2
2
Kalium
2.2.1. Definisi Kalium
Kalium merupakan kation utama yang terdapat pada cairan intraseluler
dengan konsentrasi ± 150 mmol/L. Sekitar 90% dari total kalium tubuh berada
dalam kompartemen ini. Sekitar 0.4% dari total kalium tubuh akan terdistribusi
ke ruangan vascularyang terdapat pada cairan ekstraseluler dengan konsentrasi
3.5-5. 0 mmo l /L. Konsentrasi total kalium dalam tubuh diperkirakan sebanyak
2 g/kg berat badan. Namun jumlah ini dapat bervariasi tergantung pada jenis
kelamin, umur dan massa otot. Kebutuhan minimum kalium diperkirakan
sebesar 782 mg/hari (Irawan, 2007).Di dalam tubuh kalium akan mempunyai
fungsi dalam menjaga keseimbangan cairan-elektrolit dan keseimbangan asam
basa. Selain itu, bersama dengan kalsium (Ca+) dan natrium (Na+), kalium akan
berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot. Hampir
sama dengan natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat
diserap oleh tubuh. Setiap kelebihan kalium yang terdapat di dalam tubuh akan
dikeluarkan melalui urin serta keringat (Irawan, 2007)
2.2.3. Fisiologi Kalium
Kalium pada prinsipnya terdapat dalam sel-sel tubuh. Fungsi Kalium adalah
melengkapi fungsi Na. Dalam keadaan normal ginjal memegang peranan penting
dalam pengaturan kandungan kalium pada tubuh. Defisiensi kalium dapat
terjadi akibat muntah-muntah dan diare yang berlangsung lama atau akibat
terapi diuretik oral yang menyebabkan kelumpuhan otot.
Natrium dan kalium sangat erat hubungannya dalam memenuhi
fungsinya dalam tubuh terutama berfungsi dalam keseimbangan air dan
elektrolit didalam sel maupun didalam cairan ekstraseluler. Kalium terutama
terdapat didalam cairan intraseluler.
Didalam tubuh terdapat Na sebanyak 0,15% dari berat badan, sedangkan
kalium 0,35 % atau terdapat sekitar 2 ½ kali lebih banyak dibandingkan natrium.
Perbandingan natrium dan kalium didalam ekstraseluler 28:1, sedangkan
didalam intraseluler perbandingan natrium kalium adalah 1:10. Batas-batas
rujukan untuk konsentrasi kalium plasma adalah 3,8-5,0 mmol/l.
Natrium terkonsentrasi diluar sel, sedangkan kalium terkonsentrasi
didalam sel, oleh karena itu, kadar kalium dalam darah tidak merupakan
indikator mengenai status kalium tubuh. Jumlah kalium dalam darah merupakan
refleksi metabolisme sel (bukan refleksi cadangan K tubuh). Kadar kalium dalam
darah meningkat bila terjadi katabolisme jaringan tubuh atau dalam keadaan
asidosis yang disertai dengan diare (K keluar dari sel untuk menormalkan
keseimbangan asam-basa tubuh). Kadar kalium dalam darah menurun bila
kecepatan sintesis protein atau glikogen dalam sel meningkat atau dalam
kondisi alkalosis (menunjukkan bahwa kalium memasuki sel).
Kalium merupakan bagian integral sel yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan (untuk setiap 0,5 kg pertambahan berat badan,diperlukan sekitar
1050 mg kalium). Didalam sel kalium bertindak sebagai katalis (bagian dari
enzim), yang berguna dalam reaksi pelepasan energi atau sintesis
protein. Seperti halnya natrium, kalium juga berfungsi untuk mempertahankan
tekanan osmotik dan memelihara keseimbangan asam-basa didalam tubuh.
Selain itu kalium juga berperan dalam transmisi impuls syaraf dan pelepasan
insulin dari pankreas dan bersama dengan magnesium kalium bertindak sebagai
muscle relaxant sebagai kebalikan dari kalsium yang menstimulir kontraksi otot.
Meskipun natrium sangat berhubungan dengan tekanan darah namun
ternyata ratio antara Na:K lebih penting daripada jumlah natrium secara
absolut. Karena itu, konsumsi kalium dalam jumlah yang tepat dapat mencegah
pengaruh negatif natrium terhadap tekanan darah.
Kalium diabsorbsi dengan mudah dalam usus halus. Sebanyak 80-90 %
kalium yang dimakan diekresi melalui urin, selebihnya dikeluarkan melalui feses
dan sedikit melalui keringan dan cairan lambung. Taraf kalium normal darah
dipelihara oleh ginjal melalui kemampuannya menyaring, mengabsorbsi
kembali dan mengeluarkan kalium dibawah pengaruh aldosteron. Kalium
dikeluarkan dalam bentuk ion dengan menggantikan ion natrium melalui
mekanisme pertukaran didalam tubula ginjal
1. Hiperkalemia
a. Penyebab
Hiperkalemia tidak selazim hipokalemia. Kadar kalium plasma yang tinggi
bias timbul bila ada masukan berlebihan, ekresi yang terganggu. Hiperkalemia
karena masukan berlebihan bisa timbul karena masukan berlebihan selama
pengobatan hipokalemia, terutama jika diberikan kalium dalam dosis besar
secara intravena bila fungsi ginjal lemah, juga kandungan kalium plasma darah
yang disimpan, yang digunakan untuk transfusi bisa jauh lebih tinggi dari plasma
normal, meningkatkan 1 mmol/l per hari penyimpanan. Pada kegagalan ginjal
yang berat, karena penyakit glomerulus atau berkurangnya aliran plasma ginjal
maka kalium ditahan dan peningkatan konsentrasi kalium plasma dapat
dihubungkan dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerulus, gejala-gejala
yang menentukan hiperkalemia merupakan sebagian dari kompleks gejala
uremia. Pada defisiensi adrenokortikal terutama krisis Addisonian dan jarang-
jarang pada hipopitutarisme mungkin ada hiperkalemia dan hiperkalemia ini
disebabkan perubahan fungsi tubulus ginjal oleh defisiensi aktivitas
mineralokortikoid, diuretika yang menahan kalium seperti spironolakton (suatu
antagonis aldosteron) mempunyai efek yang sejenis. Kalium dilepaskan dari sel-
sel bila ada peningkatan katabolisme seluler seperti setelah tabrakan, luka bakar
luas, atau pada fase awal pasca bedah atau bilamana banyak natrium hilang dari
cairan ekstraseluler. Kemudian ini bisa meningkatkan kadar kalium plasma.
Mekanisme aritmia
Hiperkalemia meningkatkan permeabilitas membran miokard terhadap
kalium, menyebabkan peningkatan kecepatan repolarisasi dan penurunan
durasi aksi potensial. Pada hiperkalemia sedang, aksi dari kalium dapat menurun
untuk berkembangnya suatu aritmia. Aritmia adalah perubahan pada frekuensi
dan irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal.
Peningkatan permeabelitas kalium pada derajat penurunan hiperkalemia dari
depolarisasi diastolik spontan sinus node dan bagian lain dari sistem konduksi
menyebabkan bradikardia dan bahkan asistole pada konsentrasi tinggi dari
kalium.
Peningkatan kecepatan
repolarisasi dan penurunan
durasi aksi potensial.
Peningkatan
permebelitas
membran terhadap
kalium
Hiperkalemia
d. Terapi
Pengobatan diperlukan bagi semua kasus yang berat. Penyebab
hiperkalemia sering diperbaiki dengan menghentikan masukan yang berlebihan
atau dengan mengkoreksi asidosis serta deplesi air dan garam. Insulin (dengan
glukosa) bisa diberikan untuk mengangkut kalium kedalam sel-sel.
2. Hipokalemia
a. Penyebab
Semua makanan yang menandung sel, mengandung kalium dan
menghentikan makanan disertai penggantian intravena yang tidak adekuat
merupakan alasan tambahan bagi defisiensi kalium yang bisa timbul pada
penyakit yang berat atau setelah operasi. Malnutrisi protein seperti kwashiorkor
menyebabkan deplesi kalium yang hebat walau hipokalemia bisa ditutupi oleh
deplesi air. Resin yang mengikat kalium bisa mengeluarkan cukup banyak kalium
dari usus untuk menyebabkan defisiensi secara klinis.
Hipokalemia paling lazim terlihat pada pasien-pasien dengan penyakit
gastrointestinalis terutama bila disertai dengan diare dan muntah hebat pada
anak-anak sering timbul setelah pembedahan gastrointestinalis terutama
dengan ileostomi atau setelah penggunaan pencahar jangka panjang. Dalam
keadaan ini, sering masukan kalium juga berkurang
Pada koma diabetika, mungkin terdapat kehilangan kalium tubuh yang
hebat kedalam urin. Karena dehidrasi, kalium plasma mula-mula mungkin
normal atau meningkat. Pengobatan dengan insulin bisa menghentikan
kehilangan kalium karena restorasi metabolisme glukosa intraseluler disertai
koreksi asidosis yang akan mengikat kalium didalam sel, tetapi pergeseran
kedalam sel dan penggantian cairan akan merendahkan kadar kalium plasma.
Pengobatan yang lama dengan glukosa intravena juga menggeser kalium dari
plasma ke sel-sel.
Mungkin ada kehilangan kalium kedalam urin dalam jumlah berlebihan
karena diuresis jangka lama.
c. Mekanisme Alkalosis
Kalium bersama natrium berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan
asam basa tubuh. Kekurangan kalium dapat menyebabkan alkalosis
ekstraseluler dan asidosis intraseluler.
Hormon aldosteron mempunyai efek untuk penghematan natrium disertai
disertai dengan pembuangan kalium. Bila intake kalium kurang dari kebutuhan
minimal, konsentrasi ion kalium serum akan turun,ion kalium intrasel juga akan
turun dan tubulus renalis dan juga sel-sel tubuh mulai menggunakan H+ sebagai
pengganti K+. Apabila konsentrasi H+ meningkat didalam sel akan menyebabkan
asidosis intraseluler. Kehilangan K+ obligatorik oleh tubulus renalis diganti
dengan kehilangan H+ obligatorik karena tubulus renalis menghemat Na+ dengan
membuang H+, bukan K+ . Hal ini menyebabkan alkalosis ekstraseluler.
Intake/asupan
kalium kurang
Sel mulai
menggunakan
H+ sebagai
pengganti K+
Kadar kalium
dalam sel dan
plasma turun
Konsentrasi H+
Asidosis dalam sel
meningkat
d.Terapi
Telah direkomendasikan bermacam-macam larutan kalium intravena.
Kecuali pada keadaan gawat darurat, sebaiknya tidak digunakan larutan yang
lebih besar dari 60 mml K+/l. Sekarang biasanya kalium diberikan pada orang
dewasa dengan menambahkan glukosa isotonik.
Kecuali untuk pengobatan gawat darurat hipokalemia yang berbahaya, bisa
diinfus kalium yang tidak lebih dari 20 mmol dalam 1 jam dan sebaiknya
diberikan tidak melebihi 120 mmol sehari
Kalium (K) adalah kation utama kompartemen cairan intraseluler ( CIS
). Sekitar 90 % asupan kalium diekskresikan di urin dan 10 % di feses. Konsentrasi
normal kalium di plasma adalah 3,5 – 4,8 mmol/L, sedangkan konsentrasi
intraseluler dapat 30 kali lebih tinggi, dan jumlahnya mencapai 98 % dari jumlah
K keseluruhan. Walaupun kadar kalium di dalam CES hanya berkisar 2 % saja,
akan tetapi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga homeostasis.
Perubahan sedikit saja pada kalium intraseluler, akan berdampak besar pada
konsentrasi kalium plasma.
Keseimbangan Kalium diatur dengan menyeimbangkan antara
pemasukan dan ekskresi, serta distribusi antara intrasel dan ekstrasel. Regulasi
akut kalium ekstraseluler dicapai dengan perpindahan kalium internal antara
CES dan CIS. Ketika kadar kalium ekstrasel meningkat akibat asupan yang
banyak, atau disebabkan oleh pembebasan kalium internal, maka regulasi akut
ini akan terjadi. Regulasi ini merupakan kontrol hormonal, yaitu: Insulin
disekresikan segera setelah makan, dan ini akan menstimulasi Na, K, ATPase dan
mendistribusikan Kalium yang didapat dari sel–sel makhluk hidup yang dimakan
ke intrasel.
Epinefrin meningkatkan ambilan kalium sel, yang mana penting untuk
kerja otot dan trauma. Kedua kondisi ini memicu terjadinya peningkatan kalium
plasma. Aldosteron juga berperan dalam meningkatkan konsentrasi kalium
intraseluler. Perubahan pH mempengaruhi distribusi kalium ekstra dan
intraseluler. Pada asidosis, konsentrasi K ekstraseluler meningkat, sedangkan
alkalosis cenderung membuat hipokalemia.
Regulasi kronik untuk homeostasis K adalah oleh ginjal. 65 % dari K yang
difiltrasi, direabsorpsi sebelum mencapai akhir dari tubulus proksimal ginjal,
20% di tubulus distal, dan 15 % lainnya di ansa henle. Jumlah ekskersi kalium
ditentukan pada tubulus penghubung dan duktus koligentes Besarnya jumlah K
yang direabsorpsi atau disekresi tergantung kepada kebutuhan. Pada keadaan
dimana pemasukan berlebihan, maka ekskresi akan meningkat, begitupula
sebaliknya.
Konsentrasi total kalium di dalamtubuh diperkirakan sebanyak 2g/kg
berat badan. Namun jumlah ini dapat bervariasi bergantung terhadap beberapa
faktor seperti jenis kelamin, umur dan massa otot (muscle mass). Kebutuhan
minimum kalium diperkirakan sebesar 782 mg/hari.
Kalium sangat penting bagi sistem saraf dan kontraksi otot, kalium juga
dimanfaatkan oleh sistem saraf otonom (SSO), yang merupakan pengendali
detak jantung, fungsi otak, dan proses fisiologi penting lainnya. Kalium
ditemukan di hampir seluruh tubuh dalam bentuk elektrolit dan banyak
terdapat pada saluran pencernaan. Sebagian besar kalium tersebut berada di
dalam sel, sebagian lagi terdapat di luar sel. Mineral ini akan berpindah secara
teratur dari dan keluar sel, tergantung kebutuhan tubuh.
Di dalam tubuh, kalium biasanya bekerja sama dengan natrium (Na)
dalam mengatur keseimbangan muatan elektrolit cairan tubuh dan
keseimbangan asam basa. Keseimbangan ini dijaga dengan menyesuaikan
jumlah asupan kalium dari makanan dan jumlah kalium yang dibuang. Selain itu,
bersama dengan kalsium (Ca ) dan natrium (Na), kalium akan berperan dalam
transmisi saraf, pengaturan enzim dan kontraksi otot. Hampir sama dengan
natrium, kalium juga merupakan garam yang dapat secara cepat diserap oleh
tubuh.
Dalam keadaan normal, organ ginjal berperan menyesuaikan antara
asupan dan jumlah kalium yang dibuang tubuh. Sebagian besar kalium dibuang
melalui urin, walaupun ada juga yang keluar bersama tinja
Kalium berperan penting dalam fungsi tubuh normal, berikut adalah beberapa
fungsi dari kalium pada tubuh:
Fungsi biokimia. Kalium berperan penting dalam fungsi sistem saraf, serta
berperan terhadap keseimbangan tekanan osmotik antara cairan di dalam
sel (intrasel) dengan cairan pada ruang antar sel (interstitial), yang
dimediasi oleh oleh suatu mekanisme yang disebut sebagai pompa
Na+/K+-ATPase.
Polarisasi membran. Kalium berperan dalam kerja otot serta
penghantaran seluruh impuls saraf melalui potensial aksi. Rendahnya
kadar kalium dalam serum darah dapat menyebabkan suatu kondisi yang
mengancam jiwa, kondisi tersebut dapat disebabkan oleh diare, muntah,
dan atau peningkatan frekuensi berkemih.
Filtrasi dan ekskresi. Kalium bersama dengan natrum dan calsium
berperan dalam regulasi proses filtrasi serta ekskresi cairan dan mineral
pada tubuh manusia
2.1.3. Hipokalemia
Definisi
Hipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu
keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Penyebab
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak
berfungsi secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran
pencernaan (karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu
yang lama atau polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan
yang kurang karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari.
Kalium bisa hilang lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering
adalah akibat penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal
membuang natrium, air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. (Dawodu S,
2004) Pada sindroma Cushing, kelenjar adrenal menghasilkan sejumlah besar
hormon kostikosteroid termasuk aldosteron. Aldosteron adalah hormon yang
menyebabkan ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah besar. Ginjal juga
mengeluarkan kalium dalam jumlah yang banyak pada orang-orang yang
mengkonsumsi sejumlah besar kayu manis atau mengunyah tembakau tertentu.
Penderita sindroma Liddle, sindroma Bartter dan sindroma Fanconi
terlahir dengan penyakit ginjal bawaan dimana mekanisme ginjal untuk
menahan kalium terganggu. Obat-obatan tertentu seperti insulin dan obat-
obatan asma (albuterol, terbutalin dan teofilin), meningkatkan perpindahan
kalium ke dalam sel dan mengakibatkan hipokalemia. Tetapi pemakaian obat-
obatan ini jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya hipokalemia. (Dawodu S,
2004)
Gejala Klinis
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.
Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan
kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi
tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)
Pengobatan
Tingkat-tingkat serum kalium diatas 3.0 mEq/liter tidak dipertimbangkan bahaya
atau sangat mengkhawatirkan; mereka dapat dirawat dengan penggantian
potassium melalui mulut. Tingkat- tingkat yang lebih rendah dari 3.0 mEq/liter
mungkin memerlukan penggantian intravena. Keputusan-
keputusan adalah spesifik pasien dan tergantung pada diagnosis, keadaan-
keadaan dari penyakit, dan kemampuan pasien untuk mentolerir cairan dan
obat melalui mulut. (Dawodu S, 2004) Melalui waktu yang singkat, dengan
penyakit-penyakit yang membatasi sendiri seperti gastroenteritis dengan
muntah dan diare, tubuh mampu untuk mengatur dan memulihkan tingkat-
tingakt potassium dengan sendirinya. Bagaimanapun, jika hypokalemia adalah
parah, atau kehilangan-kehilangan potassium diperkirakan berjalan terus,
penggantian atau suplementasi potassium mungkin diperlukan. (Dawodu S,
2004)
Pada pasien-pasien yang meminum diuretiks, seringkali jumlah yang kecil
dari potassium oral mungkin diresepkan karena kehilangan akan berlanjut
selama obat diresepkan. Suplemen-suplemen oral mungkin dalam bentuk pil
atau cairan, dan dosis-dosisnya diukur dalam mEq. Dosis-dosis yang umum
adalah 10-20mEq per hari. Secara alternatif, konsumsi dari makanan-makanan
yang tinggi dalam potassium mungkin disarankan untuk penggantian. Pisang-
pisang, apricot-aprocit, jeruk-jeruk, dan tomat-tomat adalah tinggi dalam
kandungan potassiumnya. Karena potassium diekskresikan (dikeluarkan) di
ginjal, tes-tes darah yang memonitor fungsi ginjal mungkin diperintahkan untuk
memprediksi dan mencegah naiknya tingkat-tingkat potassium yang terlalu
tinggi. (Dawodu S, 2004)
Ketika potassium perlu diberikan secara intravena, ia harus diberikan
secara perlahan-lahan. Potassium mengiritasi vena dan harus diberikan pada
kecepatan dari kira-kira 10 mEq per jam. Begitu juga, menginfus potassium
terlalu cepat dapat menyebabkan iritasi jantung dan memajukan irama-irama
yang berpotensi berbahaya seperti ventricular tachycardia. (Dawodu S, 2004)
2.1.4. Hiperkalemia
Definisi Hiperkalemia
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang naiknya
secara abnormal. Tingkat potassium dalam darah yang normal adalah 3.5-5.0
milliequivalents per liter (mEq/L). Tingkat-tingkat potassium antara 5.1 mEq/L
sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang ringan. Tingkat-tingkat
potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang sedang,
dan tingkat-tingkat potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang
berat/parah. (Dawodu, S 2004)
Gejala
-Gejala Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menjadi asymptomatic, yang berarti bahwa ia tidak
menyebabkan gejala-gejala. Adakalanya, pasien-pasien dengan hyperkalemia
melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk:
•mual,
•lelah,
•kelemahan otot, atau
•perasaan-perasaan kesemutan.
Gejala
-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung yang perlahan
dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat pada
berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya
secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada
tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium
adalah sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas
hingga tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau
lebih tinggi). (Dawodu S, 2004)
Penyebab Hyperkalemia
Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,
Penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari
sel-sel kedalam sirkulasi darah, dan obat-obat. (Dawodu S, 2004)
Disfungsi ginjal
Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal-ginjal, jadi
penyakit-penyakit yang mengurangi fungsi ginjal-ginjal dapat berakibat pada
hyperkalemia. Ini termasuk:
•gagal ginjal akut dan kronis,
•glomerulonephritis,
•lupus nephritis,
•penolakan transplant, dan
•penyakit-penyakit yang menghalangi saluran urin (kencing), seperti
urolithiasis(batu-batu dalam saluran kencing).
Lebih jauh, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal terutama
adalah sensitif pada obat-obat yang dapat meningkatkan tingkat-tingkat
potassium darah. Contohnya, pasien-pasien dengan disfungsi-disfungsi ginjal
dapat mengembangkan perburukan hyperkalemia jika diberikan pengganti-
pengganti garam yang mengandung potassium, jika diberikan suplemen-
suplemen potassium (secara oral atau intravena), atau obat-obat yang dapat
meningkatkan tingkat-tingkat potassium darah. Contoh-contoh dari obat-obat
yang dapat meningkatkan tingkat-tingkat potassium darah termasuk:
•ACE inhibitors,
•Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
•Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), dan
•Diuretics hemat potassium (lihat dibawah). trauma,
penyebab lain:
•Luka-luka bakar,
•Operasi,
•Hemolysis (disintegrasi atau kehancuran sel-sel darah merah),
•Massive lysis dari sel-sel tumor, dan
•Rhabdomyolysis (kondisi yang melibatkan kehancuran sel-sel otot yang
adakalanya dihubungkan dengan luka otot, alkoholisme, atau penyalahgunaan
obat). Obat-Obat Suplemen-suplemen potassium, pengganti-pengganti garam
yang mengandung potassium dan obat-obat lain dapat menyebabkan
hyperkalemia. Pada individu-individu yang normal, ginjal-ginjal yang sehat dapat
beradaptasi pada pemasukan potassium oral yang berlebihan dengan
meningkatkan ekskresi potassium urin, jadi mencegah perkembangan dari
hyperkalemia. Bagaimanapun, memasukan terlalu banyak potassium (melalui
makanan-makanan, suplemen-
suplemen, atau pengganti-pengganti garam yang mengandung potassium)
dapat menyebabkan hyperkalemia jika ada disfungsi ginjal atau jika pasien
meminum
obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin seperti ACE inhibitors dan
diuretics hemat potassium. (Dawodu S, 2004)
Contoh-contoh dari obat-obat yang mengurangi ekskresi potassium urin
termasuk:
•ACE inhibitors,
•ARBs,
•NSAIDs,
•Diuretics hemat potassium seperti:
oSpironolactone (Aldactone),
oTriamterene (Dyrenium), dan
oTrimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim).
Meskipun hyperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini,
hyperkalemia yang parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan
pada pasien-pasien dengan disfungsi ginjal. (Dawodu S, 2004)
2. Fisiologi Kalium Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam
cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi
kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada orang
dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq). Jumlah
kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium pada wanita
25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada orang dewasa
lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak.19 Perbedaan kadar kalium di
dalam plasma dan cairan interstisial dipengaruhi oleh keseimbangan Gibbs-
Donnan, sedangkan perbedaan kalium cairan intrasel dengan cairan interstisial
adalah akibat adanya transpor aktif (transpor aktif kalium ke dalam sel bertukar
dengan natrium).19-20 Jumlah kalium dalam tubuh merupakan cermin
keseimbangan kalium yang masuk dan keluar. Pemasukan kalium melalui
saluran cerna tergantung dari jumlah dan jenis makanan. Orang dewasa pada
keadaan normal mengkonsumsi 60-100 mEq kalium perhari (hampir sama
dengan konsumsi natrium). Kalium difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70-
80%) direabsorpsi secara aktif maupun pasif di tubulus proksimal dan
direabsorpsi bersama dengan natrium dan klorida di lengkung henle.19-20
Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal kurang dari 5%,
kulit dan urine mencapai 90%.13,19-20
Nilai Rujukan Kalium
Nilai rujukan kalium serum pada: - serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L - serum anak :
3,5-5,5 mmo/L - serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L - urine anak : 17-57 mmol/24
jam - urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam - cairan lambung : 10 mmol/L
Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan
faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke
intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb.
Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks
kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP
ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini
adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan
kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang
diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin
dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan
kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena
selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas
Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas
dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa
menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong
kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan
sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik,
kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis
diabetes.
Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium
tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB
dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi
tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme
regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit
kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam
7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal.
Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari,
sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat
cukup kalium dalam diet mereka2.
Derajat Hipokalemia
Hipokalemia moderat didefinisikan sebagai kadar serum antara 2,5--3 mEq/L,
sedangkan hipokalemia berat didefinisikan sebagai kadar serum < 2,5 mEq/L.
Hipokalemia yang < 2 mEq/L biasanya sudah disertai kelainan jantung dan
mengancam jiwa.
Risiko
Pendekatan Diagnostik
Anamnesis biasanya memungkinkan identifikasi faktor penyebab.
pH darah dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah.
Alkalosis biasa menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+
ke dalam sel. Asidosis menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
Tatalaksana Hipokalemia
Untuk bisa memperkirakan jumlah kalium pengganti yang bisa diberikan, perlu
disingkirkan dulu faktor-faktor selain deplesi kalium yang bisa menyebabkan
hipokalemia, misalnya insulin dan obat-obatan. Status asam-basa
mempengaruhi kadar kalium serum.
Jumlah Kalium
Walaupun perhitungan jumlah kalium yang dibutuhkan untuk mengganti
kehilangan tidak rumit, tidak ada rumus baku untuk menghitung jumlah kalium
yang dibutuhkan pasien. Namun, 40—100 mmol K+ suplemen biasa diberikan
pada hipokalemia moderat dan berat.
Pada hipokalemia ringan (kalium 3—3,5 mEq/L) diberikan KCl oral 20 mmol per
hari dan pasien dianjurkan banyak makan makanan yang mengandung kalium.
KCL oral kurang ditoleransi pasien karena iritasi lambung. Makanan yang
mengandung kalium cukup banyak dan menyediakan 60 mmol kalium 5.
Kecepatan Pemberian Kalium Intravena
Kecepatan pemberian tidak boleh dikacaukan dengan dosis. Jika kadar serum >
2 mEq/L, maka kecepatan lazim pemberian kalium adalah 10 mEq/jam dan
maksimal 20 mEq/jam untuk mencegah terjadinya hiperkalemia. Pada anak,
0,5—1 mEq/kg/dosis dalam 1 jam. Dosis tidak boleh melebihi dosis maksimum
dewasa.
Pada kadar < 2 mEq/L, bisa diberikan kecepatan 40 mEq/jam melalui vena
sentral dan monitoring ketat di ICU. Untuk koreksi cepat ini, KCl tidak boleh
dilarutkan dalam larutan dekstrosa karena justru mencetuskan hipokalemia
lebih berat.
Koreksi Hipokalemia Perioperatif
KCL biasa digunakan untuk menggantikan defisiensi K+, karena juga biasa
disertai defisiensi Cl-.
Jika penyebabnya diare kronik, KHCO3 atau kalium sitrat mungkin lebih
sesuai.
Terapi oral dengan garam kalium sesuai jika ada waktu untuk koreksi dan
tidak ada gejala klinik.
Penggantian 40—60 mmol K+ menghasilkan kenaikan 1—1,5 mmol/L
dalam K+ serum, tetapi ini sifatnya sementara karena K+ akan berpindah
kembali ke dalam sel. Pemantauan teratur dari K+ serum diperlukan untuk
memastikan bahwa defisit terkoreksi.
Kalium iv
KCl sebaiknya diberikan iv jika pasien tidak bisa makan dan mengalami
hipokalemia berat.
Secara umum, jangan tambahkan KCl ke dalam botol infus. Gunakan
sediaan siap-pakai dari pabrik. Pada koreksi hipokalemia berat (< 2
mmol/L), sebaiknya gunakan NaCl, bukan dekstrosa. Pemberian dekstrosa
bisa menyebabkan penurunan sementara K+ serum sebesar 0,2—1,4
mmol/L karena stimulasi pelepasan insulin oleh glukosa.
Infus yang mengandung KCl 0,3% dan NaCl 0,9% menyediakan 40 mmol
K+ /L. Ini harus menjadi standar dalam cairan pengganti K+.
Volume besar dari normal saline bisa menyebabkan kelebihan beban
cairan. Jika ada aritmia jantung, dibutuhkan larutan K+ yang lebih pekat
diberikan melalui vena sentral dengan pemantauan EKG. Pemantauan
teratur sangat penting. Pikirkan masak-masak sebelum memberikan > 20
mmol K+/jam.
Konsentrasi K+ > 60 mmol/L sebaiknya dihindari melalui vena perifer,
karena cenderung menyebabkan nyeri dan sklerosis vena
Hipotermia
baik oleh karena kecelakaan atau diinduksi secara sengaja dapat menyebabkan
kalium masuk ke dalam sel dan menurunkan kadar konsentrasi kalium plasma
sampai di bawah 3,0 sampai 3,5 mEq/L.
Intoksikasi barium
biasanya disebabkan oleh asupan makanan terkontaminasi, dapat
menyebabkan hipokalemia dengan menghambat kanal kalium pada membran
sel yang biasanya menyebabkan kalium mampu berdifusi ke cairan ekstraselular.
Pasien-pasien yang menjalani prosedur radiologik tidak berisiko untuk
menderita komplikasi ini, oleh karena barium sulfat yang digunakan tidak masuk
ke dalam peredaran sistemik.
Intoksikasi klorokuin,
hipokalemia dengan kadar kalium jatuh sampai di bawah 2,0 mEq/L pada
keadaan-keadaan berat, merupakan temuan yang sering pada intoksikasi
klorokuin akut. Efek ini mungkin dimediasi oleh pergerakan kalium ke dalam sel
dan dapat dieksakserbasi oleh pemberian epinefrin yang digunakan untuk
membantu mengatasi intoksikasi.
Dialisis
Meskipun pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir biasanya meretensi kalium
dan cenderung hiperkalemia, hipokalemia dapat terjadi pada pasien-pasien
dengan dialisis kronik. Kehilangan kalium lewat dialisis dapat mencapai 30 mEq
per hari pada pasien dengan dialisis peritoneal kronik. Keadaan ini dapat
menjadi penting apabila terjadi penurunan asupan atau bila terjadi kehilangan
gastrointestinal bersamaan
M ANIFEST ASI KLINIK HIPOKALEMIA
Derajat manifestasi cenderung seimbang dengan keberatan dan lama
hipokalemia. Gejala biasanya tidak timbul sampai kadar kalium berada di bawah
3,0 mEq/L, kecuali kadar kalium turun secara cepat atau pasien tersebut
mempunyai faktor-faktor yang memperberat seperti kecenderungan aritmia
karena penggunaan digitalis. Gejala biasanya membaik dengan koreksi
hipokalemia.Kelemahan otot berat atau paralisis, kelemahan otot biasanya tidak
timbul pada kadar kalium
di atas 2,5 mEq/L apabila hipokalemia terjadi perlahan. Namun, kelemahan yang
signifikan dapat terjadi dengan penurunan tiba-
tiba, seperti pada paralisis hipokalemik periodik, meskipun penyebab
kelemahan pada keadaan ini mungkin lebih kompleks.Pola kelemahan kurang
lebih mirip dengan yang diamati pada hiperkalemia, biasanya dimulai dengan
ekstremitas bawa, meningkat sampai ke batang tubuh dan ekstremitas atas
serta dapat memburuk sampai pada titik paralisis.
Hipokalemia juga dapat menyebabkan hal berikut ini: kelemahan otot
pernapasan yang dapat begitu berat sampai menyebabkan kegaga
lan pernapasan dan kematian. Keterlibatan otot-otot pencernaan,
menyebabkan ileus dan gejala-gejala yang diakibatkannya seperti distensi,
anoreksia, nausea dan vomitus. Kram, parestesia, tetani, nyeri otot dan atrofi.
Aritmia kardiak dan kelainan EKG,
beberapa tipe aritmia dapat dilihat pada pasien dengan hipokalemia. kelainan
ini termasuk denyut atrial dan ventrikel prematur, bradikardia sinus, takikardia
atrial atau junctional paroksismal, blok atrioventrikular sampai kepada takikardi
atau fibrilasi ventrikel. Hipokalemia menghasilkan perubahan-perubahan
karakteristik pada EKG. Biasanya dapat ditemukan depresi segmen ST,
penurunan amplitudo gelombang T dan peningkatan amplitudo gelombang U
yang timbul setelah akhir gelombang T (gambar 4). Gelombang U seringkali
dapat dilihat pada lead prekordial V4 sampai V6.
Gambar 4
Gambaran khas gelombang U yang dapat dilihat pada akhir gelombang T,
terutama dapat ditemukan pada lead V4-6.
Terdapat variabilitas yang besar dalam konsentrasi kalium aktual terkait dengan
progresivitas perubahan EKG. Pada suatu penelitian terkontrol terapi tiazid
(hidroklorotiazid 50mg/hari) terdapat peningkatan sampai dua kali lipat dalam
kejadian aritmia ventrikular pada pasien-pasien dengan konsentrasi kalium di
bawah 3,0 mEq/L.
Pemanjangan QT, dapat menjadi salah satu gambaran EKG pada penderita
dengan hipokalemia. Interval QT terkoreksi dapat dihitung dengan membagi
interval QT (0,6 s) dengan akar interval RR (0,84 s) sehingga pada EKG ini QTc
adalah 0,65 s.
Rhabdomiolisis,
penurunan kadar kalium berat (kurang dari 2,5 mEq/L) dapat menyebabkan
keram otot, rhabdomiolisis dan mioglobinuria. Pelepasan kalium dari sel otot
secara normal menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan aliran
darah ke otot selama olah raga. Penurunan
pelepasan kalium oleh karena hipokalemia berat dapat menurunkan aliran
darah ke otot sebagai respons olah raga.
Kelainan ginjal,
hipokalemia dapat menginduksi beberapa kelainan ginjal yang kebanyakan
dapat dipulihkan dengan perbaikan kadar kalium. keadaan-
keadaan ini termasuk gangguan kemampuan konsentrasi urin (dapat timbul
sebagai nokturia, poliuria dan polidipsia), peningkatan produksi amonia renal
oleh karena asidosis intraselular, peningkatan reabsorpsi bikarbonat renal dan
juga nefropati hipokalemik. Hipokalemia dapat menyebabkan polidipsia yang
berkontribusi terhadap poliuria.
Patogenesis gejala
Gejala neuromuskular dan kardiak yang diinduksi oleh hipokalemia terkait
dengan perubahan pembentukan aksi potensial. Kemudahan untuk membentuk
aksi potensial (disebut eksitabilitas membran) terkait oleh besaran potensial
membran istirahat dan juga keadaan aktivasi kanal membran natrium;
pembukaan kanal-kanal natrium ini yang menyebabkan terjadinya difusi pasif
natrium ekstraselular ke dalam sel merupakan langkah pertama dalam proses
ini.
Menurut rumus Nernst, potensial membran istirahat terkait dengan rasio
konsentrasi kalium intraselular terhadap ekstraselular. Penurunan konsentrasi
kalium plasma akan meningkatkan rasio ini dan oleh karenanya
menghiperpolarisasi mebran sel (membuat potensial istirahat menjadi lebih
elektronegatif). Keadaan ini meningkatkan permeabilitas natrium, yang
meningkatkan eksitabilitas membran.
Sebagai tambahan terhadap peningkatan automatisitas kardiak ini
(terkait eksitabilitas membran), hipokalemia juga menunda repolarisasi
ventrikular. Hal ini memperpanjang durasi periode refrakter relatif dan
mempredisposisi terjadinya aritmia re-entrans.Efek hipokalemia terhadap ginjal
sebagian terkait dengan penurunan ekspresi aquaporin
kanal antidiuretik sensitif hormon, gangguan terhadap transpor natrium-kalium
pada ansa henle dan peningkatan asidosis intraselular oleh karena keluarnya
kalium dari sel diikuti dengan masuknya H+ ke
dalam sel untuk mempertahakan elektronetrali
Terapi
Sediaan kalium
kalium klorida baik oral maupun intravena secara umum lebih disukai
dibandingkan kalium sitrat atau bikarbonat, terutama pada pasien dengan
alkalosis metabolik oleh karena terapi diuretik, vomitus dan
hiperaldosteronisme. Pada keadaan lain, kalium sitrat atau bikarbonat seringkali
disukai pada pasien dengan hipokalemia dan asidosis metabolik. Keadaan di atas
paling sering terjadi pada asidosis tubular ginjal dan keadaan diare kronik.Kalium
klorida oral dapat diberikan dalam bentuk kristal, cairan atau dalam bentuk
tablet lepas lambat. Kristal pengganti garam mengandung antara 50-65 mEq tiap
sendok teh, secara umum sediaan ini aman, dapat ditoleransi dengan baik dan
lebih murah dibandingkan dengan sediaan lain sehingga dapat menjadi pilihan
apabila biaya menjadi salah satu faktor pertimbangan. Sebagai bandingan cairan
kalium klorida seringkali tidak enak dan tablet lepas lambat pada keadaan-
keadaan tertentu dapat menyebabkan lesi ulseratif atau stenotik pada saluran
cerna oleh karena akumulasi kalium konsentrasi tinggi. Beberapa makanan juga
dapat digunakan untuk membantu meningkatkan kadar kalium, walaupun
kurang efektif dibandingkan dengan bentuk lain
(lampiran 1)
Terapi intravena,
kalium klodrida dapat diberikan secara intravena untuk pasien yang tidak dapat
makan atau sebagai tambahan terapi orap pada pasien dengan hipokalemia
simtomatik berat. Pada sebagian besar pasien, kalium intravena diberikan
sebagai tambahan cairan infus dengan
konsentrasi 20-40 mEq per liter cairan lewat vena perifer. Konsentrasi sampai
60 mEq/liter juga dapat digunakan, namun biasanya konsentrasi setinggi ini
akan menyakitkan bagi pasien.Cairan salin lebih direkomendasikan daripada
dekstrosa, oleh karena pemberian dekstrosa akan menyebabkan penurunan
kadar kalium transien sebesar 0,2-1,4 mEq/L.
Efek ini dapat menginduksi aritmia pada pasien-pasien dengan risiko
seperti pemakaian digitalis dan diperantarai oleh pelepasan insulin akibat
dekstrosa, yang akan mendorong kalium ke dalam sel dengan meningkatkan
aktivitas pompa Na-K-ATPase selular.Pada pasien yang tidak dapat menoleransi
jumlah cairan besar, larutan dengankonsentrasi lebih tinggi (200-400 mEq/L)
dapat diberikan lewat vena-vena besar apabila pasien tersebut mengalami
hipokalemia berat.
Kewaspadaan
kombinasi diuretik hemat kalium dengan suplementasi kalium harus digunakan
dengan hati-hati untuk mencegah overkoreksi dan hiperkalemia. Hal ini dapat
menjadi masalah untuk pasien dengan gagal jantung sedang berat dan berat, di
mana beberapa faktor dapat berkerja bersama untuk menurunkan kadar
ekskresi kalium (penurunan perfusi ginjal oleh karena penurunan luaran
jantung, terapi dengan penghambat ACE dan terapi dengan antagonis
aldosteron seperti spironolakton atau eplerenon).
Hipokalemia ringan sedang,
sebagian besar pasien mempunyai konsentrasi kalium serum antara 3,0 sampai
3,5 mEq/L; pada derajat penurunan kalium seperti ini biasanya tidak
memberikan gejala apapun, keculai untuk pasien dengan penyakit jantung
(terutama bila mendapatkan digitalis atau bedah jantung) atau pada pasien-
pasien dengan sirosis lanjut.Terapi pada keadaan ini ditujukanke arah
penggantian kalium yang hilang dan menangani
permasalahan mendasar (seperti vomitus dan diare). Pengobatan biasanya
dimulai dengan 10-20 mEq/L kalium klorida diberikan 2 –4 kali perhari (20-80
mEq/hari), tergantung kepada keberatan hipoklaemia
dan juga apakah akut atau kronik. Pemantauan kalium serial penting untuk
menentukan apakah diperlukan terapi lanjut, dengan frekuensi pemantauan
tergantung derajat keberatan hipokalemia.
Hipokalemia berat,
kalium harus diberikan lebih cepat pada pasien dengan hipokalemia berat (kadar
kaliun <2,5 sampai 3,0 mEq/L) atau simtomatik (aritmia, kelemahan otot berat).
Meskipun demikian, kehati-hatian harus dilakukan pada saat memberikan
kalium pada pasien dengan kelainan
penyerta, yang akan membuat kalium masuk ke dalam sel dan memperberat
hiperglikemia. Dua contoh utama adalah terapi insulin pada ketoasidosis
diabetik atau hiperglikemia nonketotik dan terapi
bikarbonat pada asidosis metabolik.Terapi kalium paling mudah diberikan
peroral. Konsentrasi kalium serum dapat naik dengan
cepat sekitar 1-1,5 mEq/L setelah dosis oral 40-60 mEq/L dan sekitar 2,5-3,5
mEq/L setelah terapi 135-160 mEq/L; kadar kalium kemudian akan turun
kembali ke arah nilaidasar oleh karena sebagian besar
kalium eksogen akan diambil oleh sel. Pasien dengan kadar kalium serum 2
mEq/L sebagai contoh, mungkin memiliki defisit kalium antara 400-800 mEq/L.
Oleh karenanya, kalium klorida dapat diberikan secara oral dengan dosis 40-60
mEq/L, tiga sampai empat kali sehari. Apabila dapat ditoleransi, harus diberikan
terus menerus sampai konsentrasi
kalium serum terus berada di atas 3,0 sampai 3,5 mEq/L dan/atau gejala
membaik; selanjutnya dosis dan frekuensi pemberian dapat dikurang
i untuk mencegah iritasi lambung. Selama koreksi, pemantauan
kadar kalium serum diperlukan untuk memastikan suplementasi kalium
dilanjutkan sampai cadangan tubuh dipenuhi dan menghindari hiperkalemia.
Selama terapi kronik, kadar kalium serum harus
dipantau antara 3 sampai 4 bulan atau bila diperlukan secara klinis.
Terapi intravena,
kalium klorida dapat diberikan intravena sebagai tambahan terapi pengganti
oral pada pasien dengan hipokalemia berat simtomatik. Keterbatasan utama
untuk terapi intravena termasuk risiko kelebihan cairan pada pasien risiko tinggi
dan hiperkalemia karena koreksi berlebih.Perlunya terapi kalium intravena
agresif terutama pada pasien-pasien dengan ketoasidosis atau hiperkalemia
nonketotok yang datang dengan hipokalemia oleh karena kehilangan kalium
berat. Terapi
dengan kalium dan insulin akan memperberat hipokalemia. Sisi baiknya, pada
pasien-pasien ini juga mempunyai kekurangan cairan, sehingga terapi kalium
klorida 40-60 mEq/L dalam ½ NS dapat diberikan
untuk perbaikan cairan dan kalium, dengan risiko rendah kongesti pulmonar
pada keadaan ini.Meskipun NS merupakan cairan utama yang dipakai pada
keadaan ketoasidosis diabetikum atau hiperglikemia nonketotik, penambahan
kalium akan membuat cairan ini hipertonik (oleh karena kalium juga aktif secara
osmotik), oleh karenanya menghambat pemulihan hiperosmolaritas yang
terutama
bertanggung jawab untuk gejala neurologis pada kelainan ini. Pada sisi lain,
kombinasi 40-60 mEq/L kalium dalam ½ NS mempunyai kadar osmotik setara
dengan normal salin.Pemberian kalium intravena yang direkomendasikan
berkisar antara 10-20 mEq/jam; pemberian dengan laju yang lebih tinggi
mempunyai risiko tinggi hiperkalemia. Meskipun demikian, pemberian sebanyak
40-100 mEq/jam dapat diberikan pada pasien-pasien tertentu dengan paralisis
atau aritmia mengancam jiwa. Pada keadaan ini, larutan mengandung 200-400
mEq kalium per liter telah digunakan; pada praktisnya larutan dengan
konsentrasi 100-200 mEq/L lebih sering digunakan. Konsentrasi setinggi ini
harus disipakan
sebagai larutan 10-20 mEq/L kalium dalam 100 cc cairan untuk menghindari
pemberian kalium intravena dalam jumlah besar secara tidak sengaja. Apabila
konsentrasi tinggi digunakan, usaha-usaha untuk menjaga keamanan harus
dilakukan dengan pemberian menggunakan
pompa infus. Larutan kalium dengan konsentrasi lebih dari 60 mEq/L seringkali
nyeri dan harus diberikan lewat vena sentral.
Pemantauan efek fisiologis hipokalemia berat (kelainan EKG, kelemahan otot
atau paralisis) penting, terutama apabila koreksi cepa
t digunakan (lebih dari 20 mEq/jam). Segera setelah
permasalahan ini tidak lagi berat, laju penggantian kalium harus diturunkan (10
sampai 20 meQ/jam) atau diganti hanya dengan koreksi oral, bahkan bila terjadi
hipokalemia persisten.
Pemberian kalium intravena secara cepat mempunyai potensi bahaya.
Pada keadaan redistribusi kalium, bahkan dengan laju pemberian lambat dapat
menyebabkan hiperkalemia. Suatu laporan pada pasien dengan paralisis
periodik tirotoksik (kadar kalium dasar 2,0 mEq/L) pada 40% pasien,pemberian
kalium dengan laju 10 mEq/jam (80 mEq/L) menyebabkan terjadinya
hiperkalemia (>5,5 mEq/L) pada 40% pasien, yang dikomplikasi dengan
perubahan EKG pada separuh pasien.
Hipomagnesemia,
hipokalemia merupakan kejadian umum pada pasien dengan hipomag
nesemia, terjadi pada kurang lebih separuh kasus. Hipokalemia pada keadaan
ini relatif refrakter terhadap suplementasi kalium dan memerlukan koreksi
defisit magnesium
HIPERKALEMIA :
Catatan :
– rumus koreksi Na utk 24 jam, bila hiponatremia berat (dibawah 120 mmol/L),
koreksi dibuat bertahap, dgn target awal kadar Na yg dicapai 120-125 mmol/L
HIPOKALEMIA
HIPOKALEMIA
Rumus :
4 jam I : (ΔK x 0,4 x BB) + BB/3
20 jam II : 1,6 x BB
B. KALIUM
Hiperkalemia
Koreksi Hiperkalemi
Patofisiologi
Perpindahan Trans-selular
Hipokalemia bisa terjadi tanpa perubahan cadangan kalium sel. Ini disebabkan
faktor-faktor yang merangsang berpindahnya kalium dari intravaskular ke
intraseluler, antara lain beban glukosa, insulin, obat adrenergik, bikarbonat, dsb.
Insulin dan obat katekolamin simpatomimetik diketahui merangsang influks
kalium ke dalam sel otot. Sedangkan aldosteron merangsang pompa Na+/K+ ATP
ase yang berfungsi sebagai antiport di tubulus ginjal. Efek perangsangan ini
adalah retensi natrium dan sekresi kalium 1.
Pasien asma yang dinebulisasi dengan albuterol akan mengalami penurunan
kadar K serum sebesar 0,2—0,4 mmol/L2,3, sedangkan dosis kedua yang
diberikan dalam waktu satu jam akan mengurangi sampai 1 mmol/L3. Ritodrin
dan terbutalin, yakni obat penghambat kontraksi uterus bisa menurunkan
kalium serum sampai serendah 2,5 mmol per liter setelah pemberian intravena
selama 6 jam.
Teofilin dan kafein bukan merupakan obat simpatomimetik, tetapi bisa
merangsang pelepasan amina simpatomimetik serta meningkatkan aktivitas
Na+/K+ ATP ase. Hipokalemia berat hampir selalu merupakan gambaran khas
dari keracunan akut teofilin. Kafein dalam beberapa cangkir kopi bisa
menurunkan kalium serum sebesar 0,4 mmol/L. Karena insulin mendorong
kalium ke dalam sel, pemberian hormon ini selalu menyebabkan penurunan
sementara dari kalium serum. Namun, ini jarang merupakan masalah klinik,
kecuali pada kasus overdosis insulin atau selama penatalaksanaan ketoasidosis
diabetes.
Deplesi Kalium
Hipokalemia juga bisa merupakan manifestasi dari deplesi cadangan kalium
tubuh. Dalam keadaan normal, kalium total tubuh diperkirakan 50 mEq/kgBB
dan kalium plasma 3,5--5 mEq/L. Asupan K+ yang sangat kurang dalam diet
menghasilkan deplesi cadangan kalium tubuh. Walaupun ginjal memberi
tanggapan yang sesuai dengan mengurangi ekskresi K+, melalui mekanisme
regulasi ini hanya cukup untuk mencegah terjadinya deplesi kalium berat. Pada
umumnya, jika asupan kalium yang berkurang, derajat deplesi kalium bersifat
moderat. Berkurangnya asupan sampai <10 mEq/hari menghasilkan defisit
kumulatif sebesar 250 s.d. 300 mEq (kira-kira 7-8% kalium total tubuh) dalam
7—10 hari4. Setelah periode tersebut, kehilangan lebih lanjut dari ginjal minimal.
Orang dewasa muda bisa mengkonsumsi sampai 85 mmol kalium per hari,
sedangkan lansia yang tinggal sendirian atau lemah mungkin tidak mendapat
cukup kalium dalam diet mereka2.
Kalium Oral
Upaya kompensasi untuk kehilangan kalium diperlukan pada pasien lanjut usia
karena asupan kaliumnya sering tidak memadai (tetapi lihat peringatan pada
gagal ginjal). Upaya ini diperlukan selama pengobatan jangka panjang dengan
obat yang diketahui menginduksi kehilangan kalium (misal kortikosteroid).
Suplemen kalium jarang sekali diperlukan pada penggunaan diuretika dosis kecil
untuk hipertensi; lebih dianjurkan diuretika hemat kalium (daripada suplemen
kalium) untuk mencegah hipokalemia akibat diuretik semacam furosemid atau
tiazid (dosis besar, lebih dari 50 mg sehari) yang diberikan untuk menghilangkan
udem.
Dosis: Bila garam kalium diberikan untuk mencegah hipokalemia, dosis kalium
klorida oral 2-4 g (kira-kira 25-50 mmol) tiap hari atau untuk anak 1-2 mmol/kg
bb (biasanya maksimal 50 mmol kalium) sesuai untuk pasien yang makan secara
normal.
Dosis yang lebih kecil harus digunakan bila terdapat insufisiensi ginjal (umum
pada pasien lanjut usia) bila tidak ada bahaya hiperkalemia. Garam kalium
menyebabkan mual dan muntah sehingga kepatuhan pasien yang rendah
merupakan kendala utama diperolehnya efektivitas obat; kalau memungkinkan,
diuretika hemat kalium lebih dianjurkan (lihat juga di atas). Bila terbukti ada
kehilangan kalium berat, diperlukan dosis besar yang jumlahnya bergantung
pada besarnya kehilangan kalium yang berlanjut (monitor kadar plasma-kalium,
konsultasikan kepada ahlinya). Kehilangan kalium sering berhubungan dengan
kehilangan klorida dan alkolosis metabolik dan kelainan ini memerlukan
perbaikan.
Cara pemberian: Garam kalium lebih baik diberikan dalam bentuk sediaan cairan
(atau effervescent) daripada dalam bentuk modified-release tablet; obat harus
diberikan sebagai klorida (penggunaan effervescent kalium tablet harus dibatasi
hanya untuk keadaan hiperkloremik 11.2.1.3).
Monografi:
KALIUM KLORIDA
Indikasi:
Peringatan:
Interaksi:
Kontraindikasi:
Efek Samping:
mual dan muntah (bila berat dapat merupakan tanda obstruksi) ulserasi
esofagus atau usus kecil.
Dosis:
( N - Defisit ) BB
Rumus = _______________ = mEq
3
Normal kalium = 4,5 - 5,5 mEq an 100 cc D5% diberikan dalam 1 / 2 jam atau
2 jam
(tergantung ordar dokter)
Defisit = Hasil kalium dalam darah (hasil lab)
Contoh : - Hasil lab. Kalium pasien : 2,5 mEq
BB : 10 kg
( 4,5 - 2,5 ) x 10 kg 2 x 10
KCL yang dibutuhkan = ---------------------------- = -------------- =
6 , 6 mEq 3 3
Terapi dengan KCl :
K> 3meq/L ,oral atau via NGT 20-40 mmol.
K< 3 meq/L,(4,5 - X ) x BBx 0,3 meq.
Kecepatan 0,5 meq /kgBB/jam,dan untuk pediatrik
0,2- 0,3meq/kg/jam.
Berikan bila produksi urine sudah baik 0,5-
1cc/kgBB/jam.
Infus intravena kalium klorida dan natrium klorida digunakan untuk mengatasi hipokalemia berat dan
bila asupan kalium per oral tidak memadai. Larutan infus yang sudah tercampur dapat harus segera
digunakan; atau sebagai alternatif, konsentrat Kalium klorida, dalam kemasan ampul yang
mengandung 1,5 g (20 mmol K+) dalam 10 mL, dicampurkan seluruhnya ke dalam 500 mL infus
intravena natrium klorida 0,9% dan diberikan perlahan dalam 2-3 jam. Untuk anak, kadar kalium tidak
boleh melebihi 4 mmol/liter, diberikan paling tidak selama 2-3 jam dengan kecepatan tidak melebihi
0,2 mmol/kg bb/jam. Pemberian infus dilakukan dengan petunjuk ahli dan pengamatan EKG pada
kasus-kasus sulit. Kadar kalium klorida yang lebih tinggi dapat diberikan pada kekurangan yang sangat
berat, tetapi tetap berdasarkan petunjuk ahli. Pengukuran berulang plasma kalium perlu dilakukan
untuk menentukan apakah masih diperlukan infus dan juga untuk menghindari terjadinya
hiperkalemia; di mana hal ini cenderung terjadi pada pasien dengan kerusakan ginjal. Terapi awal
penggantian kalium jangan menggunakan infus glukosa karena glukosa dapat menyebabkan
penurunan kadar plasma kalium lebih lanjut
Hypokalemia (potassium)
WARNING: Infuse through central line with continuous EKG monitoring. Don’t give more
than 80 mEq before rechecking levels. Correct Concurrent Hypocalcemia
D. Hyperkalemia (potassium)
sikokimia : suplemen kalium dalam bentuk garam larut dalam air. Injeksi Kalium klorida mempunyai pH 4.0 – 8.0
ngan : Senyawa ini berperan dalam sejumlah proses fisiologi yang penting, seperti menjaga tonisitas
intraseluler dan transportasi natrium ke dalam sel membran, metabolisme seluler, transmisi impuls
syaraf, kontraksi jantung, keseimbangan asam basa.
1. Pada penggunaan digoksin atau obat-obatan anti arrhytmia, hal ini karena kekurangan kalium dapat
menginduksi aritmia
2. Pada pasien dengan hiperaldosteronis sekunder, misalnya stenosis arteri ginjal, sirosis hati, sindrom
nefrotik dan gagal jantung yang berat
3. Pada pasien yang banyak kehilangan kalium melalui feses, seperti : diare kronik yang berhubungan
dengan intestinal malabsorpsi atau n laksatif
4. Kalium juga diberikan untuk mengatasi kekurangan kalium pada penderita lanjut usia karena asupan
kalium yang kurang memadai (lihat peringatan pada insufisiensi ginjal).Selain itu juga diperlukan
selama penggunaan obat jangka panjang yang diketahui dapat menginduksi kehilangan kalium
(seperti kortikosteroid). Suplemen kalium jarang diperlukan pada penggunaan dosis rendah diuretik
pada pengobatan hipertensi; untuk mencegah terjadinya hipokalemia pada penggunaan diuretik
seperti furosemid atau tiazida untuk menghilangkan oedema, lebih direkomendasikan penggunaan
diuretik hemat kalium dari pada memberikan penambahan suplemen kalium pada obat-obat tersebut.
Kekurangan kalium sering berhubungan dengan kekurangan klorida dan metabolik alkalosis dan
gangguan ini memerlukan perbaikan.
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Bila garam kalium diberikan untuk mencegah hipokalemia dosis kalium klorida 2 – 4 g (kira-kira 25 –
50 mmol) tiap hari peroral dapat diberikan pada pasien dengan diet normal. Dosis yang lebih kecil
harus digunakan bila terdapat insufisiensi ginjal (biasanya terjadi pada penderita lanjut usia) bila tidak
ada bahaya hiperkalemia. Jika terdapat kekurangan kalium yang berat dosis yang lebih besar dapat
diberikan, jumlahnya tergantung dari besarnya kehilangan kalium (diperlukan monitoring konsentrasi
plasma kalium dan kosultasi kepada ahlinya). Garam kalium lebih baik diberikan dalam bentuk sediaan
cairan (atau effervescent) daripada dalam bentuk sediaan tablet modified-release, obat harus
diberikan dalam bentuk klorida (penggunaan tablet kalium effervescent harus dibatasi untuk keadaan
hyperchloaemic)
ologi Absorpsi: diabsorpsi dengan baik pada saluran cerna bagian atas. Distribusi : masuk ke dalam sel
melalui transport aktif dari cairan ekstraselular. Ekskresi : terutama melalui urin; kulit dan feses (dalam
jumlah sedikit); sebagian besar kalium di usus akan direabsorpsi
ndikasi Kerusakan ginjal yang berat kadar plasma kalium diatas 5 mmol/L. Allergi terhadap obat , penyakit
Addison’s, dehidrasi akut, kadar serum kalium dalam darah tinggi
mping Garam kalium menyebabkan mual dan muntah (gejala yang berat dapat merupakan tanda obstruksi)
sehingga rendahnya kepatuhan pengobatan merupakan kendala utama efektifitas obat; jika
memungkinkan penggunaan diuretik hemat kalium lebih dianjurkan (lihat juga diatas). Efek samping
yang lain berupa ulserasi pada oesophagus dan usus kecil. Efek samping yang jarang terjadi skin rash.
si : Meningkatkan efek/toksisitas : diuretic hemat kalium, substitusi garam, ACE inhibitor, siklosporin dan
obat yang mengandung kalium seperti garam kalium dari penisilin.
Parameter Monitoring : Serum kalium, glukose, klorida, pH, output urin , monitor jantung
tan : Penderita lanjut usia, kerusakan ginjal ringan sampai sedang (diperlukan monitoring ketat) ,
intestinal stricture, riwayat peptic ulcer , hiastus hernia (untuk sediaan lepas lambat)
Penting: berbahaya jika diberikan bersamaan dengan obat-obat yang dapat meningkatkan kadar
kalium plasma seperti diuretik hemat kalium, inhibitor ACE Iatau siklosporin.
Ion-exchange resin dapat digunakan untuk mengatasi kelebihan kadar kalium plasma pada
hiperkalemia ringan sampai sedang yang tidak memperlihatkan perubahan EKG ; terapi intravena
diperlukan dalam keadaan darurat
4.