Anda di halaman 1dari 9

PPh Pasal 24, Ini Penjelasan dan

Perhitungannya
edited by Boby Chandro Oktavianus • 7 October 2016

Barangkali Anda pernah mendengar atau sempat terkejut saat ada berita radio atau media lain
yang menyebutkan bahwa 40% aset perbankan swasta di Singapura ternyata diisi harta kekayaan
orang Indonesia. Ternyata potensi pajak yang bisa masuk ke pendapatan negara dari luar negeri
sangatlah besar kalau bisa dikelola dengan baik.

Wajib pajak yang memiliki penghasilan dari kegiatan usaha di luar negeri bisa saja berasal dari
beberapa sumber usaha, seperti pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, penghasilan
berupa bunga, royalti, imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan lainnya.
Jika dicermati, wajib pajak seperti ini bisa saja terkena pajak ganda, yaitu ketentuan pajak dari
luar negeri di mana dia memiliki usaha dan ketentuan pajak dari dalam negeri di mana dia
berstatus sebagai wajib pajak Warga Negara Indonesia (WNI).

Semua hal yang terkait masalah pajak di atas sudah diatur dalam aturan pajak di Indonesia,
khususnya PPh Pasal 24. Nah, seperti apakah aturan main dari PPh Pasal 24? Berikut ini
ulasannya.

Baca Juga: Mengenal ORI dan Sukuk Ritel, Apa Keuntungan dan Risikonya?

Penjelasan Detail Mengenai PPh Pasal 24


Pajak Penghasilan (PPh) via millennialoldsoul.com

Pajak Penghasilan Pasal 24 (PPh Pasal 24) mengatur tentang hak wajib pajak untuk
memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri. Hal ini bertujuan supaya wajib pajak tidak
terkena pajak ganda seperti uraian di atas. PPH Pasal 24 mengatur tentang nominal pajak yang
dibayarkan di luar negeri yang berfungsi sebagai pengurang nilai pajak terutang yang dimiliki di
Indonesia. Dengan kata lain, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi
dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri. Syarat utamanya adalah nilai kredit
pajak di luar negeri tidak melebihi utang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.

Sumber Penghasilan Luar Negeri yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak di


Dalam Negeri

Setelah melihat pengertian di atas, untuk selanjutnya, sumber penghasilan dari mana sajakah
yang bisa dijadikan pengurang nilai pajak tersebut? PPh Pasal 24 mengatur beberapa sumber
penghasilan berikut yang bisa dikreditkan sebagai pengurang pajak di dalam negeri.
 Penghasilan dari saham dan surat berharga lainnya.
 Keuntungan dari pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
 Pendapatan lain yang berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan penggunaan
harta benda bergerak.
 Pendapatan yang berupa sewa terkait dengan penggunaan harta benda tidak bergerak.
 Jasa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
 Semua keuntungan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
 Keuntungan dari keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di perusahaan
pertambangan.
 Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari Bentuk Usaha Tetap
(BUT).

Metode Kredit Terbatas dalam PPh Pasal 24

PPh Pasal 24 mengatur tentang pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan
yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia. Karena itu, pajak ini langsung dikenakan atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak. Di luar itu tidak bisa dijadikan pengurang pajak. Hal ini yang dikenal
sebagai metode kredit terbatas (ordinary credit method/limited credit method).

Besarnya PPh Pasal 24 menurut metode kredit terbatas bisa dihitung dengan perhitungan:

Penghasilan Neto Negara A

-------------------------------------- X PPh Terutang

Penghasilan Kena Pajak

Untuk lebih jelasnya mari kita simak uraian lengkap ilustrasi dibawah ini:

Ilustrasi Perhitungan Pengurangan Pajak Penghasilan dari Luar Negeri yang


Diatur di dalam PPh Pasal 24

Anda bisa melakukan pembayaran pajak PPh Pasal 24 sekaligus perhitungannya melalui aplikasi
online pajak (app.online-pajak.com). Aplikasi OnlinePajak disediakan 100% gratis untuk
digunakan.

Pertama-tama Anda akan diminta untuk mengisi data nominal pajak yang Anda bayarkan di luar
negeri untuk mendapatkan ilustrasi mengenai besarnya pajak yang harus dibayarkan di dalam
negeri. Jika nilai pajak di luar negeri yang telah Anda gunakan sebagai kredit pajak di Indonesia
telah berkurang atau dikembalikan, Anda tinggal membayar jumlah terutang tersebut ke Kantor
Pelayanan Pajak di Indonesia.

Ilustrasi ini akan membantu Anda untuk memahaminya.


PT Boy Thohir di Indonesia adalah pemegang saham mayoritas atas Newcastle United di Inggris.
Selama tahun 2014, PT Boy Thohir memperoleh keuntungan sebesar USD 500.000. Ketentuan
Pajak Penghasilan yang berlaku di Inggris adalah 48% dan Pajak Dividen adalah 38%.

Terdapat dua perhitungan yang digunakan di sini: pajak atas dividen dan pajak atas penghasilan.

Penghitungan pajak atas dividennya adalah sebagai berikut.

Keuntungan Newcastle United USD 500.000.

 Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Newcastle United (48%) USD 240.000
(‐) USD 260.000.
 Pajak atas dividen (38%) USD 98.800 (‐) dividen yang dikirim ke Indonesia adalah
sebesar USD 161.200.

Berapa nominal Pajak Penghasilan yang bisa dikreditkan di Indonesia?

Hanya pajak yang langsung dikenai atas penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri
(dalam contoh tersebut sebesar USD 98.800) saja yang bisa dikreditkan kepada pajak terhutang
di dalam negeri. Di luar itu, Pajak Penghasilan (Corporate Income Tax) atas Newcastle United
sebesar USD 240.000 tidak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang. Hal ini
terjadi karena pajak sebesar USD 240.000 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh PT Boy Thohir dari luar negeri. Tetapi, pajak yang dikenai atas
keuntungan Newcastle United di Inggris.

Teknis Proses Pengkreditan Pajak Luar Negeri terhadap Pajak Terutang di


Dalam Negeri

Menghitung Kredit Pajak Luar Negeri via bcemx.com

Teknis proses pengkreditan pajak luar negeri terhadap pajak terutang di dalam Negeri diatur
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 sebagai berikut.

 Pengkreditan pajak yang dibayar di luar negeri harus dilakukan dalam tahun pajak yang
sama.
 Nominal yang dapat dikreditkan adalah maksimal sama dengan jumlah pajak yang
dibayar atau terutang di luar negeri. Namun, ada batas nominal tertentu menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan penghasilan kena pajak dikalikan
dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dan dilakukan untuk tiap-tiap
negara.
Proses pengkreditan pajak luar negeri harus disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan
melampirkan:

 Laporan Keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri.


 Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri.
 Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.

Penyampaian permohonan kredit pajak luar negeri dilakukan bersamaan dengan penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 26, Inilah Penjelasan dan
Perhitungannya
edited by Boby Chandro Oktavianus • 19 October 2016

Belakangan ini santer pemberitaan mengenai perusahaan seacrh engine terbesar di dunia yang
enggan diperiksa Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Jika melihat perkembangan bisnis digital di
tanah air, Google dan Facebook adalah dua entitas bisnis digital raksasa dengan potensi pajak
mencapai ratusan miliar, bahkan triliunan.

Konon kabarnya omzet Google dan Facebook di Indonesia mencapai Rp3 triliun per tahun.
Potensi Pajak Penghasilan Badan Usaha dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari bisnis ini
sangatlah besar. Namun, kedua raksasa ini berkelit dengan alasan bahwa jenis usaha mereka
bukan Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan tidak berkantor pusat di Indonesia.

Bagaimanakah sebenarnya ketentuan terkait hal tersebut? Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal
26) sebenarnya telah mengatur ketentuan mengenai wajib pajak dalam negeri ataupun luar negeri
yang memiliki transaksi bisnis yang melibatkan kedua belah pihak. Mau tahu seperti apa?
Berikut penjelasannya.

Baca Juga: Pentingnya Memiliki EFIN Pajak dan Cara Mendapatkannya

Penjelasan Detail Mengenai PPh Pasal 26


Penghitungan Pajak via weinbergpartners.com

PPh Pasal 26 mengatur kebijakan mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar
negeri. Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga,
dividen, royalti dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri diwajibkan untuk membayar
PPh Pasal 26 atas transaksi tersebut.

Menurut ketentuan PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa berubah jika
Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Ada
pengecualian mengenai PPh yang dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Luar
Negeri dari Indonesia, yaitu tidak berlaku untuk yang bukan BUT di Indonesia. Inilah yang
sering dijadikan argumen oleh Google untuk tidak membayar pajak.

Pemahaman di atas harus dicermati lebih jauh lagi. Sebab Pemerintah sudah mengatur mengenai
siapa saja yang berstatus sebagai Wajib Pajak Luar Negeri.
Ketentuan Mengenai Individu atau Perusahaan Yang Dikategorikan Wajib
Pajak Luar Negeri

Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang
menentukan seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:

 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
 Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di
Indonesia.

Melihat ketentuan di atas khususnya perusahaan yang tidak didirikan atau berada di Indonesia
ataupun yang mengoperasikan usahanya melalui BUT di Indonesia bisa dikenakan PPh Pasal 26.
Dan tentu saja Google dan Facebook masuk kategori di dalamnya.

Kebijakan Tarif PPh Pasal 26

PPh Pasal 26 mengatur tentang kebijakan tarif sebesar 20% (final) atas jumlah bruto dari
pendapatan yang diperoleh dari:

 Dividen.
 Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman.
 Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.
 Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
 Hadiah dan penghargaan.
 Pensiun dan pembayaran berkala.
 Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.

Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal 26 juga
terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih dikenakan bagi
yang memiliki penghasilan dari:

 Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.


 Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut:


 Tarif 20% (final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham
perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan
pajak, termasuk dalam BUT di Indonesia.
 Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak
termasuk di dalamnya dalam BUT di Indonesia. Tidak berlaku bagi Wajib Pajak yang
penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
 Tax Treaty atau P3B antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam
perjanjian bisa saja berbeda satu sama lain. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi
tingkat dari tarif biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.

Anda mungkin juga menyukai