Anda di halaman 1dari 16

PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS

DI SURAKARTA

NASKAH PUBLIKASI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1)

Diajukan oleh :

PITTARI MASHITA PURNOMO

F. 100 110 102

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015
PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS
DI SURAKARATA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta


untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh
derajat Sarjana S-1 Psikologi

Diajukan oleh :

Pittari Mashita Purnomo


F. 100 110 102

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
ABSTRAKSI

PENERIMAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK PENDERITA AUTIS


DI SURAKARTA

Pittari Mashita Purnomo


Moordiningsih
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai penerimaan orang tua terhadap anak
penderita autis di Surakarta, bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan
penerimaan orang tua terhadap anak autis di Surakarta. Pendekatan dalam
penelitian ini menggunakan kualitatif dengan jumlah responden sebanyak enam
orang. Pemilihan informan dilakukan dengan purposive sampling. Pengukuran
dilakukan dengan menggunakan wawancara dengan orang tua sebagai informan.
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan proses
editing data, koding, prokoding, mencari kata kunci, mencari tema utama,
kategorisasi, mendeskripsikan hasil kategori, dan pembahasan. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa: 1) permasalahan awal yang dihadapi orang tua ialah orang
tua merasa sedih saat mengetahui anaknya mengalami autis, bingung apa yang
harus dilakukan oleh orang tua, biaya terapi serta kebutuhan anak, tipe suami yang
kurang perhatian, membutuhkan waktu yang ekstra untuk memperhatikan anak. 2)
proses penerimaan orang tua pada anak autis diawali dengan proses penolakan
ditunjukkan dengan ketidak percayaan serta kebingungan orang tua atas kondisi
anak, selain itu orang tua merasa sedih, shock. Kemudian proses kemarahan
terhadap diri sendiri, anak, maupun orang lain. Selanjutnya proses tawar-
menawar, diwujudkan dengan cara berbicara dengan diri sendiri dan melakukan
pembenaran serta pembelaan sebagai wujud untuk bisa menenteramkan hati orang
tua. Kemudian proses depresi, yang ditunjukkan orang tua dengan perasaan
bersalah, kecewa atas kondisi yang terjadi pada anak. kemudian proses terakhir
yaitu penerimaan, ditunjukkan dengan sikap pasrah orang tua atas kondisi
anaknya serta memperhatikan perkembangan anak selama proses terapi dan
belajar dirumah serta memasrahkan kesembuhan anak pada Allah SWT. Temuan
lain dari penelitian ini adalah faktor keyakinan orang tua kepada Allah SWT,
sehingga membuat orang tua semangat dalam merawat dan mendidik anaknya.

Kata kunci : penerimaan, orang tua, autis.


Latar Belakang Masalah terhitung cukup tinggi mengingat
Autis merupakan suatu pada tahun 1989, hanya 2 orang yang
gangguan perkembangan yang diketahui mengidap autisme.
kompleks yang menyangkut masalah Autisme masih menjadi
komunikasi, interaksi sosial, dan mimpi buruk bagi sebagian besar
aktivitas imajinasi. Istilah autis orangtua. Ketika mendapatkan
hingga kini masih banyak diagnosa anak menyandang autisme,
masyarakat yang belum mengenal orangtua perlu menerima dengan
secara baik apa yang dimaksud autis, tulus, dan yang paling penting adalah
sehingga seringkali permasalahan menyiapkan diri dengan empati.
autisme ini dianggap sebagai suatu Merawat dan mengasuh anak
hal yang negatif. Menurut penyandang autisme memerlukan
Rachmawati (dalam Setiafitri, 2014), empati. Penerimaan merupakan
autis merupakan kelainan perilaku sikap seseorang yang menerima
dimana penderita hanya tertarik pada orang lain apa adanya secara
aktivitas mentalnya sendiri, seperti keseluruhan, tanpa disertai
melamun atau berkhayal. Gangguan persyaratan atau penilaian. Apabila
perilakunya dapat berupa kurangnya dalam keluarga terutama pada ibu
interaksi sosial, penghindaran kontak ada penerimaan, maka dapat
mata, kesulitan dalam membantu dalam pengasuhan dan
mengembangkan bahasa, dan akan mendukung perkembangan
pengulangan tingkah laku. pada anak. Namun tidak mudah bagi
Menurut data dari Unesco seorang ibu untuk dapat menerima
pada tahun 2011, terdapat 35 juta begitu saja kondisi anak yang autis.
orang penyandang autisme di seluruh Ibu merupakan tokoh yang
dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di lebih rentan terhadap masalah
dunia telah mengidap autisme. Di penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu
Amerika Serikat, autisme dimiliki berperan langsung dalam kelahiran
oleh 11 dari 1000 orang. Sedangkan anak. Biasanya ibu cenderung
di Indonesia, perbandingannya 8 dari mengalami perasaan bersalah dan
setiap 1000 orang. Angka ini depresi yang berhubungan dengan

1
ketidakmampuan anaknya dan ibu adalah mensyukuri apa pun
lebih mudah terganggu secara kondisinya. Dengan begitu, orangtua
emosional. Ibu juga merasa stress bisa memahami keunikan anak
karena perilaku yang ditampilkan dengan autisme. Sikap menerima dan
oleh anaknya seperti tantrum, memahami inilah yang kemudian
hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku menumbuhkan empati pada orangtua
yang tidak lazim, ketidakmampuan dan keluarga. Sebab kesabaran tanpa
bersosialisasi dan berteman empati, mendorong pada perlakukan
(Cohen&Volkmar, dalam Hadis, keliru pada anak autis (Hartanto,
2006). 2012).
Beberapa orangtua langsung Penerimaan orang tua sangat
merasa stress saat mendengar mempengaruhi perkembangan anak
anaknya telah diagnosis autisme. Di autis dikemudian hari. Sikap orang
kalangan masyarakat juga masih ada tua yang tidak dapat menerima
pemahaman bahwa anak-anak autis kenyataan bahwa anaknya memiliki
bisa menularkan penyakitnya. Maka, gangguan autis akan sangat buruk
beberapa orangtua justru dampaknya. Bagaimanapun juga
menyembunyikan anaknya yang anak dengan gangguan autis tetaplah
mengidap autis. Salah satu faktor seorang anak yang membutuhkan
yang paling penting dalam kasih sayang, perhatian dan cinta
keberhasilan penanganan autisme dari orang tua, saudara dan
adalah keterlibatan dan komunikasi keluarganya. Berdasarkan paparan
orang tua. Perlu diingat, setiap anak diatas makan peneliti mengambil
yang lahir tidak bisa memilih kondisi judul PENERIMAAN ORANG
lahir seperti apa. Bersama dengan TUA TERHADAP ANAK
orangtualah, anak autis bisa maju PENDERITA AUTIS DI
dan berkembang. SURAKARTA.
Mulyadi mengatakan, saat
menerima diagnosa bahwa anak Penerimaan Orang Tua
menyandang autisme, yang perlu Menurut Hurlock (2002),
dilakukan pertama kali oleh orangtua penerimaan keluarga diartikan

2
sebagai penerimaan orang tua yaitu Kemudian Allport (dalam
suatu efek psikologis dan perilaku Paramitha,dkk,. 2009), penerimaan
dari orang tua pada anaknya seperti keluarga adalah toleransi keluarga
rasa sayang, kelekatan, kepedulian, atas peristiwa-peristiwa yang
dukungan dan pengasuhan, orang tua membuat frustasi atau menyakitkan
bisa merasakan dan mengekspresikan sejalan dengan menyadari kekuatan-
rasa sayang pada anaknya. kekuatan yang dimiliki anggota
Penerimaan keluarga merupakan keluarga.
indeks keberhasilan yang digunakan Berdasarkan beberapa
seseorang untuk berperan dalam pengertian penerimaan orang tua
kelompok sosial dan menunjukkan diatas dapat disimpulkan bahwa
derajat rasa suka anggota kelompok penerimaan orang tua adalah
yang lain untuk bekerja sama atau toleransi individu atas peristiwa-
bermain dengannya. peristiwa yang dialami baik yang
Yusuf (2002) menyenangkan maupun tidak
mengungkapkan, penerimaan menyenangkan yang ditunjukkan
keluarga adalah salah satu tingkat dalam bentuk rasa sayang, kelekatan,
kemampuan dan keinginan keluarga kepedulian, dukungan dan
untuk hidup dengan segala pengasuhan sehingga dapat
karakteristik yang ada didalamnya. meningkatkan harga diri, dukungan
Menerima keluarga diartikan sebagai sosial, dan status kesehatan umum.
keluarga yang tidak bermasalah, Menurut Hurlock (2001),
tidak memiliki beban perasaan bahwa penerimaan orang tua ditandai
terhadap keluarga sehingga keluarga dengan perhatian besar dan kasih
lebih banyak memiliki kesempatan sayang yang ditujukan kepada
untuk beradaptasi dengan anggota yang mengalami
lingkungan. Kemampuan penerimaan psikopatologis. Antara lain: respon
keluarga meliputi kemampuan untuk orang tua, persepsi orang tua, cara
menerima orang lain sekurang- merawat dan mengasuh anggota
kurangnya sabar menghadapi, keluarga yang mengalami
bersikap tenang, ramah tamah, dsb. psikopatologi, kemampuan orang tua

3
mengatasi masalah, harapan orang merupakan gangguan perkembangan
tua. Kemudian aspek penerimaan yang berentan atau pervasif.
antara lain: keterlibatan, Gangguan perkembangan ini terjadi
memperhatikan rencana dan cita-cita, secara jelas pada masa bayi, anak,
menunjukkan kasih sayang, dan masa remaja. Autis adalah suatu
berdialog secara baik, menerima gangguan perkembangan yang
sebagai seorang individu (person) kompleks menyangkut komunikasi,
yang utuh, memberikan bimbingan interaksi sosial, dan aktivitas
dan semangat motivasi, member imajinasi, sedangkan anak autis
tauladan, tidak menuntut berlebihan. adalah anak yang mempunyai
Kubler Ross (2008) masalah atau gangguan dalam
menyebutkan tahap peneriman orang berkomunikasi, interaksi sosial,
tua, antara lain: penolakan (denial), gangguan sensoris, pola bermain,
Tahap Anger (Marah), tahap tawar- perilaku, dan emosi (Depdiknas,
menawar (bargaining), tahap 2002).
depresi, tahap penerimaan. Menurut Depdiknas (2002)
lahirnya anak autis juga diduga dapat
Autis disebabkan oleh virus seperti rubella,
Autisma adalah salah satu toxo, herpes, jamur, nutrisi yang
(yang paling dikenal) diantara buruk, perdarahan, dan keracunan
beberapa gangguan perkembangan makanan pada masa kehamilan yang
pervasif yang ditandai dengan dapat menghambat pertumbuhan sel
keterlambatan dan gangguan yang otak yang menyebabkan fungsi otak
parah pada beberapa area bayi yang dikandung terganggu
perkembangan, seperti pada interaksi terutama fungsi pemahaman,
sosial, komunikasi dengan orang komunikasi, dan interaksi.
lain, perilaku bermain, aktivitas Ciri-ciri dari anak autis antara
sosial, dan minat sehari-hari lain: tidak mau bermain dengan
(Nuryanti, 2008). teman sebaya, enggan berbagi
Matson (dalam Hadis, 2006) minatnya dengan orang lain, kurang
mengemukakan bahwa autis mampu melakukan interaksi sosial,

4
terlambat berbicara, kurang bisa Adapun langkah-langkah dalam
mempertahankan melakukan analisis data menurut
percakapan/pembicaraan, Muslimin (2002) adalah sebagai
menggunakan bahasa yang kurang berikut : editing data, koding,
dimengerti oleh orang normal, kaku, prokoding, mencari kata kunci,
bergerak secara berulang-ulang mencari tema-tema utama, mencari
(gerakan jari, bertepuk tangan, kategori, mendeskripsikan hasil
menyentuh benda-benda). kategori, pembahasan hasil
penelitian.
Metode Penelitian
Informan dalam penelitian ini
Hasil
adalah orang tua, yang dimaksud
orang tua dalam penelitian ini Pelaksanaan penelitian
difokuskan oleh ibu, mengingat dilakukan pada tanggal 23-25
sebagian besar ibu adalah orang yang Februari 2015, dengan jumlah
paling memahami dan berada paling informan sebanyak 6 orang.
dekat dengan anak serta memiliki Pembentukan rapport dilakukan
ikatan batin yang kuat. Pemilihan dengan tujuan agar mempermudah
informan ini dilakukan secara peneliti dalam melakukan penggalian
purposive sampling. data secara mendalam pada
Metode pengumpulan data informan. Adapun pelaksanaan
yang digunakan dalam penelitian ini pengumpulan data sebagai berikut:
adalah menggunakan wawancara.
Tabel
Menurut Muslimin (2002) Jadwal Pelaksanaan
data merupakan proses mengatur Wawancara
No Nama Tanggal Waktu
urutan data, mengorganisasikannya 1. I.R 23-2-015 09.30-10.45WIB
2. N 24-2-015 08.45-09.30WIB
ke dalam satu pola, kategori, dan
3. N.A 24-2-015 09.45-11.05WIB
satuan uraian dasar sehingga dapat 4. I.S.P 25-2-015 09.00-09.45WIB
5. A.A 25-2-015 10.00-10.55WIB
ditentukan tema dan dapat 6. A.I 25-2-015 11.00-12.00WIB
dirumuskan hipotesis kerja seperti
apa yang disampaikan oleh data.

5
Data dalam penelitian ini mereka akibat dari kelainan selama
diperoleh dari 6 informan. Informan hamil atau akibat dosa dimasa lalu.
yang menjadi sumber adalah ibu Perasaan putus asa merupakan
yang memiliki anak penyandang sebagian dari depresi yang muncul
autis. saat orang tua mulai membayangkan
masa depan yang akan dihadapi sang
Tabel
anak (Sarasvati, 2004). Berdasarkan
Data Informan
hasil wawancara terhadap informan
Nama Usia Pendidikan
I.R 37 th D3 didapatkan hasil bahwa sebagian
N 32 th SMA besar informan merasa sedih karena
N.A 38 th D3
I.S.P 35 th SMA anaknya tidak seperti anak yang
A.A 34 th D3 lainnya, bingung apa yang harus
A.I 37 th D3
dilakukan, namun informan berusaha
pasrah dan menerima kondisi
anaknya. Selain itu informan merasa
Pembahasan
sulit berkomunikasi dengan anak,
Beberapa orangtua langsung
tidak tahu apa yang diminta oleh
merasa stress saat mendengar
anak, sering hilang dari rumah,
anaknya telah diagnosis autisme.
informan butuh teman saat keluar
Tidak mudah bagi orang tua
dengan anaknya dan juga terkait
manapun untuk dapat menerima apa
masalah ekonomi. Namun terdapat
yang sebenarnya terjadi. Kadang kala
satu informan yang menolak apa
terselip perasaan malu pada diri
yang terjadi pada anak, menyalahkan
orang tua untuk mengakui bahwa hal
diri sendiri dan orang lain, namun
tersebut dapat terjadi didalam
informan berusaha untuk berdamai
keluarga mereka (Sarasvati, 2004).
dengan dirinya sendiri dan pasrah
Setelah mengetahui anaknya
menerima kondisi anak.
menyandang autis, orang tua
Saat pertama kali informan
biasanya merasa shock. Hal tersebut
mengetahui anaknya mengalami
dapat menimbulkan perasaan
autis, yang difikirkan oleh informan
bersalah terutama pada pihak ibu,
adalah memikirkan bagaimana masa
yang khawatir apakah keadaan anak

6
depan anak, kasihan melihat kondisi tua terhadap anggota keluarga yang
anak, selain itu juga informan tidak mengalami psikopatologis akan
percaya atas apa yang terjadi pada mempengaruhi sikap orang tua
anak, bertanya-tanya pada diri terhadap anggota keluarga yang
sendiri, memikirkan bahwa autis mengalami psikopatologis, selain itu
dapat cepat sembuh tetapi ternyata persepsi orang tua mengenai konsep
butuh proses untuk “keluarga idaman” yang terbentuk
menyembuhkannya, memikirkan secara turun temurun akan
biaya yang dibutuhkan. Kemudian didasarkan pada gambaran keluarga
informan berusaha untuk menerima ideal, dalam hal ini adalah kondisi
kondisi anak dan mengobati anak anak sebagai “anak sempurna” yang
dengan terapi. Terdapat satu normal dan berkembang dengan
informan yang menyalahkan diri baik. Kemudian hal tersebut juga
sendiri dan orang lain, berusaha didukung oleh Kubler Ross (2008)
mengelak kondisi anak, tidak bahwa sebelum mencapai tahap
percaya atas apa yang terjadi pada penerimaan individu akan melalui
anak saat pertama kali mengetahui beberapa tahap, salah satunya adalah
anaknya mengalami autis, kemudian denial (penolakan) tahap ini dimulai
informan juga sering menangis saat dari rasa tidak percaya saat
teringat kondisi anak. Rogers, menerima diagnose dari seorang ahli.
Dawson, dan Vismara (2012) Perasaan keluarga selanjutnya akan
menjelaskan bahwa banyak keluarga timbul rasa kebingungan.
yang merasa sedih karena harapan Manifestasi dari kebingungan
dan impian mereka akan masa depan tersebut dapat berupa bingung atas
anak harus tertunda setelah arti diganosa, bingung akan apa yang
mengetahui anaknya terdiagnosa harus dilakukan, serta bingung atas
autisme. Beberapa orang melihat hal peristiwa yang terjadi pada
ini sebagai ‘tekanan‘ yang membuat keluarganya. Tindakan penolakan
orang tua menjadi depresi. Hal akan menimbulkan perasaan
tersebut sesuai dengan teori menurut menyiksa pada seluruh anggota
Hurlock (2001), bahwa respon orang keluarga.

7
Ibu merupakan tokoh yang adanya reaksi emosi atau marah pada
lebih rentan terhadap masalah keluarga yang memiliki anggota
penyesuaian. Hal ini dikarenakan ibu keluarga penderita autis. Selain itu
berperan langsung dalam kelahiran orang tua akan lebih sensitive
anak. Biasanya ibu cenderung terhadap masalah-masalah kecil yang
mengalami perasaan bersalah dan pada akhirnya akan berpotensi
depresi yang berhubungan dengan memunculkan kemarahan. Hal
ketidakmampuan anaknya dan ibu tersebut dapat dilakukan pada dokter,
lebih mudah terganggu secara saudara, anggota keluarga yang lain,
emosional. Ibu juga merasa stress atau teman-teman. Kemudian
karena perilaku yang ditampilkan muncul keputusasaan dan kehilangan
oleh anaknya seperti tantrum, harapan. Selain itu dalam kondisi
hiperaktif, kesulitan bicara, perilaku depresi dapat menimbulkan rasa
yang tidak lazim, ketidakmampuan bersalah, kecewa, menunjukkan
bersosialisasi dan berteman sikap menarik diri, tidak mau bicara,
(Cohen&Volkmar, dalam Hadis, hal ini biasa dialami oleh ibu, dengan
2006). Saat mengetahui anaknya kekhawatiran yang muncul atas
mengalami autis informan merasa keadaan yang sedang dihadapi
sedih, menyalahkan diri sendiri, merupakan kelalaian selama masa
kecewa, kasihan melihat kondisi kehamilan atau bahkan akibat dari
anak, sakit hati saat ada orang yang dosa masa lalu. Selanjutnya keluarga
memandang anaknya berbeda dari memilih untuk pasrah dan mencoba
anak yang lain, tidak percaya tentang menerima keadaan anggota keluarga
kondisi anak, namun informan yang menderita autis dengan tenang.
berusaha untuk menerima kondisi Saat mengetahui anaknya mengalami
anak dengan ikhlas. Selain itu juga autis, yang dilakukan oleh informan
terdapat 1 informan yang merasa adalah langsung membawa anak ke
bersalah pada anak karena sibuk dokter, psikolog, atau terapi. Selain
bekerja sehingga kurang memiliki itu informan juga mencari informasi
waktu dengan anak. Hal tersebut ke dokter, internet, buku mengenai
didukung oleh Kubler Ross (2008) autis, cara merawat, sekolah, apa

8
yang boleh dan tidak boleh untuk dengan harapan untuk bisa
anak autis, kemudian mencari tempat menentramkan hati orang tua.
terapi dan membawa anak untuk Selanjutnya proses depresi yang
terapi. ditunjukkan orang tua dengan
perasaan bersalah, kecewa,
Kesimpulan dan Saran kekhawatiran yang muncul atas
Proses penerimaan orang tua keadaan yang sedang dihadapi
yang memiliki anak penyandang merupakan kesalahan saat kehamilan
autis diawali dengan proses atau akibat dosa masa lalu, selain itu
penolakan yang ditunjukkan orang orang tua merasa khawatir akan masa
tua berupa kebingungan atas apa depan anak. Kemudian sampai pada
yang telah menimpa anaknya dan proses yang terakhir yaitu
bingung akan apa yang harus penerimaan, dimana orang tua dapat
dilakukan, selain itu orang tua pasrah menerima kondisi yang
merasa shock dan sedih melihat dialami anak dengan cara
kondisi yang dialami anak, dan tidak memperhatikan perkembangan anak
mempercayai kenyataan mengenai selama proses terapi dan belajar
kondisi anak yang mengalami autis. dirumah serta memasrahkan
Kemudian proses kemarahan kesembuhan anak pada Allah SWT.
terhadap diri sendiri, anak, maupun Informan penelitian
terhadap orang lain atas apa yang diharapkan agar bisa menerima
telah terjadi dan merasa sakit hati kondisi anak seutuhnya dan
saat orang lain meremehkan senantiasa selalu memberi kasih
anaknya. Proses tawar-menawar sayang serta perhatian yang lebih
yang diwujudkan orang tua dengan dalam merawat anak penyandang
cara berbicara dengan diri sendiri autis. Selain itu diharapkan agar
sebagai wujud dari pembelaan diri orang tua mampu berpartisipasi
atas keadaan yang dialami anak, secara penuh dalam proses
selain itu juga melakukan kesembuhan anak baik ditempat
pembenaran mengenai upaya yang terapi maupun dirumah.
telah dilakukan oleh orang tua

9
Masyarakat umum DAFTAR PUSTAKA
diharapkan dapat memahami
mengenai autis, sehingga masyarakat
Hadis, A. (2006). Pendidikan Anak
mampu ikut serta dalam proses
Berkebutuhan Khusus
kesembuhan anak autis, dengan cara
Autistik. Bandung: Alfabeta.
tidak mengucilkan, memperlakukan
anak autis seperti anak normal, dan Hurlock, E. (2002). Psikologi
berkomunikasi dengan anak autis. Perkembangan: Suatu
Diharapkan dengan penelitian Pendekatan Sepanjang
ini mampu memberikan informasi Rentang Kehidupan Edisi 5
dan pemahaman mengenai autis. (Terjemahan oleh
Kemudian bagi peneliti selanjutnya Istiwidayanti). Jakarta:
diharapkan agar melakukan Erlangga.
penelitian dengan menambahkan
Kubler Ross, E. (2008). On Life
jumlah informan untuk memperoleh
After Death Revised. In A.
hasil yang lebih mendalam.
Kusumawardani, Persepsi
Keluarga dalam Merawat
Klien Gangguan Jiwa:
Skizofrenia yang Mengalami
Kekambuhan di RSUD
Banyumas. Cilacap:
Keperawatan, STIKES Al-
Irsyad Al-Islamiyyah.

Muslimin. (2002). Metodologi


Penelitian Bidang Sosial
Edisi 1. Malang: Bayu
Media.

Pos, S. (2012, April 4). Terapi Autis


24 Jam oleh Orang Tua.

10
Retrieved Juli 1, 2014, from
Solopos:
http://www.solopos.com/201
2/04/04/autis-terapi-24-jam-
oleh-orangtua-175882

Pramitha, D., Mufattahah, S., &


Zulkaida, A. (2009).
Penerimaan Diri Istri Pertama
dalam Keluarga Poligami
yang Tinggal dalam Satu
Rumah. Jurnal Psikologi .

Sarasvati. (2004). Meniti Pelangi:


Perjalanan ibu yang tak
kenal menyerah dalam
membimbing putranya keluar
dari belenggu ADHD dan
autisme. Jakarta: PT. Elek
Media Komputindo.

Setiafitri, P. (2014). Karena Kamu


Spesial. Jakarta: PT Elex
Media Konoutindo
Kelompok Gramedia.

Yusuf, S. (2002). Psikologi Anak dan


Remaja. Bandung: Rosda
Karya.

11

Anda mungkin juga menyukai