Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi
virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu
terdiri dari 3 stadium yang masing – masing mempunyai ciri khusus: (1) stadium
masa tunas berlangsung kira – kira 10 – 12 hari, (2) stadium prodromal dengan
gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi
(bercak Koplik), faring dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium
akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka,
badan, lengan dan kaki. Ruam timbul didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.1

2.2 Epidemiologi
Dilaporkan kasus morbili di Amerika Serikat pada tahun 1940-an terjadi
55.000 kasus dan berkurang rata-rata 83 kasus dari tahun 2001-2011. Peningkatan
vaksinasi dan kontrol terhadap morbili di Amerika pada tahun 2000, telah
menurunkan kasus morbili. Di negara berkembang, morbili mempengaruhi 30
juta anak dalam setahun dan menyebabkan 1 juta kematian. Morbili
menyebabkan 15.000-60.000 kasus kebutaan dalam setahun.2
Berdasarkan laporan DirJen PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak
kasus campak di Indonesia dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai
12.222 kasus. Frekuensi KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus.
Sebagian besar kasus campak adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD.
Selama periode 4 tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur
5-9 tahun (3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).3

1
Grafik 1. Jumlah kasus campak rutin, frekuensi KLB campak, jumlah kasus pada
KLB campak tahun 2011 sampai dengan 2014.3

2.3 Etiologi
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae. Virus ini dari famili yang sama dengan
virus gondongan (mumps), virus parain_uenza, virus human metapneumovirus,
dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).2

2.4 Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat
menimbulkan infeksi pada seseorang. Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup
droplet di udara yang berasal dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran
pernapasan dan melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah melekat, virus
bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah
penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi virus di sistem
retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga terjadi
di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi, terjadi
viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada
hari ke-11 sampai hari ke-14, virus ada di darah, saluran pernapasan, dan organ-

2
organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi,
virus bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.

Hari Patogenesis
0 Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
permukaan epitel nasofaring ataupun konjungtiva. Infeksi
terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.
1–2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional
2–3 Viremia primer
3–5 Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas,virus melekat
pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional dan
kemudian menyebar.
5–7 Viremia sekunder
7 – 11 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran nafas
11 – 14 Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit dan organ-organ
tubuh lain.
15 – 17 Viremia berkurang dan menghilang
Tabel 1. Patogenesis infeksi campak

2.5 Manifestasi Klinis


1. Stadium Prodromal (kataral)
Demam, malaise, batuk, konjungtivitis, coryza terdapat bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dikelilingi oleh eritema
terletak di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, timbul dua
hari sebelum munculnya rash. Stadium ini berlangsung selama 4 – 5 hari.
2. Stadium Erupsi
Coryza dan batuk bertambah, terjadi eritema yang berbentuk makula
popula disertai meningkatnya suhu tubuh. Mula-mula eritema terletak di
belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut, dan
bagian belakang bawah. Kadang terdapat pendarahan ringan di bawah
kulit. Pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah
belakang leher.

3
3. Stadium Konvalensi
Erupsi berkurang dan meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua
(hiperpigmentasi) yang akan menghilang dengan sendirinya. Selanjutnya
diikuti gejala anorexia, malaise, limfedenopati (Suriadi, 2001).

2.6 Diagnosa
1. Anamnesa
- Adanya demam tinggi terus menerus 38,5˚C atau lebih disertai
batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila terkena
cahaya (fotofobia). Seringkali diikuti diare.
- Pada hari ke 4 – 5 demam timbil ruam kulit, di dahului oleh suhu
yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat
mengalami kejang demam.
- Saat ruam timbil, batuk dan diare dapat bertambah parah sehingga
anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Adanya kulit
kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda
penyembuhan.

2. Pemeriksaan Fisik
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10 – 12 hari, terdiri dari 3
stadium:
- Stadium prodromal (2 – 4 hari)
Ditandai dengan demam yang diikuti dengan batuk, pilek, faring
merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi didepan molar tiga
disebut bercak koplik.
- Stadium erupsi (5 – 6 hari)
Ditandai dengan timbulnya ruam makulopapular yang tertahan
selama 5 – 6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di
belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher, dan
akhirnya ke ekstremitas.
- Stadium penyembuhan (konvalensens)

4
Setelah 3 hari ruam berangsur – angsur menghilang sesuai urutan
timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang
akan menghilang setelah 1 – 2 minggu.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igM :
- Terdapat dalam darah pada hari ketiga ruam sampai 1 bulan setelah
onset
- Titer serum igM tetap positif 30-60 hari setelah timbulnya
penyakit, tapi pada beberapa individu dapat tidak terdeteksi setelah
4 minggu onseqt ruam
- Hasil positif palsu dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
rematik, infeksi parvovirus B19 atau infeksi mononukleosis
2. Tes serologi untuk titer morbili spesifik igG:
- Kenaikan lebih dari 4 kali lipat antibodi igG antara serum fase akut
dan konvalesen menegaskan morbili
- Spesimen akut harus diambil pada hari ketujuh setelah onset ruam
- Spesimen konvalesen harus diambil hari ke 10-14 setelah
pengambilan spesimen akut
- Serum akut dan konvalesen harus diuji secara bersamaan
3. Pemeriksaan untuk komplikasi:
- Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar
elektrolit darah, dan analisis gas darah
- Enteritis: feses lengkap
- Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis
gas darah
2.8 Diagnosa Banding
2.9 Penyulit
Penatalaksanaan
Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan
cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan
pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan.

5
Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu dirawat inap. Di rumah
sakit pasien campak di rawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan
perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki kebutuhan cairan dan diet yang
memadai. Vitamin A 100.000 IUperoral diberikan satu kali, apabila terdapat
malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari.1
Apabila terdapat penyulit,maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi
penyulit yang timbul, yaitu:1
- Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis
intravena dikombinasikan dengan kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena
dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat
per oral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila di curigai
infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali (
3 – 4 minggu kemudian) oleh karena uji tuberkulin biasanya negatif (anergi)
pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity
disebabkan oleh sel limfosit-T yang terganggu fungsinya.
- Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam kondisi dehidrasi.
Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat
enteritis+dehidrasi.
- Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena insfeksi sekunder, sehingga perlu
diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol (TMP 4 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 2 dosis)
- Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga ¾ kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

2.10 Pencegahan

2.11 Prognosis

6
7
BAB III

KESIMPULAN

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri
Tropis edisi kedua. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Jakarta.
2. Chen R.T. 2013. Measles antibody: reevaluation of protective titers, J
Infect Dis.
3. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan tahun 2014.
Jakarta; 2015.
4. Chris Tanto, dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Media
Aesculapius. Jakarta.

5. Ilyas, H.S. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
6. Kanski J Jack. 2007. Clinical Ophthalmology A Systematic Approach. 6th
ed: 577-84. Elsevier. London.
7. Ola S Mohammad. 2011.Cellular and Molecular Mechanism of Diabetic
Retinopathy.Department of Ophthalmology, King Saud University.
Riyadh.
8. Rahmawati Rodiah. 2007. Diabetik Retinopati. Bagian Ilmu Penyakit
Mata FK USU. Medan.

9
10

Anda mungkin juga menyukai