Disusun oleh
Kelompok 15
2018
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................. 2
BAB 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 4
1.1 Latar belakang .................................................................................................................... 4
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................................ 4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 6
2.1 Definisi ............................................................................................................................... 6
2.2 Penyebab ............................................................................................................................. 6
2.3 Faktor Resiko ...................................................................................................................... 7
2.4 Patofisiologi ........................................................................................................................ 9
2.5 Klasifikasi CVA Infark ..................................................................................................... 11
2.6 Manifestasi klinis.............................................................................................................. 11
2.7 Pemeriksaan penunjang .................................................................................................... 13
2.8 Pencegahan ....................................................................................................................... 14
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................................ 16
2.10 Komplikasi ..................................................................................................................... 17
2.11 Prognosis ........................................................................................................................ 17
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN .................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 20
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
4
5. Mampu memahami klasifikasi stroke
6. Mampu memahami manifestasi stroke
7. Mampu memahami pemeriksaan penunjang dari stroke
8. Mampu memahami pencegahan stroke
9. Mampu memahami peñatalaksanaan stroke
10. Mampu memahami komplikasi stroke
11. Mampu memahami prognosis
12. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan kepada klien dengan Strok
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak
yang bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan
bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin,
2008:234).
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa deficit neurologi local atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak
di suplay oleh dua arteri karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri
ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002;2131).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).
2.2 Penyebab
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
6
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis
dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena
adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas/ hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral.
c. Arteritis: radang pada arteri
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-
keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium
7
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung : penyakit
arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung
kongestif. Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan
stroke. Faktor risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran
darah ke otak karena jantung melepas gumpalan darah atau sel –
sel/jaringan yang telah mati ke dalam aliran darah. Kerusakan kerja jantung
akan menurunkan kardiak output dan menurunkan aliran darah ke otak.
Ddisamping itu dapat terjadi proses embolisasi yang bersumber pada
kelainan jantung dan pembuluh darah.
c. Kolesterol tinggi, meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low
density lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk
terjadinya arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang
kemudian diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan
kadar LDL dan penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein)
merupakan faktor risiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
d. Infeksi, peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh
darah, terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor
risiko stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi
cacing.
e. Obesitas, merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada
obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya
pembuluh drah otak.
f. Peningkatan hematokrit
g. Diabetes Melitus, terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga
memperlambat aliran darah. Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar. Menebalnya dinding
pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter pembuluh darah tadi
8
dan penyempitan tersebut kemudian akan mengganggu kelancaran aliran
ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel – sel otak.
h. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan
estrogen tinggi).
i. Merokok, merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga terjadi aterosklerosis.
j. Usia, merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks
sirkulasi sudah tidak baik lagi.
k. Penyalahgunaan obat (kokain)
l. Konsumsi alcohol.
m. Faktor keturunan / genetic.
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi stroke infark akut meliputi dua proses, antara lain:
1. Vaskuler, hematologi atau jantung (atherothromboembolism) yang
menyebabkan pengurangan dan perubahan aliran darah ke otak
2. Perubahan kimia seluler yang disebabkan oleh keadaan vaskuler tersebut
dan merupakan penyebab terjadinya nekrosis sel saraf dan glia
9
molekul adhesi selektin leukosit, kemudian menempel dan menggelinding
sepanjang permukaan endotel, kemudian migrasi ke diding pembuluh darah
dengan bantuan molekul adhesi CD-18, maka leukosit akan terikat pada
molekul ICAM-1 dan ICAM-2 dipermukaan endotel dan akhirnya menetap
dipermukaan pembuluh darah. Peristiwa ini terjadi berulang-ulang sehingga
dapat menyebabkan penyumbatan arteriola kecil dan menybakan area iskemik
yang merangsang prosuksi sitokin proinflamatori demikian seterusnya. Selain
itu, sitokin dapat memacu terjadinya thrombosis dengan mengikat antikoagulan
yang terdapat dalam sirkulasi seperti protein-C, protein-S dan antithrombin-III
dan menghambat pelepasan tissue palsminogen activator. Migrasi leukosit ke
dalam parenkim sel saraf, susunan saraf pusat akan memacu pelepasan sitokin
oleh mikroglia, astrosit dan infiltrasi leukosit, sehingga terjadi neuronal
cytotoxic injury.
Saat terjadi iskemia ringan akan terjadi kompensasi berupa penurunan
pengguanaan energy dan peningkatan ekstraksi oksigen, sedangkan pada
keadaan iskemia berat akan terjadi glikolisis anaerobik dengan menghasilkan
asam laktat, penurunan energi fosfat dan inhibisi sintesa protein akibatnya
terjadi penurunan adenosin trifosfat (ATP), pelepasan neurotransmitter
(glutamat, aspartat), gangguan metabolism energy dan akhirnya terjadi
depolarisasi anoksik. Keadaan ini akan diikuti influk ion kalsium dan natrium,
serta efluk ion kalium, karena kegagalan pompa pada membran sel. Ion kalsium
dalam sel akan mengaktivasi enzim fosfolipase yang memecah fosfolipid dan
akan membentuk radikal bebas. Selain itu, akan memacu mikroglia
memproduksi nitrit oksid secara besar-besaran dan pelepasan sitokin pada
daerah infark yang akan menyebabkan kerusakan atau kematian sel. Beberapa
jam setelah serangan, daerah infark akan dikelilingi daerah penumbra yaitu sel
yang mengalami kerusakan tapi masih dapat hidup kembali. Reperfusi spontan
terjadi pada kurang lebih 33% penderita pada 48 jam sesudah serangan dan 42
% penderita pada satu minggu pertama. Reperfusi ini akan dapat memperbaiki
10
daerah penumbra, tetapi jika terjadi keterlambatan akan menyebabkan kematian
sel.
11
2. Lobus Parietal
a. Dominan :
1) Defisit sensori antara lain defisit visual (jaras visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
2) Defisit bahasa/komunikasi
a) Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami).
b) Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan).
c) Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat).
d) Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan).
e) Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).
b. Non Dominan
1) Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat
dan menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
a) Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise).
b) Disorientasi (waktu, tempat dan orang).
c) Apraksia (kehilangan kemampuan untuk mengguanakan
obyak-obyak dengan tepat).
d) Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra).
e) Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan.
f) Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat.
g) Disorientasi kanan kiri
3. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
4. Lobus Temporal : defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
12
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien CVA Infark :
1. Laboratorium
a. Pada pemeriksaan paket stroke : viskositas darah pada pasien CVA ada
peningkatan VD >5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen
(Muttaqin, 2008: 249-252).
b. Analisis laboratorium standart mencangkup urinalisis, HDL pasien CVA
Infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
Endap Darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan
sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah
itu radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar
(Natrium(135-145 nMol/L), Kalium(3,6-5,0 mMol/l), klorida). (Prince,
dkk, 2005:1122).
c. Pungsi lumbal.
d. Pemeriksaan liquor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan
yang kecil biasanya warna liquor masih normal sewaktu hari-hari
pertama.
e. Pemeriksaan sinar X thoraks : dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif. (Prince, dkk, 2005:1122)
2. Ultrasonografi (USG) karotis : evaluasi standart untuk mendeteksi gangguan
aliran darah karotis dan kemungkinan memperbaiki kausa stroke. (Prince,
dkk, 2005:1122)
3. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti lesi ulseratif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis, dan pembentukan thrombus di pembuluh besar.
(Prince, dkk, 2005:1122).
13
4. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET) :
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera. (Prince, dkk, 2005:1122)
5. Ekokardiogram transesofagus (TEE) : mendeteksi sumber kardioembolus
potensial. (Prince, dkk, 2005:1123)
6. CT-Scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak. (Muttaqin, 2008:140)
7. MRI : menggunakan gelombang magnetic untuk memeriksa posisi dan
besar/luasnya daerah infark. (Muttaqin, 2008:140)
2.8 Pencegahan
Terdapat dua cara untuk mencegah terjadinya stroke, yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah langkah-langkah untuk mencegah terjadinya
ateroma, yaitu:
a. Mengatur tekanan darah baik sistolik meupun diastolic
b. Mengurangi makan asam lemak jenuh
c. Berhenti merokok
d. Minum aspirin 2 kali sehari, 300 mg per hari, pada:
1) Individu dengan anamnesa keluarga dengan penyakit vaskuler
2) Umur lebih dari 50 tahun
3) Tidak ada ulkus lambung
4) Tidak ada penyakit mudah berdarah
5) Tidak alergi aspirin
14
2. Pencegahan sekunder
Bila tedapat gejala TIA atau iskemik retina, maka ini merupakan bukti
bahwa pencegahan primer gagal. Gejala ini merupakan tanda bahwa terjadi
tromboemboli atau penyakit pembuluh darah yang primer. Cara-cara
pencegahan sekunder, antara lain:
a. Hipertensi diturunkan melalui
1) Minum obat antihipertensi
2) Mengurangi berat badan
3) Mengurangi netrium dan meningkatkan kalium
4) Olahraga
5) Jangan minum amfetamin
b. Turunkan kadar kolesterol yang meningkat
c. Mangurangi natrium makanan dan meningkatkan intake kalium melalui
sayur dan buah-buahan
d. Mengurangi obesitas
Karena resiko hipertensi dan DM berkurang, maka secara sekunder
resiko stroke juga berkurang
e. Mengurangi minum alkohol
f. Mengurangi isap rokok
Isap rokok meningkatkan fibrinogen di darah, menambah agregasi
platelet dan meningkatkan hematokrit. Peningkatan dari hematokrit
terjadinya stroke iskemik.
g. Mengurangi kadar gula darah pada penderita DM
h. Mengontrol penyakit jantung
Penyakit jantung yang berbahaya antara lain: Gangguan irama,
gangguan katub dan kerusakan miokard
i. Olahraga
Olahraga akan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kadar LDL
dan mengurangi obesitas
j. Mengurangi hematokrit kalau meningkat
15
Phlebotomy dianjurkan untuk mengurangi hematokrit yang meningkat
k. Mengurangi trombositosis dengan aspirin
l. Berilah kontrasepsi estrogen rendah pada wanita dengan hipertensi dan
yang menghisap rokok
m. Hindari penyalahgunaan obat narkotik
Komplikasi dari pemkaian narkotiak adalah krisis hipertensi dengan
infark atau perdarahan otak
n. Obat-obat antitrombotik
1) Berilah antiplatelet agregating agents. Agregasi trombosit ada 3
jalur, yaitu: Asam arakhidonat, ADP, Platelet activating factor
(PAP), Aspirin (menghambat jalur 1), dosis 300 mg/hari 2 kali
sekali. Ticlopidine (menghambat jalur 2 dan 3), kombinasi aspirin
dan ticlopidine adalah yang terbaik.
2.9 Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
16
1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
2) Osmoterapi antara lain :
a) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam
waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
b) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰)
4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk
6) Meminimalkan lingkungan yang panas
2.10 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
1. Dalam hal imobilisasi:
a. Infeksi pernafasan (Pneumoni)
b. Nyeri tekan pada dekubitus
c. Konstipasi
2. Dalam hal paralisis:
a. Nyeri pada punggung,
b. Dislokasi sendi, deformitas
3. Dalam hal kerusakan otak:
a. Epilepsy
b. Sakit kepala
4. Hipoksia serebral
5. Herniasi otak
6. Kontraktur
2.11 Prognosis
Indikator prognosis adalah tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan
tingkat kesadaran. Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke
iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami
kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam
17
waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam
waktu 3 bulan.
Hanya 10-15 % penderita stroke bisa kembali hidup normal seperti sedia
kala, sisanya mengalami cacat, sehingga banyak penderita Stroke menderita
stress akibat kecacatan yang ditimbulkan setelah diserang stroke.
18
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
19
DAFTAR PUSTAKA
20