaman dalam realisasi diri Sayid Usman

dapat diketahui. 48

Pendekatan lainnya yang digunakan untuk melihat cara pandang

Sayid Usman adalah melihat status dan peran Sayid Usman sebagai

individu Arab yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Arab

46 Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 191.

47 Menurut Olson dan Hergenhahn yang disebut determinan


pengaruh sosial-budaya pada kepribadian seseorang adalah seperti
tingkatan sosial-ekonomi keluarga, tingkatan pendidikan pengasuh
yang intelektual, besar kecilnya jumlah anggota keluarganya, urutan
kelahiran, identitas etnis , agama yang kuat dan wilayah tempat yang
sehat untuk pertumbuhan. Lihat Matthew H. Olson dan B.R,
Hergenhahn, Pengantar Teori-Teori Kepribadian, Edisi Delapan (terj.)
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm. 7.

48 Realisasi diri adalah proses ketika Individuasi berekspresi


didalam konteks hidupnya sehingga menuju akhir dari pemekaran jiwa
. Pendapat ini dicetuskan oleh seorang ahli psiko analitik kelahiran
Swiss yang bernama Carl Gustav (C.G) Jung (1875-1961). Lihat
Yustinus Semiun, OFM, Teori-Teori Kepribadian :Psikoanalitik
Kontemporer, Jilid I, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013), hlm.
132,135. ; Olson dan Hergenhahn, op. cit., hlm. 163.

29
di Jakarta. Dalam pengertiannya, status merupakan kumpulan hak dan

kewajiban yang membentuk identitas sosial, sedangkan peran

merupakan aspek dinamis dari status. 49 Sehingga dari implikasi yang

didapat adalah bahwa status Sayid Usman sebagai seorang ulama,

mufti dan penasihat kehormatan bangsa Arab memiliki hak dan

kewajiban dalam “ memandang ” masyarakat Arab. Dari statusnya

tersebut maka terlihat peran Sayid Usman dalam memandang

kehidupan masyarakat Arab pada masanya untuk menunjukan

identitas sosialnya.

Sebagai seorang individu Arab dari kelompok Alawiyin, status dan

peran Sayid Usman juga dilihat dari “ kebangsaannya ”, dimana

pendekatan ashabiyah dapat merepresentatifkan seorang Sayid Usman

sebagai seorang “ bangsa ” Arab. Secara umum pendekatan ashabiyah

diartikan sebagai “ berkat hubungan darah ”, 50 fanatism, 51 dan

49Ward H. Goodenough, “Rethinking ‘Status and Role’ : Toward a


General Model of The Cultural Organization of Socail Relationships (ed.),
Michael Banton, The Relevance of Models for Social Anthropology,
(London : Tavistock Publications , 1965), hlm. 2.

50Ibn-Khaldun, Discours Sur L’Historie Universelle (Al-Muqaddima


), (Beyrouth: Commision Libanaise Pour La Traduction des Chef-
D’Ceuvre, 1968), hlm. 549.

30
solidaritas sosial. 52 Dengan pendekatan ashabiyah, maka diketahui

bahwa pandangan Sayid Usman adalah pandangan yang didasari

tradisi Hadrami yang konservatif dengan akar primordialisme yang kuat

sesuai dengan konsep ashabiyah. Sebagai implikasi selanjutnya dari

pendekatan ashabiyah tersebut dapat diketahui juga bahwa Sayid

Usman adalah seorang Arab Alawiyin yang memiliki kekuasaan dan

kehormatan dalam memandang “ bangsanya ” sendiri yaitu bangsa

Arab. 53 Sehingga pandangan Sayid Usman selalu mengarah pada

Ibnu Khaldun, Mukaddimah, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,


51

2013), hlm. 201.

Ali Abdul Wahid Wafi, Ibnu Khaldun : Riwayat dan Karyanya,


52

(Jakarta : Graffiti Press, 1985), hlm. 67. Pendapat Syed Farid Alatas
mengatakan bahwa masyarakat Arab khususnya komunitas Hadrami
pada periode kolonial bukan berdiri dari kebangsaannya (nationalism),
bahasa dan etnisitas, namun mereka berdiri berdasarkan sistem
kekeluargaan (kinsip) dan genealogi keturunan (nasab) yang dibangun
dari dasar utama yaitu ashabiyah. Lihat Ahmed Ibrahim Abu Shouk
and Hassan Ahmed Ibrahim, The Hadrami Diaspora in Southeast Asia:
Identty Maintenance or Assimillation ?, (Leiden : Brill, 2009), hlm. 2, 3.

Pengertian ashabiyah
53 menurut Khaldun muncul dalam
aplikasi yang berbeda dimana pada kalangan Arab Badui ashabiyah
hanya berfungsi sebatas pada persahabatan dan persekutuan,
sedangkan pada golongan non-Badui dipakai secara mutlak untuk
pencapaian kekuasaan dan kehormatan. Khaldun menambahkan pada
golongan non-Badui, genealogi keturunan (rumah nasab) dan
kehormatan pada hakikatnya digunakan oleh orang-orang yang
menggunakan ashabiyah yang dimaknai sebagai fanatism. Ashabiyah
atau fanatism merupakan modal untuk melindungi, mempertahankan

31
kekuatan dan larangan yang timbul akibat eratnya hubungan

kekerabatan antara individu-individu suatu keluarga atau kabilah

dalam komunitas Hadrami pada khususnya maupun masyarakat Arab

pada umumnya. 54

Pada bagian ketiga dalam kerangka konseptual ini adalah

pendekatan pandangan ideal Sayid Usman untuk kehidupan

masyarakat Arab di Jakarta. Pandangan tipe ideal (ideal type) adalah

sebuah model yang dicetuskan oleh Webber untuk memandang secara

objektif sesuai fakta-fakta sosial yang terjadi pada masyarakat Arab

pada waktu itu. Menurut Max Webber, pandangan tipe ideal adalah

pandangan yang menguraikan dan menjelaskan realitas sosial secara

eksplisit berdasarkan fakta dengan menekankan sisi pandang sebatas

tertentu yang menggambarkan dunia sesuai kenyataannya. Dengan

kata lain bahwa pandangan ideal adalah model untuk mengkontruksi

tipe ideal dari sebuah realitas dengan cara mereduksinya ke dalam

sesuatu yang esensial. Tujuannya adalah agar orang lain yang

diri, mengajukan tuntutan kepada lawan dan segala yang diperlukan


yang semuanya itu bertujuan untuk sebuah kekuasaan. Lihat Ibnu
Khaldun, Mukaddimah, op. cit., hlm. 203-205, 218.

54 Ali Abdul Wahid Wafi, op. cit., hlm. 156.

32
memandang tahu persis posisi sudut pandang yang mengkonstruksikan

tipe ideal tersebut. Sehingga pandangan tipe ideal bukan sebuah

konteks penilaian subjektif namun lebih dalam ruang lingkup yang

lebih luas. 55

Dengan pendekatan tipe ideal Webber, maka dapat diketahui

bentuk dan isi tipe idealnya pandangan Sayid Usman bin Yahya

terhadap masyarakat Arab di Jakarta pada pertengahan abad ke-19

dan awal abad ke-20. Untuk melihat pandangan Sayid Usman menjadi

sebuah pandangan tipe ideal, maka gejala yang dilihatnya sama dengan

konsistensi logis yang sesuai dengan faktanya dan mengkontruksikan

keseluruhan gejala tersebut secara terpadu. Sebagai pandangan tipe

ideal, Sayid Usman mungkin saja mengabaikan aspek-aspek tertentu

yang terdapat dalam gejala yang empirik yang tidak dapat dihindari

karena kompleksitas kenyataan sosial keagamaan masyarakat Arab.

Hal tersebut terlihat ketika Sayid Usman harus tetap mengkritisi

kelompoknya sendiri demi terciptanya generalisasi dalam pandangan

idealnya untuk masyarakat Arab secara umum. Akhirnya kontruksi-

Tentang tipe ideal (ideal type) seperti yang digagas oleh Max
55

Webber dapat dilihat pada karya Pip Jones, Pengantar teori-Teori Sosial :
Dari Teori Fungsionalisme hingga Post-Modernisme, (terj.) (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2009), hlm. 118.

33
kontruksi pandangan Sayid Usman pada tingkatan yang berbeda

berdasarkan tingkat generalitas yang berbeda seperti pola-pola

personalitas, hubungan sosial, kelompok atau kolektivitas yang lebih

besar terjadi didalam masyarakat Arab dapat diketahui. 56

F. Metode dan Sumber

Dalam metode penelitian sejarah, Kuntowijoyo membagi lima

tahapan penting yang harus dilalui oleh seorang sejarawan diantaranya

adalah (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verifikasi

berupa kritik sejarah dan keabsahan sumber, (4) intepretasi, analisis

dan sintesis, dan (5) penulisan. 57 Pemilihan topik pandangan realitas

56 Tipe ideal adalah suatu cara (metode) yang menekankan fungsi


analisa daripada evaluasi untuk digunakan pada studi komparatif dan
generalisasi empirik dalam melihat fenomena atau gejala sosial. Tipe
ideal menurut Paul Johnson merupakan cara untuk pengimbangan
terhadap tekanan pandangan subjektivitas seperti yang dilakukan oleh
kaum positivis yang tidak dapat berhubungan dengan arti subyektif dan
kaum historisi yang selalu menggunakan etos subyektif dalam
mengungkapkan sesuatu peristiwa yang unik. Tipe ideal dibuat untuk
terciptanya sebuah generalisasi ke satuan-satuan sosial yang lebih
besar di belakang tingkat individu. Lihat Doyle Paul Johnson, Teori
Sosiologi Klasik dan Modern, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
1994), hlm. 218.

57 Ahimsa-Putera dalam pengertiannya mengartikan metode


penelitian ilmiah sebagai cara-cara dalam mengumpulkan data-data
pada sebuah penelitian yang dalam hal ini adalah berupa data kualitatif
seperti dengan metode kajian pustaka dan metode wawancara.
Kesemua data kualitatif tersebut berisi nilai, pandangan hidup, norma,

34
sosial dan pandangan ideal Sayid Usman terhadap kehidupan

masyarakat Arab di Jakarta dalam penelitian ini berawal dari seleksi

berbagai karya dengan topik Sayid Usman yang telah ditulis

sebelumnya. Dari pemilihan topik tersebut muncul topik yang dipilih

dan sepengetahuan penulis belum pernah ditulis oleh siapapun secara

khusus dan mendalam. Selain itu alasan yang mendasari dari

pemilihan topik ini adalah ketertarikan penulis terhadap ketokohan

Sayid Usman yang “ fenomenal ” pada masanya. Alasan lainnya adalah

adanya kedekatan emosional dan intelektual dengan penulis, karena

penelitian dengan topik Sayid Usman pernah dilakukan sebelumnya

oleh penulis khususnya pada tema peran pendidikan Sayid Usman di

Jakarta dan kritik ideologi jihad oleh Sayid Usman. Sehingga penelitian

ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya

yang pernah dilakukan oleh penulis.

Berdasarkan pertimbangan seleksi topik dalam penelitian ini,

maka pandangan Sayid Usman atas realitas sosial dan pandangan ideal

terhadap kehidupan masyarakat Arab di Jakarta menjadi topik utama

aturan, kategori sosial budaya dan keagamaan, cerita, percakapan, pola


perilaku dan interaksi sosial, organisasi sosial dan lingkungan fisik
sebuah masyarakat Arab di Jakarta. Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu
Sejarah, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005), hlm. 90; Ahimsha-Putra,
Paradigma Ilmu Sosial-Budaya: Sebuah Pandangan, op. cit., hlm. 18.

35
dalam penelitian ini. Pengumpulan data kualitatif yang berkaitan

dengan fakta-fakta sejarah kehidupan Sayid Usman dan masyarakat

Arab didapatkan melalui pendekatan dan pengamatan langsung

terhadap keluarga dan kerabat Sayid Usman bin Yahya di Jakarta.

Pendekatan dan pengamatan langsung dilakukan dengan menggunakan

metode wawancara di berbagai daerah di kawasan Jakarta seperti di

daerah Pekojan, Petamburan dan Jatinegara terutama pada keluarga

keturunan Sayid Usman. Data yang diperoleh dari wawancara tersebut

meliputi informasi diantaranya seperti lokasi rumah, percetakan dan

toko Sayid Usman di Petamburan, wasiat lisan Sayid Usman untuk

keluarga, contoh material alat percetakan dan kisah pengelolaan

percetakan sepeninggal Sayid Usman wafat oleh keluarga serta jaringan

intelektual keagamaan yang dibentuk oleh Sayid Usman.

Selain data wawancara yang didapatkan, penulis juga mendapat

data non-lisan dari koleksi pribadi alm. Muhamad Alaydrus di

Jatinegara antara lain seperti kumpulan salinan kitab karya Sayid

Usman yang asli maupun yang sudah diterbitkan ulang pada abad ke-

20 dan abad ke-21, salinan surat kematian Sayid Usman dan katalog

buku lengkap dengan harga penjualannya dan kitab biografi (manaqib)

Sayid Usman yang ditulis oleh anak dan cucu-cucunya. Penelitian yang

36
dilakukan pada keluarga Sayid Usman dan para muridnya di Jakarta

dilakukan oleh penulis dengan cara mengunjungi rumah para informan

maupun mengikuti acara kekeluargaan seperti pernikahan, pengajian

rutin keluarga Sayid Usman di Jatinegara dan Petamburan. Alasannya

adalah ketika para keluarga Sayid Usman berkumpul maka dapat

dipastikan semua keluarga dari diberbagai tempat di Jakarta maupun

daerah lainnya dapat ditemui. Setelah kenal lebih dekat dengan

mereka, maka penulis dapat berkorespondensi melalui media telepon,

media sosial maupun hubungan komunikasi internet khususnya

melalui email.

Pengumpulan data tidak berhenti sampai di lingkungan keluarga,

dan kerabat serta penerusnya saja, namun juga diteruskan pada

beberapa masyarakat Arab di Jakarta baik khususnya keluarga

keturunan pendiri dan pengurus Jamiat Kheir seperti diantaranya Ali

Sahab dan Ali Yahya. Dari mereka didapatkan data seperti manuskrip,

kumpulan buku-buku, majalah tentang organisasi Arrabithah Al-

Alawiyah dan Darul Aitam. Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan

cara mengunjungi rumah para informan, bertemu disuatu tempat yang

telah dijanjikan ataupun mengunjungi kegiatan seminar di Arrabithah

Al-Alawiyah maupun acara-acara penting masyarakat Arab di Jakarta.

37
Pencarian data-data penting lainnya sebagai sumber pendukung

penulisan seperti manuskrip, surat kabar, majalah, buku dan jurnal

serta karya tulis penting tentang Sayid Usman dan masyarakat Arab

lainnya didapatkan di berbagai tempat. Data-data tersebut berada di

perpustakaan pribadi maupun perpustakaan resmi milik instansi

pemerintah dan lembaga penelitian di beberapa kota diantaranya

seperti di Yogyakarta, Wonosobo, Pekalongan, Surabaya dan Jakarta.

Perpustakaan pribadi yang menyimpan data-data yang dimaksud

antara lain seperti di perpustakaan keluarga alm. Ahmad Adaby Darban

di Yogyakarta, alm. Hasyim As’ari di Wonosobo, Habib Luthfy bin Ali

bin Yahya di Pekalongan dan Sayid Syafiq bin Muhammad Alaydrus

serta Anas Urbaningrum di Jakarta. Sedangkan perpustakaan resmi

milik instansi pemerintah dan lembaga penelitian diantaranya seperti di

Perpustakaan Fakultas Ilmu dan Budaya Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta, Perpustakaan IRCS Dan CRCS Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Pusat Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta, Perpustakaan Karta Pustaka Yogyakarta,

Perpustakaan Mahad Aly Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak

Yogyakarta, Perpustakaan Rabithah Alawiyah Pekalongan,

38
Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,

Perpustakaan Universitas Indonesia Jakarta, Perpustakaan Sekolah

Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Perpustakaan Rabithah Alawiyah Jakarta. Khusus surat kabar dan

majalah pada abad ke-19 yang mengisahkan tentang fakta-fakta sosial

masyarakat Arab dan kitab serta selebaran karya Sayid Usman

didapatkan secara khusus di Perpustakaan Nasional Republik

Indonesia. Sedangkan data-data berupa surat keputusan pemerintah

yang berhubungan dengan Sayid Usman dan masyarakat Arab secara

khusus didapatkan di kantor Arsip Nasional Republik Indonesia.

Pencarian data-data penting lainnya juga dilakukan di Belanda

khususnya koleksi milik Snouck Hurgronje yang terkait dengan

berbagai kitab dan surat milik Sayid Usman yang diantaranya

didapatkan seperti dari Perpustakaan Universitas Leiden (Unit Bibliothek

Universiteid Leiden) dan perpustakaan Koninklijk Instituut voor Taal-,

Land-en Volkenkunde (KITLV) di Leiden. Selain itu ada beberapa data

penting khususnya koran dan arsip tentang pergerakan masyarakat

Arab di awal abad ke-20 yang didapatkan di Nationaal Archief (NA) , Den

Haag dan koleksi yang tersimpan di International Instituut voor Social

Geshciedenis (ISHG) di Amsterdam.

39
G. Sistematika Penulisan

Agar penelitian dapat tersusun dengan baik dan memudahkan

pemahaman dalam penelitian ini, maka penulisan tesis ini akan dibagi

atas tujuh bab. Pada bab pertama tesis ini berisikan tentang pengantar

yang tersusun atas latar belakang masalah, lingkup penelitian dan

permasalahan, kerangka konseptual dan pendekatan, tinjauan pustaka,

metode dan sumber penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta

sistematika pembahasan. Pada bab kedua, disampaikan tentang

realitas dan kehidupan masyarakat Arab sampai abad ke-19 yang

meliputi asal-usul imigran Arab di Jakarta, pembentukan identitas

sosial, identitas dan interaksi sosial keagamaan dan lingkungan

ekologis dan mobilitas sosial.

Pada bab ketiga, digambarkan bahwa Sayid Usman adalah

bagian dari masyarakat Arab di Jakarta sampai abad ke-19. Dimana

lingkungan keluarga, sosial-budaya dan keagamaan serta perubahan

dan permasalahan sosial kegamaan merupakan bagian dari mobilitas

sosial masyarakat Arab pada awal abad ke-19. Juga diterangkan

tentang pendidikan keagamaan di Timur Tengah dan jalinan keluarga

Sayid Usman yang mendukungnya sebagai pembentukan dirinya

sebagai orang “ Arab ”. Kemudian juga disampaikan tentang peran

40
dirinya dalam pengajaran di masjid, penulisan karya ilmiah keagamaan

dan percetakan yang dimilikinya. Yang terakhir di bab ini adalah

deskripsi tentang peran Sayid Usman sesuai statusnya menjadi mufti,

dan penasihat kehormatan bangsa Arab serta masa akhir hayatnya.

Bab keempat dalam tesis ini menjelaskan tentang perubahan

sosial keagamaan masyarakat Arab sampai akhir abad ke-19 yang telah

diseutkan pada bab ketiga. Perubahan sosial tersebut terlihat karena

mobilitas sosial yang dilakukan oleh masyarakat Arab pada awal abad

ke-19. Perubahan tersebut dilihat dari pandangan Sayid Usman tentang

hubungan individu dan sosial yang terjadi dalam masyarakat Arab serta

hubungan individu masyarakat Arab dengan pihak lain seperti :

pribumi, etnis asing, pemerintah. Selanjutnya adalah Pandangan Sayid

Usman tentang perubahan tradisi dan keagamaan masyarakat Arab

sampai akhir abad ke -19. Yang terakhir adalah peran Sayid Usman di

tengah perubahan sosial masyarakat Arab itu sendiri sampai pada abad

ke-19.

Pada bab kelima akan diperlihatkan tentang modernitas

kehidupan masyarakat Arab pada abad ke-20 berdasar apa yang dilihat

oleh Sayid Usman. Modernitas diawali oleh seperti gerakan pan-

Islamisme, gerakan pembaharuan keagamaan, perkumpulan sosial,

41
sekolah Arab, media cetak dan polemik sosial yang terjadi akibat

modernitas kehidupan masyarakat Arab pada abad ke-20. Dalam akhir

bab juga disampaikan tentang posisi Sayid Usman dalam pusaran

modernitas masyarakat Arab. Pada bab keenam, disampaikan tentang

pandangan ideal Sayid Usman terhadap kehidupan masyarakat Arab

khususnya seperti tentang kehormatan dan identitas sosial komunitas

Hadrami, sosialisasi dan interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat

Arab. Kemudian dalam bab ini juga disampaikan tentang pandangan

ideal Sayid Usman khususnya tentang tradisi, keagamaan dan perilaku

sosial serta modernitas dan permasalahan sosial yang terjadi pada

masyarakat Arab pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Bab ketujuh adalah kesimpulan yang merupakan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan penelitian tesis yang telah dirumuskan dari

permasalahan penelitian. Kesimpulan utama pada penelitian ini

meliputi pandangan Sayid Usman terhadap realitas sosial keagamaan

seperti perubahan sosial keagamaan yang terjadi sampai akhir abad ke-

19 dan modernitas kehidupan sosial masyarakat Arab pada abad ke-20.

Kesimpulan selanjutnya adalah cara pandang dan pandangan tipe ideal

Sayid Usman serta pengaruhnya pada masyarakat Arab di Jakarta.

42

Anda mungkin juga menyukai