BRONKOPNEUMONIA
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Di Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Diajukan Kepada :
dr. Diana Primadianti, Sp.PD
Disusun Oleh :
Anita Kusuma Wardhana
30101206594
II. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis pada tanggal 13 Desember 2017 pukul 07.00 WIB di
bangsal Teratai dan status rekam medik.
Keluhan Utama
Sesak napas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sunan Kalijaga Demak dengan keluhan sesak,
batuk, dan nyeri dada ketika untuk bernafas dan ketika batuk.
± 4 bulan SMRS pasien mengalami batuk. Keluhan disertai tenggorokan nyeri,
suara serak dan sulit mengeluarkan dahak.
1 bulan SMRS pasien merasakan badan lemas dan demam naik turun. Pasien
juga merasakan keringat dingin keluar pada malam hari yang tidak dipicu oleh
aktifitas dan merasakan nafsu makan turun serta mual.
3 hari SMRS keluhan batuk tidak membaik, dirasakan semakin memberat
dengan disertai nyeri dada dan pasien merasa badannya semakin kurus.
III.PEMERIKSAAN FISIK
A. STATUS GENERALIS
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah : 120/70 mmHg
2
Nadi : 120 kali/menit
Suhu : 38C
Pernapasan : 40 kali/menit
Kepala : Mesocephal, rambut hitam sebagian putih berdistribusi
merata, nyeri kepala (-), pusing (-).
Mata : Conjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-), Mata
cekung (+/+). Injeksi konjungtiva (-/-), eksoftalmus (-/-),
Pupil bulat isokor, Reflek cahaya (+/+)
Hidung : Deviasi septum (-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-)
Telinga : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik telinga (-/-)
Mulut
Bibir : Sianosis (-), kering (-), sariawan (-)
Lidah : Lidah kotor (-), deviasi (-), tremor (-), atrofi papil (–),
bercak putih (-)
Gusi & mukosa: warna merah muda, perdarahan (-)
Faring : Hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax
Dada Bagian Belakang
Inspeksi : Bentuk skapula simetris.
Auskultasi :
3
Kiri : Suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+, wheezing
-/-
Auskultasi
Kanan : Suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+, wheezing
-/-
Kiri : Suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+, wheezing
-/-
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis
Palpasi : Iktus cordis teraba kuat angkat
Perkusi :
Batas atas jantung berada di ICS 2 linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung berada di ICS 3 linea parasternalis sinistra
Batas bawah jantung kanan berada di ICS 5 linea sternalis dextra
Batas bawah jantung kiri berada di ICS 5 linea midclavicula sinistra 2 cm
ke medial
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II terdengar regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi: bentuk datar, sikatrik (-), striae (-), caput medusa (-),
hiperpigmentasi (-), spider nevi (-)
4
Auskultasi : bising peristaltik (+) à 10 kali/menit, bising pembuluh darah
(-)
Perkusi :
o Perkusi 4 regio : timpani
o Hepar : pekak (+), liver span dextra 10 cm, sinistra 6 cm.
o Lien : troube space (-)
o Ginjal : nyeri ketok ginjal (-)
Palpasi :
o Superfisial à Nyeri tekan abdomen (-), Massa (-), defence
muscular (-)
o Dalam à Nyeri tekan dalam (-)
o Organ à Hepar tidak teraba, lien schuffner tidak teraba, ginjal
tidak teraba membesar
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik / < 2 detik < 2 detik / < 2 detik
Gerak Dalam batas normal Dalam batas normal
5/5 5/5
5/5 5/5
HEMATOLOGI
Hemoglobin L 8.5 g/dl 13.2 – 17.3
Hematokrit L 26.4 % 40 – 52
Lekosit 6.2 103 / µL 3,8 – 10,6
Trombosit 253 103 / µL 150 – 400
Eritrosit 4.07 106 / µL 4–6
Netrofil H 74.2 % 50 - 70
Limfosit L 12.7 % 25 – 40
Monosit H 12.7 % 2–8
Eosinofil L L 0.2 % 2–4
Basofil 0.2 % 0–1
MCH L 20.9 pg 26 – 34
MCHC 32.2 % 32 – 36
MCV L 64.9 fL 80 – 100
5
RDW H 18.4 % 11.5 – 14.5
MPV Negatif
PDW Negatif
KIMIA KLINIK
GDS 94 mg/dL 70 – 115
CKMB H 32 U/L <24
SERO IMUNOLOGI
Widal
S typhi O POS 1/100 Negatif
S typhi H Negatif Negatif
KIMIA KLINIK
GDS 94 mg/dL 70 – 115
Ureum 19 mg/dL 0 – 40
Creatinin 0.5 mg/dL 0.5 – 1.2
Kolesterol 180 mg/dL < 200
Trigliserida 101 mg/dL < 150
SGOT 19 U/L < 37
SGPT 16 U/L 9 – 43
Uric acid 2.7 mg/dL 1.4 – 5.8
6
Kesan :
Cor tidak membesar, bentuk dan letak normal
Cenderung gambaran TB aktif pada kedua paru
V. DATA ABNORMALITAS
Anamnesis :
1. Sesak
2. Demam
3. Nyeri dada
4. Batuk 4 bulan
5. Lemas/ malaise
6. Keringat malam hari
7. Nafsu makan menurun
8. Mual
Pemeriksaan Fisik
1. Mata : Mata cekung, konjungtiva anemis
2. Sterm fremitus pulmo dex=sin menurun
3. Auskultasi pulmo dex=sin ronkhi
Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Hb : 8,5 g/dL
2. X-Foto Thoraks AP : terdapat gambaran TB aktif pada kedua paru
7
VI. INITIAL PLAN
1. Bronkopneumonia
DD : TB Paru
Ip. Dx: Batuk, sesak, nyeri dada, badan lemas, keringat dingin malam hari
2. Anemia
Ip. Dx: konjungtiva anemis, sesak, pemeriksaan GDT.
Ip. Tx:
o Farmakologi :
• Inf RL 20 tpm
• Asam folat Tab 1x1
Ip. Mx: Monitoring gejala, tanda klinis dan komplikasi
Ip. Ex:
8
• Istirahat cukup
• Rutin mengkonsumsi obat
Prognosis :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
9
TINJAUAN PUSTAKA
BRONCHOPNEUMONIA
Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari penyakit
Pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut
bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang
berupa distribusi berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-
macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
ETIOLOGI
Berbagai bentuk klinis pneumonia sering kali di klasifikasikan berdasarkan
pembagian serta penyebaran anatomis dan etiologinya.
1. Berdasarkan anatominya pneumonia di bagi atas :
a. Pneumonia Lobaris
b. Pneumonia Lobularis (Bronchopneumonia)
c. Pneuminia Interstitialis (Bronkiolitis)
2. Berdasarkan etiologinya dibagi atas :
a. Bakteri : Diplococcus pneumoniae, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
friedlander, Mycobacterium tuberculosis
b. Virus : Respiratory syncytial virus, Virus influenza, adenovirus, Virus
sitomegalik
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori
sinsitial, virus para influenza, virus influenza, virus adeno, virus
cytomegalo virus. virus respiratori sinsitial yang paling sering
menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia virus paling
sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak
untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.
c. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformis, Blastomyces
dermalitides, Coccidiodes limmitis, Aspergylus species, Candida albicans.
d. Aspirasi : Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing.
e. Pneumonia hipostatik
10
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang
sakit dengan kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di
tempat tidur yang lama sehingga terjadi kongesti pada paru belakang
bawah. Kuman yang tadinya komensal berkembang biak menjadi patogen
dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada anak yang menderita
penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus diubah –
ubah posisi tidurnya.
f. Sindrom Loeffler (Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.)
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk
pengobatan tepat, pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali,
sehingga pembagian etiologis lebih rasional dari pada pembagian
anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus
dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa
lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9.
PATOGENESIS
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan
(droplet), proses radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih,
bakteri dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara,
warna menjadi merah. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil,
eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat
pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan
pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit,
tempat terjadi fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.
4. Stadium resolusi (8-11 hari)
11
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang.
Secara patologi anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris
dalam hal lokalisasi sebagai bercak – bercak dengan distribusi yang tidak
teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.
GEJALA KLINIS
Bronchopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran napas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik sangat mendadak sampai 39 – 40 0 C
dan mungkin disertai kejang demam yang tinggi. Anak megalami kegelisahan,
kecemasan, dispnoe pernapasan. Kerusakan pernapasan diwujudkan dalam bentuk
napas cepat dan dangkal, pernapasan cuping hidung, retraksi pada daerah
supraclavikular, ruang-ruang intercostal, sianosis sekitar mulut dan hidung,
kadang-kadang disertai muntah dan diare. Pada awalnya batuk jarang ditemukan
tetapi dapat dijumpai pada perjalanan penyakit lebih lanjut, mula-mula batuk
kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, pemeriksaan fisik tergantung dari pada luas
daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak ditemukan kelainan. Pada
auskultasi mungkin terdengar ronki basah nyaring halus – sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens), mungkin pada
perkusi terdengar keredupan dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar
mengeras. Pada stadium resolusi, ronki terengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya
penyembuhan dapat terjadi sesudah 2 – 3 minggu.
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti pekak perkusi, suara
napas melemah dan ronki .
PEMERIKSAAN PENUNJANG
12
leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm 3 dengan predominan
PMN. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk , yaitu kurang dari
5000/mm3. Leukositosis hebat, yaitu lebih dari 30.000/mm3 hampir selalu
menunjukkan adanya infeksi bakteri, sering ditemuakn pada keadaan bakteriemi
dan risiko terjadinya komplikasi lebih tinggi. Pada infeksi Chlamydia
pneumoniae kadang-kadang ditemukan eosinofilia. Efusi pleura merupakan
cairan eksudat dengan sel PMN berkisar antara 300 - 100.000/mm3, protein
lebih dari 2,5g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah. Kadang-
kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. Secara umum, hasil
pemeriksaan darah perifer lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara
infeksi virus dan infeksi bakteri secara pasti
2. C-Reactive Protein
C-Reactive Protein adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh
hepatosit, Sebagai respon inflamasi atau infeksi jaringan,produksi CRP
distimulasi secara cepat oleh sitokin terutama IL-6 dan tumor necrosis factor.
Meskipun fungsi pastinya belum diketahui CRP sangat mungkin berperan dalam
opsonisasi mikroorganisme atau sel yang rusak.Secara klinis CRP digunakan
sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan non-infeksi,
infeksi virus dan bakteri atau infeksi bakteri superfisialis dan profunda. Kadar
CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri superfisialis daripada
bakteri profunda. CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terhadap
antibiotik. Suatu penelitian melaporkan bahwa CRP cukup sensitif tidak hanya
untuk mendiagnosis empiema torasis, tetapi juga untuk memantau respon
pengobatan. Dengan pengobatan antibiotik , kadar CRP turun secara
meyakinkan pada hari pertama pengobatan.
3. Uji Serologis
13
titer juga berarti adanya infeksi terdahulu. Untuk konfirmasi diperlukan serum
fase akut dan serum fase konvalesen.
4. Pemeriksaan Mikrobiologis
Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen
toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang
bercak-bercak sudah ditemukan pada gambaran radiologis sebelum timbul gejala
klinis. Akan tetapi, resolusi inflitrat sering memerlukan waktu yang lebih lama
14
setelah gejala klinis menghilang. Pada pasien dengan penumonia tanpa
komplikasi ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen
toraks diperlukan apabila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk
tindak lanjut.
15
ANEMIA
1. Definisi
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit
(red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen
dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying capacity).
Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit
atau hitung eritrosit (red cell count). (Bakta, 2011)
2. Etiologi
3. Kriteria Anemia
Kriteria Anemia menurut WHO (2012) :
Anak
Usia 6 bulan – 6 tahun Hb < 11 gr/dL
Usia 6 -14 tahun Hb < 12 gr/dL
Dewasa
Laki-laki dewasa Hb < 13 gr/dL
Wanita dewasa tidak hamil Hb < 12 gr/dL
Wanita hamil Hb < 11 gr/dL
4. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis : (Bakta.2011)
A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
a. Anemia defisiensi besi
b. Anemia defisiensi asam folat
c. Anemia defisiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan besi
a. Anemia akibat penyakit kronik
b. Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a. Anemia aplastic
b. Anemia mieloptisik
c. Anemia pada keganasan hematologi
d. Anemia diseritropoietik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
B. Anemia akibat perdarahan
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
16
C. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a. Gangguan membran eritrosit (membranopati)
b. Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi G6PD
c. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) - Thalasemia -
Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
a. Anemia hemolitik autoimun
b. Anemia hemolitik mikroangiopatik
c. Lain-lain
D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang
kompleks
Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi: (Bakta.2011)
1. Anemia hipokromik mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalasemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan
mengandung konsentrasi hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks
eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC 26 - 35 %). Penyebab
anemia mikrositik hipokrom:
17
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %),
bentuk dan ukuran eritrosit.
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan
hiperkrom karena konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal.
(Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH = > 31 pg, MCHC =
> 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin
B12, asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik
(penyakit hati, dan myelodisplasia)
5. Gejala Anemia
a. pucat
b. lemah, mudah lelah
c. sakit perut
d. pembengkakan parotis
e. warna kuning pada telapak tangan.
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia,
apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.
Gejala umum anemia ini timbul karena : (Bakta.2011)
18
hemoglobin untuk oksigen. Aksi ini meningkatkan ekstraksi oksigen dengan
jumlah hemoglobin yang sama.
Peningkatan perfusi jaringan Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang
berkurang pada jaringan dapat dikompensasi dengan meningkatkan perfusi
jaringan dengan mengubah aktivitas vasomotor dan angiogenesis.
Peningkatan cardiac output Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen
yang harus diekstraksi selama setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan
oksigen yang lebih tinggi. Karena viskositas darah pada anemia berkurang
dan dilatasi vaskular selektif mengurangi resistensi perifer, cardiac output
yang tinggi bisa dijaga tanpa peningkatan tekanan darah.
Peningkatan fungsi paru Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan
frekuensi pernafasan yang mengurangi gradien oksigen dari udara di
lingkungan ke udara di alveolar, dan meningkatkan jumlah oksigen yang
tersedia lebih banyak daripada cardiac output yang normal.
Peningkatan produksi sel darah merah Produksi sel darah merah meningkat
2-3 kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6 kali lipat pada kondisi yang kronis,
dan kadangkadang sebanyak 10 kali lipat pada kasus tahap akhir. Peningkatan
produksi ini dimediasi oleh peningkatan produksi eritropoietin. Produksi
eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi hemoglobin. Konsentrasi
eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada konsentrasi hemoglobin
yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia yang berat. Perubahan
kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan penghancuran sel darah merah
seimbang.
6. Diagnosis Anemia
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease
entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease).
Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Tahaptahap dalam diagnosis
anemia adalah: (Bakta.2011)
a. Menentukan adanya anemia
b. Menentukan jenis anemia
c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia
d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi
hasil pengobatan.
ANCYLOSTOMIASIS
19
1. Infeksi Cacing Tambang (Hookworm)
Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh infeksi parasit cacing
nematoda N. americanus dan Ancylostoma duodenale yang penularannya
melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi. Cacing ini merupakan
penyebab infeksi kronis yang paling sering, dengan jumlah orang yang terinfeksi
diperkirakan mencapai seperempat dari populasi penduduk dunia di negara
tropis dan subtropis. A. duodenale penyebarannya secara geografis sangat
terbatas Cacing dewasa hidup dan melekat pada mukosa jejunum dan bagian
atas ileum. Cacing betina A. duodenale memproduksi 20.000 telur sehari.
2. Siklus Hidup
20
a. Fase cutaneus, yaitu cutaneus larva migrans, berupa efek larva yang
menembus kulit. Larva ini menyebabkan dermatitis yang disebut Ground
itch. Timbul rasa nyeri dan gatal pada tempat penetrasi.
b. Fase pulmonary, berupa efek yang disebabkan oleh migrasi larva dari
pembuluh darah kapiler ke alveolus. Larva ini menyebabkan batuk kering,
asma yang disertai dengan wheezing dan demam.
c. Fase intestinal, berupa efek yang disebabkan oleh perlekatan cacing dewasa
pada mukosa usus halus dan pengisapan darah. Cacing ini dapat mengiritasi
usus halus menyebabkan mual, muntah, nyeri perut, diare, dan feses yang
berdarah dan berlendir. Anemia defisiensi besi dijumpai pada infeksi cacing
tambang kronis akibat kehilangan darah melalui usus akibat dihisap oleh
cacing tersebut di mukosa usus. Jumlah darah yang hilang per hari per satu
ekor cacing adalah 0,15 mL pada infeksi Ancylostoma duodenale. Jumlah
darah yang hilang setiap harinya adalah 5 mL/1000 telur/gram tinja pada
infeksi Ancylostoma duodenale, sehingga kadar hemoglobin dapat turun
mencapai level 5 gr/dl atau lebih rendah. Pada anak, infeksi cacing ini dapat
menganggu pertumbuhan fisik dan mental.
21
parasit, akan mempengaruhi transmisi parasit tersebut. Berdasarkan berbagai
hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa prevalensi infeksi soil-transmitted
helminths berhubungan dengan higiene dan sanitasi serta sikap masyarakat.
Penggunaan obat-obat antelmintik saat ini tidak hanya terbatas pada pengobatan
infeksi soiltransmitted helminths yang simptomatis saja, tetapi juga dipakai
dalam skala besar guna mengurangi angka morbiditas pada masyarakat di daerah
endemis. Banyak sekali bukti yang menunjukkankan bahwa infeksi kronis soil-
transmitted helminths dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan, status gizi
yang buruk dan daya kognitif yang rendah pada anak (Bundy dkk, 2012).
a. pembinaan air bersih,
b. jamban keluarga
c. kesehatan lingkungan,
d. sesudah pengobatan cacing secara massal pada penduduk dapat mengurangi
penularan dan menurunkan prevalensi infeksi soil-transmitted helminths di
pedesaan, terutama pada anak usia kurang dari 10 tahun.
4. Penatalaksanaan
Pengobatan secara berkala dengan obat antelmintik golongan
benzimidazol (Pirantel Pamoat, mebendazol, Levamisol hidrokhlorit) pada anak
usia sekolah dasar dapat mengurangi dan menjaga cacing-cacing tersebut berada
pada kondisi yang tidak dapat menimbulkan penyakit (Bundy dkk, 2012).
Keuntungan pemberantasan kecacingan secara berkala pada kelompok anak usia
sekolah meliputi :
a. Meningkatkan cadangan besi.
b. Meningkatkan pertumbuhan dan kondisi fisik.
c. Meningkatkan daya kognitif dan tingkat kehadiran sekolah.
d. Mengurangi kemungkinan terkena infeksi sekunder. (Jukes, 2013).
22
TUBERKULOSIS
1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Epidemiologi TB
Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis).
23
Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami
krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Riwayat Alamiah TB
Pada umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam droplet
tersebut dapat hidup lebih lama sedangkan jika kena sinar matahari langsung (sinar
ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati.
50% meninggal.
30% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi.
4. Patogenesis TB
Seseorang akan terinfeksi kuman TB kalau dia menghirup droplet yang mengandung
kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut mencapai alveoli paru (catatan:
Seseorang yang terinfeksi biasanya asymptomatic/tanpa gejala). Sekali kuman
24
tersebut mencapai paru maka kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan
selanjutnya dapat tersebar ke seluruh tubuh.
Orang yang terinfeksi kuman TB dapat menjadi sakit TB bila kondisi daya tahan
tubuhnya menurun. Sebagian dari kuman TB akan tetap tinggal dormant dan tetap
hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi
TB laten. Seseorang dengan infeksi TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan
tidak menular.
5. Klasifikasi TB
TUBERKULOSIS PARU
Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi dalam :
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinik dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak
respons dengan pemberian antibiotik spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
M.tuberculosis positif
Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa
Berdasarkan Tipe Penderita
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada
beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian)
25
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologik sehingga
dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa kemungkinan :
Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan
kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut harus
membawa surat rujukan/pindah
d. Kasus lalai berobat
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali
menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih
gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
26
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif, namun
setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak ada
perubahan gambaran radiologik
Batasan : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dll. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur spesimen positif, atau histologi, atau bukti
klinis kuat konsisten dengan TB ekstraparu aktif, yang selanjutnya
dipertimbangkan oleh klinisi untuk diberikan obat anti tuberkulosis siklus
penuh. TB di luar paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit,
yaitu :
1. TB di luar paru ringan Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
2. TB diluar paru berat
27
Skema klasifikasi tuberkulosis
6. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIK
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan
fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang
lainnya
Gejala klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik
(atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik
batuk ≥ 3 minggu
28
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis
pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit,
maka penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi
karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak
ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak
nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala
meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas &
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
2. Gejala sistemik
Demam
gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat
badan menurun
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas
bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma & mediastinum.
29
Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai
arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturutturut atau dengan
cara:
• Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
• Dahak Pagi ( keesokan harinya )
• Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi
TB aktif :
• Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
• Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
• Bayangan bercak milier
• Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
30
• Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang
berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh
paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit
untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran
radiologik tersebut.
• Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses
penyakit
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
• Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas chondrostemal
junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4
atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti
• Lesi luas Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
31
32
7. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat
utama dan tambahan.
33
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam
klavulanat
Derivat rifampisins dan INH
34
35
DAFTAR PUSTAKA
ACC-SCN : 2012
4. Sectish T. Pneumonia. In: Behrman M., Kliegman S., editors. Nelson Textbook
36