Anda di halaman 1dari 66

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1. Definisi

Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik

terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dikenal dua macam

jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan yang timbul melalui

mekanisme non imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan

mekanisme imunologik dan dermatitis kontak alergik yang diakibatkan meka

nisme imunologik yang spesifik.

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan

iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Daerah

yang paling sering terkena adalah tangan dan pada individu atopi menderita lebih

berat. Secara definisi bahan iritan kulit adalah bahan yang menyebabkan

kerusakan secara langsung pada kulit tanpa diketahui oleh sensitisasi. Mekanisme

dari dermatis kontak iritan hanya sedikit diketahui, tapi sudah jelas terjadi

kerusakan pada membran lipid keratisonit.

Menurut Gell dan Coombs dermatitis kontak alergik adalah reaksi

hipersensitifitas tipe lambat (tipe IV) yang diperantarai sel, akibat antigen spesifik

yang menembus lapisan epidermis kulit. Antigen bersama dengan mediator

protein akan menuju ke dermis, dimana sel limfosit T menjadi tersensitisasi. Pada

pemaparan selanjutnya dari antigen akan timbul reaksi alergi.


2.2. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit terdiri atas 3 lapisan, yang masing-masing memiliki berbagai jenis

sel dan memiliki fungsi yang bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah

Epidermis, dermis, dan subkutis.

1. Epdermis

Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis terus

menerus mengalami mitosis, dan bergangti dengan yang baru sekitar 30 hari.

Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu, getaran,

dan nyeri.

Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang di hasilkan oleh sel-

sel yang di sebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat dan memiliki daya

taahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah hilangnya air tubuh

dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme penyebab infeksi.

Keratin adalah komponen utama appendix kulit : rambut dan kuku (craven, 2000).

Melanosit (sel pigmen) terdapat di bagian dasar epidermis. Melanosit

menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan

hormone hipofisis anterior, hormone perangsang melanosis (melanocyte

Stimulatting Hormone, MSH). Melanosit merupakan sel-sel khusus epidermis

yang terutama terlibat dalam produksi pigmen melanin yang mewarnai kulit dan

rambut. Semakin banyak melanin, semakin gelap warnanya. Sebagian besar orang

yang berkulit gelap dan bagian-bagian kulit yang berwarna gelap pada orang yang

berkulit cerah (misalnya: putting susu) mengandung pigmen ini dalam jumlah

yang lebih banyak. Warna kulit yang normal bergantung pada ras dan bervariasi
dari merah meda dan hingga cerah. Penyakit sistemik juga akan memengaruhi

warna kulit. Sebagai contoh, kulit akan tampak kebiruan bila tiba oksigenasi darah

yang akan mencukupi, berwarna kuning-hijau pada penderita icterus, atau merah

atau terlihatFlushing bila terjadi inflamasi atau demam. Melanin diyakini dapat

menyerap cahaya ultraviolet dalam sinar matahari yang berbahaya.

Sel-sel imun, yang disebut Sel Langerhans, terdapat di seluruh epidermis.

Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk ke

kulit dan membangkitkan suatu sarana imun. Sel Langerhans mungkin

bertanggung jawabmengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit di plastic atau

neoplastic. Sel Langerhans secara fisik berhubungan dengan saraf-saraf simpatis,

yang mengisyaratkan adanya hubungan antara system saraf dan kemampuan kulit

untuk melawan infeksi atau mencegah kanker kulit. Stres dapat memengaruhi

fungsi sel Langerhans dengan meningkatkan rangsangan simpatis. Radiasi

ultraviolet dapat merusak sel Langerhans, mengurangi kemampuannya mencegah

kanker.

2. Dermis

Dermis atau kutan (cutaneus) merupakan lapisan kulit di bawah epidermis

yang membentuk bagian terbesar kulit dengan memberikan kekuatan dan struktur

pada kulit.

Lapisan papilla dermis berada langsung di bawah epidermis dan tersusun

terutama dari sel-sel fibroblast yang dapat menghasilkan salah satu bentuk

kolagen, yaitu suatu komponen dari jaringan ikat. Dermis juga tersusun dari

permbuluh dara dan limfe, serabut saraf, kelenjar keringat dan sebasea. serta akar
rambut. Suatu bahan mirip gel, asam hialuronat, di sekresikan oleh sel-sel jaringan

ikat. Bahan ini mengelilingi protein dan menyebabkan kulit menjadi elastis dan

memiliki turgor (tegangan). Pada seluruh dermis dijumpai pembuluh darah, saraf

sensorik dan simpatis, pembuluh limfe, folikel rambut, serta kelenjar keringant

dan palit (sebasea). Sel mast, yang mengeluarkan histamine selama cedera atau

peradangan, dan makrofag, yang memfagositosis sel-sel mati dan mikro-

organisme, juga terdapat di dermis.

Pembuluh darah di dermis menyuplai makanan dan oksigen pada dermis dan

epidermis, serta membuang produk-produk sisa. Aliran darah dermis

memungkinkan tubuh mengontrol tempraturnya. Pada penurunan suhu tubuh,

saraf-saraf simpatis ke pembuluh darah meningkatkan pelepasan norepinefrin.

Pelepasan norepinefrin menyebabkan kontriksi pembuluh sehingga panas tubuh

dapat dipertahankan. Apabila suhu tubuh terlalu tinggi, maka rangsangan simpatis

terhadap pembuluh daran dermis berkurang sehingga terjadi dilatasi pembuluh

sehingga panas tubuh akan dipindahkan ke lingkungan. Hubungan arteriovena

(AV) yang disebut anastomosis, dijumpai pada sebagian pembuluh darah.

Anastomosis AV mempermudah pengaturan suhu tubuh oleh kulit dengan

memungkinkan darah melewati bagian atas dermis pada keadaan yang sangat

dingin. Saraf simpatis ke dermis juga mempersaraf kelenjar keringat, kelenjar

sebasea, serta folikel rambut.


3. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis kulit terletak di bawah dermis. Lapisan ini terdiri atas lemak

dan jaringan ikat di mana berfungsi untuk memberikan bantalan antara lapisan

kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang, serta sebagai peredam kejut dan

insulator panas. jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan kontur

tubuh dan penyekatan panas tubuh (Guyton,1996).

Lemak yang bertumpuk dan tersebar menurut jenis kelamin seseorang, secara

parsial akan menyebabkan perbadaan bentuk tubuh laki-laki dengan perempuan.

Maka yang berlebihan akan meningkatkan penimbunan lemak di bawah kulit.

Jaringa subkutan dan jumlah lemak yang tertimbun merupakan factor penting

dalam pengaturan suhu tubuh.

4. Rambut

Rambut di bentuk dari keratin melalui proses diferensiasi yang sudah di

tentukan sebelumnya, sel-sel epidermis tertentu akan membentuk folikel-folikel

rambut. Folikel rambut ini disokong oleh matriks kulit dan akan berdiferensiasi

menjadi rambut. Kemudian suatu saluran epitel akan terbentuk, melalui saluran

inilah rambut akan keluar ke permukaan tubuh. Sama seperti sisik, rambut terdiri

atas keratin mati dan dibentuk dengan kecepatan tertentu. Sistin dan metionin,

yaitu asam amino yang mengandung sulfur dengan ikatan kovalen yang kuat,

memberikan kekuatan pada rambut.

Pada kulit kepala, kecepatan pertumbuhan rambut biasanya 3 mm

perhari.(Price, 1995). Setiap folikel rambut melewati siklus: pertumbuhan

(9rambut anagen), stadium intermedia(rambut kotagen), dan involusi (rambut


tolagen). Stadium anagen pada kulit kepala dapat bertahan selama kurang lebih 3

tahun, sedangkan stadium tolagen hanya bertahan sekitar 3 bulan saja. Begitu

folikel rambut mencapai stadium tolagen, maka rambut akan rontok. Pada

akhirnya foliker rambut akan mengalami regenerasi menjadi stadium anagen dan

akan terbentuk rambut baru. Aktivitas siklus folikel rambut ini satu dengan

lainnya tidak saling bergantungan. Pola mosaic ini mencegah terjadinya

kebotakan sementara pada kulit kepala. Bila proses ini berhenti, maka orang akan

tersebut akan mengalami kebotakan permanen.

Sekitar 90% dari 100.000 folikel rambut pada kulit kepala yang normal berada

dalam fase pertumbuhan pada satu saat. Limapuluh hingga 100 lembar rambut

kulit kepala akan rontok setiap harinya (Craven, 2000).

Rambut pada berbagai bagian tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam.

Rambut pada bagian mata (alis dan bulu mata), hidung, dan telinga menyaring

debu, binatang kecil, serta kotoran yang terbawa oleh udara.

Warna rambut di tentukan oleh jumlah melanin yang beragam dalam batang

rambut. Rambut yang berwarna kelabu atau putih mencerminkan tidak adanya

pigmen tersebut. Pada bagian tubuh tertentu, pertumbuhan rambut di kontrol oleh

hormon-hormon seks. Contoh yang paling nyata adalah rambut pada wajah

(rambut janggut dan kumis) dan rambut pada bagian dada, serta punggung yang

dikendalikan oleh hormone laki-laki yang dikenal sebagai hormone androgen.

Kuantitas dan distribusi rambut dapat dipengaruhi oleh kondisi endokrin.

Sebagai contoh, sindrom Cushing menyebabkan hirsutisme (pertumbuhan rambut

yang berlebihan, khususnya pada wanita); hipotiroidisme (tiroid yang kurang


aktif) menyebabkan perubahan tekstur rambut. Pada banyak kasus, kemoterapi

dan terapi radiasi pada kanker akan menyebabkanpenipisan rambut atau

pelemahan batang rambut sehingga terjadi alopesia (kerontokan rambut) yang

parsial atau total dari kulit kepala maupun bagian tubuh yang lain.

5. Kuku

Kuku merupakan lempeng keratin mati yang di bentuk oleh sel-sel epidermis

matriks kuku. Matriks kuku terletak dibawah bagian proksimal lempeng kuku

dalam dermis. Bagian ini dapat terlihat sebagai suatu daerah putih yang disebut

lunula, yang tertutup oleh lipatan kuku bagian proksimal dan kutikula. Oleh

karena rambut maupun kuku merupakan struktur keratin yang mati, maka rambut

dan kuku tidak mempunyai ujung saraf dan tidak mempunyai aliran darah. Kuku

akan melindungi jari-jari tangan dan kaki dengan menjaga fungsi sensoriknya

yang sangat berkembang, serta meningkatkan fungsi-fungsi halus tertentu seperti

fungsi mengangkat benda-benda kecil.

Pertumbuhan kuku berlangsung terus sepanjang hidup dengan pertumbuhan

rata-rata 0,1 mm per hari. Pertumbuhan ini berlangsung lebiih cepad pada kuku

jari tangan daripada kuku jari kaki dan cenderung melambat bersamaan dengan

proses penuaan. Pembaruan total kuku jari tangan memerlukan waktu sekitar 170

hari, sedangkan pembaruan kuku jari kaki membutuhkan waktu 12 hingga 18

bulan (Smeltzer, 2002).

6. Kelenjar pada Kulit

Kelenjar Sebasea kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini

mengeluarkan bahan berminyak yang disebut sebum ke saluran di sekitarnya.


Untuk setiap lembar rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya akan

melumasi rambut dan membuat rambut menjadi lunak, serta lentur. Kelenjar

sebasea terdapat di seluruh tubuh, terutama di wajah, dada, dan punggung.

Testosteron meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan pembentukan sebum.

Kadar testosterone meningkat pada pria dan wanita selama pubertas.

Kelenjar Keringat ditemukan pada kulit disebagian besar permukaan

tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan dan kaki. Hanya glans

penis, bagian tepi bibir, telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung

kelenjar keringat. Kelenjar keringat dapat di klasifikasikan lebih lanjut menjadi

dua kategori, yaitu kelenjar merokrin dan apokrin. Kelenjar merokrinditemukan

pada semua daerah kulit. Saluran keluarnya bermuara langsung ke permukaan

kulit. Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan berbeda dengan kelenjar ekrin.

Sekret kelenjar ini mengandung fragmen sel-sel sekretorik. Kelenjar

apokrin terdapat didaerah aksila, anus, skrotum, dan labia mayora. Saluran

keluarnya pada umumnya bermuara ke dalam folikel rambut. Kelenjar apokrin

akan menjadi aktif pada pubertas.

Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti seperti susu

dan di uraikan oleh bakteri untuk menghasilkan bau ketiak yang khas. Kelenjar

apokrin yang khusus dan dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga

luar, tempat kelenjar tersebut memproduksi serum (Lewis, 2000). Sekresi apokrin

tidak mempunyai fungsi apapun yang berguna bagi manusia, tetapi kelenjar ini

menimbulkan bau pada ketiak apabila sekresinya mengalami dekomposisi oleh

bakteri (Price, 1995).


Sekret yang encer seperti air yang disebut keringat atau peluh dihasilkan

oleh bagian basal yang berbentuk seperti kumparan pada kelenjar ekrin dan

dilepaskan ke dalam saluran keluarnya yang sempit. Keringat terutama tersusun

dari air dan mengandung sekitar separuh dari kandungan garam dalam plasma

darah. Keringat dilepas Dari kelenjar ekrin sebagai reaksi terhadap kenaikan suhu

sekitarnya dan kenaikan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh

system saraf simpatik. Pengeluaran keringat yang berlebihan pada telapak tangan

dan kaki, aksila, dahi dan daerah-daerah lainnya dapat terjadi sebagai reaksi

terhadap rasa nyeri, serta stress.

7. Fungsi Kulit

Secara umum beberapa fungsi kulit adalah sebagai berikut.

1) Proteksi

2) Sensasi

3) Termoregulasi

4) Metabolisme,sintesis vitamin D

5) Keseimbangan air

6) Penyerapan zat atau obat

7) Penyimpanan nutrisi

8) Selain fungsi di atas, kulit juga memiliki peran dalam komunikasi

nonverbal, sebagai contoh dalam kaitannya dengan emosi, misalnya wajah

kemerahan dalam menahan marah atau malu dan petunjuk tentang kondisi

usia seseorang dan status kesehatan.


a. Proteksi

Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar 1

atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif

terhadap trauma fisik, kimia, dan biologis dari dan invasi bakteri.

Kulit telapak tangan dan kaki yang menebal memberikan perlindungan

terhadap pengaruh trauma yang terus-menerus terjadi di daerah

tersebut.

Bagian sratum korneum epidermis merupakan barier yang paling

efektif terhadap berbagai factor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar

matahari, virus, fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angin,

dan trauma. Kulit dapat mencegah penetrasi zat-zat dari luar yang

berbahaya ataupun kehilangan cairan dan substansi lain yang vital bagi

homeostasis tubuh. Lapisan dermis kulit memberikan kekuatan

mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa dan serabut

kolagennya. Serabut elastic dan kolagen yang saling berjalin dengan

epidermis memungkinkan kulit untuk berperilaku sebagai satu unit.

Dermis tersusun dari jalinan vascular, akar rambut tubuh, dan kelenjar

peluh, serta sebasea. Oleh karena epidermis bersifat avaskular, dermis

merupakan barier transportasi yang efisien terhadap substansi yang

dapat menembus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain

yang memengaruhi fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah

kulit yang terlibat dan status vascular.


b. Sensasi

Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh

untuk memantau secara terus-menerus keadaan lingkungan di

sekitarnya. Fungsi utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindra

suhu, rasa nyeri, sentuhan yang ringan dan tekanan (sentuhan yang

berat). Berbagai ujung saraf bertanggung jawab untuk bereaksi

terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer,2002). Meskipun

tersebar di seluruh tubuh, ujung-ujung saraf lebih terkonsentrasi pada

sebagian daerah dibandingkan bagian lainnya. Sebagai contoh, ujung-

ujung jari tangan jauh lebih terinevasi ketimbang kulit pada bagian

punggung tangan.

c. Termoregulasi

Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh

vasokonstraksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas

ke kulit), dan sensasi suhu (Potter, 2006). Perpindahan suhu dilakukan

pada system vascular, melalui dinding pembuluh, ke permukaan kulit

dan hilang ke lingkungan sekitar melalui mekanisme penghilang

panas. Pada kondisi suhu tubuh rendah, pembuluh darah akan

mengalami konstriksi. Sebaliknya saat suhu tinggi, hipotalamus

menghambat vasokonstriksi dan pembuluh dilatasi. Saat kulit menjadi

dingin, sensori mengirim informasi ke hipotalamus, yang

mengakibatkan menggigil, menghambat keringat dan vasokonstriksi.

Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Sruktur kulit


dan paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas

secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi

(Potter, 2006).

d. Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu objek ke

permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas berpindah

gelombang elektromagnetik (Potter, 2005). Adanya aliran darah dari

organ internal inti membawa panas ke kulit dan ke pembuluh darah

permukaan. Variasi jumlah panas yang di bawa ke permukaan

bergantung pada tingkat vasokonstriksi dan vasodilatasi yang diatur

oleh hipotalamus. Penyebaran panas dari kulit ke setiap objek kulit

yang lebih dingin di sekelilingnya. Penyebaran meningkat bila

perbedaan suhu antara objek juga meningkat. Vasodilatasi perifer juga

meningkatkan aliran darah ke kulit untuk memperluas penyebaran

yang ke luar. Vasokonstriksi perifer meminimalkan kehilangan panas

ke luar. Sampai 85% area permukaan tubuh manusia menyebarkan

panas ke lingkungan. Namun, bila lingkungan lebih hangat dari kulit,

tubuh mengabsorbsi panas melalui radiasi. Perawat meningkatkan

kehilanhan panas melalui radiasi dengan melepaskan pakaian atau

selimut. Posisi pasien meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi.

e. Konduksi

Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain

melalui kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu


tubuh terjadi pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih

dingin. Ketika kondisi suhu dua objek sama, kehilangan panas

konduktif terhenti. Perpindaha panas secara konduksi dapat melalui

benda padat, gas, dan cair. Penting bagi perawat untuk mengetahui

bahwa cara menurunkan panas tubuh secara konduksi hanya

menyebabkan sedikit kehilangan panas. Perawat meningkatkan

kehilangan panas konduktif ketika memberikan beberapa lapis pakaian

akan mengurangi efek konduktif.

f. Konveksi

Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakan

udara yang secara langsung kontak dengan kulit. Adanya arus udara

membawa udara hangat akan menyebabkan kehilangan panas secara

konveksi. Sebaliknya arus udara dingin meningkatkan pengeluaran

panas melalui konveksi. Pemberian pakaian atau selimut akan

menurunkan efek dari konveksi. Kondisi ini memberikan inplikasi

pada perawat dalam mengatur suhu lingkungan pada pasien yang

mengalami kondisi hipertermi atau hipotermi.

g. Evaporasi

Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah

menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk

setiap gram air yang menguap. Tubuh secara kontinu kehilangan panas

secara evaporasi. Kira-kira 600-900 ml sehari meguap dari kulit dan

paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan


normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible

water loss)dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu

(Guyton, 1999).

Dengan mengatur perspirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan

kehilangan panas evaporative tambahan. Berjuta-juta kelenjar keringat

yang terletak dalam dermis kulit menyekresi keringat melalui duktus

kecil pada permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus

anterior member sinyal kelenjar keringat untuk melepaskan keringat.

Selama latihan dan stress emosi atau mental, berkeringat adalah salah

satu cara untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui

peningkatan laju metabolic (Potter,2006).

h. Metabolisme

Meskipun sinar matahari yang kuat dapat merusak sel-sel epitel dan

jaringan, tetapi sinar matahari dengan jumlah yang dapat di toleransi

sangat di perlukan tubuh manusia. Ketika radiasi sinar ultraviolet

memberikan paparan, maka sel-sel epidermal di dalam stratum

spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi pelepasan

steroid kolesterol menjadi vitamin D3, atau kolekalsiferol. Organ hati

kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan

organ ginjal untuk menyintesis hormon kalsitriol.

Kalsitriol merupakan komponen yang penting untuk membantu

absorpsi kalsium dan fosfor di dalam usus halus. Ketidakadekuatan


dari pengiriman kalsitriol akan menghambat pemeliharaan dan

pertumbuhan tulang (Simon, 2003).

i. Keseimbangan air

Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan

dengan demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang

berlebihan dari bagian internal tubuh dan mempertahankan

kelembapan dalam jaringan subkutan (Smeltzer, 2002).

Apabila kulit mengalami kerusakan, misalnya pada luka bakar, cairan

dan elektrolit dalam jumlah yang besar dapat hilang dengan cepat

sehingga bisa terjadi kolaps sirkulasi, syok serta kematian. Di lain

pihak, kulit tidak sepenuhnya impermeable terhadap air. Sejumlah

kecil air akan mengalami evaporasi secara terus-menerus dari

permukaan kulit. Evaporasi ini yang dinamakan perspirasi tidak kasat

mata (insensible perspiration) yang berjumlah kurang lebih 600 ml

per hari untuk orang dewasa yang normal. Kehilangan air yang tidak

kasat mata (insensible water loss) bervariasi menurut suhu tubuh. Pada

penderita demam, kehilangan ini dapat meningkat. Ketika terendam

dalam air, kulit dapat menimbun air sampai tiga hingga empat kali

berat normalnya (Guyton, 1999). Contoh keadaan ini yang lazim

dijumpai adalah pembengkakan kulit sesudah mandi berendam untuk

waktu yang lama.


j. Penyerapan zat atau obat

Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum

korneum, termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormone-

hormon steroid. Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit

lewat epidermis melalui jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang

folikel (Kee, 1999).

8. Fungsi Respons Imun

Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel-

sel langerhans, interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok

limfosit-T) merupakan komponen penting dalam sistem imun. Penelitian yang

masih berlangsung harus mendefinisikan lebih jelas peranan sel-sel dermal dalam

fungsi imun (Smeltzer, 2002).

9. Pertimbangan Gerontologi

Secara fisiologis sistem integument akan mengalami perubahan yang

signifikan akibat proses penuaan. Kondisi perubahan utama yang terjadi pada

kulit lansia meliputi kering, keriput, pembentukkan pigmentasi yang tidak merata,

dan terbentuknya berbagai lesi proliferative.

Secara struktur terjadi perubahan seluler dimana terjadi penipisan titik temu

antara dermis dan epidermis sehingga meningkatkan kondisi kekeringan pada

kulit. Keadaan ini menyebabkan lokasi pengikatan yang lebih sedikit antara dua

lapisan kulit tersebut sehingga suatu kondisi cedera atau stress yang ringan pada

epidermis dapat menyebabkan lapisan itu terlepas dari dermis. Kondisi ini

memberikan implikasi pada perawat bahwa fenomena penuaan ini dapat menjadi
penyebab meningkatnya kerentanan kulit yang menua terhadap trauma, misalnya

pasien yang kurang mobilisasi akan meningkatkan resiko ulkus tekan yang lebih

tinggi disbanding usia dewasa muda.

Dengan bertambahnya usia, struktur dari epidermis dan dermis akan

mengalami penipisan dan pendataran sehingga timbul pengeriputan kulit, kulit

yang menggantung , dan lipatan kulit yang saling tumpah tindih. Hilangnya

substansi elastin, kolagen, dan lemak subkutan dalam jaringan bawah kulit

bertanggung jawab terhadap penurunan daya perlindungan, pembantalan jaringan

dan organ di bawahnya, serta menurunkan tonus otot.

Perubahan struktur kulit akibat pergantian sel yang melambat karena proses

penuaan meningkatkan terbentuknyaa pigmentasi pada kulit. Dengan terjadinya

penipisan lapisan dermis, kulit akan menjadi rapuh dan transparan. Pasokan darah

ke kulit juga berubah sejalan dengan bertambahnya usia. Pembuluh darah,

terutama lingkaran kapiler akan menurun jumlah dan ukurannya. Perubahan

vascular ini turut menghambat penyembuhan luka yang umum terlihat pada

pasien-pasien lansia. Selain itu, kelenjar keringat dan kelenjar sebasea juga akan

menurun jumlah dan kapasitas fungsionalnya sehingga kulit menjadi kering dan

bersisik. Penurunan kadar hormone androgen diperkirakan turut menyebabkan

berkurangnya fungsi kelenjar sebasea.

Pertumbuhan rambut akan berkurang secara bertahap, terutama rambut di

tungkai bawah dan dorsum kaki. Penipisan rambut sering terlihat di kulit kepala,

aksila, dan pubis. Fungsi lain yang dipengaruhi oleh proses penuaan normal

adalah fungsi barier, persepsi sensorik, dan termoregulas


2.3. Etiologi

Dermatitis Kontak Iritan Penyebab munculnya dermatitis kontak iritan

ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, detergen, minyak

pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain

ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, kohikulum, serta suhu

bahan iritan tersebut, juga dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud

yaitu : lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang) adanya oklusi

menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian juga gesekan dan trauma fisis.

Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan.

Faktor individu juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya

perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan

permeabilitas; usia (anak di bawah umur 8 tahun lebih mudah teriritasi); ras (kulit

hitam lebih tahan dari pada kulit putih); jenis kelamin (insidens dermatitis kontak

iritan lebih tinggi pada wanita); penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami

(ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik

Dermatitis Kontak Alergi

Dermatitis kontak alergi disebabkan karena kulit terpapar oleh bahan-

bahan tertentu, misalnya alergen, yang diperlukan untuk timbulnya suatu reaksi

alergi. Hapten merupakan alergen yang tidak lengkap (antigen), contohnya

formaldehid, ion nikel dll. Hampir seluruh hapten memiliki berat mo lekul rendah,

kurang dari 500- 1000 Da. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi

sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi di kulit. Dupuis dan

Benezra membagi jenis -jenis hapten berdasarkan fungsinya yaitu:


1. Asam, misalnya asam maleat.

2. Aldehida, misalnya formaldehida.

3. Amin, misalnya etilendiamin, para-etilendiamin.

4. Diazo, misalnya bismark-coklat, kongo- merah.

5. Ester, misalnya Benzokain

6. Eter, misalnya benzil eter

7. Epoksida, misalnya epoksi resin

8. Halogenasi, misalnya DNCB, pikril klorida.

9. Quinon, misalnya primin, hidroquinon.

10. Logam, misalnya Ni2+, Co2+,Cr2+, Hg2+.

11. Komponen tak larut, misalnya terpentin.

2.4. Patofisiologi

1. Patogenesis

a. Dermatitis Kontak Iritan

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel

yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik.

Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa

jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk

merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan

rusaknya membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan

membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan

leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi

dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan

membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan

mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil

gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada

dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya

mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis

kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase

sensitisasi.

Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat

akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir

semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan

atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya

kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada

terjadinya kerusakan tersebut.

b. Dermatitis Kontak Alergi

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV

yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

1) Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini

terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh

bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila

hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten

diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE


(Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan

protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten

protein.

Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan

dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada

sel penyaji antigen (antigen presenting cell).

Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks

Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada

molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3.

CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel

Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein

heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih

spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua

reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini

telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition).

Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1

(interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.

Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga

terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh

tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila

kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia

berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit.
Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti

mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

2) Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari

antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di

dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1

yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2

akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan

merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion

molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta

sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan

makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan

permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam

kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak

sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa

mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan

sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan

Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi

INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta

mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan

basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi

setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang


molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa

mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan

akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

2. Toleransi Imunologis

Struktur kimia, dosis dan cara penyajian dari suatu antigen sangat menentukan

potensi sensitivitasnya. Pada aplikasi pertama dari antigen akan

menggerakkan dua mekanisme yang berlawanan yaitu sensitisasi

(pembentukan T helper cell) dan toleransi imunitas spesifik (pembentukan T

supresor cell). Kedua keadaan imunologik ini selanjutnya dapat dimodifikasi

oleh faktor-faktor eksternal seperti pemberian glukokortikoid topikal atau

sistemik, radiasi sinar ultra violet dan riwayat dermatitis atopik. Apabila dosis

tinggi dari antigen disapukan secara epikutan maka dapat timbul

toleransi.Kemungkinan oleh karena sejumlah besar antigen menghindari sel

Langerhans epidermal.

Toleransi imunologis dapat dirangsang oleh penggunaan bahan kimia yang

sejenis seperti propilgallat (antioksidan dalam makanan) dan 2-4-dinitro-1-

klorobenzen terhadap dinitroklorobenzen (DNCB), akan dapat menurunkan

sensitivitas DNCB, bahkan dapat menjadi tidak responsive. Hal ini disebut

proses hardening (pengerasan). Namun proses hardening tidak timbul pada

setiap orang dan dapat hilang bila terjadi pemutusan hubungan dengan bahan

kontak alergen. Hiposensitisasi dapat dicapai dengan pemberian awal bahan

allergen berstruktur sejenis dalam dosis rendah yang kemudian ditingkatkan

secara bertahap. Hal ini dapat diterapkan pada sulfonamid dan poison ivy.
Akibatnya ambang rangsang untuk reaksi positif terhadap uji tempel akan

meningkat. Namun keadaan desensitisasi penuh tidak dapat dicapai.

Hiposensitisasi merupakan keseimbangan antara sel efektor dan supresor.

Keadaan toleransi ini dapat dirusak oleh siklofosfamid yang secara selektif

menghambat sel supresor. Bila ini gagal secara teoritik dapat dilakukan

induksi secara intra vena sehingga timbul tolerans terhadap alergen yang

diberikan. Menurut Adam hal ini akan merangsang makrofag di limpa untuk

membentuk sel T supresor dan menimbulkan toleransi imunitas spesifik.

Secara teoritik dapat timbul keadaan quenching yaitu terjadinya potensiasi

dari respon alergi dan iritan sehingga kombinasi dari bahan-bahan kimia dapat

menimbulkan efek pemedaman yaitu berkurangnya ekspresi atau induksi

sensitivitas.

3. Gambaran Histopatologis

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena

gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab

lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler

(spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi

vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear.

Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan

kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis,

hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel

dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan

fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat


sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak

alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen,

seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan,

tampak sejumlah besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di

membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel

Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang

membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak

dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke

kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian

terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop

elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan

iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

2.5. Manifestasi Klinik

Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan bergantung pada keparahan

dermatitis. Dermatitis kontak umumnya mempunyai gambaran klinis dermatitis,

yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.

Dermatitis kontak iritan umunya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat

monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergik.

1. Fase akut.

Kelainan kulit umumnya muncul 24-48 jam pada tempat terjadinya kontak

dengan bahan penyebab. Derajat kelainan kulit yang timbul bervariasi ada

yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin hanya berupa
eritema dan edema, sedang pada yang berat selain eritema dan edema yang

lebih hebat disertai pula vesikel atau bula yang bila pecah akan terjadi erosi

dan eksudasi. Lesi cenderung menyebar dan batasnya kurang jelas. Keluhan

subyektif berupa gatal.

2. Fase Sub Akut

Jika tidak diberi pengobatan dan kontak dengan alergen sudah tidak ada maka

proses akut akan menjadi subakut atau kronis. Pada fase ini akan terlihat

eritema, edema ringan, vesikula, krusta dan pembentukan papul-papul.

3. Fase Kronis

Dermatitis jenis ini dapat primer atau merupakan kelanjutan dari fase akut

yang hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung

simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,

terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema

ringan. Walaupun bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini

sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain

yang tidak dikenal.

4. Dermatitis Kontak Alergi

Sebagaimana disebutkan pada halaman sebelumnya bahwa ada dua jenis

bahan iritan, maka dermatitis kontak iritan juga ada dua macam yaitu

dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis kontak iritan kronis. Dermatititis

kontak iritan akut. Penyebabnya iritan kuat, biasanya karena kecelakaan. Kulit

terasa pedih atau panas, eritema, vesikel, atau bula. Luas kelainan umumnya

sebatas daerah yang terkena, berbatas tegas.


Pada umumnya kelainan kulit muncul segera, tetapi ada segera, tetapi ada

sejumlah bahan kimia yang menimbulkan reaksi akut lambat misalnya

podofilin, antralin, asam fluorohidrogenat, sehingga dermatitis kontak iritan

akut lambat. Kelainan kulit baru terlihat setelah 12-24 jam atau lebih.

Contohnya ialah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga yang terbang

pada malam hari (dermatitis venenata); penderita baru merasa pedih setelah

esok harinya, pada awalnya terlihat eritema dan sorenya sudah menjadi

vesikel atau bahkan nekrosis.

(Dermatitis kontak iritan dengan bahan iritan air liur pada balita)

Dermatitis kontak iritan kronis atau dermatitis iritan kumulatif, disebabkan

oleh kontak dengan iritan lembah yang berulang-ulang (oleh faktor fisik,

misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin; juga

bahan contohnya detergen, sabun, pelarut, tanah, bahkan juga air). Dermatitis

kontak iritan kronis mungkin terjadi oleh karena kerjasama berbagai faktor.

Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis

iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru

nyata setelah berhari-hari, berminggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun

kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling

penting. Dermatitis iritan kumulatif ini merupakan dermatitis kontak iritan

yang paling sering ditemukan.

Gejala klasik berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal

(hiperkeratosis) dan likenifikasi, batas kelainan tidak tegas. Bila kontak terus

berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fisur), misalnya pada
kulit tumit tukang cuci yang mengalami kontak terus menerus dengan

deterjen. Ada kalanya kelainan hanya berupa kulit kering atau skuama tanpa

eritema, sehingga diabaikan oleh penderita. Setelah kelainan dirasakan

mengganggu, baru mendapat perhatian. Banyak pekerjaan yang beresiko

tinggi yang memungkinkan terjadinya dermatitis kontak iritan kumulatif,

misalnya : mencuci, memasak, membersihkan lantai, kerja bangunan, kerja di

bengkel dan berkebun.

(Dermatitis kontak iritan akibat detergen)

5. Dermatitis Kontak Alergi

Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis

kontak alergi juga dapat dilihat menurut predileksi regionalnya. Hal ini akan

memudahkan untuk mencari bahan penyebabnya.

a) Tangan

Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering di

tangan, misalnya pada ibu rumah tangga. Demikian pula dermatitis kontak

akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Sebagian besar memang

disebabkan oleh bahan iritan. Bahan penyebabnya misalnya deterjen,

antiseptik, getah sayuran/tanaman, semen dan pestisida. (Dermatitis

kontak alergi karena nikel pada jam tangan)

b) Lengan

Alergen umumnya sama dengan pada tangan, misalnya oleh jam tangan

(nikel), sarung tangan karet, debu semen dan tanaman. Di aksila umumnya

oleh bahan pengharum.


c) Wajah

Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat

topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir

atau sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah

buah-buahan. Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku,

cat rambut, perona mata dan obat mata.

d) Telinga

Anting atau jepit telinga terbuat dari nikel, penyebab lainnya seperti obat

topikal, tangkai kaca mata, cat rambut dan alat bantu pendengaran.

e) Leher dan Kepala

Pada leher penyebabnya adalah kalung dari nikel, cat kuku (yang berasal

dari ujung jari), parfum, alergen di udara dan zat warna pakaian. Kulit

kepala relative tahan terhadap alergen kontak, namun dapat juga terkena

oleh cat rambut, semprotan rambut, sampo atau larutan pengeriting

rambut.

f) Badan

Dapat disebabkan oleh pakaian, zat warna, kancing logam, karet (elastis,

busa ), plastik dan deterjen.

g) Genitalia

Penyebabnya dapat antiseptik, obat topikal, nilon, kondom, pembalut

wanita dan alergen yang berada di tangan.


h) Paha dan tungkai bawah

Disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di saku, kaos kaki nilon,

obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin), semen, sandal dan

sepatu.

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Alergi kontak dapat dibuktikan dengan tes in vivo dan tes in vitro. Tes in

vivo dapat dilakukan dengan uji tempel. Berdasarkan tehnik pelaksanaannya

dibagi tiga jenis tes tempel yaitu :

1. Tes Tempel Terbuka

ada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang

telinga karena daerah tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca

dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji tempel terbuka adalah alergen yang

menguap.

2. Tes Tempel Tertutup

Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam

plester yang pada bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut

diletakkan. Bahan yang dicurigai ditempelkan dipunggung atau lengan atas

penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya dievaluasi.

3. Tes tempel dengan Sinar

Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai

fotosensitisir yaitu bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu

bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan bersifat sebagai alergen.

Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo. Dua
baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan

pada kulit salah satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24

jam berikutnya dievaluasi hasilnya. Untuk menghindari efek daripada sinar,

maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi dengan secarik kain hitam

atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.

Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam

keadaan tenang penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut

kemungkinan salah satu bahan uji tempel merupakan penyebab dermatitis

sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi dalam keadaan

tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel

sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel

misalnya obat antihistamin dan kortikosteroid.

4. Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya

telah disediakan oleh International Contact dermatitis risert group, unit uji

tempel dan penderita maka dengan mudah dilihat perubahan pada kulit

penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari penderita

diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan

penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana

misalnya hasilnya positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan

itu. Penderita harus hidup dengan menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu

sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh ke dalam neurosis

misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh

seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu.


Tes in vitro menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag

untuk pengukuran dermatitis kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun

hal tersebut belum standar dan secara klinis belum bernilai diagnosis.

2.7. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak

alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien

untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya

dan perlindungan pada kulit.

1. Pencegahan

Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak

iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat

dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan

sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang,

penggunaan deterjen.

2. Pengobatan

Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.

a. Pengobatan topika

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum

pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres

terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin

rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut

diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik

berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi
bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep.

Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.

Jenis-jenisnya adalah :

1) Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun.

Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari

dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi

spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada

sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit

menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans,

sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga

menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi

sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun

yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek

terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %,

halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan

menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan

mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan

film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya

efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

2) Radiasi ultraviolet

Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis

kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit


mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi

timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang

dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit

mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan

HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya.

Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan

reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis

PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel

Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi

mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB.

Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR +

dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel

Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi

ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3) Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari

hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia

hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya

absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.

4) Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa

hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan


superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)

dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5) Imunosupresif topikal

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506

(Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan

menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti

IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain.

Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan

atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan

derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi.

Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid

klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding

dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi

kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan

tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara

topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral.

b. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau

edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau

kronik. Jenis-jenisnya adalah:

1) Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek

sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak


terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan

adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin,

serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

2) Kortikosteroid

Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral,

intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan

prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena

berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek

sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita

ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek sampingnya terutama

pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan perubahan

dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan

menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA-

DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T

dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.

3) Siklosporin

Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T

penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1

dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan

keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.

4) Pentoksifilin

Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi


ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat

teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.

5) FK 506 (Takrolimus)

Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular.

Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi

sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin.

Dapat juga diberikan secara topikal.

6) Ca++ antagonis

Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti

nifedipin dan amilorid.

7) Derivat vitamin D3

Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan

INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan.

Contohnya adalah kalsitriol.

8) SDZ ASM 981

Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang

tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih

baik daripada siklosporin.

2.8. Prognosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis adalah penyebab dermatitis

kontak, kapan terapi mulai dilakukan, apakah pasien sudah menghindari faktor

pencetusnya, terjadinya kontak ulang dan adanya faktor individual seperti atopi.

Dengan adanya uji tempel maka prognosis dermatitis kontak alergik lebih baik
daripada dermatitis kontak iritan dan DKI yang akut lebih baik daripada DKI

kronis yang bersifat kumulatif dan susah disembuhkan. Dermatitis kontak alergik

terhadap bahan-bahan kimia industri yang penggunaannya pada tempat-tempat

tertentu dan tidak terdapat dalam lingkungan di luar ja m kerja atau pada barang-

barang milik pribadi, mempunyai prognosis yang buruk, karena bahan-bahan

tersebut terdapat sangat banyak dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari.

2.9. Pencegahan

Pencegahan dermatitis kontak berarti menghindari berkontak dengan

bahan yang telah disebutkan di atas. Strategi pencegahan meliputi:

Bersihkan kulit yang terkena bahan iritan dengan air dan sabun. Bila dilakukan

secepatnya, dapat menghilangkan banyak iritan dan alergen dari kulit.

Gunakan sarung tangan saat mengerjakan pekerjaan rumah tangga untuk

menghindari kontak dengan bahan pembersih.

Bila sedang bekerja, gunakan pakaian pelindung atau sarung tangan untuk

menghindari kontak dengan bahan alergen atau iritan.

\
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik

diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan

fisik dan uji tempel.

Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk

mencari kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak

lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian,

pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga

ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan

dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri,

obyek personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika,

kaca mata, dan jam tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan

mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul

dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang

membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas

dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat

mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi

regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.

Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :


1. Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa

kali atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan

serupa.

2. Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.

3. Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang

serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat,

yang tumbuhnya setelah pada tempat kontak.

4. Rasa gatal

5. Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

Berbagai jenis kelainan kulit yang harus dipertimbangkan dalam diagnosis

banding adalah :

a) Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-

tempat tertentu seperti lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada

penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis atopik mengalami efek

pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4 yang

akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang

merangsang pembentukan eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam

sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen kontak menurun.

b) Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif

dengan lesi berukuran sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada

sisi ekstensor ekstremitas.


c) Dermatitis dishidrotik : erupsi bersifat kronik residif, sering dijumpai pada

telapak tangan dan telapak kaki, dengan efloresensi berupa vesikel yang

terletak di dalam.

d) Dermatomikosis : infeksi kulit yang disebabkan oleh jamur dengan

efloresensi kulit bersifat polimorf, berbatas tegas dengan tepi yang lebih

aktif.

e) Dermatitis seboroik : bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit

dibedakan. Pada muka terdapat di sekitar alae nasi, alis mata dan di

belakang

f) Telinga.

g) Liken simplek kronikus : bersifat kronis dan redisif, sering mengalami

iritasi atau sensitisasi. Harus dibedakan dengan dermatitis kontak alergik

bentuk kronik.

3.2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang umumnya muncul pada klien penderita

kelainan kulit seperti dermatitis kontak adalah sebagai berikut :

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit

2. Resiko kerusakan kulit berhubungan dengan terpapar alergen

3. Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan pruritus

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak

bagus.
6. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat

informasi

3.3. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

Ringan, sedang, berat.

2. Tingkat Kesadaran

a. Kompos mentis

b. Apatis

c. Samnolen, letergi/hypersomnia

d. Delirium

e. Stupor atau semi koma

f. Koma

Tingkat Kesadaran dermatitis kontak biasanya tidak terganggu

Dermatitis kontak termasuk tidak berbahaya, dalam arti

tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Walaupun demikian,

penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat

mengganggu.

3. Tanda-tanda vital

a. Tekanan darah

b. Denyut nadi

c. Suhu tubuh

d. Pernafasan
4. Berat Badan

5. Tinggi Badan

6. Kulit

Inspeksi

a. radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor).

b. kemerahan (rubor),

c. gangguan fungsi kulit (function laisa).

d. biasanya batas kelainan tidak tegas an terdapat lesi polimorfi yang

dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.

e. terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang

kemudian membesar.

f. Terdapat bula atau pustule,

g. ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering

disebut ematiti sika.

h. terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis

tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat

i. hiperpigmentai tau hipopigmentasi.

Palpasi

a. Nyeri tekan

b. edema atau pembengkakan

c. Kulit bersisik

7. Keadaan Kepala

a. Inspeksi
Tekstur rambut klien halus dan jarang, kulit kepala nampak kotor.

b. Palpasi

Periksa apakah ada pembengkakan/ benjolan nyeri tekan atau adanya

massa.

8. Keadaan mata

a. Inspeksi

Palpebrae : tidak edema, tidak radang

Sclera : Tidak ictertus

Conjuctiva : Tidak terjadi peradangan

Pupil : Isokor

Posisi mata

Simetris/tidak : simertis

Gerakan bola mata : Normal

Penutupan kelopak mata : Tidak mengalami gangguan

Keadaan visus : Normal

Penglihatan : Normal (tidak kabur )

b. Palpasi

Tidak ada nyeri tekan

Tekanan Intra Okuler ( TIO ) tidak ada

9. Keadaan hidung

a. Inspeksi

1) simetris kiri dan kanan

2) Tidak ada pembengkakan dan sekresi


3) Tidak ada kemerahan pada selaput lendir

b. Palpasi

1) Tidak ada nyeri tekan

2) Tidak ada benjolan/tumor

10. Keadaan telinga

a. Inspeksi

1) telinga bagian luar simetris

2) tidak ada serumen/cairan, nanah

11. Mulut

Inspeksi

a. Gigi

1) Keadaan gigi : bersih

2) Ada karang gigi/karies

3) Tidak ada pemakaian gigi palsu

b. Gusi

Tidak ada merah radang pada gusi

c. Lidah

Lidah bersih

d. Bibir

1) Tampak pucat

2) Kering pecah

3) Mulut tidak berbau

4) Kemampuan bicara normal


12. Tenggorokan

a. Warna mukosa : Kemerahan

b. Nyeri tekan tidak ada

c. Nyeri menelan tidak ada

13. Leher

a. Inspeksi

 Kelenjar Thyroid : Tidak membesar

 Tidak ada pembengkakan atau benjolan

 Tidak ada distensi vena jugularis

b. Palpasi

 Kelenjar Thyroid : Tidak terabah

 Kaku kuduk/tidak :-

 Kelenjar limfe : Tidak membesar

 Tidak ada benjolan atau massa

c. Mobilisasi leher normal

14. Thorax dan pernafasan

a. Inspeksi

 Bentuk dada : Pigion chest

 Pernafasan : Inspirasi/ekspirasi, Frekuensi pernafasan, irama

pernafasan

 Pengembangan diwaktu bernafas normal

 Dada simetris

 Tidak ada retraksi


 Tidak ada batuk

b. Palpasi

 Tidak ada nyeri tekan, massa, adanya vocal premitus

 Untuk mengetahui adanya massa

 Inadekuat ekspansi dada

c. Perkusi

sonor : Suara perkusi jaringan paru yang normal

d. Askultasi

 Mendengarkan suara pada dinding thoraks

 Suara nafas : Vesikuler

 Suara tambahan : -

 Suara Ucapan : Suara normal

15. Jantung

a. Inspeksi : Ictus Cordis : Denyutan dinding toraks oleh karena kontraksi

ventrikel kiri à ditemukan pada ICS 5 linea medio clavicularis kiri

b. Palpasi : Normal

c. Perkusi : Jantung dalam keadaan normal

d. Auskultasi : Tidak ada murmur

16. Pengkajian payudara dan ketiak

Inspeksi :

a. Payudara melingkar dan agak simetris dan ukuran sedang

b. Tidak terdapat udema, tidak terdapat kemerahan atau lesi serta

vaskularisasi normal
c. Areola mamma agak kecoklatan

d. Tidak adanya penonjolan atau retraksi akibat adanya skar atau lesi.

e. Tidak ada keluaran, ulkus , pergerakan atau pembengkakan. Posisi

kedua puting susu mempunyai arah yang sama.

f. ketiak dan klavikula tidak ada pembengkakan atau tanda kemerah-

merahan.

Palpasi : Tidak adanya keluaran serta nyeri tekan.

17. Abdomen

a. Inspeksi :

 umbilikus tidak menonjol

 Tidak ada pembendungan pembuluh darah vena

 Tidak ada benjolan

 warna kemerahan

b. Palpasi :

 Tidak ada rasa nyeri

 Tidak ada benjolan/ massa

 Tidak ada pembesaran pada organ hepar

c. Perkusi : Tympani

d. Auskultasi : Peristaltik normal

18. Genetalia dan Anus

a. Genetalia :

b. Inspeksi :

Tidak ada prolapsus uteri, benjolan kelenjar bartolini,


sekret vagina jernih

c. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

d. Anus : Keadaan anus normal, tidak ada haemoroid, fissura, fistula.

19. Ekstremitas

Ekstremitas atas

a. Motorik

1) Pergerakan kanan/kiri : lemah

2) Pergerakan abnormal : seimbang antara kanan dan kiri.

3) Kekuatan otot kiri/kanan : kekuatan otot kanan dan kiri lemah

4) Koordinasi gerak : ada gangguan

b. Refleks

1) Biceps kanan/kiri : Normal

2) Triceps kana/kiri : Normal

c. Sensori

1) Nyeri :+

2) Rangsang suhu :+

3) Rasa raba :+

Ekstremitas bawah

a) Motorik

 Gaya berjalan : Normal

 Kekuatan kanan/kiri : kekuatan kanan 5/kiri 5

 Tonus otot kanan/kiri : menurun


b) Refleks

 KPR kanan/kiri : -/-

 APR kanan/kiri : -/-

 Bebinski kanan/kiri : +/+

c) Sensori

 Nyeri : +

 Rangsang suhu : +

 Rasa raba :

20. Status Neurologi

Saraf-saraf cranial

a. N I (Olfaktorius)

Klien mampu membedakan bau minyak kayu putih dan alcohol.

b. N II (Optikus)

Klien tidak dapat melihat tulisan atau objek dari jarak yang jauh.

c. N III,IV,VI (Okulomotorius, Cochlearis, Abdusen)

Mata dapat berkontraksi, pupil isokor, klien mampu

menggerakkan bola mata kesegala arah.

d. N V (Trigeminus)

Fungsi sensorik : Klien mengedipkan matanya bila ada rangsangan.

Fungsi motorik : Klien dapat menahan tarikan pulpen

dengan gigitannya.
e. N VII (Fasialis)

Klien dapat mengerutkan dahinya, tersenyum dan dapat mengangkat

alis.

f. N VIII (Akustikus)

Klien dapat mendengar dan berkomunikasi dengan baik, tidak

ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

g. N IX (Glosofaringeus)

Klien dapat merasakan rasa manis, pahit, pedas.

h. N X (Fagus)

Klien tidak ada kesulitan mengunyah, klien tidak ada kesulitan

menelan

i. N XI (Assessoris)

Klien dapat mengangkat kedua bahu, tidak ada atropi otot

sternokleidomastoideus dan trapezius.

j. N XII (Hipoglosus)

Gerakan lidah simetris, dapat bergerak kesegala arah, tidak ada deviasi

pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi, indra pengecapan normal.

Tanda-tanda perangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : -

 Kerning sign : -

 Refleks Brudzinski : -

 Refleks Lasegu : -
3.4. Pemeriksaan Penunjang

a. Biopsi kulit

b. Uji temple

c. Pemeriksaan dengan menggunakan pencahayaan khusus

d. Uji kultur dan sensitivitas

3.5. Pola Kegiatan Sehari-hari

a. Nutrisi

Yang perlu dikaji adalah bagaimana kebiasaan klien dalam hal pola makan, frekwensi

maka/hari, nafsu makan, makanan pantang, makanan yang disukai banyak

minuman dlm sehari serta apakah ada perubahan Perubahan selama sakit.

b. Eliminasi

Pada eliminasi yang perlu dikaji adalah Kebiasaan BAK dan BAB seperti

frekuensi,warna dan konsistensi baik sebelum dan sesudah sakit.

c. Aktivitas

Pada penderita penyakit dermatitis kontak biasanya akan mengalami

gangguan dalam aktifitas karena adanya rasa gatal dan apabila mengalami

infeksi maka akan mengalami gangguan dalam pemenuhan aktifitas

sehari-hari.

d. Istirahat

klien biasanya mengeluh susah tidur dimalam hari karena gatal serta

adanya nyeri. Adanya gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.


e. Pola Interaksi social

Secara umum klien yang mengalami dermatitis kontak biasanya pola interaksi

sosialnya terganggu biasanya akan merasa malu dengan penyakitnya.

f. Keadaan Psikologis

Biasanya klien mengalami perubahan dalam berinteraksi dengan orang lain dan

biasanya klien lebih suka menyendiri dan sering cemas dengan penyakit

yang diderita. Pada keadaaan psikologis ada beberapa hal yang perlu dikaji seperti

bagaimana persepsi klien terhadap penyakit yang diderita sekarang,

bagaimana harapan klien terhadap keadaan kesehatannyaserta bagaimana

pola interaksi dengan tenaga kesehatan & lingkungan.

g. Kegiatan Keagamaan

Biasanya klien beranggapan bahwa penyakit yang dideritanya merupakan cobaan

untuknya dan pasti terdapat hikmah untuknya.yang perlu dikaji pada kegiatan

keagamaan seperti klien menganut agama apa selama sakit klien sering berdoa.

3.6. Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan integritas kulit b.d lesi dan reaksi inflamasi local

Tujuan : Dalam 2x24 jam integritas kulit membaik secara optimal.

Kriteria Hasil : Pertumbuhan jaringan membaik dan lesi berkurang


Intervensi Rasional
1. Kaji kerusakan jaringan kulit yang 1. Menjadi data dasar untuk memberikan
terjadio pada klien. informasi intervensi perawatan yang
akan di gunakan.
2. Lakukan tindakan peningkatan
2. Untuk menghindari cedera kulit,
integritas kulit. pasien harus di nasehati agar tidak
mencubit atau menggaruk daerah yang
sakit.
3. Tingkatkan asupan nutrisi. 3. Diet TKTP diperlukan untuk
meningkatkan asupan dari kebutuhan
pertumbuhan jaringan.
4. Apabila masih belum mencapai dari
4. Evaluasi kerusakan jaringan dan kriteria evaluasi 5x24 jam, maka perlu
perkembangan pertumbuhan jaringan. dikaji ulang factor-faktor menghambat
pertumbuhan dan perbaikan dari lesi.
5. Banyak masalah kosmetika pada
hakekatnya semua kelainan malignitas
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan
kosmetik dan preparat tabir surya. kulit kronik.
6. Penggunaan anti histamine dapat
mengurangi respon gatal serta
6. Kolaborasi dengan dokter dalam mempercepat proses pemulihan
pemberian obat anti histamine dan
salep kulit

2. Resiko tinggi infeksi b.d penurunan imunitas, adanya port de entrée pada lesi.

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada

integritas jaringan lunak.

Kriteria Hasil :

a. Lesi akan menutup pada hari ke-7 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan

peradangan pada area lesi.

b. Leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal.


Intervensi Rasional
1. Kaji kondisi lesi, banyak dan besarnya1. Mengidentifikasi kemajuan atau
bula, serta apakah adanya order khus dari penyimpangan dari tujuan yang
tim dokter dalam melakukan perawatan diharapkan.
kulit.
2. Berikan petunjuk yang jelas dan rinci 2. Pendidikan pasien yang efektif
kepada pasien mengenai program terapi. bergantung pada ketrampilan-
keterampilan interpersonal
professional kesehatan dan pada
pemberian instruksi yang jelas yang
diperkuat dengan instruksi tertulis.

3. Lakukan pemakaian kompres basah3. Kompres basah akan menghasilkan


seperti yang diprogramkan untuk pendinginan lewat pengisatan yang
mengurangi intensitas inflamasi. menimbulkan vasokontriksi
pembuluh drah kulit dan dengan
demikian mengurangi eritema serta
produksi serum.

4. Berikan terapi antibiotik bila perlu. 4. Agar tidak terjadi infeksi.

5. 5.
Ajarkan pasien dan keluarga mengenai Pasien dan keluarga dapat mengenal
tanda dan gejala infeksi. tanda dan gejala infeksi

3. Kebutuhan pemenuhan informasi b.d adekuatnya sumber informasi, resiko

penularan, ketidakefektifan program perawatan dan pengobatan.

Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan

terpenuhinya pengetahuan pasien tentang kondisi penyakit.

Kriteria Hasil :

a. Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang

dibutuhkan dengan kemungkina komplikasi.\

b. Mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah laku untuk mencegah terjadinya

komplikasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan1. Pengetahuan pasien dan orang tua
keluarga tentang Dermatitis Kontak. yang baik dapat menurunkan resiko
komplikasi.
2. Jelaskan pentingnya istrahat. 2. seseorang dengan drrmatitis kontak
memerlukan nasihat untuk
menghilangkan iritan eksternal dan
menghindari panas yang berlebihan.
Kebiasaan menggaruk dan menggosok
bagian yang gatal akan memperpanjang
lamanya penyakit.

3. Meningkatkan cara hidup sehat 3. Meningkatkan system imun dan


seperti intake makanan yang baik, pertahanan terhadap infeksi.
keseimbangan antara aktivitas dan
istirahat, monitor status kesehatan dan
adanya infeksi.
4. Jelaskan tentang kondisi penyakit dan4. Peninjauan kembali dan penjelasan
pentingnya penatalaksanaan dermatitis tentang program terapi merupakan
kontak. unsur esensial untuk menjamin
kepatuhan pasien.

5. Identifikasi sumber-sumber
5. Keterbatasan aktivitas dapat
pendukung yang memungkinkan untuk mengganggu kemampuan pasien untuk
mempertahankan perawatan di rumah memenuhi kebutuhan sehari-hari.
yang di butuhkann.
6. Beri penjelasan untuk perawatan di
6. Bahan untuk penyuluhan yang sudah
rumah di cetak dapat di sediakan untuk
memperkuat diskusi tatap muka dengan
pasien mengenai pedoman terapi dan
berbagai masalah lainnya.

4. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan adanya lesi kulit.

Tujuan : Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria Hasil :

a. Klien menunjukkan berkurangnya pruritus, ditandai dengan berkurangnya

lecet akibat garukan.

b. Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal.


c. Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman.

Intervensi Rasional
1. Periksa daerah yang terlibat. 1. Pemahaman tentang luas dan
karakteristik kulit meliputi
bantuan dalam menyusun rencana
interfensi
a. Upayakan untuk menemukan
penyebab gangguan rasa nyaman. a. Membantu menidentifikasi
tindakan yang tepat untk
b. Mencatat hasil-hasil observasi secara memberikan kenyamanan.
rinci dengan memakai terminologi
deskriptif. b. Deskripsi yang akurat tentang
erupsi kulit diperlukan untuk
diagnosa dan pengobatan. Banyak
kondisi kulit tampak serupa tetapi
memepunyai etiologi yang
berbeda, respon inflamasi kutan
mungjin mati pada pasien lansia.
c. Mengantisipasi reaksi alergi yang
mungkin terjadi , mendapatkan riwayat c. Ruang menyeluruh terutama
pemakaian obat. dengan awitan yang mendadak
dapat menunjukan reaksi alergi
2. Kendalikan faktor – faktor iritan. terhadap obat.

a. Pertahankan kelembaban kira-kira


2.
Rasa gatal diperburuk oleh
60%;gunakan alat pelembab. panas, kimia dan fisik.
b. Pertahankan lingkungan dingin a. Dengan kelembaban yang
rendah, kulit akan kehilangan air.
c. Gunakan sabun ringan atau sabun yang b. Kesejukan mengurangi gatal.
dibuat untuk kulit sensitif.
c. Upaya ini mencakup tidak
adanya larutan diterjen, zat
d. lepaskan kelebihan pakaian atau pewarna atau bahan pengeras.
peralatan di tempat tidur.
e. Cuci linen tempat tidur dan
pakaian dengan sabun ringan . d. Meningkatkan lingkungan yang
f. Hentikan pemajanan berulang terhadap sejuk.
deterjen,pembersih,dan pelarut. e. Sabun yang keras dapat
menimbulkan iritasi kulit.
f. Setiap substansi yang
3. Menggunakan tindakan perawatan kulit menghilangkan air, lipid atau
untuk mempertahankan integritas kulit dan protein dari epidermis akan
meningkatkan kenyamanan pasien. mengubah fungsi barier kulit.
a. Melaksanakan kompresi penyejuk dengan
air suam – suam kuku, atau kompres dingin 3. Kulit merupakan barier yang
guna meredakan rasa gatal. penting yang harus dipertahankan
b. Mengatasi kekeringan sebagaimana di keutuhanya agar berfungsi dengan
preskripsikan . benar.
a. Pengisatan air yang bertahap
dari kasa kompres akan
menyejukan kulit dan meredakan
pruritus.

b. Kulit yang kering dpat


c. Mengoleskan losion dan krim kulit segera menimbulkan daerah dermatitis
setelah mandi. dengan gejala kemerahan, gatal,
deskuamasi dan pada bentuk yang
lebih berat, pembengkakan,
d. Menjaga agar kuku selau terpangkas. pembentukan lepuh, keretakan dan
eksudat.
e. Menggunakan terapi tropikal seperti yang
preskiripsikan. c. Hidrasi yang efektif pada
f. Membantu pasien menerima terapi yang stratum korneum mencegah
lama, yang diperlukan pada beberapa gangguan lapisan barier pada
kelainan kulit. kulit.
g. Menasehati pasien untuk menghindari d. Pemotongan kuku akan
pemakaian salep atau losion yang di beli mengurangi kerusakan kulit
tanpa resep dokter karena garukan.
e. Tindakan ini membantu
meredakan gejala.
f. Tindakan koping biasanya
akan meningkatkan kenyamanan.

g. Masalah pasien dapat


disebabkan oleh iritasi atau
sensitisasi pengobatan sendiri.

5. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak

bagus.

Tujuan : Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai

Kriteria Hasil :
a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri

b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri

c. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi

d. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri nsendiri

e. Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat

Intervensi Rasional
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri
1. Gangguan citra diri akan
pasien ( Menghindari kontak mata, menyertai setiap penyakit atau
merendahkan diri sendiri,Ekspresi muak keadaan yang nyata bagi pasien.
terhadap kondisi kulitnya ). Kesan seseorang terhadap dirinya
sendiri akan berpengaruh pada
konsep diri.

2. Identiffikaasi stadium psikososial tahap


2. Terdapat hubungan antara
perkembangan. stadium perkembangan, citra diri
dan reaksi serta pemahaman pasien
terhadap kondisi kulitnya.

3. Pasien membutuhkan
3. Berikan kesempatan untuk pengalaman, didengarkan dan
pengungkapan, dengarkan,( dengan cara dipahami.
yang terbuka, tidak menghkimi ). Untuk
mengekspresikan berduka/ ansietas tentang
perubahan citra tubuh.
4. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan 4. Tindakan ini memeberikan
pasien, bantu pasien yang cemas dalam kesempatan kepada petugas
mengembangkan kemampuan untuk kesehatan untuk menetralkan
menilai diri dan mengenali serta mengatasi kecemasan yang tidak perlu terjadi
masalah. dan memulihkan realitas situasi.
Ketakutan merupakan unsur yang
merusak adaptasi pasien .

5. (Untuk nomor 5 s/d 8).


5. Mendukung upaya pasien untuk Pnedekatan dan sasaran yang positif
memperbaiki citra diri (turut berpartisippasi tentang tekhnik – tekhnik kosmetik
dalam penanganan kulitnya, merias atau seringkali membantu dalam
merapikan diri). meningkatkan penerimaan diri dan
6. Membantu pasien ke arah penerimaan
diri.
7. Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
8. Memberikan nasehat kepada pasien
mengenai cara – cara perawatan kosmetik
untuk menyembunyikan kondisi kulit yang
abnormal.

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya pruritus.

Tujuan : Klien bisa beristirahat tanpa adanya pruritus

Kriteria Hasil :

a. Mencapai tidur yang nyenyak

b. Melaporkan gatal mereda

c. Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat

d. Menghindari konsumsi kafein

e. Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur

f. Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan

Intervensi Rasional
1. Cegah dan obati kulit yang kering. 1. Pruritus nokturnal mengganggu tidur
yang normal.
b. Menasehati pasien untuk menjaga a. Udara yang kering membuat kulit
kamar tidur agar tetap memiliki fentilasi terasa gatal, lingkungan yang nyaman
dan kelembaban yang baik. meningkatkan relaksasi.
c. Menjaga agar kulit selalu lembab. b. Tindakan ini mencegah kehilangan
Mandi hanya diperlukan jika kulit sangat air, kulit yang kering dan gatal
kering. biasanya tidak dapat disembuhkan,
tapi bisa di kendalikan.
d. Jangan gunakan sabun atau gunakan c. Semua tindakan ini kan memelihara
sabun yang lembut oleskan losion segera kelembaban kulit.
sesudah mandi sementara kulit masih
lembab.

2. Nasehati pasien untuk melakukan hal


berikut yang dapat membantu
2. Udara yang kering membuat kulit
meningkatkan tidur. terasa gatal, lingkungan yang nyaman
b. Menjaga jadwal tidur yang teratur meningkatkan relaksasi.
pergi tidur pada saat yang sama dan
a. Dengan kelembaban yang rendah
bangun pada sat yang sama. kulit akan kehilangan air.
c. Menghindari minuman yang
mengandung kafein menjelang tidur b. Kafein memiliki efek puncak 2 – 4
dimalam hari. jam sesduah di konsumsi.
d. Melaksanakan gerak badan secara c. Gerak badan memberikan efek yang
teratur. menguntungkan untuk tidur jika
dilaksanakan pada sore hari.
d. Tindakan ini memudahkan peralihan
e. Mengerjakan hal – hal yang rirual dan dari keadaan terja menjadi tertidur.
rutin menjelang tidur.

3.7. Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari perencanaan

keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai hasil yang efektif.Dalam

pelaksanaan implementasi keperawatan, penguasaan keterampilan dan

pengetahuan harus dimiliki oleh setiap perawat sehingga pelayanan yang

diberikan baik mutunya.Dengan demikian tujuan dari rencana yang telah

ditentukan dapat tercapai (Wong. D.L.2004:hal.331).

3.8. Evaluasi

Evaluasi yang akan dilakukan yaitu mencakup tentang :

1. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.

2. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.

3. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

4. Menggunakan obat topikal dengan tepat.

5. Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.


BAB IV

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dermatitis kontak (dermatitis venenata) merupakan reaksi inflamasi kulit

terhadap unsure – unsure fisik, kimia, atau biologi. Epidermis mengalami

kerusakan akibat iritasi fisik dan kimia yang berulang-ulang. Dermatitis kontak

dapat berupa tipe iritan primer dimana reaksi non- allergic terjadi akibat pajanan

terhadap substansi iritatif, atau tipe alergi (dermatitis kontak allergic) yang

disebabkan oleh pajanan orang yang sensitive terhadap allergen kontak (Arif

Muttaqin & Kumala Sari, 2012).

Adanya riwayat kontak dengan penyebab dermatitis kontak iritan seperti

sabun, detergen, bahan pembersih, dan zat kimia industry serta adanya factor

predisposisinya mencakup keadaan terlalu panas atau terlalu dingin atau oleh

kontak yang terus-menerus dengan sabun serta air, dan penyakit kulit yang sudah

ada sebelumnya memberikan manifestasi inflamasi pada kulit. Response inflamasi

pada kulit pada dermatitis kontak diperantarai melalui hipersensitifitas lambat

jenis seluler tipe IV. (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).

Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak

alergik yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien

untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya

dan perlindungan pada kulit. Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan

topikal dan sistemik.


5.2. Saran

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk

mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan

hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,J,L. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.

Edisi2 (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. Buku saku patofisiologi/Handbook of

Pathophysiology.

Alih Bahasa: Brahm U. Pendit. Cetakan 1. Jakarta: EGC. 1997.

Djuanda S, Sularsito. (1999). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu

penyakit

kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.

volume 2, (terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Nettina, Sandra M. Pedoman praktek keperawatan/Lippincott’s Pocket

Manual of

Nursing Practice. Alih Bahasa: Setiawan, sari Kurnianingsih, Monica

Ester. Cetakan 1.Jakarta: EGC. 200

Polaski, Arlene L. Luckmann’s core principles and practice of medical-

surgical.

Ed.1. Pennsylvania: W.B Saunders Company. 1996

Smeltzer, Suzanne C. Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner

Suddarth’s Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung

Waluyo…..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC 2002

Anda mungkin juga menyukai