tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan lain-lain menurut hukum
yang berlaku secara sah misalnya perseroan terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
a. Firma
Firma adalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama
bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.
Ciri dan sifat Firma :
Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin
Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.
keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup
seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma
pendiriannya tidak memelukan akte pendirian
mudah memperoleh kredit usaha
b. Persekutuan Komanditer / CV / Commanditaire Vennotschaap
CV adalah suatu bentuk badan usaha bisnis yang didirikan dan dimiliki oleh dua orang atau lebih untuk
mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan yang berbeda-beda di antara anggotanya. Satu
pihak dalam CV mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi dan pihak lainnya hanya
menyertakan modal saja tanpa harus melibatkan harta pribadi ketika krisis finansial. Yang aktif
mengurus perusahaan cv disebut sekutu aktif, dan yang hanya menyetor modal disebut sekutu pasif.
Pengertian Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekaayaan yang dipisahkan dalam
mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, kemaanusiaan dan keagamaan, yang anggota tidak dimiliki.
Persyaratan Mendirikan Yayasan yaitu pendirian yayasan harus dengan akta notaris yang selanjutnya
dilakukan permohonan pengesahan kepada Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(Kemenkumham), serta diumumkan di dalam berita negara republik Indonesia (BNRI). Permohonan
pengesahan badan hukum yayasan dilakukan dengan bantuan dari notaris yang berwenang melalui
sistem administrasi badan hukum yang dilakukan secara online.
Dalam UU Yayasan, menentukan bahwa organ yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan
pengawasnya. Hal ini jelas ditegaskan pada Pasal 2 UU Yayasan yang menyebutkan bahwa organ
yayasan terdiri atas pembina, pengurus dan pengawasannya.
1. PEMBINA YAYASAN
Organ pembina yayasan diciptakan sebagai pengganti dari pendiri. Hal ini disebabkan di dalam
kenyataannya nanti, pendiri yayasan pada suatu saat tidak ada sama sekali, yang diakibatkan karena
pendiri meninggal dunia atau mengundurkan diri. Keadaan ketika tidak ada seorang pun pendiri atau
pendiri hanya tinggal 1 (satu) orang, memberikan kesempatan kepada pendiri yang masih ada untuk
memanipulasi yayasan untuk kepentingan diri sendiri. Hal yang sama dapat juga dilakukan oleh
pengurus di dalam hal ketidakadaan pendiri. Organ pembina bertujuan untuk menghindarkan hal hal
yang mengakibatkan yayasan beralih dari tujuannya.
Dalam hal karena sebab apa pun yayasan tidak lagi memiliki pembina, paling lambat 30 hari setelah
keadaan itu terjadi, harus diadakan rapat gabungan anggota pengurus dan anggota pengawas untuk
mengangkat pembina yang akan mengisi kekosongan yang terjadi.
Anggota pembina diangkat oleh orang-perseorangan yang merupakan pendiri yayasan dan atau mereka
yang berdasarkan rapat anggota pembina dinilai memiliki dedikasi yang tinggi di dalam mencapai
maksud dan tujuan yayasan. Pembina memiliki semua kewenangan yang tidak diserahkan baik itu
kepada pengurus maupun pengawas oleh UU maupun anggaran dasar. Ketentuan ini sangat mirip
dengan kewenangan rapat umum pemegang saham dari suatu perseroan terbatas dan juga ketentuan
bahwa anggaran dasar berlaku sebagai UU bagi PT yang bersangkutan.
2. PENGURUS YAYASAN
Pengurus yayasan adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan. Pengurus yayasan
tidak diperkenankan untuk merangkap jabatan sebagai pembina dan pengawas sekaligus. Larangan
perangkapan jabatan ini dimaksudkan agar menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan,
tugas dan tanggung jawab antara pembina, pengurus dan pengawas yang dapat merugikan kepentingan
yayasan atau pihak yang lain.
Pengurus yayasan diangkat oleh pembina dengan berdasarkan pada keputuasan rapat pembina untuk
jangka waktu selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pengangkatan,
penggantian dan pemberhentian pengurus harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat di
dalam anggaran dasar yayasan. Pengurus dapat diganti setiap saat sebelum masa jabatannya berakhir,
jika dinilai oleh pembina ia melakukan tindakan yang merugikan yayasan. Penggantian pengurus harus
diberitahukan kepada Menteri Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) paling lambat 30 hari setelah
dilakukannya penggantian pengurus.
Pengurus yayasan dapat mewakili yayasan, baik di dalam maupun diluar pengadilan. Pengurus yayasan
ini menerima pengangkatannya berdasarkan kepercayaan. UU Yayasan membedakan antara pengurus
dan pelaksana kegiatan yayasan. Jika pengurus tidak menerima gaji, upah atau honorarium, terbuka
kemungkinan pembayaran gaji, upah, atau honorarium bagi pelaksana kegiatan yayasan.
UU yayasan juga membuka kemungkinan pengurus bertanggung jawab tidak terbatas atas kerugian yang
diderita oleh yayasan. Jika kepailitan terjadi yang diakibatkan kesalahan dari pengurus, pengurus dapat
bertanggung jawab secara langsung renteng, kecuali pengurus dapat membuktikan bahwa kepailitan
yang terjadi bukan karena kesalahan atau kelalaiannya. Pengurus yang dinyatakan bersalah oleh
pengadilan di dalam mengurus suatu yayasan, selama 5 tahun sejak tanggal putusan memperoleh
kekuatan hukum tetap, maka tidak dapat menjadi pengurus yayasan mana pun.
3. PENGAWAS YAYASAN
Pengawas yayasan adalah organ dari masing masing yayasa. UU Yayasan mengatur adanya suatu badan
pengawas atau pengawas di dalam suatu yayasan, yang bersifat internal yayasan itu sendiri. Pengawas
mengawasi serta memberi nasihat kepada pengurus. Pengawas tidak boleh merangkap sebagai pembina
atau pengurus sekaligus.
Pengawas yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat
pembina, sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar. Pengawas dapat memberhentikan
pengurus untuk sementara, dengan mengemukakan alasan-alasan atas pemberhentian dan melaporkan
di dalam jangka waktu yang ditetapkan kepada pembina. Pembina akan menentukan apakah pengurus
diberhentikan secara tetap atau justru pemberhentian dibatalkan.
Pengawas yayasan dianggkat oleh pembina yayasan untuk jangka waktu selama 5 tahun dan dapat
diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan. Pembina yayasan wajib memberitahukan secara tertulis
perihal penggantian ini kepada Menteri Hukum dan HAM (Hak Asasi Manusia) dan kepada instansi
terkait. Penggantian ini harus sesuai dengan ketentuan di dalam anggaran dasar atau pengadilan dapat
membatalkannya atas permintaan dari yang berkepentingan dan kejaksaan di dalam hal mewakili
kepentingan umum.
Pengawas di dalam melakukan tugasnya haruslah berdasarkan prinsip “duty of skill and care”, yaitu
harus berdasarkan kecakapan dan kehati-hatian yang seharusnya dimiliki oleh seorang pengawas. Oleh
karena itu, jika kepailitan terjadi karena kesalahan dan atau kelalaian, seperti juga pada pengurus, setiap
anggota pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut, kecuali anggota
yang dapat membuktikan bahwa kepailitan itu bukan karena kesalahan atau kelalaian anggota tersebut.
Anggota pengawas yang dinyatakan bersaah berdasarkan putusan pengadilan, di dalam jangka waktu
paling lama 5 tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat
menjadi pengawas yayasan mana pun.
4. PERMODALAN YAYASAN
Dalam ketentuan Pasal 26 UU Yayasan diatur mengenai kekayaan Yayasan. Kekayaan yayasan dapat
berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan di dalam bentuk uang atau barang. Selain kekayaan
tersebut, kekayaan yayasan dapat diperoleh juga dari sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat,
wakaf, hibah wasiat dan perolehan lainnya yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Yang dimaksud dengan “sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat” adalah sumbangan atau
bantuan sukarela yang diterima yayasan, baik itu dari negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wakaf di sini berarti wakaf
dari orang atau dari badan hukum. Kekayaan yayasan yang berasal dari wakaf tidak termasuk harta
pailit. Mengenai besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada yayasan tidak boleh bertentangan
dengan ketentuan hukum waris. Adapun, yang dimaksud dengan “perolehan lain”, contohnya deviden,
bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil badan usaha yang didirikan oleh yayasan
atau hasil penyertaan yayasan pada suatu badan usaha.
Negara juga dapat memberikan bantuan kepada yayasan, sesuai dengan ketentuan pada Pasal 27 UU
Yayasan. Bantuan negara untuk yayasan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang terdapat di dalam
Pasal 34 UUD 1945.
Namun, menurut Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2008 (PP Yayasan), ditetapkan
kekayaan awal dari yayasan, sebagai berikut :
1. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang Indonesia, berasal dari pemisahan harta
kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp 10.000.000.
2. Jumlah kekayaan awal yayasan yang didirikan oleh orang asing atau orang asing bersama orang
Indonesia, yang berasal dari pemisah harta kekayaan pribadi pendiri, paling sedikit senilai Rp
100.000.000.
5. PERPAJAKAN YAYASAN
Pengaturan perpajakan pada yayasan berbeda dengan pengaturan pajak pada badan usaha lainnya.
Yayasan memperoleh pendapatan dari berbagai sumber, sumber utama pendapatan dari yayasan
berasal dari sumbangan para anggota. Pendapatan lain yang didapat dari yayasan berasal dari usaha
yayasan itu sendiri. Pendapatan jenis ini merupakan yang paling luas definisi maupun keberagamannya.
Jika yayasan bergerak di bidang kesehatan, pendapatan jenis ini bisa berupa pendapatan dari jasa
kesehatan maupun pendapatan lainnya, seperti penyewaan ruang di dalam rumah sakit untuk kantin
dan parkir. Bentuk pendapatan lain yayasan adalah hasil investasi. Jika yayasan menginvestasikan
asetnya di dalam bentuk deposito, giro, sertifikat Bank Indonesia, reksa dana, properti, atau instrumen
investasi lain yang sejenis yang merupakan instrumen investasi modal maka hasil dari investasi ini dapat
dianggap sebagai penghasilan dari yayasan.
Dari semua pendapatan yayasan, tidak semua merupakan objek PPh. Petunjuk mengenai PPh bagi
yayasan diatur di dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 Mengenai
Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau organisasi sejenis (SE Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.4/1995).
Yang kemudian diperjelas dengan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-39/PJ.4/1995 tanggal 19 Juli 1995
mengenai Penyuluhan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau Organisasi Tertentu (SE Dirjen
Pajak No. SE-39/PJ.4/1995). Kedua surat edaran ini secara jelas menyebutkan bahwa yayasan
merupakan objek PPh 25, tetapi yang merupakan objek pajak hanya penghasilan tertentu saja.
SE Dirjen Pajak No. SE-34/PJ.4/1995 mengatur bahwa yang bukan merupakan objek pajak yaitu sebagai
berikut :
1. Bantuan, sumbangan, harta hibahaan sepanjang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan, usaha,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Jika bantuan,
sumbangan dan harta hibaan tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta
tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang
memberikan.
2. Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
3. Bantuan atau sumbangan dari pemerintah.
Secara garis besar, yayasan harus mampu memisahkan dari total pendapatannya satu tahun pajak,
pendapatan apa saja yang merupakan objek pajak dan apa yang bukan merupakan objek pajak.
Pengenaan pajak yayasan lebih terbatas, sehingga hanya dikenakan pada hal-hal berikut ini.
a. PPh 21 dikenakan jika yayasan melakukan kegiatan usaha tertentu, yang oleh penerima manfaat atas
kegiatan usaha yayasan akan dilakukan pemotongan PPh 21 sebesar nilai yang disepakati oleh dan
antara yayasan dengan penerima manfaat atas kegiatan usaha yang diberikan tersebut.
b. PPh 25 Badan dikenakan berdasarkan pendapatan yang diterima oleh yayasan, yaitu :
– penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan atau jasa.
– bunga deposito, bunga obligasi, diskonto, SBI dan bunga lainnya.
– Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
– keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari
sumbangan, bantuan atau hibah.
– Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
c. PPh 29 badan di dalam hal ditemukan adanya pajak terhutang yang nilainya lebih besar dari PPh 25
yang dikenakan pada perusahaan.