Anda di halaman 1dari 17

Contoh Karya Ilmiah Tentang Pendidikan

Terbaru 2014
Rikanita Tahir Contoh
Contoh Karya Ilmiah Tentang Pendidikan - Karya Ilmiah merupakan sebuah laporan
tertulis dan diterbitkan yang memaparkan hasil dari penelitian atau pengkajian yang telah
dilakukan oleh seseorang atau tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang telah di
kukuhkan. Biasanya Karya Ilmiah dibuat oleh mahasiswa tingkat akhir. Namun karya ilmiah
biasanya dibuat oleh pelajar tingkat SMP dan SMA. Pada Kesempatan kali ini kami akan
memaparkan beberapa Contoh Karya Ilmiah Tentang Pendidikan.

Contoh #1 : Pelayanan Pendidikan yang Berkualitas Dapat Mengembangkan


Potensi Peserta Didik Secara Maksimal

BAB I
PENDAHULUAN

Berbagai upaya terobosan tengah dilakukan oleh pemerintah dewasa ini berkaitan dengan
mencari dan mengembangkan potensi-potensi yang harus dikuasai oleh guru, yang bertindak
sebagai Sumber Daya Manusia yang menjembatani perlembengan ilmu pengetahuan serta
teknologi yang harus di transfer kepada peserta didik guna mengembangkan bakat, minat
serta potensi yang dimiliki peserta didik sehingga kelak kemudian hari mampu mengisi
kemerdekaan ini dengan berbagai potensi yang dikuasai sehingga pembangunan pendidikan
nasional dapat terwujud dengan sempurna karena di isi oleh generasi muda yang berkualitas.
Dalam hal ini bahwa pembangunan sumber daya manusia mempunyai peranann yang sangat
penting bagi kesuksesan dan keseimbangan pembangunan nasional yang telah digariskan,
pembangunan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prioritas yang
harus diperhatikan dan dirancang sedemikian rupa serta berdasarkan pemikiran yang matang
untuk mengimbangi lajunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang
mendunia.

Pendidikan memiliki peranan yang sangat vital serta merupakan suatu wadah yang sangat
tepat di dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia serta harus menjadi prioritas
secara optimal dan berkesinambungan, agar kualitas peserta didik pada jenjang pendidikan
dasar yang merupakan pondasi untuk jenjang pendidikan SMP benar-benar berkualitas serta
memiliki kompetensi yang tinggal mematangkan setelah peserta didik yang bersangkutan
pada jenjang pendidikan berikutnya, sehingga terlihat dengan jelas ada kesinambungan antara
jenjang pendidikan tingkat sekolah dasar dengan tingkat pendidikan sekolah menengah
pertama.

Perlu menjadi acuan dimana jenjang pendidikan sekolah dasar sangat menentukan tingkat
keberhasilan peserta didik manakala yang bersangkutan mengikuti jenjang pendidikan pada
SMP, mengingat hal di atas maka pendidikan pada sekolah dasar harus benar-benar
diupayakan seoptimal mungkin.

A. Latar Belakang

Yang melatar belakang belakangi Penulis mengambil tema “ Pelayanan Pendidikan Yang
Berkualitas Dapat Mengembangkan Potensi Peserta Didik Secara Maksimal ” bahwa
merupakan suatu keharusan yang mutlak dimana guru hendaknya memiliki rentra dalam
mengembangkan kompetensi yang dimilikinya sehingga dapat memberikan peluang bagi
peserta didik dalam upayanya memupuk bakat, minat serta kecakapan yang harus dikuasai,
sehingga peserta didik memiliki kualitas pendidikan yang sejalan dengan tertuang dalam
tujuan pembangunan pendidikan nasional.

B. Maksud dan Tujuan

Adapun yang menjadi maksud dan tujuan Penulis mengambil Tema diatas, adalah mencoba
untuk mengingatkan kembali bahwa sedianya guru ditantang untuk senantiasa melakukan
perubahan-perubahan yang akan membawa inovatif bagi tumbuh kembangnya dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga guru mampu mengimbangi pesan moral yang tertuang
di dalam tujuan pembangunan pendidikan nasional, dengan cara berusaha maksimal dalam
meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik sehingga kelak kemudian hari benar-benar
mampu mengembangkan kecakapannya menjadi suatu keakhlian yang memiliki nilai jual.

C. Dasar Hukum

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.


2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah Otonom.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
5. Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Wajib
Belajar Pendidikan dasar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
6. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Rencana Stratejik Pembangunan
provinsi.
7. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
Provinsi.
8. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemeriharaan Bahasa Sastra dan Aksara
Daerah.
9. Keputusan Gubernur Jawa Barat tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Barat.
10. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
11. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk Satuan pendidikan Dasar dan Menengah.
12. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Peraturan Mendiknas Nomor 22 dan 23.
13. Undang-undang nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
14. Undang-undang Nomor 25 tahun 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional (
PROPENAS ) Tahun 2000-2004.
15. Keputusan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 Tentang Pedoman
Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidikan
Dasar dan Menengah.

D. Hasil Yang Ingin Dicapai.

Melalui kompetensi yang dimiliki guru maka kualitas pendidikan akan terlihat dari hasil
prestasi peserta didik, sehingga memudahkan untuk mengajak bekerja sama dengan orang
tua, dan juga pemerintah minimal pemerintahan setempat mengingat ketika satu sekolah
mampu mencetak peserta didik yang memiliki kualitas maka sekolah itu akan favorit di
masyarakat, di sini menujukan bahwa prestasi kerja guru dan kepiawaian guru dalam
pendidik sangat berpengaruh untuk menumbuhkan kepercayaan baik dari pemerintah,
masyarakat serta di dalam intern sekolah.

BAB II
PELAYANAN PENDIDIKAN YANG BERKUALITAS DAPAT MENGEMBANGKAN
POTENSI PESERTA DIDIK SECARA MAKSIMAL

Keberhasilan pembangunan pendidikan nasional ditentukan oleh kualitas gurunya serta


perangkat sekolah yang bertindak sebagai sumber daya manusia, sebagai roda penggerak
tingkat keberhasilan pembangunan, sekolah dalam hal ini termsuk perangkat sistemdi
dalamnya adalah merupakan pengambil keputusan, penentu kebijakan, perancang, pemikir,
perencana juga pelaksana terdepan sebagai pelaku control segaligus pengamat serta pengawas
pembangunan dalam bidang pendidikan. Mengingat keberadaan sumber daya manusia
merupakan syarat utama bagi keberhasilan pembangunan pendidikan dewasa ini, sehingga
kualitas pendidikan harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah secara terus-menerus
dan berkesinambungan sehingga dapat mengimbangi kemajuan dunia ilmu pengetahuan dan
teknologi yang sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional yang tengah di rintis
pada saat ini, dimana pendidikan itu akan berarti apabila pendidikan yang bersangkutan
memiliki system yang berkualitas serta relevan dengan pembangunan dewasa ini, mengingat
hal tersebut maka dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia secara
menyeluruh dan berlangsung secara terus menerus, yang tentu saja tidak lepas dari arah
kebijakan pemerintah dengan strategi pengembangan yang sudah sedemikian rupa di rancang
sehingga peningkatan kualitas pendidikan merupakan kebijakan dan program yang harus
dilaksanakan secara optimal.

Pada dasarnya peningkatan mutu pendidikan harus dimulai dengan peningkatan mutu
pendidikan pada sekolah dasar, mengingat pendidikan sekilah dasar merupakan pondasi
untuk pengembangan ke jenjang pendidikan menengah pertama juga pada jenjang pendidikan
selanjutnya, akan lebih sempurnalagi apabila orang tuaberinisiatif menyekolahkan anak-
anaknya yang dimulai dari pendidikan taman kanak-kanak, maka akan lebih efektiflagi dalam
pengembangannya ketika peserta didik berada pada pendidikan dasar. Jenjang pendidikan
dasar pada sekolah dasar merupakan bentuksatuan pendidikan yang sangat urgen
keberadaannya, dalam hal ini seorang anak tanpa menempuh sekolah pendidikan dasar maka
yang bersangkutan tidak akan bias melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah pertama
apalagi pada jenjang pendidikan setingkat diatasnya. Keberhasilan peserta didik dalam
menempuh pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya sangatlah ditentukan oleh standar
kompetensi pada jenjang pendidikan dasar, dengan demikian jelas, pemerintah dalam hal ini
harus benar-benar jeli dan tanggap, agar senantiasa melakukan terobosan-terobosan untuk
mengembangkan kompetensi yang harus dikuasai oleh guru sekolah dasar, hal ini
dimaksudkan agar cita-cita yang ingin di capai untuk peningkatan mutu pendidikan dapat
terwujud sesuai yang tertuang di dalam tujuan pendidikan nasional.

Berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan sekolah dasar
yang merupakan standar priritas untuk tingkat keberhasilan peserta didik pada jenjang
pendidikan menengah pertama juga menengah atas, ada dua hal yang harus dilaksanakan
yang merupakan langkah yang harus dilaksanakan yaitu, sebagai langkah pertama adalah
subtansi peningkatan mutu pendidikan dan langkah berikutnya adalah strategi peningkatan
mutu pendidikan, yang lebih dipokuskan kepada pol dan strategi pengembangan sekolah
dasar secara menyeluruh, selanjutnya dalam peningkatan mutu pendidikan harus dipusatkan
kepada pembinaan kegiatan belajar mengajar dalam berbagai komponen pendukungnya yaitu
profesionalisme guru, sarana dan prasarana belajar, manajemen pendidikan, penampilan dan
fisik sekolah, serta partisipasi masyarakat.

A. Sekolah.

Sekolah adalah merupakan suatu lembaga atau organisasi yang didalamnya terdiri dari
perangkat system yang terdiri dari ; pimpinan sekolah, guru yang bertindak sebagai obyek
pelaku dan pengelola administrasi serta orang tua dari pesrta didik yang menyekolahkan
anaknya pada lembaga pendidikan tersebut.
Keberhasilan sebuah lembaga pendidikan yang dalam hal ini adalah sekolah tidak lepas dari
kemampuan yang professional dari pimpinan dalam mengendalikan perangkat di dalamnya
dengan komitmen pada tugas pokok dan fungsi, mengingat pimpinan yang baik adalah
seseorang yang tahu kecakapan yang dimiliki oleh mitra kerjanya sehingga yang
bersangkutan tahu memposisikan harus dimana anak buahnya di tempatkan sesuai dengan
keakhlian yang dimilikinya, maka untuk yang bersangkutan juga dapat dikatakan sebagai
pimpinan yang professional. Pendidikan sekolah dasar, mengemban misi sebagai lembaga
pendidikan yang menyelenggarakan proses pembelajaran yang merupakan pondasi bagi
peserta didik usia dasar, guru di sini mengemban tugas memberikan bekal sebagai
kemampuan dasar sehingga peserta didik siap dan layak untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang pendidikan menengah pertama.

B. Peran Masyarakat Sekolah

Berbicara peserta didik, tidak lepas dari orang tua siswa yang bertindak sebagai subyek
pelaku, pada posisinya ketika sekolah banyak melibatkan orang tua siswa, manakala sekolah
menerapkan kebijakan-kebijakan yang harus dijalankan, dan dibuat orang tua untuk mengerti
tentang program sekolah yang harus dijalankan maka pihak sekolah akan mendapat banyak
kemudahan dimana ketika orang tua secara prosedur sudah paham benar program-program
sekolah yang harus dijalankan, maka peran serta orang tua yang tersangkut pinansial bias
turut andil menjadi bagian yang berperan serta aktif turut membangun pendidikan ini agar
berjalan dengan maksimal, dan tanpa kendala yang berarti. Peran serta aktif orang tua siswa,
sangat menunjang kelangsungan pelaksanaan program-program sekolah yang akan
dilaksanakan minimal diperlukan sekurang-kurangnya enam kali pertemuan dengan orang tua
dalam satu tahunnya, dengan demikian akan mempermudah bagi sekolah didalam mengambil
keputusan-keputusan yang akan dijalankan karena adanya partisipasi masyarakat dalam
kafasitas orang tua dari peserta didik yang di sekolahkan pada sekolah kita.

Dengan kemudahan sekolah di dalam mengambil keputusan di dalam pengelolaan sekolah


dalam rangka disentralisasi pendidikan, ditandai dengan adanya kewenangan pihak sekolah di
dalam pengambilan keputusan yang notabene akan lebih leluasa dalam mengoptimalkan
pengelolaan sumber daya manusia dengan pengalokasian sesuai dengan prioritas program
agar sekolah lebih eksis terhadap kebutuhan-kebutuhan sekolah mengingat pasilitas
penunjang tersedia secara maksimal, hal ini dapat mempermudah dalam pentranferan ilmu
pengetahuan , ketrampilan untuk mendapatkan kualitas pendidikan sesuai yang diharapkan.

C. Peran Peserta Didik.

Peran peserta didik sebagai subyek belajar adalah individu yang terdiri dari berbagai karakter,
adat istiadat, lingkungan social, cara mendidik orang tua juga pariatif, dengan tingkat daya
nalar serta kecerdasan yang tentu saja berbeda, dan hal ini merupakan acuan serta sebagai
bahan pertimbangan bagi guru untuk lebih mengenal lagi keberadaan peserta didik
sebagaiindividu dengan cirri-ciri seperti ; dalam diri peserta didik ada syaraf yang memiliki
fungsi rasional dan secara reflex menggerakan tingkah laku intelektual sebagai makhluk
social, secara individu peserta didik memiliki potensi dan kompetensi walaupun dalam
keterbatasan, dalam hal ini peserta didik sebagai makhluk social tidak lepas dariperilaku yang
baik dan buruk, satu sisi lingkungan adalah penentu tingkah laku bagi peserta didik secara
individu yang merupakan pengalaman dari kemampuan untuk bergaul yang dipelajari,
dengan demikian peserta didik adalah merupakan titik sentral dari target atau rancang bangun
system yang akan kita jalankan.

Peserta didik akan menjadi adalah merupakan factor penentu dalam mengembangkan proses
beajar mengajar, peserta didik merupakan pihak yang ingin mencapai segala yang telah
dicita-citakan, memiliki harapan serta tujuan yang hendak dicapai, melalui kompetensi yang
di kuasainya, keberadaan peserta didik dalam proses belajar mengajar titik sentral sebagai
kelompok individu yang belum dewasa baik secara jasmani maupun rokhani, melalui
bimbingan, arahan serta pembinaan dari guru yang dilaksanakan secara terus menerus dan
berkesinambungan maka akan mencapai tingkat kedewasaan yang dilaluinya dengan proses
sehingga memiliki suatu kecakapan disamping melalui proses belajar maka bentuk –bentuk
kemampuan yang ada secarakodrati dengan sendirinya akan muncul, sehingga peserta
didikmenguasai kecakapan khusus yang alami dan tampak setelah proses belajar mengajar di
laluinya secara bertahap.

Ada yang harus kita perhatikan sebagai pemenuhan darikebutuhan peserta didik dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, dengan tujuan untuk menginformasikan materi
pelajaran dengan dilengkapi oleh kelengkapan sarana prasarana, sehingga materi pelajaran
yang diinformasikan dapat dipahami dengan jelas karena diserasikan dengan pasilitas yang
memadai. Dalam hai ini perlu diperhatikan pula kebutuhan-kebutuhan peserta didik seperti:
(1) Kebutuhan jasmani dan rokhani; (2) Kebutuhan sosial; dan (3) Kebutuhan intelektual.

Dengan demikian kita selaku guru akan lebih mudah apabila hal-hal diatas menjadi bahan
pertimbangan untuk mensikapi kelangsungan pelaksanaan proses belajar mengajar yang
dilaksanakan sehingga peserta didik dalam pertumbuhan serta perkembangannya dapat
berjalan dengan normal dan mencapai tujuan yang diharapkan baik oleh pihak orang tua
murid, sekolah juga pemerintah sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang ingin
dicapai. Untuk mempermudah penstranfera ilmu pengetahuan dan ketrampilan juga pesan
moral yang akan disampaikan kepada peserta didik maka seyogyanya guru memperhatikan
keberadaan individu tiap peserta didik, dengan cara mengenal lebih dekat hal-hal yang
berkaitan dengan :(1) Latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan; (2) Cara belajar
peserta didik; (3) Usia Peserta didik; (4) Tingkat Kematangan; (5) Spektrum dan ruang
lingkup minat; (6) Lingkungan social ekonomi; (7) Hambatan-hambatan lingkungan dan
kebudayaan; (8) Inteligenesia; (9) Keselarasan dan sikap; (10) Prestasi belajar; dan (11)
Motivasi. Dengan mengenal hal-hal diatas, dapat mempermudah guru untuk menjlankan
tugasnya dalam mengajar sekaligus mendidik serta mengembangkan metode pembelajaran
sehingga peningkatan kualitas pendidikan dapat tercapai sesuai yang diharapkan.

D. Peran Guru sebagai Sebagai Tenaga Profesional.

Guru adalah merupakan bagian terpenting yang berperan dalam pemberdayaan peserta didik,
mengingat guru memiliki andil besar dalam proses pelaksanaan pembelajaran, dengan
demikian guru memiliki andil besar yang berkewajiban untuk berperan aktif dalam
menempatkan tuntutan masyarakat akan kompetensi yang harus di kuasai oleh peserta didik,
dengan memposisikan diri sebagai tenaga professional dalam arti bahwa guru memiliki
tanggung jawab untuk membentuk bakat, minat serta prestasi peserta didik sehingga
menguasai suatu kecakapan yang dapat bermanfaat kelak kemudian hari, sebagai generasi
bangsa yang punya nilai jual dan siap untuk menjadi manusia yang produktif serta tepat guna.

Guru sebagai tenaga professional mengandung arti bahwa guru sebagai tenaga pendidik yang
secara umum diartikan bahwa profesi guru adalah pekerjaan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi dengan cirri dari pekerjaan professional guru adalah memiliki profesi filosofis
dan ketanggapan yang bijak dengan kompetensi yang dimilikinya dalam melaksanakan
pekerjaan sehari-hari, dengan ketelitian serta kecermatan dalam menentukan langkah serta
sikap pada saat berhadapan dengan peserta didik. Guru dengan profesinya memiliki hal-hal
dalam ukuran serta kriteria seperti:
1. Spesial dengan latar belakang teori yang luas, dalam arti bahwa seorang guru berwawasan
luas, dan berkeakhlian khusus yang handal.
Profesi guru merupakan karir yang dibina secara organistor dalam arti bahwa guru memiliki
hak otonomijabatan, dengan kode etik jabatan, serta merupakan karya bakti seumur hidup.
2. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang terhormat serta memiliki dedikasi tinggi dalam
pengertian bahwa, guru memperoleh dukungan dari masyarakat, mendapat pengesahan dan
perlindungan hukum, memiliki status pekerjaan yang jelas dan sehat, serta memiliki jaminan
hidup yang layak.

Profesi guru dengan kriterianya, akan membawa konsekuensi yang fundamental terhadap
lajunya program pendidikan yang berlangsung, terutama yang berkaitan dengan tenaga
kependidikan, hal ini mengandung arti bahwa keberhasilan program pendidikan tidak lepas
dari peran serta aktif masyarakat secara keseluruhan, baik sebagai sumber asal maupun
sumber daya atau sebagai yang berkepentingan dengan kelangsungan keberhasilan peserta
didik, hal ini harus di jadikan sebagai kajian oleh semua unsur terkait dalam tingkat
keberhasilan kualitas pendidikan seperti yang tertuang di dalam tujuan pendidikan nasional
yang telah digariskan.

E. Peran Guru Sebagai Pendidik Dan Pembimbing.

Guru dengan jabatan fungsionalnya, sebagai tenaga kependidikan profesional dan mendapat
kepercayaan penuh dari masyarakat sebagaifigurdari seseorang yang memiliki segudang
prestasi dengan sejumlah ilmu pengetahuandan teknologi dalam artian guru adalah
gudangnya ilmudan kepercayaan itu berlaku sampai akhir hayat. Seseorang dengan sebutan
guru tidak cukup hanya menguasai materi pelajaran saja, dalam hal ini guru hendaknya
mampu secara maksimal meunjukan kepiawaiannya dengan lebih kepada menunjukan figur
dengan kepribadian guru disertai tingkat kedewasaan yang matang, guru juga harus mampu
memposisikan diri sebagai orang tua kedua bagi peserta didik, teman, sahabat, juga lawan
bicara yang menyenangkan sehingga peserta didik akan merasa nyaman bila berhadapan
dengan kita dalam figur guru.

Dalam keseharian di lapangan guru tidak hanya menguasai dan menyampaikan materi
pelajaran saja tapi selebihnya adalah membimbing , mengarahkan, membina peserta didik
sehingga memiliki karakter yang terpuji, melalui mendidik , seorang guru dapat dengan
mudah secara bertahap menanamkan nilai-nilai moral yang tidak lepas dari contoh-contoh
yang guru lakukan sehingga akan menjadi suri tauladan bagi peserta didik. Pada saat ini
peran guru sebagai pengajar sangat terlihat dengan jelas, hal ini akan memberikn kesan secara
umum bahwa guru cenderung hanya mengejar tingkat keberhasilan peserta didiknya hanya
terpokus pada nilai-nilai dari mata pelajarannya saja, kurang memperhatikan tingkah laku
atau tindakan moral peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya. Guru adalah suatu profesi
yang memiliki warna dan nuansa, dimata peserta didik, masyarakat atau lingkungan social
tempat dimana guru itu bertempat tinggal, dalam kaitannya dengan fungsinya sebagai
pendidik maka sosok guru adalah merupakan sosok dari pribadi yang terintegritas, seorang
guru dalam posisinya sebagai pendidik berarti sekaligus didalamnya sebagai pembimbing,
mengingat arahan, pembinaan yang di lakukan oleh seorang guru merupakan bagian dari
serangkaian upaya pendidikan yang mutlak harus dilakukan.

Pada pelaksanaan proses pembelajaran dilapangan baik yang berlangsung di dalam sekolah
maupun di luar sekolah, guru memiliki dua fungsi yaitu fungsi morl dan fungsi kedinasan,
intinya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan kedinasan ataupun diluar
keinasan yang lebih peka terbca adalah fungsi moralnya dengan status guru yang tidak bias
dilepaskan dalm kehidupan sehari-harinya, sehingga guru pada posisinya sebagai
pembimbing dan juga pendidik nuansa fungsi moral mewarnai dlam wujud pekerjaan yang
mutlak sebagai abdi negara karena nilai pinansial bagi guru harus dikesampingkan, guru
sebagai abdi Negara senantiasa harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Panggilan dari hati nurani,
2. Senantiasa menyayangi dan mencintai peserta didik,
3. Menerima peserta didik dengan segala kekurangan dan kelemahannya,
4. Tidak memilah keberadaan peserta didik.
5. Menjalankan tugas dan fungsi sebagai guru dengan penuh rasa tanggung jawab secara
maksimal dan menyadari sepenuhnya akan tugas dan fungsi sebagai guru.

Pendidikan adalah upaya yang harus di jalankan oleh guru dalam memimpin peserta didik
secara umum mencapai pertumbuhan serta perkembangan peserta didik kearah pendewasaan
dengan sejumlah ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan jenjang pendidikan
yang di tempuh peserta didik sehinggga peserta didik mampu memilah antara benar dan
salah, baik dan buruk serta memiliki nilai moral yang dapat dipertanggung jawabkan
sehingga punya bekal kecakapan untuk masa depan peserta didik dengan sendirinya. Dengan
demikian timbul kepercayaan dari masyarakat sehingga lembaga pendidikan yang dalam hal
ini sekolah punya nilai jual sebagai sekolah pavorit, dan dengan sendirinya masyarakatlah
yang mendatangi sekolah kita ketika sekolah kita punya perangkat system yang memiliki
kualitas standar seperti yang diharapkan oleh pemerintah keberhasilan dalam bidang
pendidikan dengan kuaitas yang menjanjikan.

BAB III
KESIMPULAN

Sebagai usaha yang dilakukan oleh sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan
adalah dengan di awalai oleh pemberdayaan perangkat system dengan tugas pokok masing-
masing dan komitmen yang dijlin sebagai tingkat keberhasilan awal, tentu saja tidak lepas
dari peningkatan mutu pendidikan tenaga kependidikannya dengan secara berkesinambungan
seiring dengan lajudan berkembangnya dunia ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat
seimbang dalam pentransferan ilmu pengetahuan, ketrampilan , juga nilai-nilai moral yang
harus diterapkan kepada peserta didik.

Sehubungan dengan hal diatas guru seyogyanya memiliki beberapa hal yang merupakan
kompetensi yang memang harus dikuasai oleh guru dalam menyampaikan ilmu pengetahuan,
ketrampilan serta sikap kepada peserta didik, seperti ;
1. Memahami dan memposisikan diri sebagai guru dengan kedewasaan yang matang dan
kepiwaian daya nalar serta wawasan, sehingga dengan sendirinya dapat menumbuhkan
kharismatik diri.
2. Mengenal jati diri peserta didik dengan segala kekurangan serta kelebihannya dengan tidak
memilah standar social kehidupan peserta didik sehingga peserta didik merasakan
kenyamanan yang alami manakala berhadapan dengan guru.
3. Memiliki kecakapan yang handal dalam memberi bimbingan sehingga dapat menempatkan
tingkat perkembangan peserta didik, baik perkembangan tingkat emosi, minat, bakat serta
kecakapan khusus, juga prestasi-prestasi akademik, fisik serta social. Dengan mengetahui hal
di atas maka guru akan mendapat kemudahan-kemudahan dalam mensikapi berbagai aspek
yang dapat memudahkan bagi peserta didik menerima materi pelajaran yang diterapkan.
4. Guru harus memiliki dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan pendidikan nasional yang
telah digariskan yang merupan standar untuk tujuan pendidikan yang ingin dicapai sehingga
guru memiliki rancang bangun program dalam menginformasikan sejumlah ilmu
pengetahuan, keterampilan serta sikap yang tumbuh dan berkembang sesuai tuntutan dan
kebutuhan pembangunan dalam bidang pendidikan yang berkualitas.
5. Guru hendaknya mengikuti tumbuh kembangnya dunia ilmu pengetahuan yang pesat
berkembang dan senantiasa inivatif, sehingga guru dapat secara tidak sadar membawa peserta
didik untuk aktif mengikuti perkembangan iptek secara menyeluruh.

Berkaitan dengan peran dan fungsinya guru sebagai pengajar sekaligus, pendidik,
pembimbing, maka guru memiliki peran ganda dalam memposisikan diri dilapangan
manakala berhadapan dengan peserta didik. Kepiawaian guru dalam mentranfer ilmu
pengetahuan, ketrampilan serta nilai-nilai moral yng harus di kembangkan dan berbekas pada
diri peserta didik menjadi suatu kecakapan yang harus dikuasai, guru hendaknya berusaha
secara maksimal menciptakan suasana yang dapat membuat nyaman bagi peserta didik ketika
berhadapan dengan kita, peserta didik harus memiliki rasa sadar bahwa guru adalah orang tua
ke dua, bahwa guru adalah sahabat, dan bahwa guru adalah seseorang yang nyaman di ajak
bicara sehingga pergaulan antara guru dan peserta didik akan tampak harmunis, dan ini
bermanfaat untuk mncetak kualitas pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
yang harus di capai.

DAFTAR PUSTAKA

Edi Suardi, Drs. , S Nasution Prof., Dr.,MA., M Moh Rifai Joedoprawiro., Administrasi dan
Superpisi Pendidikan, Direktorat pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Direktorat Pendidikan
dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemenn Pendidikan
dan Kebudayaan Tahun 1976.
Rocman Natawijaya, Drs., LJ Moleong, Drs., MA., Psikologi Pendidkan. Direktorat
pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Direktorat Pendidikan dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemenn Pendidikan dan Kebudayaan.
Mei Tahun 1979
Engkoswara, Drs., M.Ed., Eddy Susanto Drs., Kalang MM., MA., S. Nasution Dr.,
Simanjuntak, IP., Prof., MA., Usaha Perbaikan dalam Bidang Pendidikan Dan Administrasi
Pendidikan. Direktorat pendidikan Guru dan Tenaga Teknis, Direktorat Pendidikan dasar dan
Menengah Departemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemenn Pendidikan dan
Kebudayaan. 1 Januari Tahun 1972.
Eddy Suardi. Drs., Suwardi. Administrasi Kekolah. Direktorat pendidikan Guru dan Tenaga
Teknis, Direktorat Pendidikan dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Dasar dan
Menengah Departemenn Pendidikan dan Kebudayaan. Mei Tahun 1979.
Darmastuti Suetrisno. Ir., M.Ed., Peningkatan Mutu Pendidikan Di Sekolah Dasar :
Pendekatan Menyeluruh dan Desentralistis tentang Pola dan Strategi Peningkatan Mutu
Pendidikan. Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan
Menengah Direktorat Taman Kanak-Kanak Dan Sekolah Dasar Jakarta 2001.
Darmastuti Suetrisno. Ir., M.Ed., Manajemen Berbasis Sekolah Untuk Sekolah Dasar.
Departemen Pendidikan Nasional. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah
Direktorat Taman Kanak-Kanak Dan Sekolah Dasar Jakarta 2001.
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Bekajar Mengajar. _Ed. I, Cet. II._ Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada Jakarta 2004.
Dimyati. Dr., Mudjiono. Drs., Belajar dan Pembelajaran.Rineka Cipta Jakarta, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta 1985.

Contoh #2 : Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia
(Edison A. Jamli, 2005). Proses globalisasi berlangsung melalui dua dimensi, yaitu dimensi
ruang dan waktu. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang
ideologi, politik, ekonomi, dan terutama pada bidang pendidikan. Teknologi informasi dan
komunikasi adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, teknologi
informasi dan komunikasi berkembang pesat dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat
tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat dihindari kehadirannya,
terutama dalam bidang pendidikan.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan semakin kencangnya arus
globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah di
indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem
pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan
billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa
Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari
sekolah menengah hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka
program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan
pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan
diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan
diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau
tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar
tidak menjadi “budak” di negeri sendiri.

Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di bidang ekonomi, sehingga dapat
masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu saja sangat membutuhkan kombinasi
antara kemampuan otak yang mumpuni disertai dengan keterampilan daya cipta yang tinggi.
Salah satu kuncinya adalah globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya
bangsa Indonesia. Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras
dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih banyak
masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, untuk dapat
menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja memerlukan biaya yang
cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu penyebab globalisasi pendidikan belum
dirasakan oleh semua kalangan masyarakat. Sebagai contoh untuk dapat menikmati program
kelas Internasional di perguruan tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50
juta. Alhasil hal tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan
kata lain yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin
terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang dapat
menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya
di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah
payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini
dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas
pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat
ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam dari sekarang.

B. Rumusan Masalah

Secara umum, rumusan masalah pada makalah “Dampak Globalisasi Terhadap Pendidikan”
ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut.
1. Apa dampak dari globalisasi untuk dunia pendidikan?
2. Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi?
3. Cara penyesuan pendidikan di Indonesia pada era globalisasi?

C. Tujuan

1. Bagi Penulis
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas yang diberikan dosen dalam mata kuliah
pengantar pendidikan. Selain itu, bagi diri kami pribadi makalah ini juga diharapkan bisa
digunakan untuk menambah pengetahuan yang lebih bagi mahasiswa, baik dalam lingkup
universitas negeri malang maupun di civitas akademika yang lain.

2. Bagi Pembaca
Makalah ini dimaksudkan untuk membahas dampak globalisasi terhadap dunia pendidikan
dan menambah ilmu pengetahuan mengenai globalisasi. Para pembaca yang dominan dari
kaula mahasiswa bisa digunakan untuk langkah menuju ke pengetahuan yang lebih luas,
sehingga kedepannya tercipta sdm-sdm yang unggul.

3. Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tentang arti penting globalisasi sehingga
dampak negatif yang berimbas bisa leih diperkecil. Dan juga diharapkan agar realisasi
kegiatan positif terhadap adanya pendidikan semakin lebih baik.

BAB II : PEMBAHASAN

A. Pengaruh Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan


Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari pengaruh
perkembangan globalisasi, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat. Era
pasar bebas juga merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia, karena terbuka
peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia.
Untuk menghadapi pasar global maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat
meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dan memperbaiki
manajemen pendidikan agar lebih produktif dan efisien serta memberikan akses seluas-
luasnya bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.

Ketidaksiapan bangsa kita dalam mencetak SDM yang berkualitas dan bermoral yang
dipersiapkan untuk terlibat dan berkiprah dalam kancah globalisasi, menimbulkan dampak
positif dan negatif dari dari pengaruh globalisasi dalam pendidikan dijelaskan dalam poin-
poin berikut:
1. Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia
a. Pengajaran Interaktif Multimedia
Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi, merubah pola pengajaran pada dunia
pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah menjadi pengajaran yang berbasis
teknologi baru seperti internet dan computer. Apabila dulu, guru menulis dengan sebatang
kapur, sesekali membuat gambar sederhana atau menggunakan suara-suara dan sarana
sederhana lainnya untuk mengkomunikasikan pengetahuan dan informasi. Sekarang sudah
ada computer. Sehingga tulisan, film, suara, music, gambar hidup, dapat digabungkan
menjadi suatu proses komunikasi. Dalam fenomena balon atau pegas, dapat terlihat bahwa
daya itu dapat mengubah bentuk sebuah objek. Dulu, ketika seorang guru berbicara tentang
bagaimana daya dapat mengubah bentuk sebuah objek tanpa bantuan multimedia, para siswa
mungkin tidak langsung menangkapnya. Sang guru tentu akan menjelaskan dengan contoh-
contoh, tetapi mendengar tak seefektif melihat. Levie dan Levie (1975) dalam Arsyad (2005)
yang membaca kembali hasil-hasil penelitian tentang belajar melalui stimulus kata, visual dan
verbal menyimpulkan bahwa stimulus visual membuahkan hasil belajar yang lebih baik untuk
tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan
fakta dengan konsep.

b. Perubahan Corak Pendidikan


Mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara. Tuntutan untuk berkompetisi dan
tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau atau tidak, membuat dunia politik
dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk melakukan perubahan. Lahirnya UUD
1945 yang telah diamandemen, UU Sisdiknas, dan PP 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) setidaknya telah membawa perubahan paradigma pendidikan dari
corak sentralistis menjadi desentralistis. Sekolah-sekolah atau satuan pendidikan berhak
mengatur kurikulumnya sendiri yang dianggap sesuai dengan karakteristik sekolahnya.
Kemudahan Dalam Mengakses Informasi Dalam dunia pendidikan, teknologi hasil dari
melambungnya globalisasi seperti internet dapat membantu siswa untuk mengakses berbagai
informasi dan ilmu pengetahuan serta sharing riset antarsiswa terutama dengan mereka yang
berjuauhan tempat tinggalnya. Pembelajaran Berorientasikan Kepada Siswa Dulu, kurikulum
terutama didasarkan pada tingkat kemajuan sang guru. Tetapi sekarang, kurikulum
didasarkan pada tingkat kemajuan siswa. KBK yang dicanangkan pemerintah tahun 2004
merupakan langkah awal pemerintah dalam mengikutsertakan secara aktif siswa terhadap
pelajaran di kelas yang kemudian disusul dengan KTSP yang didasarkan pada tingkat satuan
pendidikan. Di dalam kelas, siswa dituntut untuk aktif dalam proses belajar-mengajar. Dulu,
hanya guru yang memegang otoritas kelas. Berpidato di depan kelas. Sedangkan siswa hanya
mendngarkan dan mencatat. Tetapi sekarang siswa berhak mengungkapkan ide-idenya
melalui presentasi. Disamping itu, siswa tidak hanya bisa menghafal tetapi juga mampu
menemukan konsep-konsep, dan fakta sendiri.

2. Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia


a. Komersialisasi Pendidikan
Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan. Banyak didirikan sekolah-sekolah
dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John Micklethwait menggambarkan sebuah kisah
tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah dunia pendidikan dalam bukunya “Masa
Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan pendidikan menandai pendekatan kembali ke
masa depan. Salah satu ciri utamanya ialah semangat menguji murid ala Victoria yang bisa
menyenangkan Mr. Gradgrind dalam karya Dickens. Perusahaan-perusahaan ini harus
membuktikan bahwa mereka memberikan hasil, bukan hanya bagi murid, tapi juga pemegang
saham.(John Micklethwait, 2007:166).

b. Bahaya Dunia Maya


Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi dengan mudah juga dapat
memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka macam materi yang
berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi, kebencian, rasisme,
kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan seperti pedafolia, dan
pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa. Barang-barang seperti
viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet. Contohnya, 6 Oktober 2009 lalu
diberitakan salah seorang siswi SMA di Jawa Timur pergi meninggalkan sekolah demi
menemui seorang lelaki yang dia kenal melalui situs pertemanan “facebook”. Hal ini sangat
berbahaya pada proses belajar mengajar.

c. Ketergantungan
Mesin-mesin penggerak globalisasi seperti computer dan internet dapat menyebabkan
kecanduan pada diri siswa ataupun guru. Sehingga guru ataupun siswa terkesan tak
bersemangat dalam proses belajar mengajar tanpa bantuan alat-alat tersebut.

B. Keadaan Buruk Pendidikan di Indonesia

1. Paradigma Pendidikan Nasional yang Sekular-Materialistik


Diakui atau tidak, sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia saat ini adalah sistem
pendidikan yang sekular-materialstik. Hal ini dapat terlihat antara lain pada UU Sisdiknas
No. 20 tahun 2003 Bab VI tentang jalur, jenjang, dan jenis pendidikan bagian kesatu (umum)
pasal 15 yang berbunyi : Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik,
profesi, advokasi, kagamaan, dan khusus dari pasal ini tampak jelas adanya dikotomi
pendidikan, yaitu pendidikan agama dan pendidikan umum. Sistem pendidikan dikotomis
semacam ini terbukti telah gagal melahirkan manusia yang sholeh yang berkepribadian
sekaligus mampu menjawab tantangan perkembangan melalui penguasaan sains dan
teknologi. Secara kelembagaan,

Sekularisasi pendidikan tampak pada pendidikan agama melalui madrasah, institusi agama,
dan pesantren yang dikelola oleh Departemen Agama; sementara pendidikan umum melalui
sekolah dasar, sekolah menengah, kejurusan serta perguruan tinggi umum dikelola oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Terdapat kesan yang sangat kuat bahwa pengembangan
ilmu-ilmu kehidupan (iptek) dilakukan oleh Depdiknas dan dipandang sebagai tidak
berhubungan dengan agama. Pembentukan karakter siswa yang merupakan bagian terpenting
dari proses pendidikan justru kurang tergarap secara serius. Agama ditempatkan sekadar
salah satu aspek yang perannya sangat minimal, bukan menjadi landasan seluruh aspek.

Pendidikan yang sekular-materialistik ini memang bisa melahirkan orang yang menguasai
sains-teknologi melalui pendidikan umum yang diikutinya. Akan tetapi, pendidikan semacam
itu terbukti gagal membentuk kepribadian peserta didik dan penguasaan ilmu agama. Banyak
lulusan pendidikan umum yang ‘buta agama’ dan rapuh kepribadiannya. Sebaliknya, mereka
yang belajar di lingkungan pendidikan agama memang menguasai ilmu agama dan
kepribadiannya pun bagus, tetapi buta dari segi sains dan teknologi. Sehingga, sektor-sektor
modern diisi orang-orang awam. Sedang yang mengerti agama membuat dunianya sendiri,
karena tidak mampu terjun ke sektor modern.

2. Mahalnya Biaya Pendidikan


Pendidikan bermutu itu mahal, itulah kalimat yang sering terlontar di kalangan masyarakat.
Mereka menganggap begitu mahalnya biaya untuk mengenyam pendidikan yang bermutu.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi
membuat masyarakat miskin memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Makin mahalnya
biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS
(Manajemen Berbasis Sekolah), dimana di Indonesia dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, komite sekolah yang merupakan organ MBS selalu
disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang
lebih luas. Hasilnya, setelah komite sekolah terbentuk, segala pungutan disodorkan kepada
wali murid sesuai keputusan komite sekolah. Namun dalam penggunaan dana, tidak
transparan. Karena komite sekolah adalah orang-orang dekat kepada sekolah.

Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan (RUU
BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum jelas
memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
pemerintah secara mudah dapat melempar tanggung jawabnya atas pendidikan warganya
kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Privatisasi atau semakin
melemahnya peran negara dalam sektor pelayanan publik tak lepas dari tekanan utang dan
kebijakan untuk memastikan pembayaran utang. Utang luar negeri Indonesia sebesar 35-40
persen dari APBN setiap tahunnya merupakan faktor pendorong privatisasi pendidikan.
Akibatnya, sector yang menyerap pendanaan besar seperti pendidikan menjadi korban. Dana
pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005).

Koordinator LSM Education network foa Justice (ENJ), Yanti Mukhtar (Republika,
10/5/2005) menilai bahwa dengan privatisasi pendidikan berarti Pemerintah telah
melegitimasi komersalialisasi pendidikan dengan menyerahkan tanggung jawab
penyelenggaraan pendidikan ke pasar. Dengan begitu, nantinya sekolah memiliki otonomi
untuk menentukan sendiri biaya penyelenggaraan pendidikan. Sekolah tentu saja akan
mematok biaya setinggi-tingginya untuk meningkatkan dan mempertahankan mutu.
Akibatnya, akses rakyat yang kurang mampu untuk menikmati pendidikan berkualitas akan
terbatasi dan masyarakat semakin terkotak-kotak berdasarkan status sosial, antara kaya dan
miskin.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang
seharusnya membayarnya?. Kewajiban Pemerintahlah untuk menjamin setiap warganya
memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat bawah untuk mendapatkan
pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataan Pemerintah justru ingin berkilah dari tanggung
jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan alasan bagi Pemerintah untuk ‘cuci
tangan’. Fandi achmad (Jawa Pos, 2/6/2007) menjelaskan bahwa "mencermati konteks
pendidikan dalam praktik seperti itu, tujuan pendidikan menjadi bergeser. Awalnya,
pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan tidak membeda-bedakan kelas sosial.
Pendidikan adalah untuk semua. Namun, pendidikan kemudian menjadi perdagangan bebas
(free trade).
Tesis akhirnya, bila sekolah selalu mengadakan drama tahun ajaran masuk sekolah dengan
bentuk pendidikan diskriminatif sedemikian itu, pendidikan justru tidak bisa mencerdaskan
bangsa. Ia diperalat untuk mengeruk habis uang rakyat demi kepentingan pribadi maupun
golongan."

3. Kualitas SDM yang Rendah


Akibat paradigma pendidikan nasional yang sekular-materialistik, kualitas kepribadian anak
didik di Indonesia semakin memprihatinkan. Dari sisi keahlian pun sangat jauh jika
dibandingkan dengan Negara lain. Jika dibandingkan dengan India, sebuah Negara dengan
segudang masalah (kemiskinan, kurang gizi, pendidikan yang rendah), ternyata kualitas SDM
Indonesia sangat jauh tertinggal. India dapat menghasilkan kualitas SDM yang
mencengangkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi pengusiran dan pemerkosaan tenaga
kerja tak terdidik yang dikirim ke luar negeri, banyak orang India mendapat posisi bergengsi
di pasar Internasional.

Di samping kualitas SDM yang rendah juga disebabkan di beberapa daerah di Indonesia
masih kekurangan guru, dan ini perlu segera diantisipasi. Tabel 1. berikut menjelaskan
tentang kekurangan guru, untuk tingkat TK, SD, SMP dan SMU maupun SMK untuk tahun
2004 dan 2005. Total kita masih membutuhkan sekitar 218.000 guru tambahan, dan ini
menjadi tugas utama dari lembaga pendidikan keguruan.
Dalam menghadapi era globalisasi, kita tidak hanya membutuhkan sumber daya manusia
dengan latar belakang pendidikan formal yang baik, tetapi juga diperlukan sumber daya
manusia yang mempunyai latar belakang pendidikan non formal.

C. Penyesuaian Pendidikan Indonesia di Era Globalisasi

Dari beberapa takaran dan ukuran dunia pendidikan kita belum siap menghadapi globalisasi.
Belum siap tidak berarti bangsa kita akan hanyut begitu saja dalam arus global tersebut. Kita
harus menyadari bahwa Indonesia masih dalam masa transisi dan memiliki potensi yang
sangat besar untuk memainkan peran dalam globalisasi khususnya pada konteks regional.
Inilah salah satu tantangan dunia pendidikan kita yaitu menghasilkan SDM yang kompetitif
dan tangguh. Kedua, dunia pendidikan kita menghadapi banyak kendala dan tantangan.
Namun dari uraian di atas, kita optimis bahwa masih ada peluang.

Ketiga, alternatif yang ditawarkan di sini adalah penguatan fungsi keluarga dalam pendidikan
anak dengan penekanan pada pendidikan informal sebagai bagian dari pendidikan formal
anak di sekolah. Kesadaran yang tumbuh bahwa keluarga memainkan peranan yang sangat
penting dalam pendidikan anak akan membuat kita lebih hati-hati untuk tidak mudah
melemparkan kesalahan dunia pendidikan nasional kepada otoritas dan sektor-sektor lain
dalam masyarakat, karena mendidik itu ternyata tidak mudah dan harus lintas sektoral.
Semakin besar kuantitas individu dan keluarga yang menyadari urgensi peranan keluarga ini,
kemudian mereka membentuk jaringan yang lebih luas untuk membangun sinergi, maka
semakin cepat tumbuhnya kesadaran kompetitif di tengah-tengah bangsa kita sehingga
mampu bersaing di atas gelombang globalisasi ini.

Yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy
(strategi) , dan leadership (kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak
dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga
jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun
2020 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih
bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas
wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan,
kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik
kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia

Dampak Positif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia


1. Pengajaran Interaktif Multimedia : Kemajuan teknologi akibat pesatnya arus globalisasi,
merubah pola pengajaran pada dunia pendidikan. Pengajaran yang bersifat klasikal berubah
menjadi pengajaran yang berbasis teknologi baru seperti internet dan computer.
2. Perubahan Corak Pendidikan, mulai longgarnya kekuatan kontrol pendidikan oleh negara.
Tuntutan untuk berkompetisi dan tekanan institusi global, seperti IMF dan World Bank, mau
atau tidak, membuat dunia politik dan pembuat kebijakan harus berkompromi untuk
melakukan perubahan.

Dampak Negatif Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan Indonesia


1. Komersialisasi Pendidikan : Era globalisasi mengancam kemurnian dalam pendidikan.
Banyak didirikan sekolah-sekolah dengan tujuan utama sebagai media bisnis. John
Micklethwait menggambarkan sebuah kisah tentang pesaingan bisnis yang mulai merambah
dunia pendidikan dalam bukunya “Masa Depan Sempurna” bahwa tibanya perusahaan
pendidikan menandai pendekatan kembali ke masa depan.
2. Bahaya Dunia Maya : Dunia maya selain sebagai sarana untuk mengakses informasi
dengan mudah juga dapat memberikan dampak negative bagi siswa. Terdapat pula, Aneka
macam materi yang berpengaruh negative bertebaran di internet. Misalnya: pornografi,
kebencian, rasisme, kejahatan, kekerasan, dan sejenisnya. Berita yang bersifat pelecehan
seperti pedafolia, dan pelecehan seksual pun mudah diakses oleh siapa pun, termasuk siswa.
Barang-barang seperti viagra, alkhol, narkoba banyak ditawarkan melalui internet.

Penyebab buruknya pendidikan di era globalisasi di indonesia adalah Mahalnya Biaya


Pendidikan, Kualitas SDM yang Rendah dan fasilitas pendidikan ang kurang, itu yang
mengakibatkan pendidikan tidak berjalan dengan lancar. Yang dibutuhkan Indonesia
sekarang ini adalah visioning (pandangan), repositioning strategy (strategi) , dan leadership
(kepemimpinan). Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang
terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen
semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu.
B. Saran

Penulis memberikan saran yang ditujukan untuk:


1. Masyarakat agar para orang tua memperhatikan kepentingan anaknya dalam hal
pendidikan sehingga pendidikan berjalan dengan lancar.
2. Pemerintah harus menggarkan danan yang cukup untuk keperluan pendidikan dan
menambah beasiswa bagi guru untuk training.

DAFTAR PUSTAKA

Asri B. 2008. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rineka Cipta.


Faizah, F. 2009. Dampak Globalisasi Terhadap Dunia Pendidikan,
(Online)(http://www.blogger.com/profile/14458280955885383127), diakses 18 Oktober
2011.
Munir. 2010. Pendidikan Karakter. Yogyakarta: PT Pustaka Insan Maqdani, Anggota IKPI.
Surya, M. 2002. Dasar-dasar Kependidikan di SD. Pusat penerbitan Universitas Terbuka.
Suryabrata, S. 2010. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Pers.
Januar, I. 2006. Globalisasi pendidikan dI indonesia,
(Online),(www.friendster.com/group/tabmain.php?statpos=mygroup&gid=340151), diakses
18 Oktober 2011.
Wardoyo, C. 2007. Urgensi Pendidikan Moral (Online), (http://www.nu.or.i) diakses 18
oktober 2011.

Demikianlah pemaparan kami yang berhubungan dengan Contoh Karya Ilmiah Tentang
Pendidikan. Semoga dengan adanya beberapa contoh yang kami berikan dapat membantu
adik-adik dan kakak-kakak dalam membuat suatu karya ilmiah. Ada juga beberapa contoh
karya ilmiah dengan tema yang berbeda yang telah kami posting sebelumnya. Silahkan
Berkunjung ke blog kami seocontoh.blogspot.com. Semoga bermanfaat dan terima kasih atas
kunjungannya. ^_^

Anda mungkin juga menyukai