Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Sejarah Pajak Pertambahan Nilai Secara Global

Teknik pemajakan atas PPN didasarkan pada metode pengkreditan pajak, dimana
bentuk awalnya merupakan pemajakan atas penjualan yang merupakan pemajakan atas
konsumsi. Evolusi consumtion taxes yang terjadi di Prancis dari tahun 1917 1920
dengan pemberlakuan Bea Materai kepada konsumen yang kemudian berkembang
antara tahun 1920 1936 dengan pemberlakuan Pajak Penjualan yang diberlakukan
secara umum dengan tarif pajak antara 0,5% 10% dengan subjek pajak terdiri dari
personal tax payer (Orang Pribadi) dan corporate tax payer (Badan). Dalam kurun waktu
tersebut diberlakukan tarif khusus yang dikenakan satu kali terhadap kegiatan produksi.
Kini untuk menjamin netralitas pajak terhadap kegiatan usaha maka diterapkan
destination principle (ekspor dibebaskan pengenaan pajak penjualan, sedangkan impor
tetap dikenakan pajak penjualan). Antara tahun 1936 1939 pemberlakuan pajak umum
atas semua komoditi dikenakan satu kali pada tingkat produksi dengan tarif awal sebesar
6%. Di masa ini untuk menjamin netralitas pajak terhadap kegiatan usaha, juga
diterapkan destination principle. Anatara tahun 1939 1948 diterapkan pajak umum atas
transaksi turunan dari tipikal pajak penjualan tahun 1920 an. Akibat sistem perpajakan
yang kompleks terhadap penjualan maka pada kurun waktu 1948 1954, akibat
kebutuhan akan restorasi ekonomi pasca perang telah mendorong Prancis mereformasi
sistem perpajakan atas penjualan tersebut yang salah satu hasilnya adalah penerapan
Pajak Pertambahan Nilai (value added tax/VAT), disamping penerapan pajak penjualan
atas subjek/objek pajak tertentu.

Negara-negara besar seperti Prancis, USA, Inggirs serta 60 negara-negara lain diseluruh
dunia termasuk Indonesia sampai sekarang ini masih tetap menganut sistem perpajakan
berdasarkan Pajak Pertambahan Nilai (value added tax/VAT) sebagai teknik pemajakan
atas penjualan, karena PPN itu sendiri sebenarnya merupakan bahagian dari
consumption tax hanya pemajakannya berbeda dengan pajak penjualan (sales tax)
karena adanya tax invoice system.
Sejarah Pajak Pertambahan Nilai Di Indonesia

Perlu kita sadari bahwa sejak jaman pra Kemerdekaan sebelum tahun 1951
Indonesia masih menggunakan sistem pajak bekas kolonial. Maka untuk menghilangkan
sisa kolonial di Indonesia dikeluarkan UU Darurat thn 1951 ditetapkan Pajak Penjualan
atau yang biasa disebut PPn. Pengenaan PPn di Indonesia hanya bertahan hingga tahun
1983 karena terjadi pengenaan pajak berganda oleh PPn sehingga dilakukanlah
suatu Tax Reform dengan mengeluarkan 5 paket UU, dalam Tax Reform tersebut
banyak unsur perpajakan yang diganti dan ditambah. salah satunya mengganti
pengenaan Pajak Penjualan menjadi Pajak Pertambahan Nilai (PPn menjadi PPN).

PPn diganti agar pengenaan pajak berganda tidak terjadi sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya penggelapan pajak. Dalam Pajak Penjualan (PPn) pajak
dikenakan berlipat-lipat sehingga terjadi ketidak netralan perdagangan. Beban pajak
yang dipikul menjadi tdk pasti. Dan tidak ada mekanisme pembebanan Pajak Masukan
atau Pajak Keluaran dalam tiap transaksi PPn, ketika barang dijual dikenakan 10% atas
nilai jual sehingga pengenaan pajaknya besar dan secara kalkulasi dunia usaha
merugikan karena barang yang dijual akan semakin mahal.

Contoh PPn Barang dari pabrikan dijual Rp. 1000 + PPn Rp100 = 1100, jika hingga
berapa kali pedagang maka pengenaan PPn tetap terjadi hingga konsumen akhir, misal
dari Rp. 1.100 tersebut oleh distributor dijual Rp. 1.100+ Rp.400 adalah Rp. 1.500
maka PPn Rp. 1.50 dijual Rp. 1.650. dan seterusnya maka pengenaan Pajak seperti ini
menyebabkan banyak penggelapan maka diubah agar beban pajak dapat dialihkan
kepada pihak yang mengkonsumsi Barang/jasa yg menjadi obyek pajak, bukan
dibebankan oleh penjual.

Contoh PPN (Reform) : Barang dari produsen dijual Rp. 1.000 maka PPN Rp. 100, dr
Distributor jual 1500, karena Pajak Masukan 100 telah disetor, maka distributor hanya
menyetor Rp. 50, sehingga tidak terjadi pengenaan pajak berganda dengan mekanisme
Pajak Masukan dan Pajak Keluaran. Pajak Masukan sendiri hanya berupa Faktur Pajak
atas penerimaan barang dari penjual, mekanisme dapat dibaca di mengenal faktur pajak.
Kelemahan Pajak Penjualan (PPn)
Pajak penjualan mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain :
Adanya pajak berganda
Bermacam macam tarif sehingga menimbulkan kesulitan pelaksanaannya
Tidak mendorong ekspor
Belum dapat mengatasi penyeludupan.

Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)


Sedangkan lain sisi PPN, mempunyai kelebihan antara lain :
Menghilangkan pajak berganda
Menggunakan tarif tunggal, sehingga memudahkan pelaksanaan
Netral dalam persaingan dalam negeri
Netral dalam perdagangan internasional
Netral dalam pola konsumsi
Dapat mendorong ekspor

Anda mungkin juga menyukai