Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ketombe merupakan salah satu masalah kulit kepala. Meskipun ketombe


merupakan gangguan kesehatan kulit, ketombe tidak membahayakan tubuh. Akan
tetapi, ketombe tetap saja membuat penderitanya merasa terganggu, baik secara fisik
maupun psikis (Achroni, 2012). Ketombe adalah bentuk kering kapitis seborea yang
lazim dikenal sebagai seborea sika (kering), yakni sisik kering berlapis-lapis yang
rapuh mudah terlepas yang melekat menutupi epidermis kulit kepala. Ketombe
diduga terjadi kerena gangguan fungsi yang disebabkan oleh sedikit perubahan
dalam proses keratinisasi.
Selain itu, ada beberapa penyebab timbulnya ketombe. Diantaranya adalah kulit
kering, iritasi kulit dan kulit kepala berminyak (seborrheic dermatitis), jarang
keramas, psoriasis, eksim, sensitif terhadap produk perawatan rambut, dan jamur
(Menurut Haynes (1997)ketombe dapat diakibatkan oleh infeksi jamurdiantaranya
adalahStaphylococus epidermis, Candida albicans, Microsporum gypseum, dan
Pityrosporum ovale.Pityrosporum ovale adalah yeast lipofilik yang merupakan flora
normal pada kulit dan kulit kepala manusiaPada penderita ketombe, jumlah
Pityrosporum ovalepada kulit kepala manusia akan meningkat. Peningkatan
jumlahPityrosporum ovaledapat menyebababkan ketombe apabila lebih dari 47%

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi dan diharapkan
agar dapat menambah pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para
pembaca.

1
1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan penulisan dari referat ini adalah untuk mengetahui defenisi, etiologi,
patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan diskusi mengenai
peranan interleukin (IL) dan sitokin terhadap ketombe

1.3 Metode Penulisan

Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada berbagai
literatur

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Anatomi dan Fisiologi Rambut

Rambut tumbuh pada bagian epidermis kulit, terdistribusi merata pada tubuh.
Komponen rambut terdiri dari keratin, asam nukleat, karbohidrat, sistin dan sistein,
lemak, arginin dan sistrulin, dan enzim.Rambut terdiri dari dua bagian yaitu akar
rambut dan batang rambut Batang rambut terdiri dari 3 bagian utama. Bagian yang
terdalam disebut medula, bagian tengah disebut korteks, dan bagian luar disebut
kutikula. Pada bagian medula tersusun dari sel polihedral berjajar yang berisi
keratotialin, butiran lemak dan udara. Bagian korteks membentuk bagian utama
pada batang rambut, terdiri dari sel yang terelongasi yang berisi granul pigmen
khususnya pada rambut warna gelap, tetapi pada rambut warna terang sebagian
besar berisi udara. Bagian kutikula berisi lapisan tunggal sel tipis datar yang
sebagian besar terkeratinisasi. Kutikula berfungsi sebagai pelindung terhadap
kekeringan dan penetrasi benda asing
Akar rambut merupakan bagian yang berada di bawah permukaan kulit hingga ke
lapisan subkutan. Akar rambut tersusun dari 3 lapisan yaitu medula, korteks dan
kutikula. Akar rambut dibungkus oleh kantung yang disebut folikel rambut.
Dasar folikel rambutberbentuk seperti bawang dan disebut bulb. Bagian dasar
bulb yang berupa lekukan ke dalam bulb disebut papila dermal yang kaya akan
pembuluh darah yang membawa makanan untuk pertumbuhan rambut dan serabut
syaraf. Bagian atas papila dermal dikelilingi oleh sel matriks yang pembelahannya
sangat cepat. Selain itu rambut berasosiasi dengan otot polos yang disebut arektor
pili dan kelenjar sebaseus yang mensekresikan sebum. Arektor pili dipersyarafi oleh
saraf simpatikus dan akan berkontraksi bila ada rangsang berupa emosi atau dingin
menyebabkan rambut menjadi tegak. Kontraksi arektor pili dapat menekan kelenjar
sebasea dan mendorong sekresi sebum ke folikel rambut dan ke permukaan kulit.

3
KulitKepala

Seperti halnya kulit pada umumnya, kulit kepala memiliki berbagai fungsi
antara lain, mengatur kelembaban kulit, mengatur suhu tubuh, membentuk mantel
asam dan pernapasan kulit. Pada kulit kepala terdapat sangat banyak kelenjar
minyak yang tersebar di seluruh permukaan kulit kepala. Jika rambut disisir,
minyak akan terekskresikan dan menyebar ke seluruh tangkai rambut, menyebabkan
rambut tampak kemilau. Keratin kulit dapat memiliki daya tahan terhadap benturan
mekanik dan zat kimia. Permukaan kulit diselubungi oleh mantel asam yang berupa
cairan pH 4 – 6. Fungsi mantel asam ini terutama untuk menghambat pertumbuhan
bakteri atau jamur .

Kulit memiliki permeabilitas air yang sangat terbatas. Kandungan air dari
dan yang masuk ke tubuh menyebabkan perubahan kelembapan yang tidak segera
nampak pada permukaan kulit, tetapi terjadi dibawah lapisan korneum yang disebut
barier rein. Jaringan dibawah selaput ini dihubungkan dengan kapiler darah kulit,
dengan aliran darah normal dan kelembapan antara 70–80%.

Kesehatan kulit kepala erat kaitannya dengan kesehatan rambut. Penyebab


gangguan pada kulit kepala antara lain, infeksi pada daerah kepala, infeksi sistemik

4
yang parah seperti hepatitis, benturan mekanik, iritasi zat kimia, iritasi fisika dan
keabnormalan sistem imun. Kerusakan karena benturan mekanik meliputi luka
gores atau terparut oleh partikulat tajam, luka potong karena benda tajam, tertusuk,
atau tergencet benda keras. Kerusakan karena iritasi zat kimia terutama disebabkan
oleh keaktifan sifat fisikokimia zat kimia tertentu, seperti sifat kaustik, oksidasi, dan
sitolitik. Faktor iritasi fisika dapat meliputi kondisi iklim ekstrim, terbakar, emisi
sinar X, sinar UV, sinar inframerah, atau radioaktif termasuk juga sengatan listrik.
Keabnormalan sistem imun dapat menyebabkan kulit individu menjadi peka
terhadap sentuhan zat kimia tertentu yang biasa disebut alergi

2.2.Peranan IL dan Sitokin dalam Pitiriasis Kapitis


2.2.1. Definisi

Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau Ketombe merupakan suatu kelainan yang
ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala (scalp) berwarna putih atau
abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat disertai rasa gatal, dengan atau
sedikit disertai tanda-tanda inflamasi ringan serta menimbulkan gangguan estetika.
Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya perubahan pada stratum korneum yang
menunjukkan terganggunya kohesi corneocyte dan hiperproliferasi sel.

Sitokin adalah suatu molekul protein yang dikeluarkan oleh sel ketika
diaktifkan oleh antigen. Sitokin terlibat dalam komunikasi sel-sel, bertindak sebagai
mediator untuk meningkatkan respon imun (lihat sistem kekebalan tubuh) melalui
interaksi dengan reseptor permukaan sel tertentu pada leukosit. Jenis sitokin
termasuk interleukin (diproduksi oleh leukosit), limfokin (diproduksi oleh limfosit),
interferon, dan faktor nekrosis tumor. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh
berkomunikasi satu sama lain dengan melepaskan dan menanggapi messenger kimia
yang disebut sitokin. Protein ini disekresikan oleh sel-sel kekebalan tubuh dan
bertindak pada sel lain untuk mengkoordinasikan respon imun yang tepat. Sitokin
mencakup beragam macam interleukin, interferon, dan faktor pertumbuhan.Hampir
seluruh sitokin akan disekresi dan sebagian dapat ditemukan pada membran sel,
sisanya disimpan dalam matriks ekstraseluler. Sitokin dibagi menjadi beberapa famili

5
menurut reseptornya, yaitu famili IL-2/IL-4,- IL-6/IL-12, Interferon, TNF, IL-l,
Transformatisasi factor pertumbuhan (TGF) dan Kemokin.Interleukin adalah salah
satu dari beberapa limfokin yang mempromosikan makrofag dan sel T pembunuh
dan sel B dan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh. Interleukin merupakan
kelompok sitokin ( disekresi hormon ) yang pertama kali diekspresikan oleh sel
darah putih (leukosit)

2.2.2. Epidemiologi

Ketombe merupakan bentuk ringan dari dermatitis seboroik dengan angka


kejadian 15-20% dari populasi dunia. Prevalensi populasi masyarakat Indonesia
yang menderita ketombe menurut data dari International Date Base, US Sensus
Bureau tahun 2004 adalah 43.833.262 dari 238.452.952 jiwa dan menempati urutan
ke empat setelah China, India, dan US.

Ketombe jarang dijumpai pada anak-anak usia 2-10 tahun, tetapi


insidennya mulai meningkat pada masa pubertas. Dari masa itu, insiden ketombe
meningkat dengan cepat sampai menjelang usia 20 tahun dan cenderung
menurun setelah usia 50 tahun. Ketombe juga lebih sering ditemukan pada pria
dari pada wanita. Diperkirakan hormon androgen yang mempengaruhi
perbedaan faktor usia kejadian dan jenis kelamin. Pada kepustakaan lain
menyebutkan bahwa 60% populasi dunia menderita ketombe, dengan 6 dari 10
pria dan 5 dari 10 wanita menderitaketombe.

2.2.3. Etiologi
Kulit kepala manusia merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
beberapa mikroorganisme. Mikroorganisme dengan sifat lipofilik, keratinolitik, dan
sakarolitik menjadikan kulit kepala sebagai media perkembangbiakan yang
subur.Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketombe muncul pada kulit kepala
seseorang. Tiga faktor tersebut adalah kolonisasi Malassezia dan metabolisme
sebum nya terkait produksi asam lemak bebas unsaturasi yang mengiritasi kulit,
produksi sebum oleh glandula sebaceous, dan faktor intrinsik individu sendiri

6
(predisposisi atau suseptibilitas) terhadap asam lemak bebas tersebut dan
inflamasi.Sedangkan pada penelitian tahun 2013 disebutkan bahwa ada empat fase
patofisiologi terjadinya ketombe yaitu (1) lingkungan Malassezia dan interaksi
denganepidermis,(2) inisiasi dan propagasi inflamasi, (3) gangguan proses
proliferasi dan differensiasi epidermis, serta (4) gangguan pertahanan kulit secara
fisik dan fungsional.

Dalam penelitian lain disebutkan ada beberapa faktor intrinsik dan ekstrinsik
penyebab ketombe. Faktor instrinsik ketombe yaitu ketidakseimbangan hormon,
higienitas rendah, hipersensitif, stress emosional, kelebihan konsumsi gula, lemak,
pati, ketidakseimbangan nutrisi, dan faktor genetik. Sedangkan faktor extrinsik nya
yaitu penggunaan gel, pewarna rambut yang berlebih, udara dingin dan lingkungan
panas dan kering,frekuensi mencuci rambut, serta penggunaan topi dan penutup
kepala (jilbab, syal) yang terlalu ketat.

2.2.4. Patofisiologi
a. Hiperproliferasi epidermis

Stratum korneum terdiri dari korneosit yang dikelilingi oleh berbagai lapisan lipid
(seramid, kolesterol, dan asam lemak). Integritas dari stratum korneum dicapai
melalui korneodesmosom yang mengunci korneosit sekitarnya bersama-sama di
stratum korneum dan antara lapisan stratum yangberdekatan. Korneodesmosom
merupakan kekuatan kohesif primer yang harus didegradasi untuk mempermudah
deskuamasi, proses pergantian kulit, yang mengalami kekacauan pada dandruff.

Stratum korneum bertindak sebagai barier protektif untuk mencegah hilangnya air
dan mempertahankan hidrasi kulit kepala, juga sebagai barier terhadap invasi
patogenik oleh mikroorganisme termasuk Malassezia, agen toksik, oksidan, dan
radiasi UV. Hilangnya fungsi barier ini berdampak pada banyak aspek integritas dan
fungsionalitas stratum korneum. Dinyatakan bahwa, lipid struktural dari stratum
korneum penderita dandruff mengalami deplesi dan tidak beraturan yang sesuai
dengan melemahnya barier yang diindikasikan dengan meningkatnya

7
transepidermal water loss (TEWL).

Gangguan fungsi barier yang terjadi secara kronis dapat mengganggu hidrasi
yang tepat, sehingga menyebabkan proliferasi epidermal yang tidak sesuai
(hiperproliferasi), diferensiasi keratinosit dan maturasi stratum korneum yang tidak
normal, yang mendasari timbulnya gejala dandruff. Menurunnya waktu transit, atau
pergantian, keratinosit melalui epidermis yang disebabkan oleh hiperproliferasi ini
berkaitan dengan terjadinya keratinisasi yang abnormal. Gangguan barrier
menyebabkan penderita dandruff lebih rentan terhadap efek samping toksin mikroba
dan jamur, dan polutan lingkungan, dengan demikian mengekalkan gangguan barier
yang ada.

Variasi struktural pada level seluler mengakibatkan barier stratum korneum


terganggu secara fungsional. Barier tidak lagi efektif seperti kulit normal dalam
mengurangi transmisi penguapan kelembaban juga dalam mengurangi penetrasi
bahan eksogen. Fungsi barier yang terganggu ini membuat kulit kurang efektif
dalam menghambat penetrasi inisiator inflamasi yang berasal dari aktivitas
metabolik Malassezia.

b.Peran sebum
Kulit kepala manusia sangat sensitif terhadap androgen dan kaya dengan sebum.
Peran sebum pada dandruff terkait dengan korelasi kuat dengan aktivitas kelenjar
sebasea. Dandruff sendiri terjadi di daerah kulit dengan level sebum yang
tinggi.Sebum memiliki banyak kegunaan. Sebum terlibat dalam perkembangan
epidermis dan pemeliharaan barier, mentranspor antioksidan, proteksi, bau badan,
dan munculnya feromon. Sebum secara langsung terlibat dalam sinyal hormonal,
diferensiasi epidermis, dan proteksi dari radiasi ultraviolet (UV).Sebum juga
melindungi kulit dari infeksi bakteri dan jamur dermatofita melalui efek asam
lemaknya yang bersifat fungistatik. Namun pada jamur Malassezia, lipid diperlukan
untuk pertumbuhannya.Malassezia memerlukan lemak untuk tumbuh, jadi lebih
banyak sebum kaya lipid di kulit kepala sangat penting untuk makanan jamur

8
tersebut.

Sebum manusia merupakan campuran kompleks dari trigliserida, asam lemak,


wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol ester, dan skualen. Saat disekresikan,
sebum terdiri dari trigliserida dan ester yang diurai oleh mikroba menjadi digliserida,
monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas berperan utama dalam
inisiasi respon iritan, yang terlibat dalam hiperproliferasi kulit kepala. Komposisi
dari asam lemak sebum sendiri tidak tetap namun berubah terkait dengan laju sekresi
sebum. Hipersekresi sebasea terjadi jika kelenjar sebasea menghasilkan begitu
banyak sebum, kulit dan rambut menjadi berminyak, dan kulit kepala tidak
mendapatkan oksigenasi yang cukup.Secara spesifik, dengan meningkatnya sekresi
sebum, perubahan tampak terjadi pada komposisi kelas lipid yaitu lebih banyak wax
ester dibandingkan dengan kolesterol ester dan pada komposisi asam lemak ester
lipid. Perubahan kuantitas dan komposisi sebum di mana terjadi peningkatan wax
ester dan kecenderungan dari trigliserida ke rantai asam lemak lebih pendek
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinyadandruff.

c.Peran mikroba

Malassezia (dulu dinamai Pityrosporum) merupakan bagian normal dari flora


kulit. Jamur lipofilik ini dianggap berperan pada terjadinya dandruff. Selama
terjadinya dandruff, level Malassezia meningkat 1,5 – 2 kali
darilevelnormalnya.Karenamemerlukanlemakuntuktumbuhmakajamur.ini ditemukan
di bagian-bagian tubuh yang kaya lemak, khususnya di dada, punggung, wajah, dan
kulit kepala. Proliferasi Malassezia, dan adanya pseudohifa pada pemeriksaan
mikroskopik dengan KOH, mengaitkan Malassezia furfur dan spesies Malassezia
lain dengan pitiriasis versikolor. Sebaliknya, ragi Malassezia pada kerokan kulit dari
pasien dengan dandruff atau dermatitis seboroik hanya dapat terlihat dengan teknik
pulasan periodic Acid-Schiff (PAS) pada jaringan yang difiksasi formalin atau
Wright-Giemsa, Nile Blue, atau merah netral pada apusan baru. Pada skuama
dandruff tidak ditemukan pseudohifa.

9
Malassezia terdapat pada kulit kepala normal atau dengan dandruff, dan
merupakan mikroorganisme terbanyak pada keduanya. Mikroorganisme umum lain
yang dapat ditemukan dari kulit kepala adalah kokus aerob dan Propionibacterium
acnes. Peran bakteri dalam pembentukan dandruff diperkirakan kecil karena obat
antijamur selektif merupakan terapi yang paling efektif. Namun, pada beberapa
pasien yang tidak berespon terhadap sampo antijamur sering dijumpai kolonisasi
bakteri yang berlebihan. Dalam hal ini, mungkin terjadi peradangan yang dipicu oleh
kolonisasibakteri.

Dengan menggunakan berbagai penanda molekuler, maka teridentifikasi


paling sedikit 10 spesies dalam genus Malassezia :M. globosa,M. restricta, M.
obtuse, M. slooffiae, M. sympodialis, M. furfur, M. nana, M. japonica, M.
yamatoensis, dan M. pachydermatis. Masing-masing spesies memiliki karakteristik
biokimia dan genetik spesifik. Dengan teknik-teknik molekuler didapatkan bahwa
skuama dari pasien dengan dandruff dan orang normal memperlihatkan spesies yang
sama, namun pasien dengan dandruff memiliki prevalens yang lebih tinggi untuk
setiap spesies. Spesies yang paling prevalen adalah M. restricta (dahulu P. ovale)
dan M. globosa (dahulu P. orbiculare).

Peran jamur dalam menimbulkan kelainan diduga berhubungan dengan


mekanisme imunologis, tetapi kemungkinan juga efek langsung organisme dalam
menstimulasi respon inflamasi karena ragi tersebut dapat memproduksi sejumlah
iritan antara lain lipase, peroksidase, asam lemak bebas tak jenuh, dan trigliserida
takjenuh. Malassezia yang bersifat lipofilik menggunakan lipid sebum sebagai
sumber nutrisi, dan produksi sebum dihipotesiskan diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan Malassezia. Menurut teori yang ada, peningkatandalam produksi
sebum dan proliferasi Malassezia dapat mencetuskan terjadinya dandruff.
Malassezia yang dijumpai di permukaan kulit kepala dan di dalam infundibulum
folikel dapat mensekresikan enzim hidrolitik, termasuk lipase, ke lingkungan
ekstraseluler. Enzim lipase ini akan membelah trigliserida sebasea ke asam lemak
bebas dan gliserol. Selanjutnya, Malassezia mengkonsumsi asam lemak tersaturasi

10
yang diperlukan untuk proliferasinya dan meninggalkan sejumlah asam lemak bebas
tidak tersaturasi yang bersifat iritan. Asam lemak bebas yang tidak tersaturasi ini
berpenetrasi ke epidermis, dan pada individu yang rentan akan menginduksi
penerobosan fungsi barier kulit, menginduksi iritasi dan selanjutnya hiperproliferasi
dan pengelupasan kulit. Hal ini seperti diuraikan pada gambar berikut yang
menjelaskan mengenai jalur metabolik atau peran metabolisme lipid oleh Malassezia
pada kejadiandandruff.

d. Peradangan
Malassezia dapat memicu reaksi peradangan melalui pengaktivan toll- like receptor
(TLR) yang menyebabkan pembentukan sitokin melalui sistem imun bawaan. TLR2
diperkirakan berperan dalam reaksi terhadap Malassezia furfur, di mana ekstrak ragi
tanpa lemak menginduksi pembentukan TNF-α, IL-6, dan IL-1β, sementara ekstrak
ragi total tidak menyebabkan pembentukan sitokin-sitokin pro-inflamasi dalam
jumlah signifikan. Keratinosit manusia yang terinfeksi M. furfur memperlihatkan
peningkatan ekspresi TLR2, myeloid differentiation factor 88 (MyD88), peptida
antimikroba β-defensin 2 dan 3, serta mRNA interleukin-8 (IL-8). Efek ini dapat
dihambat oleh antibodi anti-TLR2. Jenis-jenis sitokin yang terinduksi berbeda sesuai
spesies Malassezia yang diteliti, M. globosa menginduksi IL-5, IL-10, dan IL-13
sementara M. restricta menginduksiIL-4.

11
Aktivitas lipase merupakan mekanisme yang dapat mengaitkan ragi
Malassezia dengan pembentukan skuama dan peradangan pada dandruff dan
dermatitis seboroik. Sebum dari pasien dengan dandruff memperlihatkan kadar asam
lemak tak-jenuh yang tinggi; kadarnya pulih ke normal setelah terapi
sampoantimikroba.

e. Faktor non-mikroba lainnya


Paparan berlebihan terhadap sinar matahari diketahui menyebabkan deskuamasi
kulit kepala. Iritasi minimal kulit kepala karena pemakaian sampo berlebihan,
penyisiran yang terlalu sering, penggunaan produk kosmetik rambut tertentu, debu
dan kotoran, dapat menyebabkan dandruff.Penggunaan sampo yang tepat tidak akan
mengeringkan rambut atau kulit kepala dan akan memperlambat produksi dan
pelepasan sel kulit di kulit kepala yang akan berperan untuk terjadinya dandruff.
Namun, pada penggunaan sampo yang mengandung surfaktan keras dapat
menyebabkan kerusakan pada protein dan lipid kulit dengan ekstraksi asam lemak
yang merupakan asam alami yang melindungi kulit, sehingga menyebabkan
tightness setelah mencuci, kekeringan, kerusakan barier, terganggunya deskuamasi,
meningkatnya transepidermal water loss (TEWL), iritasi, dan bahkan gatal.
Banyak kasus dandruff disebabkan oleh penggunaan surfaktan keras seperti
sodium dan amonium sulfat. Surfaktan keras atau dengan pH tinggi akan
mengganggu pertumbuhan kulit kepala, menghambat aktivitas enzim, dan
menghilangkan kelembaban dan protein rambut dan kulitkepala.36
Di sisi lain, penggunaan sampo yang mengandung surfaktan keras secara
regular dapat menyediakan makanan bagi jamur Malassezia. Penelitian
menunjukkan bahwa bahan sampo dengan surfaktan keras dapat merusak protein
kulit kepala, menyediakan lahan yang subur untuk parasit penyebab dandruff.
Penggunaan produk penataan rambut juga dapat menyebabkan dandruff. Hal
ini biasanya diakibatkan oleh sensitivitas terhadap bahan-bahan tertentu pada produk
penataan rambut tersebut atau pewarna rambut, terutama terhadap
parafenilendiamin, yang dapat mengakibatkan kulit kepala menjadi merah, gatal, dan

12
berskuama.37Berikut ini merupakan gambar mengenai patofisiologi
terjadinyadandruff seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

2.2.5. Gambaranklinis

Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng mengalami ketombe
dan dermatitis seboroik pada umumnya didapati rasa gatal ( 66%), iritasi (25%),
dan rasa kering pada kulit kepala (59%). Gejala klasik pada ketombe adalah skuama
kecil berwarna putih atau abu-abu yang tidak melekat erat pada kulit kepala ,
sementara skuama yang didapati pada dermatitis seboroik berwarna kuning dan
berminyak.Skuama pada ketombe dan dermatitis seboroik dapat terlokalisir
membentuk bercak pada permukaan dari kulit kepala atau dapat terssebar secara
difus.

13
A

B C

Gambar 2.4.Tingkatan derajat skuamasi pada spektrum ketombe-dermatitis seboroik,


(a) kerombe derajat ringan, (b) ketombe derajat sedang, (c) ketombe derajat berat
atau dermatitis seboroik.[sumber : Grimalt 2007]

2.2.6.Diagnosis

Diagnosis ketombe dapat ditegakkan berdasarkan gambaran atau


gejala klinis yang khas, pemeriksaan menggunakan lampu wood dan
pemeriksaan laboratoriumsemikuantitatif.

1) Gambaran atau gejala klinis yangkhas

14
Berupa sisik-sisik halus atau serbuk kering yang berwarna putih abu- abu dan
mengumpul pada beberapa lokasi permukaan kulit kepala atau menyeluruh.
Penderita biasanya mengeluh rasa gatal pada kulit kepala terutama bila udara panas
dan berkeringat dan disertai kerontokan rambut.

2) Pemeriksaan lampuwood

Pemeriksaan ini dilakukan di kamar atau ruangan yang gelap sehingga metode ini
klinisi harus mempersiapkan ruangan yang sesuai
besertalampuwoodyangakandigunakanuntukmendiagnosispasien.Hasildari
pemeriksaan lampu wood ini akan tampak fluoresensi biru keputihan pada area
kulit kepala yang berketombe.

3) Pemeriksaan laboratoriumsemikuantitatif

DengancarapewarnaanKOH10-20%+tintaparkerblueblackpada spesimen dari


hasil kerokan kulit kepala berambut atau dengan
menempelkanselotippadadaerahkulitkepalayangberketombedansegera diamati
di mikroskop cahaya pembesaran 1000x. Hasil positif bila di
dapatkanjumlahreratajamurMalasseziasp.lebihdariatausamadengan10 spora per
lapangan pandangbesar.

2.2.7.Diagnosisdiferensial

Diagnosis ketombe melalui keadaan klinis tidak begitu sulit namun ada beberapa
peyakit pada kulit kepala dalam berbagai derajat yang hampir menyerupai ketombe .
Seperti yang tertera pada tabelberikut.
Tabel 2.1.Perbandingan Karakteristik Kelainan pada kulit kepala [Sumber : Elewski
2005]
Mycotic Parasiti c Inflamatory

15
Dandruff Seboroich Tinea Capitis pedicul psoriasis
dermatitis osis capitis

Age After puberty Infancy- Children,,Occas School- Any


after puberty ionally adult age Childre
(most common
post- menopousal n
woman)

Fluorescen ce N/A N/A Occasionally (M. Yes (nits) No


(Wood’s canis, M.
lamp) adouinii,
M. distortum,

M. ferrugineum
all fluoresce)
Pruritus Varies Mild Occasionally Severe Mild

16
Scalling Fine white Large, greasy Variable (Mild No (Nits Well
or gray yellow to dense) may demarcated
resemnl silver-gray

scales)
Inflamatio No Yes May occur Only Yes

N with

super
infectio n

Alopecia No No Yes No Occasionally


Adenopath y No No Cervical and Only with Generally no
post-auricular superinf

ection,u
sually
occypit
al
History Hair washimh Reccurenc e Exposure to Exposur e Family History
habbit infected
individualsand
animals
Other Respons well Post- Affects all More Nail pitting,
to Auricular races, more commo onycholysis,
over-the region, common in n in Non scalp

counter immunoco children of caucasi an lession, rare


shampoo mpromise, on face.
african and
Neurologi
Hispanic descent
c desease

17
2.2.8. Prinsip Terapi

Prinsip terapi untuk dandruff, antara lain sebagai berikut :

1. Tindakan umum berupa pencegahan, yaitu istirahat, menjaga keseimbangan antara


bekerja dan rekreasi untuk mengurangi stres baik fisik maupun psikis, menghindari
obat topikal pada rambut yang tidak diperlukan, menjaga keberihan rambut,
menghindari makanan berlemak dan tinggi kalori.

2. Tindakan yang kedua yaitu mengobati infeksi dandruff dengan menggunakan


kosmetikal anti dandruff seperti shampo, krim, gel dan lotio.

2.2.9. Penatalaksanaan Terapi

Untuk penatalaksanaan terapi dandruff atau ketombe, dapat digunakan bahan aktif
obat sebagai berikut :

a. Zinc Pyrithione

- Farmakologis :Zinc Pyrithione merupakan agen anti bakteri dan anti jamur
serta agen yang dapat menekan pertumbuhan lapisan epidermis ZPT
menghambat pembelahan sel epidermis dan mengurangi kecepatan
kematiannya. ZPT berikatan kuat dengan rambut dan epidermis tetapi tidak
terpenetrasi ke dermis sehingga tidak toksik

- Penggunaan : Untuk mengurangi jamur di kulit kepala yang menyebabkan


ketombe dan seborrheic dermatitis

- Keefektifan penggunaan ZPT sebagai anti ketombe sangat tergantung dari


seberapa luas ikatannya dengan rambut dan epidermis, lama kerja, suhu,
konsentrasi serta seringnya pemakaian/pemberian

- Efek samping Terjadi iritasi ringan pada kulit kepala jika terjadi reaksi
hipersensitifitas (sangat jarang).

- Dosis Zinc Pyrithione biasanya digunakan 1-2 %, seperti pada shampo

18
normal satu hingga tiga kali seminggu dan pada waktu pemakaiannya
didiamkan 1-5 menit sebelum dibilas.

b. Selenium sulfide

- Farmakologis Selenium sulfide, bekerja dengan memperlambat kematian sel


kulit dengan cara menghambat pembelahan mitosis secara langsung dan dapat
mengurangi jamur malassezia dengan menghambat aksinya dan mendesak
aktifitas pembelahan sel jamur.

- Penggunaan Selenium sulfide digunakan untuk mengatasi gangguan ketombe


dan seborrheic dermatitis.

- Efek samping Selenium sulfide aman jika digunakan secara topikal tetapi
dapat meninggalkan sisa yang berbau seperti hidrogen sulfida dan membuat
kepala berminyak. Toksik jika digunakan oral

- Kontra indikasi Tidak dapat diberikan pada pasien yang hipersensitifitas


terhadap Selenium sulfide, pada ibu hamil dan menyusui (tetapi bagian
produksi memperbolehkan pemakaian pada trimester I kehamilan) serta tidak
direkomendasikan untuk anak-anak dibawah 5 tahun.

- Dosis Selenium sulfide biasanya digunakan dalam konsentrasi 1-2,5%,


diberikan satu hingga dua kali seminggu selama lima hingga sepuluh menit

- Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien Selenium sulfide, dapat


melunturkan rambut yang diwarnai, jadi pastikan untuk menggunakannya
sesuai petunjuk dan bilas dengan baik setelah keramas Pewarnaan dan
pengeritingan rambut tidak boleh dilakukan paling tidak 2 hari setelah
penggunaan shampo yang mengandung selenium sulfide serta hindari kontak
dengan mata pada saat keramas

c. Coal tar

- Farmakologis Tar berfungsi sebagai anti jamur ringan . Mekanisme kerja dari

19
Tar adalah memperlambat kematian sel kulit dan pengelupasan kulit kepala.
Tar dapat mencegah dan menghalangi serpihan ketombe dengan mengganggu
formasi dari cairan intraselular, serta dapat mengganggu pengeluaran sebum.
Tar juga dapat berfungsi sebagai anti gatal.

- Penggunaan Tar membantu mengatasi ketombe, seborrheic dermatitis, dan


psoriasis.

- Efek samping Kemungkinan karsinogenik dan mutagenik

- Dosis Konsentrasi yang biasanya digunakan antara 0,5-5 %

d. Ketoconazole

- Farmakologis Ketoconazole merupakan antimikotik golongan imidazole


Merupakan suatu pilihan jika sampo dengan kandungan zat aktif anti
dandruff lain telah gagal, karena ketoconazole merupakan anti jamur yang
mempunyai spektrum sangat luas.Mekanisme kerja ketoconazole sebagai anti
jamur yaitu menghambat replikasi dari sel jamur dengan mengganggu sintesis
ergosterol yang merupakan komponen vital dari membran sel jamur.

- Penggunaan Ketoconazole diindikasikan untuk mengobati infeksi pada kulit,


rambut, dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh dermatofit dan
atau ragi (dermatophytosis, onychomycosis, candida perionyxixs, pityriasis
versicolor, pityriasis capitis, pityrosporum, folliculitis, chronic mucocutaneus
candidosis

- Efek samping Pada penggunaan secara topikal terutama pada shampo


antiketombe dimana konsentrasi ketoconazole yang digunakan relatif kecil,
tidak terdapat efek samping yang ditimbulkan dan sangat jarang terjadi iritasi
kulit

- Kontra indikasi Jangan diberikan pada pasien yang hipersensitifitas terhadap


ketoconazole. Untuk penggunaan topikal, ketoconazole dapat diberikan pada

20
wanita hamil sedangkan dikontraindikasikan jika penggunaan secara oral

- Interaksi Pada pemberian peroral ketoconazole tidak boleh diberikan


bersama-sama dengan terfenadin, astemizol, cisaprid dan triazolam
Sedangkan pada penggunaan topikal tidak terjadi interaksi

- Dosis Ketoconazole digunakan dalam konsentrasi 1-2% pada shampo anti


ketombe, diberikan satu hingga tiga kali seminggu didiamkan selama 3-5
menit

- Konseling, Informasi dan Edukasi pada Pasien Jika terjadi reaksi alergi,
hentikan pemakaian. Zat-zat tersebut merupakan agen anti ketombe yang
paling sering digunakan pada produk-produk perawatan anti ketombe. Selain
zat-zat diatas terdapat beberapa agen anti dandruff yang digunakan dalam
sebagian kecil produk perawatan anti ketombe yang beredar di pasaran. Zat-
zat tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Mikonazol dan econazol merupakan turunan golongan azol, dan


merupakan antimikotik. Efeknya, 2% mikonazol nitrat sebanding
dengan selenium sulfide 2,5%

2. Sulfur, resorsinol dan asam salisilat mempunyai efek keratolitik,


yaitu kemampuan untuk menghancurkan keratin dalam lapisan
tanduk atau kulit ari sehingga dapat membantu menghilangkan
lapisan ketombe, namun dapat menyebabkan kulit kepala menjadi
kering. Asam salisilat biasanya digunakan dengan konsentrasi 1,6-3
%, sulfur 2-5%, dan resorsinol 2-3%

3. Zinc omadine dan zinc undecylinate berperan sebagai antiseptik dan


anti jamur

4. Piroctone olamine (octopirox) berperan sebagai anti jamur.

5. Heksaklorofen dan povidone iodine berfungsi sebagai antiseptik,

21
biasanya dipakai dua kali dalam seminggu, dan untuk perawatan
cukup satu kali per minggu.

6. Benzoyl olamine berfungsinya sebagai anti bakterial, biasanya


digunakan dalam konsentrasi 2,5%.

7. Ciclopirox olamine merupakan turunan hydroxy-pyridone dan


berfungsi sebagai anti jamur dengan konsentrasi 1 %.

2.1.10. Pencegahan

1. Bila seseorang tidak memiliki ketombe berlebihan, maka cukup melakukan


keramas satu atau dua kali sehari, dengan pemilihan shampo sebagai berikut :

- Mulailah dengan sampo yang standar terlebih dahulu, karena sampo yang
lebih keras akan menambah kulit kepala menjadi lebih kering dan
akhirnya ketombe akan bertambah parah.

- Bila sampo standar tidak memberikan pengaruh positif, gunakanlah


sampo anti ketombe, kemudian lihat apakah ada pengaruhnya dalam
waktu beberapa minggu.

- Pilih beberapa waktu untuk memilih sampo yang tepat untuk jenis kepala.
Jadi cobalah beberapa shampo secara bergantian dan rasakan mana yang
dapat memberikan pengaruh yang lebih baik.

- Bila anda telah menemukan shampo yang tepat untuk rambut, pakailah
shampo tersebut secara teratur.

- Cuci dan bilas rambut dan kulit kepala dengan shampo anti ketombe dua
kali.

2. Bila memiliki masalah ketombe yang amat berlebihan, sebaiknya


dikonsultasikan kepada seorang dermatologis.

3. Hindari menggunakan kuku saat menggaruk kepala karena dapat

22
menyebabkan infeksi. Sebaiknya gunakan bantalan jari saat menggaruk

4. Gunakan topi saat pergi ke luar rumah saat udara dingin sekali, berangin dan
panas dalam jangka waktu tertentu.

5. Batasi penggunaan produk-produk pemulas rambut yang dapat menyebabkan


kulit kepala menjadi kering dan dapat memicu pertumbuhan jamur kulit.

6. Penuhi asupan vitamin B6 yang berfungsi sebagai pencegah munculnya


ketombe seperti kuning telor, kacang-kacangan, biji-bijian dan sayuran
berwarna hijau tua

7. Pijat kulit kepala dengan gerakan melingkar agar sirkulasi rongga-rongga


kulit kepala menjadi lebih baik.

8. Hindari stres, walaupun bukan sebagai penyebab langsung ketombe, tetapi


stres dapat menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh untuk mengatasi
ketombe

9. Biasakan mengkonsumsi makanan yang megandung zinc untuk memelihara


aktifitas kelenjar minyak dan sistem kekebalan, misalnya ikan, kuning telor,
daging, kedelai dan biji-bijian (beras, gandum, dll).

10. Sempatkan berjemur sinar matahari sejenak di waktu pagi dan sore hari, agar
kesehatan rambut dan kulit tetap terjaga karena sedikit paparan sinar matahari
dapat membantu mengatasi ketombe.

11. Konsultasikan ke dokter ahli kulit jika shampo anti ketombe menimbulkan
efek samping misalnya kulit mengelupas atau efek samping lainnya.

2.1.11. Komplikasi

Ada kecenderungan ketombe menyebar dari kulit kepala ke telinga dan di leher.
Komplikasi umum adalah furunkulosis, impetigo dan adanya fissure post aurikularis,
sudut bibir dan lubang hidung. Pasien dengan ketombe cenderung kehilangan

23
rambutnya. Jerawat yang sudah ada sebelumnya sering diperburuk oleh pityriasis
kapitis dan ditemukan adanya konjungtivitis (jarang) sebagai akibat pelepasan kulit
kepala yang jatuh ke mata. Terjadinya dermatitis seborrhoric atau seborrhceic
eczema-lembar merah, meradang, kulit yang meratap pada kulit kepala, leher, dan
fiksasi-mungkin merupakan dermatitis sensitisasi karena kulit yang telah bilingual
peka terhadap organisasinya

2.1.12. Prognosis
Ketombe adalah penyakit kulit kepala yang dapat disembuhkan dengan menjaga kulit
kepala tetap bersih. Dengan menjaga kesehatan rambut, jumlah flora normal pada
kulit kepala akan tetap dalam batas normal sehingga aktivitas berlebihan flora normal
kulit kepala dapat dihindari. Namun, faktor lain seperti konsumsi makanan, psikologi,
cuaca, juga harus diperhatikan. Pada sebagian kasus yang mempunyai factor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan (Djuanda,1999)

24
BAB III
KESIMPULAN

Pitiriasis Kapitis atau dandruff atau Ketombe merupakan suatu kelainanyang


ditandai oleh skuama yang berlebihan pada kulit kepala (scalp) berwarna putih atau
abu-abu yang tersebar pada rambut, terkadang dapat disertai rasa gatal, dengan atau
sedikit disertai tanda-tanda inflamasi ringan serta menimbulkan gangguan estetika.
Tanda-tanda tersebut terjadi akibat adanya perubahan pada stratum korneum yang
menunjukkan terganggunya kohesi corneocyte dan hiperproliferasi sel. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan ketombe muncul pada kulit kepala seseorang. pada
penelitian tahun 2013 disebutkan bahwa ada empat fase patofisiologi terjadinya
ketombe yaitu (1) lingkungan Malassezia dan interaksi denganepidermis,(2) inisiasi
dan propagasi inflamasi, (3) gangguan proses proliferasi dan differensiasi epidermis,
serta (4) gangguan pertahanan kulit secara fisik dan fungsional. Dimana proses
inflamasi tersebut akan mengaktifkan sitokin yang selanjutnya akan memproduksi
interleukin selanjutnya menjalankan peran sebagai respon imun.
Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng mengalami
ketombe dan dermatitis seboroik pada umumnya didapati rasa gatal ( 66%), iritasi
(25%), dan rasa kering pada kulit kepala (59%). Gejala klasik pada ketombe adalah
skuama kecil berwarna putih atau abu-abu yang tidak melekat erat pada kulit kepala
Diagnosis ketombe dapat ditegakkan berdasarkan gambaran atau gejala klinis yang
khas, pemeriksaan menggunakan lampu wood dan pemeriksaan
laboratoriumsemikuantitatif. Prinsip terapi pada penderita adalah berupa tindakan
umum (pencegahan) dan pengobatan infeksi sesuai dengan etiologi.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Adiguna, MS., 2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia. Dalam :

Dermatomikosis Superfisialis. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

2. Berman B, Eckel C.M, Lewis R, Mc Kinley M, Widmaier E. Skin. Dalam:


Mascher AL, penyunting. Junqueira’s Basic Histology Text&Atlas.
Edisi ke-12 Asia: The McGraw- Hill Companies; 2010. hlm.316–19.
3. Burns, T., Breathnach, S., Cox, N., & Griffiths, C., 2010.

Rook’s Textbook of Dermatology.Oxford: Blackwell Scientific


Publications
4. Cholis, M., 2004. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam :
Dermatofitosis Superfisialis. Jakarta ; Balai Penerbit FKUI.
5. Djuanda, Adhi., 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,. Ed.4. Jakarta ;
FKUI.
6. Elewski BE. Clinical diagnosis of common scalp disorders. J Investig
Dermatol Symp Proc. 10(3): 190-3[Internet].c2005[updated 2011 Juli
21; cited 2011Dec12];
Availablefrom:http://content.nejm.org/cgi/medline/pmid ;16382661.
7. Ichsan, Zanuar., 2010. Dermatofitosis. Fakultas Kedokteran UNS,
Bookreading
8. Schwartz, J.R., 2013.A Comprehensive Pathophysiology of Dandruff and
Seborrheic Dermatitis: Toward a More Precise Definition of Scalp
9. Shepard D, Lampiris HW, Katzung BG, 2010. Basic and clinical
pharmacology. 12th ed. Singapura: Mc. Graw Hill;.p.790
10. Shivaprakash, M.R., Prasanna, H., Sunil, D., Prakash, P.Y., Sanjeev, H., &
Arunaloke, C., 2014. Association of Malassezia sp. with Dandruff,
Indian Journal Medical Research, 431 –437

26
27
28

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai