Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hipertensi adalah peninggian tekanan darah diatas nilai normal. Ini termasuk
golongan penyakit yang terjadi akibat suatu mekanisme kompensasi kardiovaskuler untuk
mempertahankan metabolisme tubuh agar berfungsi nomal. Mekanisme tersebut terjadi
melalui sistem neurohumoral dan kardiovaskuler. Apabila hipertensi tidak terkontrol akan
menyebabkan kelainan pada organ-organ lain yang berhubungan dengan sistem-sistem
tersebut, misalnya otak, jantung, ginjal, mata, aorta dan pembuluh darah tepi. Semakin tinggi
tekanan darah, lebih besar kemungkinan timbulnya penyakit-penyakit kardiovaskuler secara
prematur.

Penyulit pada jantung dan segala manifestasi kliniknya, dinamakan penyakit jantung
hipertensif atau disebut juga sebagai Hipertensive Heart Disease (HHD). Penyakit Jantung
Hipertensif adalah istilah yang digunakan untuk menyebutkan penyakit jantung secara
keseluruhan yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung
maupun tidak langsung, mulai dari left ventricular hyperthrophy (LVH), aritmia jantung,
penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis.

Penyakit jantung hipertensif adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak
sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Hipertensi
yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah
dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan
diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark
miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif. Sepuluh
persen dari individu-individu dengan hipertensi kronis mengalami pembesaran ventrikel kiri
(left ventricular hypertrophy) dengan tujuh kali lipat kemungkinan lebih dapat terkena dan
memiliki resiko kematian akibat kegagalan jantung kongestif, gangguan ritme jantung
(ventrikel arrhythmias) dan serangan jantung (myocardial infarction).
Penyakit jantung hipertensif diketahui bila dapat dideteksi hipertrofi ventrikel kiri
sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembuluh perifer dan beban akhir
ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan lamanya
peningkatan diastolik. Pengaruh faktor genetik di sini lebih jelas. Fungsi pompa ventrikel kiri
selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi dan terjadinya aterosklerosis
koroner.

2.2 Epidemiologi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyebab meningkatnya resiko
penyakit stroke, jantung dan ginjal. Pada akhir abad 20, penyakit jantung dan pembuluh darah
menjadi penyebab utama kematian di negara maju dan negara berkembang. Berdasarkan
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah di Indonesia sebesar 26,3%. Sedangkan data kematian di rumah sakit tahun
2005 sebesar 16,7%.
Faktor resiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah adalah hipetensi, di
samping hiperkolesterollemia dan diabetes melitus. Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp. JP (K) menyatakan, prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan
rural berkisar antara 17-21%. Data secara nasional yang ada belum lengkap. Sebagian besar
penderita hipertensi di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi
umumnya tidak menyadari kondisi penyakitnya.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang
dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai
prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung di mana angka itu diteliti. Diperkirakan
terdapat sekitar 6% pasien hipertensi sekunder sedangkan di pusat rujukan dapat mencapai
sekitar 35%.
2.3 Etiologi

Tekanan darah tinggi akan meningkatkan kerja jantung, dan seiring waktu, hal ini
dapat menyebabkan otot jantung menjadi lemah. Fungsi jantung sebagai pompa terhadap
peninggian tekanan darah di atrium kiri diperbesar ke bilik jantung dan jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menit (output jantung) menjadi turun, dimana tanpa pengobatan,
gejala-gejala kegagalan jantung kongestif dapat berkembang.
Tekanan darah tinggi yang paling umum adalah faktor resiko untuk penyakit jantung
dan stroke. Iskemia dapat menyebabkan penyakit jantung (penurunan suplai darah ke otot
jantung pada kejadian angina pektoris dan serangan jantung) dari peningkatan pasokan
oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang lemah.
Tekanan darah tinggi juga memberikan kontribusi untuk perubahan dari dinding
pembuluh darah yang pada gilirannya dapat memperburuk aterosklerosis. Hal ini juga akan
meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke.
Peningkatan tekanan darah selain disebabkan faktor keturunan, gaya hidup dan
hipertensi primer dapat juga disebabkan karena hipertensi sekunder akibat dari penyakit,
kelainan atau kondisi seperti :

1. Penyakit Ginjal
Hipertensi sekunder yang terkait dengan ginjal disebut hipertensi ginjal (renal
hypertension). Gangguan ginjal yang paling banyak menyebabkan tekanan darah tinggi
adalah penyempitan arteri ginjal, yang merupakan pembuluh darah utama penyuplai darah ke
kedua organ ginjal. Bila pasokan darah menurun, ginjal akan memproduksi berbagai zat yang
meningkatkan tekanan darah.
2. Stress
Stress bisa memicu sistem saraf simpati sehingga meningkatkan aktivitas jantung dan tekanan
pembuluh darah.
3. Apnea
Obstructive sleep apnea (OSA) adalah gangguan tidur di mana penderita berkali-kali berhenti
bernafas (antara 10-30 detik) selama tidur. Apnea biasanya diderita oleh orang yang
kegemukan dan diikuti dengan gejala lain seperti rasa kantuk luar biasa di siang hari,
mendengkur, sakit kepala pagi hari dan edema (pembengkakan) di kaki bagian bawah.
Separuh penderita apnea menderita hipertensi, yang mungkin dipicu oleh perubahan hormon
karena reaksi terhadap penyakit dan stress yang ditimbulkannya.
4. Gangguan tiroid (Hiper/Hipotiroid)
Hipertiroid atau kelebihan hormon tiroid ditandai dengan mudah kepanasan (merasa gerah),
penurunan berat badan, jantung berdebar dan tremor. Hormon tiroid yang berlebih
merangsang aktivitas jantung, meningkatkan produksi darah, dan meningkatkan resistensi
pembuluh darah sehingga menimbulkan hipertensi.
Hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid ditandai dengan kelelahan, penurunan berat badan,
kerontokan rambut dan lemah otot. Hubungan antara kekurangan tiroid dan hipertensi belum
banyak diketahui, namun diduga bahwa melambatnya metabolisme tubuh karena kekurangan
tiroid mengakibatkan pembuluh darah terhambat dan tekanan darah meningkat.
5. Preeklamsia
Preeklamsia adalah hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang
biasanya terjadi pada trimester ketiga kehamilan. Preeklamsia disebabkan oleh volume darah
yang meningkat selama kehamilan dan berbagai perubahan hormonal. Sekitar 5-10%
kehamilan pertama ditandai dengan preeklamsia.

6. Koarktasi Aorta (Aortic coarctation)


Koarktasi atau penyempitan aorta adalah kelainan bawaan yang menimbulkan tekanan darah
tinggi.
7. Gangguan Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal berfungsi mengatur kerja ginjal dan tekanan darah. Bila salah satu atau
kedua kelenjar adrenal mengalami gangguan, maka dapat mengakibatkan produksi hormon
berlebihan yang meningkatkan tekanan darah.

2.4 Patofisiologi

Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio
massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri meningkat tanpa perubahan yang berarti pada
fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus,
hipertrofi menjadi tak teratur, dan akhimya akibat terbatasnya aliran darah koroner, menjadi
eksentrik. Berkurangnya rasio antara massa dan volume jantung akibat peningkatan volume
diastolik akhir adalah khas pada jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan
sebagai penurunan secara menyeluruh fungsi pompa (penurunan ejeksi, peningkatan tegangan
dinding ventrikel pada saat sistolik, peningkatan konsumsi oksigen otot jantung, serta
penurunan efek mekanik pompa jantung). Diperburuk lagi bila disertai dengan
penyakit jantung koroner.
Walaupun tekanan perfusi koroner meningkat, tahanan pembuluh koroner juga
meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan hemodinamik
sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner, yaitu :
1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi umum otot polos pernbuluh
darah resistensi arteriol (arteriolar resistance vessels) seluruh badan. Kemudian
terjadi retensi garam dan air yang mengakibatkan
berkurangnya compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.
2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit
otot jantung bila timbul hipertrofi eksentrik. Peningkatan jarak difusi antara kapiler dan
serat otot yang hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran
hemodinamik ini.

Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit, meskipun tampak
sebagai penyebab patologis yang utama dan gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap
pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya
terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan
ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung.
Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin
terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana
gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang
bertambah akibat penambahan massa miokard.

Penyulit utama pada penyakit jantung hipertensif adalah hipertrofi ventrikel kiri
yang terjadi sebagai akibat langsung dari peningkatan bertahap tahanan pembutuh perifer dan
beban akhir ventrikel kiri. Faktor yang menentukan hipertrofi ventrikel kiri adalah derajat dan
lamanya peningkatan diastol. Pengaruh beberapa faktor humoral seperti rangsangan simpato-
adrenal yang meningkat dan peningkatan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA)
belum diketahui, mungkin sebagai penunjang saja. Pengaruh faktor genetik disini lebih jelas.
Fungsi pompa ventrikel kiri selama hipertensi berhubungan erat dengan penyebab hipertrofi
dan terjadinya aterosklerosis koroner. Pada stadium permulaan hipertensi, hipertrofi yang
terjadi adalah difus (konsentrik). Rasio massa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat tanpa perubahan yang berarti pada fungsi pompa efektif ventrikel kiri. Pada
stadium selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur, dan
akhirnya eksentrik, akibat terbatasnya aliran darah koroner. Khas pada jantung dengan
hipertrofi eksentrik menggambarkan berkurangnya rasio antara massa dan volume, oleh
karena meningkatnya volum diastolik akhir. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara
menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksi ejeksi), peningkatan tegangan dinding ventrikel
pada saat sistol dan konsumsi oksigen otot jantung, serta penurunan efek mekanik pompa
jantung, Hal-hal yang memperburuk fungsi mekanik vantrikel kiri berhubungan erat bifa
disertai dengan penyakit jantung koroner.
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang
melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural,
neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang
peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan
darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi
berbagai manifestasi hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan
berikut satu persatu.

1. Hipertrofi ventrikel kiri


Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-
20% penderita hipertensi dan risikonya meningkat 2 kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi
ventrikel kiri adalahpembesaran massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan
respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi
miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus
mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel
miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem
renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan interstitium dan komponen sel matriks.
Beberapa bentuk hipertrofi ventrikel kiri di antaranya hipertrofi ventrikel kiri
konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan
hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun
pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu,
misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi
terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun apabila berlangsung dalam waktu
yang lama dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.

2. Kelainan atrium kiri


Walaupun sering tidak terduga, abnormalitas atrium kiri umum terjadi pada pasien
dengan hipertensi. Abnormalitas atrium kiri ini meliputi perubahan struktural dan fungsi,.
Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di
ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan
ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik
biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan berhubungan
dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Perubahan struktur atrium ini
menjadi faktor predisposisi terjadinya atrial fibrilasi pada pasien-pasien tersebut. Atrial
fibrilasi, dengan hilangnya kontribusi atrium pada disfungsi diastolik, dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya gagal jantung.

3. Gangguan katup
Meskipun penyakit katup tidak menyebabkan penyakit jantung hipertensi, hipertensi
yang kronik dan berat dapat menyebabkan dilatasi cincin katup aorta, yang menyebabkan
terjadinyainsufisiensi aorta signifikan. Beberapa derajat perubahan perdarahan secara
signifikan akibat insufisiensi aorta sering ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang
tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat menentukan derajat insufisiensi
aorta, yang akan kembali ke dasar bila tekanan darah terkontrol secara lebih baik. Sebagai
tambahan, selain menyebabkan regurgitasi aorta, hipertensi juga diperkirakan dapat
mempercepat proses sklerosis aorta dan menyebabkan regurgitasi mitral.

4. Gagal jantung
Pada pasien hipertensi, tekanan dalam lumen aorta sangat tinggi sehingga ventrikel
kiri akan melakukan kompensasi menghadapi tekanan tersebut. Dengan adanya faktor
neurohormonal otot jantung kiri akan mengalami penebalan konsentrik (hipertrofi
konsentrik). Fungsi diastolik mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,
sehingga terjadi dilatasi ventrikel kiri akibat penimbunan darah yang berlebih. Pada awalnya
dilatasi ventrikel itu memenuhi hukum starling, dimana peningkatan volume diastolik akan
menambah kekuatan kontraksi otot jantung. Namun jika isi ventrikel bertambah melebihi
batas, maka kekuatan kontraksi dari otot jantung juga akan menurun, sehingga tidak bisa
memompakan darah memenuhi kebutuhan oksigen di seluruh tubuh.
Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis.
Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga
bersifat asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik
asimptomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak
33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat
mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.

Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai
hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit
arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis
biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal
mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk
mempertahankan cardiac output. Lama kelamaan, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun.
Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga
meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah
memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.
Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan
ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam
peralihan fase “terkompensasi” menjadi fase “dekompensasi”. Peningkatan mendadak
tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel
kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk
keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat
menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.

5. Iskemia otot jantung


Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai
nyeri dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan
tekanan di ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan
hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung
yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit
seperti aterosklerosis.

6. Aritmia jantung
Aritmia kardiak umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi yang
mengalami atrial fibrilasi kontraksi ventrikel yang prematur dan ventrikuler takikardi.
Resiko henti jantung mendadak dapat meningkat. Berbagai metabolisme
diperkirakan memegang peranan dalam patogenesis aritmia termasuk perubahan struktur dan
metabolisme sel, ketidakhomogen miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard dan
fluktuasi pada afterload. Semua faktor tersebut dapat menyebabkan peningkatan resiko
ventrikel takiaritmia.
Atrial fibrilasi (paroksisimal, kronik rekuren, atau kronik persisten), sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah merupakan
faktor umum bagi atrial fibrilasi. Pada suatu penelitian hampir 50% pasien dengan atrial
fibrilasi mengidap hipertensi walaupun etiologi yang pasti tidak diketahui, abnormalitas
struktur atrium kiri, penyakit arteri koroner, dan LVH telah dianggap sebagi faktor yang
mungkin berperan. Perkembangan atrial fibrilasi dapat menyebabkan disfungsi sistolik
dekompensata, dan yang lebih penting, disfungsi diastolik, menyebabkan hlangnya kontraksi
atrium, dan juga meningkatkan resiko komplikasi tromboembolik, khususnya stroke.
Kontraksi ventrikuler prematur, ventrikuler aritmia dan henti jantung mendadak ditemukan
lebih sering pada pasien dengan LVH daripada pasien tanpa LVH. Penyebab arimitmia
tersebut dianggap terjadi bersama-sama dengan penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard.

2.5 Manifestasi Klinis

Pada stadium dini hipertensi, tampak tanda-tanda akibat rangsangan simpatis yang
kronik. Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada
keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh:
Peninggian tekanan darah itu sendiri dapat bermanifestasi seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) bahkan impotensi. Cepat lelah, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki
atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena
perdarahan retina, transient cerebral ischemic dapat terjadi.
Gejala penyakit dasar yang mejadi penyebab hipertensi pada hipertensi sekunder seperti :
polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan
cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan
keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri
(postural dizzy)
Jantung berdenyut cepat dan kuat, terjadi hipersirkulasi yang mungkin diakibatkan
peningkatan aktivitas sistem neurohumoral disertai hipervolemia. Pada stadium selanjutnya,
timbul mekanisme kompensasi pada otot jantung berupa hipertrofi ventrikel kiri yang difus
dan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer.
Pemeriksaan yang paling sederhana adalah palpasi. Pada hipertrofi konsentrik lama,
iktus bertambah. Bila telah terjadi dilatasi ventrikel kiri, iktus kordis bergeser ke kiri bawah.
Pada auskultasi pasien dengan hipertrofi konsentrik dapat ditemukan S4 dan bila sudah terjadi
dilatasi jantung didapatkan tanda-tanda insufisiensi mitral relatif.
Timbulnya iskemia miokard menunjukkan tidak seimbangnya supply O2 miokard
dengan demand O2. Hipertensi bersama-sama faktor resiko lain mempercepat
terjadinya penyakit jantung koroner.Penderita hipertensi lebih sering menunjukkkan silent
ischemia dan painless Myocardial Infarct. Dibanding tensi normal akibat sensitivitas
terhadap rasa sakit berkurang. Kenaikan tekanan darah yang akut dapat menjadi pemicu
Angina. Tekanan darah yang turun mendadak jika terjadi miokard infark yang luas disertai
fungsi pompa yang menurun
Gambaran klinis seperti sesak napas adalah salah satu gejala gangguan fungsi
diastolik dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel walaupun fungsi sistolik masih normal.
Bila berkembang terus, terjadi hipertrofi eksentrik dan akhimya menjadi dilatasi ventrikel
kemudian timbul gejala payah jantung. Stadium ini kadangkala disertai dengan gangguan
sirkulasi pada cadangan aliran darah koroner dan akan memperburuk kelainan fimgsi
mekanik/pompa jantung yang selektif.

2.6 Diagnosa

Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkap dan pemeriksaan
fisik untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit
kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi
konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-
tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.
Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat
dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai
gejala peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan
hipertensi berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di
regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan
darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika
gejala-gejala didapati, mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular
hipertensif atau dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-
fitur nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.

Tabel Riwayat yang relevan


Durasi hipertensi
Terapi terdahulu: respon dan efek samping
Riwayat diet dan psikososial
Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaan merokok, diabetes, inaktivitas
fisik
Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan otot;
palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-
gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan tekanan darah
Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark miokardium,
gagal jantung kongestif; fungsi seksual
Komorbiditas lain

Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail
mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang
penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar
pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur
tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah,
individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang
terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan
lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff,
penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk
diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua
ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara
Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya
dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.
Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis,
menggunakan tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap
15-30 menit. Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan
secara rutin di praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai
mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan
ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan, hipotensi simtomatik, kegagalan otonom,
dan hipertensi episodik.

Pemeriksaan fisik
Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal,
tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan
berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba
normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada
pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus
dicatat. Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial.
Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus
diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat
menyediakan petunjuk mengenai penyakit vaskular yang mendasari dan harus menyertakan
pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi
denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan
arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan
penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan
refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan,
pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat
mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu
gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring.
Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat,
bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi
dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular.
Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisik
harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF (Chronic Heart Failure) dan
pemeriksaan neurologis.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum; memperhatikan keadaan
khusus seperti Cushing, feokromasitoma, perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas
dibanding bawah yang sering ditemukan pada koarktasio aorta.
Tanda fisik yang ditemukan adalah sebagai berikut:

1. Pulsasi
Pulsasi arteri normal pada stage awal penyakit
 Ritme

Regular jika pasien pada sinus rhythm


irregular jika pasien pada fibrilasi atrium
 Denyut

Normal pada pasien dengan sinus rhythm dan tidak gagal jantung
Takikardia pada pasien dengan gagal jantung dan pada pasien dengan fibrilasi atrium
 Volume

Normal
Menurun pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri

2. Tekanan darah
Sistolik dan atau diastolic meningkat (>140/90 mmHg). Tekanan darah rata-rata dan tekanan
pulsasi juga meningkat.

3. Vena
Pada pasien dengan gagal jantung, vena jugular mungkin menggembung.

4. Jantung
Pemeriksaan jantung untuk mencari pembesaran jantung ditujukan untuk menilai tanda-tnada
gagal jantung. Bunyi jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta.
Kadang ditemukan murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau
presistolik) dapat ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3
(gallop ventrikel atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
meningkat akibat dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama
disebut summation gallop.

5. Paru
Pada pemeriksaan dada mungkin normal atau mungkin termasuk tanda pulmonary
congestion, seperti menurunnya suara napas,atau rasa tumpul pada perkusi karena efusi
pleura.

6. Abdomen
Pemeruksaan abdomen meungkin menemukan bruit arteri renal pada pasien dengan
hipertensi sekunder terhadap renal artery stenosis.

7. Ekstremitas
Edema pergelangan kaki mungkin ada pada pasien dengan gagal jantung parah. Arteri
radialis, arteri femoralis, dan arteri dorsalis pedia harus diraba. Tekanan darah di betis harus
diukur minimal sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun).

2.7 Diagnosa Banding

1) Coronary Artery Atherosclerosis


2) Hypertrophic cardiomyopathy
3) Jantung atlet (dengan LVH)
4) Fibrilasi atrium karena etiologi lain
5) Disfungsi diastolic karena etiologi lain
6) Sleep apnea

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal, mengobati
payah jantung karena hipertensi, mengurangi morbiditas dan mortalitas terhadap penyakit
kardiovaskular, dan menurunkan faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular
semaksimal mungkin.
Untuk menurunkan tekanan darah dapat ditinjau 3 faktor fisiologis yaitu, menurunkan isi
cairan intravaskular dan Na darah dengan diuretik, menurunkan aktivitas susunan saraf
simpatis dan respons kardiovaskular terhadap rangsangan adrenergik dengan obat dari
golongan antisimpatis, dan menurunkan tahanan perifer dengan obat vasodilator.

 Terapi farmakologis
Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan penyakit jantung hipertnsif dengan
tekanan darah 140/90 mmHg keatas. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen
antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg
bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16%
untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang
sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas
agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun
dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif
dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus
dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi,
faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan
praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.

 Diuretik
Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau
dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na +/Cl– di
tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang,
mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi
tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-
tekanan darah tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau
penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal
kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25
hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia,
resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua
diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium
epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat
digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target
farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl– di lengkung Henle
ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan
penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)],
CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan
dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.

Penyekat sistem renin-angiotensin


ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin,
dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II
menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor
AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah
agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam
kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping
ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal
fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri
renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi
oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi
non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien
yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang
berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang
Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang
kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.

Antagonis aldosteron
Spironolakton adalah antagonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri
atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada
pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme
primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan
perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap
terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton
berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa
ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh
agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone
baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi.

Beta blocker
Penyekat Beta mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena
reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai
bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan
inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan
takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada
dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor 1 jantung
dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor 2 pada sel-sel otot polos bronkus dan vaskular;
namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio
selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik
intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam
terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat
kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium
rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan
di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta
reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik
dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan.

Blocker adrenergik
Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui
penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang
digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun
dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF
sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani
gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor
nonselektif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan
untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma.

Obat simpatolitik
Agonis simpatolitik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan
menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom
yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen
ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian.
Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan
cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial
efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai
interaksi obat.

Penyekat kanal kalsium


Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel,
yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari
bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil),
benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri
atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic
blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah
penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada
tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema
dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator
arteriol; edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena
retensi garam dan cairan.

Vasodilator Langsung
Pengobatan ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap
sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi
yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten
yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang
amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter
terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek
samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.

Perubahan gaya hidup


Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik
pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang
meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai
tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus
diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek
dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan
hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah
terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika
intervensi-intervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk
menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol
tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah
adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium,
pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi


Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25 kg/m2
Reduksi garam < 6 g NaCl/hari
Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan
produk susu rendah-lemak dengan kandungan lemak
Adaptasi rencana diet jenis-DASH tersaturasi dan total yang dikurangi
Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol,
minumlah maksimal 2 gelas/hari untuk laki-laki dan
Pengurangan konsumsi alkohol 1 gelas/hari untuk wanita
Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat selama
Aktivitas fisik 30 menit/hari

Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah
dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan
yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas
insulin. Penurunan tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan
reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan
berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit
kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama
30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih
dan frekuensi kurang.
Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan
variasi ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan
tekanan darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq)
menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif
dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung
kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan
prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki
hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja.
Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak
konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin
berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang
mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol)
berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol
berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau
alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui.
Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu,
diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi
tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan.
Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan
darah. Buah-buahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium,
magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.

Anda mungkin juga menyukai