Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah kekurangan gizi merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama
di negara – negara berkembang. Data statistik dari pada United Nation Foods and
Agriculture Organization (FAO), menyatakan bahwa kekurangan gizi di dunia mencapai
1,02 milyar orang yaitu kira-kira 15% populasi dunia dan sebagian besar berasal dari
negara berkembang. Anak – anak adalah golongan yang sering mengalami masalah
kekurangan gizi. Kira – kira setengah daripada 10,9 juta anak yaitu kira-kira 5 juta anak
meninggal setiap tahun akibat kekurangan gizi.1
Menurut data dari pada World Hunger Organization, terdapat empat jenis masalah
kekurangan gizi utama dan berpengaruh pada golongan berpendapatan rendah di negara
berkembang. Masalah gizi utama tersebut adalah Kurang Energi Protein (KEP), Anemia
Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY) (World Hunger Organization,2009). Masalah malnutrisi pada anak usia bawah
lima tahun dapat mengganggu proses tumbuh kembang secara fisikal maupun mental dan
ini dapat memberikan dampak yang negatif pada sumber daya manusia pada masa
mendatang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (riskesdas) Nasional Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk
nasional berdasarkan presentase berat badan per umur (BB/U) pada anak balita mencapai
5,4% dan gizi kurang sebesar 13 (Laporan Riset Kesehatan Dasar Nasional,2007). Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi balita gizi buruk dan kurang di
Indonesia mencapai 19,6 persen. Angka tersebut meningkat dibandingkan dengan data
Riskesdas 2010 sebesar 17,9 persen dan Riskesdas 2007 sebesar 18,4%.2
Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang
dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.Salah
satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk adalah dengan
menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap kasus yang
ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi tatalaksana
gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani dengan dua pendekatan. Gizi
buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi berat,
demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas
perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC),

1
sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukan secara rawat jalan. Penanganan
gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap merupakan jawaban terhadap pelaksanaan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Perbaikan Gizi, yaitu setiap anak gizi buruk
yang ditemukan harus mendapatkan perawatan sesuai dengan standar. Untuk melakukan
penanganan anak gizi buruk secara rawat jalan dan rawat inap diperlukan buku pedoman
Pelayanan Anak Gizi Buruk.3

1.2 Tujuan
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Rumah
Sakit Umum Daerah Solok dan sebagai bahan pengayaan materi dan diharapkan agar
dapat menambah pengetahuan penulis serta pembaca tentang “Tatalaksana Anak Gizi
Buruk”.

1.3 Manfaat
1. Sebagai referensi dalam pembelajaran tentang “Tatalaksana Anak Gizi Buruk”.
2. Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang “Tatalaksana Anak
Gizi Buruk”.

1.4 Metode Penulisan


Referat ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai sumber dan literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau
nutrisinya di bawah standar rata – rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yaitu gizi buruk karena kekurangan protein disebut kwashiorkor, marasmus,
dan marasmus kwashiorkor. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita bawah
lima tahun dan dapat mengganggu proses tumbuh kembang secara fisikal maupun
mental.4,5,6

2.2 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus
kwashiorkor.4,5,6
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Berikut
adalah gejala pada marasmus adalah:
a. Penampilan wajah sperti orang tua, terlihat sangat kurus.
b. Perubahan status mental.
c. Kulit kering, dingin dan kendur.
d. Rambut kering, tipis dan mudah rontok.
e. Lemak subkutan mengilang sehingga turgor kulit berkurang.
f. Otot atrofi sehingga tulang terlihat jelas.
g. Sering diare atau konstipasi.
h. Kadang terdapat bradikardi.
i. Tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebayanya.
j. Kadang frekuensi pernafasan menurun.
2. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), dietnya
mengandung cukup energi disamping kekurangan protein. Tampak sangat kurus dan
atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh.
a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b. Sering dijumpai edema.
c. Atrofi otot.

3
d. Gangguan sistem gastrointestinal.
e. Perubahan rambut dan kulit.
f. Pembesarah hati.
g. Anemia.
3. Marasmus – Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari – hari tidak cukup mengandung
protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian
disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda –
tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan
kelainan biokimiawi terlihat pula.

2.3 Patofisiologi
Malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor –
aktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu ; tubuh sendiri (host), agent
(kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet makan memegang
peran penting tetapi faktor lain menentukan. Marasmus adalah sebuah mekanisme
adaptasi tubuh terhadap kekurangan energi dalam waktu yang lama. Dalam keadaan
kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan
memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glucosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan
tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat
sangat sedikit. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal.
Selama kurangnya asupan makanan, jaringan lemak akan dipecah jadi asam lemak,
gliserol dan keton. Setelah lemak tidak mencukupi kebutuhan energi maka otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton sebagai sumber energi kalau kekurangan
makanan. Pada akhirnya setelah semua tidak dapat memenuhi kebutuhan akan energi lagi,
protein akan dipecah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh. Proses ini
berjalan menahun, dan merupakan respon adaptasi terhadap ketidakcukupan asupan
energi dan protein.6,7,8,9

4
2.4 Faktor Gizi Buruk
Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung, kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan pangan rumah tangga, perilaku,
pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor kesehatan, ada faktor lainyaitu
masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan
pangan dan kesempatan kerja. Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh
karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena
infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor,
antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup
salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah.
Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat –
zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh asupan yang kurang karena
makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus (malabsorbsi),
penggunaan berlebihan dari zat – zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat – zat
gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang
berlebihan.6

2.5 Komplikasi
Keadaan malnutrisi marasmus dapat menyebabkan anak mendapatkan penyakit
penyerta yang terkadang tidak ringan apabila penatalaksanaan marasmus tidak segera
dilakukan. Beberapa keadaan tersebut ialah :6
1. Noma
Noma merupakan penyakit yang kadang – kadang menyertai malnutrisi tipe
marasmus – kwashiorkor. Noma atau stomatitis gangraenosa merupakan
pembusukan mukosa mulut yang bersifat progresif sehingga dapat menembus pipi.
Noma dapa terjadi pada malnutrisi berat karena adanya penurunan daya tahan tubuh.
Penyakit inimempunyai bau yang khas dan tercium dari jarak beberapa meter. Noma
dapat sembuh tetapi menimbulkan bekas luka yang idakdapat hilang seperti
lenyapnya hidung atautidak dapat menutupnya mata karena proses fibrosis.

5
2. Xeroftalmia
Penyakit ini sering ditemukan pada malnutrisi yang berat terutama pada tipe
marasmus – kwashiorkor. Pada kasus malnutrisi ini vitamin A serum sangat rendah
sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu setiap anak dengan
malnutrisi sebaiknyadiberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral,
ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.

3. Tuberkulosis
Pada anak dengan keadaan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan kekebalan
tubuh yang akan berdampak mudahnya terinfeksi kuman. Salah satyunya adalah
mudahnya anak dengan malnutrisi berat terinfeksi kuman mycobacterium
tuberculosis yang menyebabkanpenyakit tuberkulosis.

4. Sirosis hepatis
Sirosis hepatis terjadi karena timbulnya perlemakan dan penimbunan lemak
pada saluran portal hingga seluruh parenkim hepar tertimbun lemak. Penimbunan
lemak ini juga disertai adanya ifeksi pada hepar seperti hepatitis yang menimbulkan
penyakit sirosis hepatis pada anak dengan malnutrisi berat.

5. Hipotermia
Hipotermia merupakan komplikasi serius pada malnutrisi berat tipe marasmus.
Hipotermia terjadi karena tubuh tidak menghasilkan energi yang akan diubah
menjadi energi panas sesuai yang dibutuhkan tubuh. Selain itu lemak subkutan yang
tipis bahkan menghilang akan menyebabkan suhu lingkungan sangat mempengaruhi
tubuh penderita.

6. Hipoglikemia
Hipoglikemia dapat terjadi pada hari – hari pertama perawatan anak dengan
malnutrisi berat. Kadar gula darah yang sangat rendah ini sangat mempengaruhi
tingkat kesadaran anak dengan malnutrisi berat sehingga dapat
membahayakanpenderitannya.

6
7. Infeksi traktus urinarius
Infeksi traktus urinarius merupakan infeksi yang sering terjadi pada anak
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh anak. Anak dengan malnutrisi berat
mempunyai daya tahan tubuh yang sangat menurun sehingga dapat mempermudah
terjadinya infeksi tersebut.

8. Penurunan kecerdasan
Pada anak dengan malnutrisi berat, akan terjadi penurunan perkembangan
organ tubuhnya. Organ penting yang paling terkena pengaruh salah satunya ialah
otak. Otak akan terhambat perkembangannya yang diakibatkan karena kurangnya
asupan nutrisi untuk pembentukan sel – sel neuron otak. Keadaan ini akan
berpengaruh pada kecerdasan seorang anak yang membuat fungsi afektif dan
kognitif menurun, terutama dalam hal daya tangkap, analisa dan memori.

2.6 Penilaian Status Gizi


Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak (Standar Antropometri).10
Indeks Kategori Ambang Batas
Status Gizi
Berat Badan Menurut Umur Gizi buruk <-3 SD
(BB/U) Gizi kurang -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak Umur 0 – 60 bulan Gizi baik -2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi lebih >2 SD
Panjang Badan Menurut Umur Sangat <-3 SD
(PB/U) atau Tinggi Badan Menurut pendek
Umur (TB/U) Pendek -3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0 – 60 bulan Normal -2 Sd sampai dengan 2 SD
Tinggi >2 SD
Berat Badan Menurut Panjang Sangat kurus <-3 SD
Badan (BB/PB) atau Berat Badan Kurus -3 SD sampai dengan <- 2 SD
Menurut Tinggi Badan (BB/TB) Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0 – 60 bulan Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Menurut Sangat kurus < -3 SD
Umur (BB/TB) Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD

7
Anak Umur 0- 60 bulan Normal -2 SD sampai dengan 2SD
Gemuk >2 SD
Indeks Massa Tubuh Menurut Sangat kurus <-3 SD
Umur (IMT/U) Kurus -3 SD sampai dengan < -2 SD
Anak Umur 5 – 18 tahun Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD

2.7 Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila
penyebabnya diketahui. Usaha – usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Beberapa
diantaranya ialah :6
1. Pemberian ASI sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik
untuk bayi.
2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan bergizi dan berprotein serta energi
tinggi pada anak sejak umur 6 bulan ke atas.
3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
4. Pemberian imunisasi.
5. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan
usaha pencegahan jangka panjang.
6. Pemantauan yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis, kurang gizi,
dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
7. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makanan mencukupi.
8. Melakukan program transmigrasi ke daerah lain agar terjadi pemerataan penduduk.
9. Memperbaiki infrastruktur pemasaran dan mensubsidi harga bahan makanan.
10. Meningkatkan hasil produksi pertanian agar persediaan makanan mencukupi.

2.8 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi kalori dan
tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Pederita marasmus tenpa komplikasi dapat
berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik, sedangkan

8
penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok , asidosis dan lain – lain perlu
mendapat perawatan dirumah sakit. Penatalaksanaan yang dirawat di RS dibagi dalam
dua fase.
Fase initial, tujuan yang diharapkan adalah untuk menangani atau mencegah
hipoglikemia, hipotermia, dan dehidrasi. Tahap awal yaitu 24 – 48 jam pertama
merupakan masa kritis, yaitu tindakan menyelamatkan jiwa, antara lain mengokersi
keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang
diberikan adalah larutan Darrow Glucosa atau Ringger Lactat Dextrose 5%. Cairan
diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula – mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4 – 8
jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16 – 20 jam berikutnya.
Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 36,0 0C. Pada keadaan ini
anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain
mendekap anak didadanya lalu ditutupi selimut (metode kanguru). Perlu dijaga agar anak
tetap bernafas.
Semua anak menurut WHO, diberikan antibiotik untuk mencegah komplikasi yang
bersifat infeksi, namun pemberian antibiotik yang spesifik tergantung dari diagnosis,
keparahan, dan keadaan klinis dari anak tersebut. Pada anak diatas 2 tahun diberikan obat
anti parasit sesuai protocol. Tahap kedua yaitu penyesuaian, sebagian besar penderita
tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan
penyesuaianterhadap pemberian makanan. Pada hari – hari pertama jumlah kalori yang
diberikan sebanyak 30 – 60 kalori/kg BB/hari atau rata – rata 50 kalori/kg BB/hari,
dengan protein 1 – 1,5g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikan berangsur – angsur tiap 1 – 2
hari mencapai diet tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7 – 10 hari. Waktu yang
diperlukan untuk mencapai diet tinggi kalori tinggi protein 7- 10 hari. Cairan yang
diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Formula yang diberikan dalam tahap ini adalah F-
75 yang mengandung 75 kalori/100 ml dan 0,9 protein/100 ml) yang diberikan terus –
menerus setiap 2 jam.
Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000 i.u
peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari kedua diberikan
200.000 i.u oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada atau tidaknya gejala defisiensi
vitamin A untuk mencegah terjadinya xeroftalmia karena pada kasus ini kadar vitamin A
serum sangat rendah. Mineral yang perlu ditambahkan adalah K, sebanyak 1 -2 meq/kg
BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75 – 100 mg/kg BB/hari dan Mg brupa
MgSO4 50 % 0,25 ml/kg BB/hari atau magnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat

9
diberikan 1 mi vitamin B (IC) dan 1 ml vit.C (IM), selanjutnya diberikan preparat oral
atau dengan diet.
Fase rehabilitasi, dimulai saat nafsu makan anak meningkat dan infeksi yang ada
berhasil ditangani. Formula F-75 diganti menjadi F-100 yang dikurangi kadar gulanya
untuk mengurangi osmolaritasnya. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita
malnutrisi berat ialah susu dan diberikan bergantian dengan F-100. Dalam penilaian jenis
makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman
BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu
formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan
makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak diatas 1
tahun dalam bentuk cair kemudian makanan lunak dan makanan padat. Sepuluh langkah
tatalaksana gizi buruk yaitu :
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemia
2. Mencegah dan mengatasi hipotermia
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi
4. Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
5. Mengobati infeksi
6. Memperbaiki zat gizi mikro
7. Memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar
9. Memberikan stimulasi tumbuh kembang
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah
Pada pasien dengan gizi buruk dibagi 2 fase yang harus dilalui yaitu fase stabilisasi
(hari 1 - 7), fase transisi (hari 8 - 14), fase rehabilitasi (minggu ke 3 - 6), ditambah fase
tindak lanjut (minggu ke 7 - 26). Pada fase tindak lanjut dapat dilakukandirumah, dimana
anak secara berkala (1 minggu/kali) berobat jalan ke Puskesmas atau Rumah
Sakit.6,7,8,9,10
Berikut ini adalah bagan langkah rencana pengobatan anak gizi buruk:

10
11
Gambar 1. Langkah Rencana Pengobatan Anak Gizi Buruk

Anak marasmus kwashiorkor berat memerlukan perawatan karena terdapat berbagai


komplikasi yang membahayakan hidupnya. Tindakan yang dilakukan berdasarkan pada
ada tidaknya tanda bahaya dan tanda penting, yang dikelompokkan menjadi 5, yaitu:
Kondisi I
Jika ditemukan: Renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana I, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Pasang O2 1-2L/menit
2. Pasang infus Ringer Laktat dan Dextrosa / Glukosa 10% dengan perbandingan 1:1
(RLG 5%)
3. Berikan glukosa 10% intravena (IV) bolus, dosis 5ml/kgBB bersamaan dengan
4. ReSoMal 5ml/kgBB melalui NGT
Kondisi II
Jika ditemukan: letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana II,
dengan tindakan segera, yaitu:
1. Berikan bolus glukosa 10 % intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama

12
 Berikan ReSoMal secara Oral/NGT setiap 30 menit, dosis : 5ml/kgBB setiap
pemberian
 Catat nadi, frekuensi nafas dan pemberian ReSoMal setiap 30 menit
Kondisi III
Jika ditemukan: muntah dan atau diare atau dehidrasi. Lakukan Rencana III, dengan
tindakan segera, yaitu:
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% (oral/NGT)
2. 2 Jam pertama
 Berikan resomal secara oral / NGT setiap 30 menit, dosis 5ml/kgbb setiap
pemberian
 Catat nadi, frekuensi nafas dan beri resomal setiap 30 menit
Kondisi IV
Jika ditemukan: letargis. Lakukan Rencana IV, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Berikan bolus glukosa 10% intravena, 5ml/kgBB
2. Lanjutkan dengan glukosa atau larutan gula pasir 10% melalui NGT sebanyak 50ml
3. 2 jam pertama
 Berikan F 75 setiap 30 menit, . Dari dosis untuk 2 jam sesuai dengan berat
badan (NGT)
 Catat nadi, frekuensi nafas
Kondisi V
Jika tidak ditemukan: renjatan (syok), letargis, muntah dan atau diare atau dehidrasi.
Lakukan Rencana V, dengan tindakan segera, yaitu:
1. Berikan 50ml glukosa atau larutan gula pasir 10% oral
2. Catat nadi, pernafasan dan kesadaran

Menurut Depkes RI pada pasien dengan gizi buruk dibagi dalam 4 faseyang harus
dilalui yaitu fase stabilisasi (Hari 1-7), fase transisi (Hari 8 – 14), faserehabilitasi
(Minggu ke 3 – 6), fase tindak lanjut (Minggu ke 7 – 26). Dimana tindakan pelayanan
terdiri dari 10 tindakan pelayanan sbb:

13
Gambar 2. 10 Langkah Utama Tatalaksana Anak Gizi Buruk

A. Prinsip Dasar Pengobatan Rutin Marasmus Kwashiorkor (10 Langkah utama)


Langkah 1: Pengobatan/Pencegahan Hipoglikemia
Hipoglikemia dan hipotermia biasanya terjadi bersama-sama, seringkali
sebagai tanda adanya infeksi. Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia ( suhu
ketiak <36C/suhu dubur <36C). Pemberian makanan yang sering penting untuk
mencegah kedua kondisi tersebut.10.11
Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan:
1. 50 ml “bolus” (pemberian sekaligus) glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt
gula dalam 5 sdm air) secara oral atau pipa naso-gastrik.
2. Selanjutnya berikan larutan tsb. setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan
¼ bagian dari jatah untuk 2 jam).
3. Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

14
4. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam, siang dan malam (lihat langkah 6).

Pemantauan:
 Bila kadar glukosa darah rendah, ulangi pemeriksaan gula darah dengan darah dari
ujung jari atau tumit setelah 2 jam.
 Sekali diobati, kebanyakan anak akan stabil dalam 30 menit
 Bila gula darah turun lagi sampai <50 mg/dl, ulangi pemberian 50 ml (bolus)
larutan glukosa 10% atau sukrosa, dan teruskan pemberian setiap 30 menit sampai
stabil.
 Ulangi pemeriksaan gula darah bila suhu aksila <36C dan/atau kesadaran
menurun.

Pencegahan :
 Mulai segera pemberian makan setiap 2 jam (langkah 6), sesudah dehidrasi yang
ada dikoreksi.
 Selalu memberikan makanan sepanjang malam.

Catatan :
Bila tidak dapat memeriksa kadar glukosa darah, anggaplah setiap anak KEP berat/gizi
buruk menderita hipoglikemia dan atasi segera dengan ditatalaksana seperti tersebut di
atas.10.11

Langkah 2: Pengobatan / Pencegahan Hipotermia


Bila suhu ketiak <36C :
Periksalah suhu dubur dengan menggunakan termometer suhu rendah. Bila tidak
tersedia termometer suhu rendah dan suhu anak sangat rendah pada pemeriksaan
dengan termometer biasa, anggap anak menderita hipotermia.
Bila suhu dubur <36C :
 Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)
 Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan
dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di
dada ibu, selimuti (metoda kanguru).
 Berikan antibiotika (lihat langkah 5).

15
Pemantauan:
 Periksa suhu dubur setiap 2 jam sampai suhu mencapai >36,5C, bila memakai
pemanas ukur setiap 30 menit
 Pastikan anak selalu terbungkus selimut sepanjang waktu, terutama malam hari
 Raba suhu anak
 Bila ada hipotermia, periksa kemungkinan hipoglikemia.

Pencegahan:
 Segera beri makan / formula khusus setiap 2 jam (lihat langkah 6).
 Sepanjang malam selalu beri makan
 Selalu diselimuti dan hindari keadaan basah (baju, selimut, alas tempat tidur)
 Hindari paparan langsung dengan udara (mandi atau pemeriksaan medis terlalu
lama).10.11

Langkah 3: Pengobatan/Pencegahan Dehidrasi


Jangan menggunakan “jalur intravena / i.v.” untuk rehidrasi kecuali pada keadaan
syok/renjatan. Lakukan pemberian cairan infus dengan hati-hati, tetesan perlahan-
lahan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. (Lihat penanganan
kegawatan).10.11
Cairan rehidrasi oral standar WHO mengandung terlalu banyak natrium dan
kurang kalium untuk digunakan pada penderita KEP berat/gizi buruk. Sebagai
pengganti, berikan larutan garam/elektrolit khusus yaitu Resomal. Tidaklah mudah
untuk memperkirakan status dehidrasi pada KEP berat/gizi buruk dengan
menggunakan tanda-tanda klinis saja. Jadi, anggap semua anak KEP berat/gizi buruk
dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi:
 Cairan Resomal / pengganti sebanyak 5 ml/KgBB setiap 30 menit selama 2 jam
secara oral atau lewat pipa nasogastrik.
 Selanjutnya beri 5–10 ml/kg/jam untuk 4–10 jam berikutnya; jumlah tepat yang
harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya
kehilangan cairan melalui tinja dan muntah.
 Ganti Resomal/cairan pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus
sejumlah yang sama bila keadaan rehidrasi menetap/stabil.
 Selanjutnya mulai beri formula khusus (langkah 6).

16
 Selama pengobatan, pernafasan cepat dan nadi lemah akan membaik dan anak
mulai kencing.

Pemantauan
Lakukan penilaian atas kemajuan proses rehidrasi setiap ½-1 jam selama 2 jam
pertama, kemudian setiap jam untuk 6-12 jam selanjutnya.dengan memantau:
denyut nadi, pernafasan, frekwensi kencing, frekwensi diare / muntah.
Adanya air mata, mulut basah, kecekungan mata dan ubun-ubun besar yang
berkurang, perbaikan turgor kulit, merupakan tanda bahwa rehidrasi telah berlangsung,
tetapi pada KEP berat/gizi buruk perubahan ini seringkali tidak terlihat, walaupun
rehidrasi sudah tercapai. Pernafasan dan denyut nadi yang cepat dan menetap selama
rehidrasi menunjukkan adanya infeksi atau kelebihan cairan.
Tanda kelebihan cairan: frekwensi pernafasan dan nadi meningkat, edema dan
pembengkakan kelopak mata bertambah. Bila ada tanda-tanda tersebut, hentikan
segera pemberian cairan dan nilai kembali setelah 1 jam. 10.11
Pencegahan:
 Bila diare encer berlanjut:Teruskan pemberian formula khusus (langkah 6)
 Ganti cairan yang hilang dengan Resomal / pengganti (jumlah + sama)
 Sebagai pedoman, berikan Resomal/pengganti sebanyak 50-100 ml setiap kali
buang air besar cair
 Bila masih mendapat ASI, teruskan.10.11

Langkah 4: Koreksi Gangguan Keseimbangan Elektrolit


Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na
plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling
sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan
pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum).
Berikan :
 Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
 Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl2 /kgBB/hari)
 Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
 Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.

17
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk larutan yang ditambahkan
langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan tersebut pada 1 liter formula,
dapat memenuhi kebutuhan K dan Mg. (Lihat lampiran 6 untuk cara pembuatan
larutan).

Langkah 5: Pengobatan Dan Pencegahan Infeksi


Pada KEP berat / gizi buruk, tanda yang biasanya menunjukkan adanya infeksi
seperti demam seringkali tidak tampak.Karenanya pada semua KEP berat/gizi buruk
beri secara rutin:
 Antibiotik spektrum luas
 Vaksinasi Campak bila umur anak >6 bulan dan belum pernah diimunisasi (tunda
bila ada syok). Ulangi pemberian vaksin setelah keadaan gizi anak menjadi baik.

Catatan:
Beberapa ahli memberikan metronidazol (7.5 mg/kg, setiap 8 jam selama 7 hari)
sebagai tambahan pada antibiotik spektrum luas guna mempercepat perbaikan mucosa
usus dan mengurangi resiko kerusakan oksidatif dan infeksi sistemik akibat
pertumbuhan bakteri anaerobik dalam usus halus.10.11
Pilihan antibiotik spektrum luas:
1. Bila tanpa komplikasi:Kotrimoksasol 5 ml suspensi pediatri secara oral, 2 x/hari
selama 5 hari (2,5 ml bila berat badan < 4 Kg),Atau
2. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia:
hipotermia, infeksi kulit, saluran nafas atau saluran kencing), beri :
 Ampisilin 50 mg/kgBB/i.m./i.v. – setiap 6 jam selama 2 hari, dilanjutkan
dengan Amoksisilin secara oral 15 mg/KgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila
amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara
oral.Dan
 Gentamicin 7.5 mg /Kg/BB/i.m./i.v. sekali sehari, selama 7 hari.
3. Bila dalam 48 jam tidak terdapat kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25
mg/kg/BB/i.m./i.v. setiap 6 jam selama 5 hari.
4. Bila terdeteksi infeksi kuman yang spesifik, tambahkan antibiotik spesifik yang
sesuai. Tambahkan obat anti malaria bila pemeriksaan darah untuk malaria
positif.

18
5. Bila anoreksia menetap setelah 5 hari pengobatan antibiotik, lengkapi pemberian
hingga 10 hari.
6. Bila masih tetap ada, nilai kembali kadaan anak secara lengkap, termasuk lokasi
infeksi, kemungkinan adanya organisme yang resisten serta apakah vitamin dan
mineral telah diberikan dengan benar.10.11

Langkah 6: Mulai Pemberian Makanan


Pada awal fase stabilisasi, perlu pendekatan yang sangat berhati-nati karena
keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian
makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa
sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisme basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase ini adalah :
 Porsi kecil tapi sering dengan formula laktosa rendah dan hipo/iso-osmolar.
 Berikan secara oral/nasogastrik
 Energi : 80 – 100 kal/kgBB/hari
 Protein : 1 – 1.5 g/kgBB/hari
 Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB/hari bila terdapat edema)
 Bila masih mendapat ASI, tetap diberikan tetapi setelah pemberian formula.
Formula khusus seperti F-WHO 75 yang dianjurkan dan jadwal pemberian
makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut di atas:
(lihat tabel 2 halaman 24). Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu
lemah, berikan dengan sendok / pipet.10.11
Pada anak dengan selera makan baik dan tanpa edema, jadwal pemberian
makanan pada fase stabilisasi ini dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk
setiap tahap). Bila asupan makanan tidak mencapai dari 80 Kkal/kg BB/hari, berikan
sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih 100
Kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini.
Pantau dan catat:Jumlah yang diberikan dan sisanya, Muntah, Frekwensi buang air
besar dan konsistensi tinja, BB (harian).
Selama fase stabilisasi, diare secara perlahan berkurang dan BB mulai naik, tetapi
pada penderita dengan edema BB-nya akan menurun dulu bersamaan dengan
menghilangnya edema, baru kemudian BB mulai naik.

19
Bila diare berlanjut atau memburuk walaupun pemberian nutrisi sudah berhati-
hati, lihat bab diare persisten.10.11

Langkah 7: Fasilitasi Tumbuh Kejar


Pada masa rehabilitasi, dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar
tercapai masukan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan 50g/minggu.
Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu
setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari risiko gagal
jantung dan intoleransi saluran cerna yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi
makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.10.11
Pada periode transisi, dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari
formula khusus awal ke formula khusus lanjutan :
 Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100
ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat
digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
 Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa,
biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari).

Pemantauan pada masa transisi: frekwensi nafas, frekwensi denyut nadi. Bila
terjadi peningkatan detak nafas >5x/menit dan denyut nadi >25x/menit dalam
pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula.Setelah
normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.10.11
Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi:
 Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
 Energi : 150-220 Kkal/kgBB/hari
 Protein 4-6 gram/kgBB/hari
 Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula, karena energi
dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
Pemantauan setelah periode transisi : kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan
pertambahan berat badan : timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan, evaluasi
kenaikan BB setiap minggu. Bila kenaikan BB:

20
 kurang ( <50 g/minggu ), perlu re-evaluasi menyeluruh : cek apakah asupan
makanan mencapai target atau apakah infeksi telah dapat diatasi.
 baik (  50 g/minggu ), lanjutkan pemberian makanan

Langkah 8: Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien


Semua KEP berat menderita kekurangan vitamin dan mineral. Walaupun anemia
biasa dijumpai, jangan terburu-buru memberikan preparat besi (Fe), tetapi tunggu
sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya setelah minggu ke-
2). Pemberian besi pada masa awal dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan
setiap hari:
 Suplementasi multivitamin
 Asam folat 1 mg/hari (5 mg pada hari pertama)
 Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
 Tembaga (Cu) 0.2 mg/kgBB/hari
 Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfas ferrosus 10 mg/kgBB/hari
 Vitamin A oral pada hari I : umur > 1 tahun : 200.000 SI, 6-12 bulan : 100.000 SI,
< 6 bulan : 50.000 SI, kecuali bila dapat dipastikan anak sudah mendapat
suplementasi vitamin A pada 1 bulan terakhir. Bila ada tanda / gejala defisiensi
vitamin A, berikan vitamin dosis terapi.

Langkah 9: Berikan Stimulasi Sensorik Dan Dukungan Emosional


Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku,
karenanya berikan:
 Kasih sayang
 Lingkungan yang ceria
 Terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari
 Aktifitas fisik segera setelah sembuh
 Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb).

Langkah 10: Tindak Lanjut Di Rumah


Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat
dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap
dilanjutkan dirumah setelah penderita dipulangkan.Peragakan kepada orangtua

21
tentang pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat dan terapi bermain terstruktur.
Nasehatkan kepada orang tua untuk :
 Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas
 Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-
Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5)
dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu /
puskesmas.
 pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat
 penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
 Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal
Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI )
sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.10.11

B. Pengobatan Penyakit Penyerta


1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan14 atau
sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan
vitamin A dengan dosis:10.11
 umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
 umur 6 - 12 bulan : 100.000 SI/kali
 umur 0 - 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan : tetes mata khloramfenikol atau salep
matatetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, teteskan tetes mata atropin, 1
tetes 3 kalisehari selama 3-5 hari, tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan
garam faal.
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya: hipo / hiperpigmentasi, deskuamasi (kulit
mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai
infeksisekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (Kpermanganat)
1% selama 10 menit

22
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit / Cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat
antihelmintik lain.
4. Diare Melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum.
Berikan formula bebas / rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan
giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin,
lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8
jam selama 7 hari.10.11
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberculin / Mantoux (sering kali
anergi) dan Ro-foto toraks. Bila positif atau sangat mungkin TB, diobati sesuai
pedoman pengobatan TB.10.11

C. Kegagalan Pengobatan
Kegagalan pengobatan tercermin pada angka kematian dan kenaikan berat badan:4,15
1. Tingginya angka kematian. Bila mortalitas >5%, perhatikan saat terjadi kematian
 dalam 24 jam pertama: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis yang
terlambat atau tidak terdeteksi, atau proses rehidrasi kurang tepat.
 dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan
formula tidak tepat
 malam hari: kemungkinan terjadi hipotermia karena selimut kurang memadai,
tidak diberi makan, perubahan konsentrasi formula terlalu cepat.
2. Kenaikan berat-badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi. Penilaian kenaikan BB:
Baik : 50 gram/kgBB/minggu
Kurang: <50 gram/kgBB/minggu.
Kemungkinan penyebab kenaikan BB <50 gram/kgBB/minggu antara lain:
 pemberian makanan tidak adekuat
 defisiensi nutrien tertentu; vitamin, mineral
 infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati.

23
 masalah psikologik.10.11

D. Penanganan Pasien Pulang Sebelum Rehabilitasi Tuntas


Rehabilitasi dianggap lengkap dan anak siap dipulangkan bila gejala klinis sudah
menghilang, BB/U mencapai minimal 70% atau BB/TB mencapai minimal 80%.4,15
Anak KEP berat yang pulang sebelum rehabilitasi tuntas, di rumah harus diberi
makanan tinggi energi (150 Kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4-6
gram/kgBB/hari):
 beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) dengan porsi paling sedikit 5
kali sehari
 beri makanan selingan di antara makanan utama
 upayakan makanan selalu dihabiskan
 beri suplementasi vitamin dan mineral/elektrolit
 teruskan ASI.

E. Tindakan Kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi akan membaik
dengan cepat pada pemberian cairanintravena, sedangkan pada sepsis tanpa
dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
a. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama. Evaluasi setelah 1 jam.
b. Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan
status hidrasi syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti
di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian
Resomal / pengganti, peroral / nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10
jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75 / pengganti).
c. Bila tidak ada perbaikan klinis anak menderita syok septik. Dalam hal ini,
berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah

24
sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian
mulailah pemberian formula (F-75 / pengganti)10.11
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila:Hb < 4 g/dl, atau Hb 4-6 g/dl disertai distress
pernapasan atau tanda gagal jantung. Transfusi darah :
 Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
 Bila ada tanda gagal jantung, gunakan packed red cells untuk transfusi dengan
jumlah yang sama.
 Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai. Perhatikan
adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan
distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan
diulangi pemberian darah.10.11

2.9 Prognosis
Prognosis pada penyakit ini buruk karena banyak menyebabkan kematian dari
penderitanya akibat infeksi yang menyertai penyakit tersebut, tetapi prognosisnya dapat
dikatakan baik apabila malnutrisi tipe marasmus ini ditangani secara tepat dan tepat.
Kematian dapat dihindarkan apabila dehidrasi berat dan penyakit infeksi kronis lain
seperti tuberkulosis atau hepatitis yang menyebabkan terjadinya sirosis hepatis dapat
dihindari. Pada anak yang mendapatkan malnutrisi pada usia yang lebih muda, akan
terjadi penurunan tingkat kecerdasan yang lebih besar dan irreversibel dibandingkan
dengan anak yang mendapat keadaaan malnutrisi pada usia yang lebih dewasa. Hal ini
berbanding terbalik dengan psikomotor anak yang mendapat penanganan malnutrisi lebih
cepat menurut umurnya, anak yang lebih muda saat mendapat perbaikan keadaan gizinya
akan cenderung mendapatkan kesembuhan psikomotornya lebih sempurna dibandingkan
dengan anak yang lebih tua, sekalipun telah mendapatkan penanganan yang sama. Hanya
saja pertumbuhan dan perkembangan anak yang pernah mengalami kondisi marasmus ini
cenderung lebih lambat, terutama terlihat jelas dalam hal pertumbuhan tinggi badan anak
dan pertambahan berat badan anak, walaupun jika dilihat secara ratio berat dan tinggi
anak berada dalam batas normal.6,7

25
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit KEP atau protein energi malnutrition (kekurangan energi dan protein)
merupakan salah satu penyakit gangguan gizi yang penting bagi negara – negara yang
tertinggal maupun yang berkembang seperti Indonesia dan lainnya. Prevalensi tertinggi
terdapat pada anak – anak dibawah umur 5 tahun (balita). Pada kondisi ini ditemukan
berbagai macam keadaan patologis disebabkan kekurangan energi maupun protein dalam
tingkat yang bermacam – macam. Akibat dari konsisi tersebut, ditemukan malnutrisi dari
derajat yang ringan hingga berat. Pada tipe marasmus, gejala klinis yang lebih menonjol
bahwa penderita terlihat wajahya seperti orang tua, dan anak yang sangat kurus karena
hilangnya sebagian besar lemak dan atrofi dari otot – ototnya. Sedangkan pada kwashiorkor,
gejala klinis yang lebih terlihat adalah penampilannya yang gemuk disertai adanya edema
ringan maupun berat dan adanya asites dikarenakan kekurangan protein, disamping itu juga
terlihat perubahan warna rambut menjadi merah seperti rambut pada jagung serta mudah
dicabut. Pengobatan marasmus adalah dengan pemberian diet tinggi protein disertai
pemberian cairan untuk menanggulangi dehidrasi jika ada.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organinization.2008.The Global Nutrition Challenge:Getting a Healthy


Start.The Pacific Health Summit.
2. Kementerian Kesehatan R.I.2013.Riset Kesehatan Dasar 2013.
3. Depkes RI.2011. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar, dan Madrasah
Ibtidaiyah.Jakarta:Direktor Gizi Maryarakat.
4. Behrman RE, RM Kliegman, HB Jenson. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition in
Nelson texbook of Pediatric 18 th edition, 2004.
5. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi Klinis pada
anak Edisi keempat. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta : 2005.
6. Tatalaksana Gizi Buruk. http://repository.usu.ac.id
7. Bernal, C. Velasquez, C. Alcaraza&G., Botero, J. 2007. Treatment Of Severe
Malnutrition In Management Of The Child With Serious Infection Or Severe
Malnutition, World Health Guidelines In Turbo, Columbia.http://journals.lww.com
8. Erdy Nicko. Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Buku I. Direktorat Bina Gizi-
Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA. Cetakan keenam 2011.
9. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Bina Gizi-Direktorat
Jenderal Bina Gizi dan KIA. 2011.
10. Admin.Program Perbaikan Gizi Makro. Diakses dari
http://www.gizi.net/kebijakangizi/download/GIZI%20MAKRO.doc, 2004.
11. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak
di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.

27

Anda mungkin juga menyukai