Anda di halaman 1dari 3

BIJAK MENGGUNAKAN ANTIBIOTIK

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat akan menyebabkan kerugian dari sisi kesehatan yang akan
berdampak pada kerugian secara material. Oleh karena itu penggunaan obat antibiotik haruslah
melalui rekomendasi dari tenaga kesehatan yaitu dokter atau farmasis agar penggunaannya
rasional dan tepat sasaran. Studi yang di lakukan oleh Kartina di seluruh Apotek Komunitas Kota
Kendari mendapatkan bahwa sebanyak 87,45% masyarakat menggunakan antibiotik tanpa resep
dokter atau tidak pernah menggunakan resep dokter dalam mendapatkan antibiotik, dimana
sejumlah 56,44% memiliki tingkat pengetahuan terhadap antibiotik masuk kategori kurang.
Penggunaan yang tinggi tersebut di dasarkan pada pengalaman sebelumnya karena gejala dan obat
yang sama 89,89%, dengan sebagian besar masyarakat membelki antibiotik untuk gejala penyakit
flu, demam dan radang tenggorokan. Untuk jenis yang paling sering digunakan adalah amoksisilin
dan ampisilin tablet.

Pengobatan dengan antibiotik tanpa resep dokter tidak hanya terjadi di Negara-negara berkembang
melainkan juga di Negara-negara maju. Penelitian Volpato 2005 Di Brazil 74% dari 107 apotek
yang telah dikunjungi, termasuk 88% apotek yang didaftar oleh Municipal Health Secretary
menjual antibiotika tanpa resep dokter. Temuan Llor tahun 2009 di Spanyol dari 108 apotek yang
menjual antibiotik, hanya 57 apotek (52,8%) menjelaskan bahwa mereka tidak dapat memberikan
antibiotik secara bebas untuk menghindari resistensi antibiotik. Penelitian di Saudi Arabia
menunjukan tingginya penggunaan antibiotik tanpa resep dokter yaitu 77,6%. Hasil studi di
Indonesia, Pakistan, dan India menunjukan 47% responden akan mengganti dokter, jika dokter
tidak meresepkan antibiotik dan 18% menyimpan antibiotik dan akan digunakan untuk diri sendiri
atau untuk keluarganya.

Masalah penggunaan antibiotik terletak pada ketidakrasionalannya yaitu penggunaan yang tidak
sesuai dengan kondisi klinik pasien termasuk durasi serta pemilihan obatnya. Tidak semua demam,
flu dan sakit tenggorokan disebabkan oleh infeksi bakteri namun kenyataannya masih banyak
pengunaan antibiotik pada kondisi klinik tersebut yang seharusnya tidak memerlukan antibiotik.
Penelitian yang mengkaji kerasionalan penggunaan antibiotik baik itu di Rumah Sakit maupun
Puskesmas di Kota Kendari masih menunjukan ketidakrasionalan dari segi tepat obat, tepat dosis
dan indikasinya serta lama pemberian antibiotik. Misalnya studi penggunaan antibiotik pada
pasien diare anak di RSU Bahteramas Prov. Sultra tahun 2014 oleh Rahayu didapatkan tidak tepat
secara indikasi 70,14%, tidak tepat obat (37,5%), tidak tepat lama pemberian (52,46%). Studi
penggunaan antibiotik pada pasien ISPA anak oleh Indrasari didapatkan tidak tepat indikasi
sebesar 84,97%, tidak tepat obat sebesar 54,96% dan yang tidk tepat dosis sebanyak 6,66%.

Baca juga Hari Ini, Farmasi UHO Gelar Workshop Kurikulum Profesi Apoteker

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menyebabkan masalah resistensi. Resistensi merupakan
kemampuan bakteri dalam menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Masalah resistensi
selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi
dan sosial pada masyarakat. Untuk mencegah masalah resistensi, WHO mengeluarkan Global
Strategy for Containment of Antimicrobial Resistance (Stategi global untuk menahan peningkatan
resistensi antibiotik), yaitu dokumen yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan agar
mendesak pemerintah di berbagai negara untuk melakukan tindakan dan berbagai usaha yang
dapat mencegah terjadinya resistensi antibiotik, dan mengeluarkan enam kebijakan dalam
memerangi masalah resistensi antibiotik yang ditujukan kepada semua pemangku kebijakan,
termasuk para pembuat kebijakan dan perencana, masyarakat dan pasien, praktisi dan pemberi
resep obat, apoteker dan industri farmasi. Oleh karenanya masalah penggunaan antibiotik dapat
diatasi dengan kerjasama antara tenaga kesehatan yaitu dokter, farmasis bahkan perawat termasuk
masyarakat atau pasien untuk memaksimalkan terapi pada pasien.

Apa itu antibiotik? Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk melawan penyakit akibat infeksi
yaitu adanya invasi/masuknya mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit) yang menyebabkan
kerusakan jaringan pada sel tubuh yang akhirnya menimbulkan gejala penyakit.

Baca juga APTFI : Apoteker Harus Mampu Memberi Kontribusi Agar Penggunaan Obat Menjadi
Rasional

Sebenarnya mikroorganisme sudah ada ditubuh manusia hanya saja antara yang jahat dan yang
baik masih seimbang (flora normal) misalnya dikulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan,
saluran vagina. Timbulnya gejala penyakit jika sistem imun menurun, ada luka (robeknya
membran mukus) sehingga akses mikroba meluas, serta pengaruh umur yang menuju tua atau
terlalu muda akibat sistem imun yang sudah menurun atau belum begitu baik.

Penggunaan antibiotik mempertimbangkan beberapa hal diantaranya:

Pertama konfirmasi adanya infeksi yang dapat dilihat dari gejala klinik dan tanda infeksi, demam
serta faktor pemicu akibat turunnya sistem imun atau adanya penyakit penyerta semisal diabetes
melitus misalnya. Investigasi mikroorganisme secara klinik dapat juga dilihat melalui hasil
laboratorium seperti angka leukosit.

Kedua memastikan mikroorganisme penyebab melalui identifikasi atau investigasi mikrobiologik


menggunakan pengecatan gram atau uji sensitivitas serta uji kultur untuk melihat pola resistensi,
dan jenis mikroba.

Ketiga seleksi terapi awal dengan mempertimbangkan faktor organisme apakah virus, bakteri,
jamur, atau parasit. Virus biasanya tidak memerlukan antibiotik karena akan sembuh sendiri.
Gejala akibat virus biasanya adalah batuk, flu, demam namum jika dahak sudah berubah warna
menjadi kuning kehijauan maka itu tanda bahwa bakteri sudah ikut menginfeksi. Infeksi bakteri
pun harus diketahui jenisnya agar dapat disesuaikan obatnya, namun jika belum dan hanya
berdasarkan dugaan penyebabnya maka dapat digunakan antibiotik dengan spektrum luas seperti
amoksisilin misalnya. Faktor pasien adalah pertimbangan untuk menentukan jenis antibiotik yaitu
apakah anak-anak, orangtua, berdasarkan jenis kelamin dan perempuan hamil. Faktor ketiga
adalah faktor obat yaitu bagaimana bentuk sediaannya apakah tablet, cair atau untuk injeksi/suntik.
Dosis, rute pemberian, dan frekuensinya berapa kali sehari dan berapa lama pemberian. Faktor
obat juga mempertimbangkan efek sinergisnya, interaksi, efek samping serta yang paling sering
dilupakan adalah faktor harga/biaya.

Bagaimana Cara Untuk Mendapatkan Antibiotik???


Antibiotik hanya diperoleh dengan resep dokter, karena termasuk golongan obat keras dengan logo
lingkaran merah dan ada huruf K ditengah lingkaran…Dan haruys didapatkan di Apotek bukan di
took obat apalagi di warung-warung kecil.

Ketidakrasionalan pemakaian antibiotik dapat membunuh kuman baik yang berguna didalam
tubuh. Pemberian antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan bakteri-bakteri yang tidak
terbunuh mengalami mutasi dan menjadi kuman yang resisten. Efek samping yang terjadi pada
penggunaan antibiotik dapat berupa terjadinya gangguan beberapa organ tubuh. Gangguan organ
tubuh bisa terjadi meliputi gangguan saluran cerna, gangguan ginjal, gangguan fungsi hati,
gangguan sumsum tulang, dan gangguan darah.

Sebagai masyarakat kita tidak boleh sembarangan menggunakan antibiotik karena penggunaan
yang tidak tepat/rasional menyebabkan resistensi mikroba yaitu penyakit yang tidak akan sembuh
total akibat kuman/mikroba penyebabnya tidak benar-benar mati, akibatnya angka kesakitan
menjadi meningkat dan biaya yang dipakai untuk berobat dan dirawat akibat penyakit yang tidak
sembuh ikut naik. Hal ini disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang tidak rasional.Tidak
rasional meliputi tidak tepat pasien, tidak tepat obat, tidak tepat dosis, tidak tepat lama pemberian,
termasuk pertimbangan harga. Oleh karena itu penggunaan antibiotik haruslah melalui resep
dokter sebab dokterlah yang mendiagnosis jenis penyakit apakah pasien membutuhkan antibiotik
berdasarkan pertimbangan pemakaiannya. Farmasis/Apoteker dapat pula memberikan
pertimbangan terhadap pemakaian antibiotik baik oleh dokter maupun terhadap pasien
berdasarkan prinsip-prinsip farmakoterapi penggunaan antibiotik.

Bijaklah menggunakan antibiotik, sebab antibiotik termasuk obat keras dengan lambang lingkaran
merah dan huruk K didalamnya. Artinya obat keras hanya didapat melalui pertimbangan tenaga
kesehatan dalam hal ini adalah Dokter dan Farmasis. Agar kita tidak menjadi rugi dengan
penggunaan antibiotik yang tidak perlu.

Kiriman : Sunandar Ihsan, S.Farm., M.Sc., Apt – Penanggung jawab PIOHALO Fakultas
Farmasi UHO Kendari

Anda mungkin juga menyukai