Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

HEMOSTASIS

DISUSUN OLEH:

ARIANTI ARIFIN

ICHWAN ZUANTO

PEMBIMBING:

dr. ACHYAR, SpJP

KEPANITERAAN KLINIK SMF KARDIOLOGI RSUP FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

16 MEI 2011 –11 JUNI 2011


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia

yang telah diberikan sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan referat dalam

Kepaniteraan Klinik Kardiologi Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta di RSUP Fatmawati.

Shalawat dan salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah

membawa manusia menuju zaman yang penuh dengan cahaya ilmu.

Dalam kesempatan ini, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Achyar,

Sp.JP selaku pembimbing referat kami di Kepaniteraan Klinik SMF Kardiologi RSUP Fatmawati

yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan dalam referat ini.

Kami sadari betul bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami

mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan makalah yang

kami buat ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 11Juni 2011

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

Hemostatis adalah proses dimana darah dalam sistem sirkulasi tergantung

dari kontribusi dan interaksi dari 5 faktor, yaitu dinding pembuluh darah, trombosit,

faktor koagulasi, sistem fibrinolisis, dan inhibitor. Hemostasis bertujuan untuk

menjaga agar darah tetap cair di dalam arteri dan vena, mencegah kehilangan darah

karena luka, memperbaiki aliran darah selama proses penyembuhan luka. Koagulasi

(pembekuan)yang merupakan salah satu proses hemostasis terpenting terapi untuk

tetap mengalir darah harus cair. Oleh karena itu dalam keadaan fisiologis, disamping

mekanisme koagulasi juga ada suatu mekamisme lain dengan efek antagonis yang

bertujuan untuk mengimbangi mekanisme koagulasi dan memelihara agar darah tetap

cair; salah satu diantaranya adalah proses fibrinolisis.

Dengan adanya mekanisme fibrinoloisis bekuan yang terjadi dapat di batasi

dan pembuluh darah yang tersumbat dapat dialirakan darah kembali. Koagulasi dan

fibrinolisis merupakan mekanisme yang saling berkaitan erat sehingga seorang tidak

dapat membicarakan masalah koagulasi tanpa di sertai dengan fibrinolisis demikian

juga sebaliknya. Dalam sistem koagulasis dan fibrinolisis terdapat sistem lain yang

mengatur agar kedua proses tidak langsung berlebihan. Sistem tersebut terdiri dari

faktor-faktor penghambat (inhibitor). Seluruh proses merupakan mekanisme terpadu

antara aktifitas pembuluh darah, fungsi trombosit, interaksi antara prokoagulan dalam

sirkulasi dengan trombosit, aktifasi fibrinolisis, dan aktifitas inhibitor.


Setelah dipulihkan dan hemostasis adalah jaringan diperbaiki, bekuan darah

atau trombus harus disingkirkan dari jaringan yang cedera. Hal ini dicapai dengan

jalur fibrinolisis. Produk akhir jalur ini adalah enzim plasmin, enzim proteolitik yang

kuat dengan spektrum yang luas kegiatan.

Bila ada kerusakan dinding pembuluh darah, misalnya tusukan jarum pada

saat pengambilan sampel darah, maka pada tempat luka di dinding pembuluh darah

akan terjadi proses sebagai berikut :

1. Respon pembuluh darah adalah mengkerut untuk memperkecil kebocoran.

2. Adanya bahan kolagen, vWF, dll dari dinding pembuluh darah (terpapar karena

dinding pembuluh darah terluka) yang menarik trombosit untuk datang ke tempat

itu dan trombosit akan teraktifasi, menggerombol, yang berfungsi sebagai

sumbatan (gumpalan) hemostasis yang menutupi luka tadi.

3. Setelah terbentuk sumbatan hemostasis, maka terjadilah proses selanjutnya yaitu

kerja dari beberapa factor pembekuan (prosesnya kompleks) yang berguna untuk

memperkuat sumbatan hemostasis dalam menutup kebocoran tadi. Perdarahan

terhenti. Bila kita lihat maka di tempat tusukan jarum, sudah tidak keluar darah

lagi.

4. Proses penyembuhan dinding pembuluh darah berjalan beriringan, sehingga luka

menutup dan dinding pembuluh darah tidak ada luka lagi.

5. Tubuh melakukan mekanisme fibrinolisis yaitu proses selanjutnya yang

berfungsi menghancurkan sumbatan hemostasis tadi yang sudah selesai tugasnya.

6. Hasil akhir, pembuluh darah mulus kembali sumbatan hilang.


BAB II

PEMBAHASAN

Hemostasis

Hemostasis adalah proses pembentukan bekuan di dinding pembuluh darah

yang rusak dan pencegahan pengeluaran darah sambil mempertahankan darah dalam

keadaan cair di dalam sistem vaskular. Sekumpulan mekanisme sistemik kompleks

yang saling terkait bekerja untuk mempertahankan keseimbangan antara koagulasi

dan antikoagulasi. Selain itu, keseimbangan dipengaruhi oleh faktor lokal di berbagai

organ.

Trombosit

Trombosit adalah fragmen sel yang tidak berinti yang dibentuk oleh

megakariosit di sumsum tulang melalui perpanjangan ujung sel tersebut yang beredar

ke dalam pembuluh darah kapiler ketika mengalami jejas pada transendotelial oleh

karena aliran darah, yang pada akhirnya menyebabkan munculnya protrombosit

dalam darah perifer. Trombosit beredar selama kurang lebih 10 hari dalam aliran

darah sebelum mereka difagositosis oleh makrofag di hati dan ginjal. Selama masa

hidup mereka, sebagian besar trombosit tidak pernah mengalami penempelan yang

kuat di sirkulasi. Hanya pada saat lapisan endotel pembuluh darah mengalami

kerusakan oleh jejas atau gangguan patologis, seperti yang ditemukan pada proses

aterosklerosis, kemampuan adhesi dari trombosit menjadi nyata. Dalam kondisi


seperti ini, komponen matriks ekstraselular subendotel mengalami pajanan kemudian

memicu aktivasi dan adhesi trombosit secara tiba-tiba. Sebagai tambahan, beberapa

stimulus yang larut dalam darah dihasilkan lalu dilepaskan oleh trombosit yang

memperkuat daya adhesi trombosit dan, bersama-sama dengan thrombin lokal,

memanggil lebih banyak lagi trombosit menuju thrombus yang terbentuk melalui

aktivasi reseptor pada permukaan trombosit sehingga memungkinkan trombosit untuk

berikatan satu sama lain, sebuah proses yang disebut dengan agregasi. Kejadian ini

merupakan proses yang krusial dalam mencegah kehilangan darah post-trauma

melalui pembentukan sumbatan yang pada akhirnya mengarah pada penutupan defek

di dinding pembuluh darah dan kondisi hemostasis. Di lain pihak, pembentukan

thrombus yang tidak terkontrol pada disfungsi pembuluh darah dapat menyebabkan

oklusi pembuluh darah, iskemia, dan infark di organ-organ vital.

Salah satu masalah utama utama di negara-negara maju yaitu thrombosis

arteri yang disebabkan oleh ruptur atau erosi plak aterosklerosis yang berakibat pada

adhesi trombosit dan pembentukan thrombus di arteri koronaria atau arteri serebral

yang berujung pada infark miokard dan stroke.

Komponen trombosit yang bersifat adhesif harus diatur dengan ketat untuk

memastikan bahwa sel telah teraktivasi di bawah kondisi yang sesuai untuk mencegah

kehilangan darah pada kasus jejas vaskular, sementara itu pada saat yang sama,

adhesi yang tidak diharapkan, yang dapat menjadi pembentukan thrombus, harus

dicegah. Trombosit, komponen darah yang hanya ditemukan dalam mamalia ini,

mempunyai beraneka macam reseptor adhesi dan regulator yang canggih untuk

menempel sebagai respon mereka terhadap beberapa stimulus yang jelas. Hal ini
membuat trombosit merupakan model utama dalam mekanisme seluler pada proses

adhesi. Peran utama mereka dalam penyakit iskemia kardio- dan serebrovaskular

telah membuat mekanisme sinyal dan protein membran adhesif pada trombosit

merupakan target utama dalam pengobatan dan penatalaksanaan thrombosis arterial.

Langkah pertama dalam kaskade hemostasis adalah interaksi antara trombosit

dan matriks ekstraseluler yang terpajan akibat jejas. Matriks ini mengandung

sejumlah besar makromolekul adhesif seperti laminin, fibronektin, kolagen, dan

faktor von Willebrand (vWF). Mekanisme adhesi trombosit pada lokasi jejas

ditentukan oleh kondisi vaskular yang tersedia. Aliran darah dengan kecepatan aliran

yang lebih besar pada daerah tengah dibandingkan pada daerah tepi dalam dinding

vaskular, sehingga membuat perbandingan gaya gesek diantara lapisan cairan plasma

menjadi lebih besar pada daerah tepi dalam dinding vaskular. Peregangan meningkat

dengan adanya laju gaya gesek. Pada kondisi laju gaya gesek yang tinggi, seperti

ditemukan di arteri kecil dan arteriola, inisiasi penempelan trombosit ke matriks

ekstraseluler dimediasi oleh interaksi antara reseptor glikoprotein trombosit Ib (GP

Ib) dan vWF yang terikat pada kolagen.


Walaupun terjadi pada gaya gesek yang tinggi, interaksi ini mungkin tidak

terjadi pada gaya gesek yang rendah, misalnya pada vena dan arteri yang besar.

Ikatan antara GPIb dengan vWF tidak cukup untuk memediasi adhesi yang stabil

akan tetapi hanya mempertahankan kontak trombosit dengan permukaan, walaupun

terjadi perubahan pada arah aliran darah. Selama proses ini, trombosit

mempertahankan kontak dengan protein kolagen trombogenik pada matriks

ekstraseluler melalui reseptor GPVI. GPVI mengikat kolagen dengan afinitas yang

rendah, dengan demikian tidak mampu untuk memediasi adhesi dengan sendirinya,

namun memicu pelepasan sinyal intraselular yang mengubah integrin trombosit untuk

menjadi kondisi berafinitas tinggi dan menginduksi pelepasan mediator sekunder

adenosine diphosphate (ADP) dan tromboksan A2 (TXA2). Kedua macam agonis ini

bersama-sama dengan thrombin lokal berkontribusi terhadap aktivasi selular melalui

stimulasi reseptor yang berikatan dengan protein G (Gq, G12/G13, Gi), yang

menginduksi sinyal berbeda dan mempunyai efek sinergis untuk menginduksi

aktivasi penuh trombosit. Pada kondisi ketika konsentrasi tinggi dari substrat agonis

ini berada dalam pembuluh darah, mungkin cukup untuk memediasi aktivasi

trombosit secara independen melalui GPVI.

Adhesi yang kuat pada matriks ekstraseluler dimediasi oleh protein integrin

berafinitas tinggi yang berikatan dengan kolagen, fibronektin, dan laminin, bersama-

sama dengan protein utama integrin IIb3, berinteraksi dengan fibronektin dan vWF

yang berikatan dengan kolagen.


Faktor von Willebrand

Mediator utama dalam adhesi trombosit adalah vWF, glikoprotein yang

mempunyai situs pengikatan untuk kolagen bersamaan dengan 2 reseptor trombosit

utama, GPIb dan integrin IIb3. vWF ditemukan di badan Weibel-Palade dalam sel

endotel, di dalam ganula-garnula trombosit, dan pada plasma manusia, ditemukan

konsentrasinya sekitar 10 g/mL. subunit vWF yang telah matur mengandung 2050

asam amino dan mengandung 4 domain berulang yang berbeda. Tiga domain A

homolog meregulasi proses interaksi dengan reseptor yang berbeda dan ligand

protrombotik dari matriks subendotel. Domain A1 berikatan secara eksklusif dengan

kolagen tipe VI, sedangkan kolagen I dan III berikatan melalui domain A3. Domain

C1 mengandung urutan Arg-Gly-Asp (RGD), yang mewakili motif pengikatan untuk

kedua integrin trombosit, yaitu IIb3 dan v3. Interaksi diantara vWF dengan kompleks

reseptor GPIb-V-IX terjadi melalui domain A1 dan berperan penting dalam proses

adhesi awal trombosit ke lapisan subendotel dalam kondisi gaya gesek yang tinggi,

seperti yang ditemukan pada pembuluh darah dengan plak aterosklerotik.

Dimer subunit vWF yang sudah matur bergabung satu sama lain dan menjadi

komponen dalam multimer besar yang berukuran sampai dengan 20 MDa. Multimer

terbesar dengan potensial trombogenik terkuat disimpan dalam trombosit dan sel

endotel dan kemudian disekresikan pada saat aktivasi seluler atau terjadi kerusakan.

Pada kondisi normal, vWF terlarut tidak mengalami interaksi yang bermakna dengan

reseptor trombosit, GPIb-V-IX. Namun, ketika imobilisasi pada kolagen yang

terpajan di area jejas, vWF terlarut ini berubah menjadi substrat yang mempunyai

daya adhesi yang kuat. Pada penelitian in vitro menghasilkan bahwa perubahan
konformasi pada domain A1 vWF dapat merubah afinitasnya terhadap yang lain.

Ristocetin, antibiotik turunan dari bakteri Nocardia lurida dan botrocetin, protein bisa

ular dari Bothrops jararaca, menginduksi interaksi antara vWF dan GPIb-V-IX pada

kondisi statis, sedangkan pada kondisi in vivo, molekul vWF mungkin mengubah

konformasinya karena gaya gesek yang tinggi dan juga karena imobilisasinya di

permukaan.

Hilangnya vWF di semua kompartemen tubuh manusia menyebabkan defek

primer yang berat pada hemostasis dan koagulasi. Namun, kontras dengan GPIb,

vWF sepertinya tidak esensial dalam pembentukan thrombus, karena banyak adhesi

tertunda yang terjadi walaupun dalam kondisi aliran darah arterial. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa GPIb mampu menginisiasi adhesi melalui interaksi dengan

ligand lainnya. Salah satu ligand tersebut adalah thrombospondin-1, yang telah

menunjukkan interaksinya dengan GPIb dalam kondisi gaya gesek yang tinggi.

Respon Terhadap Cedera

Bila suatu pembuluh darah terputus atau rusak, cedera tersebut akan memicu

suatu rangkaian peristiwa yang menyebabkan terbentuknya bekuan (hemostasis).

Bekuan ini menyumbat daerah yang rusak dan mencegah terjadinya kehilangan darah

lebih lanjut. Peristiwa yang mula-mula terjadi adalah konstriksi pembuluh darah dan

pembentukan sumbatan hemostatik sementara dari trombosit yang akan tercetus bila

trombosit mengikat kolagen dan menggumpal. Peristiwa ini diikuti dengan perubahan

sumbatan tersebut menjadi bekuan definitif.


Konstriksi suatu arteriol atau pembuluh arteri kecil yang mengalami cedera

bisa begitu kuat sehingga lumennya menutup sama sekali. Vasokonstriksi disebabkan

oleh serotonin dan vasokonstriktor lain yang dilepaskan dari trombosit yang

menempel pada dinding pembuluh darah yang rusak. Arteri yang besarnya seukuran

arteri radialis dianggap mengalami konstriksi segera setelah terpotong melintang dan

dapat menghentikan perdarahan. Namun, peristiwa ini bukan merupakan alasan untuk

memperlambat ligasi pembuluh darah yang rusak. Selain itu, dinding arteri yang

terpotong memanjang atau tidak teratur tidak dapat mengalami kontriksi yang cukup

untuk menutup lumen arteri sehingga perdarahan berlangsung terus.

Mekanisme Pembekuan

Gumpalan longgar trombosit pada sumbatan sementara menyatu dan diubah

menjadi bekuan definitif oleh fibrin. Mekanisme pembekuan yang berperan pada

pembentukan fibrin adalah suatu jenjang reaksi yang mengaktivasi enzim inaktif, dan

enzim yang telah diaktifkan selanjutnya mengaktifkan enzim inaktif lain. Dahulu,

kompleksitas sistem ini dipersulit oleh beragamnya tata nama, tetapi situasinya

menjadi lebih mudah setelah sistem angka bagi sebagian besar faktor pembekuan

diterapkan.

Reaksi mendasar pada pembekuan darah adalah perubahan protein plasma

yang larut yaitu fibrinogen menjadi fibrin yang tidak larut. Proses ini mencakup

pelepasan dua pasang polipeptida dari setiap molekul fibrinogen. Bagian yang tersisa,

monomer fibrin, kemudian mengalami polimerisasi dengan molekul-molekul

monomer lain dan membentuk fibrin. Fibrin awalnya merupakan gumpalan longgar
benang-benang yang salin terjalin. Zat ini diubah oleh pembentukan ikatan silang

kovalen menjadi agregat yang erat dan padat. Reaksi yang terakhir ini dikatalisis oleh

faktor VIII yang aktif dan memerlukan Ca2+.

Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dikatalisis oleh thrombin. Thrombin

adalah suatu serin protease yang terbentuk dari prekursornya dalam sirkulasi, yaitu

protrombin, akibat kerja faktor X yang teraktivasi. Thrombin memiliki efek lain,

meliputi aktivasi trombosit, sel endotel, dan leukosit melalui setidaknya satu reseptor

yang terangkai ke protein G.

Faktor X dapat diaktifkan oleh salah satu reaksi dari dua sistem, sistem

intrinsik dan sistem ekstrinsik. Reaksi awal pada sistem intrinsik adalah konversi

faktor XII inaktif menjadi faktor XII aktif (XIIa). Aktivasi ini, yang dikatalisis oleh

high molecular weight (HMW) kininogen dan kalikrein, dapat terjadi secara in vitro

dengan meletakkan darah pada permukaan bermuatan elektronegatif yang mudah

basah seperti gelas dan serat kolagen. Pengaktifan in vivo terjadi bila darah terpajan

oleh serat kolagen yang berada di bawah lapisan endotel pembuluh darah. Faktor XII
aktif kemudian mengaktifkan faktor XI, dan faktor XI aktif mengaktifkan faktor IX.

Faktor IX yang telah aktif membentuk suatu kompleks dengan faktor VIII aktif, yang

menjadi aktif bila terpisah dari faktor von Willebrand. Kompleks IXa dan VIIIa

mengaktifkan faktor X. Fosfolipid dari agregasi trombosit dan Ca2+ diperlukan untuk

aktivasi faktor X sepenuhnya. Sistem intrinsik dipicu oleh pelepasan tromboplastin

jaringan, suatu campuran protein – fosfolipid yang mengaktifkan faktor VII.

Tromboplastin jaringan dan faktor VII mengaktifkan faktor IX dan X. dengan adanya

fosfolipid dari agregasi trombosit, Ca2+, dan faktor V, faktor X yang telah diaktifkan

mengkatalisis perubahan protrombin menjadi thrombin. Jalur ekstrinsik dihambat

oleh inhibitor jalur faktor jaringan (tissue factor pathway inhibitor) yang membentuk

suatu struktur kuartener dengan TPL, faktor VIIa, dan faktor Xa.
Mekanisme Antipembekuan

Kecenderungan darah untuk membeku diimbangi secara in vivo oleh reaksi

pembatas yang cenderung mencegah pembekuan di dalam pembuluh darah dan

mencegah bekuan darah yang sudah terbentuk. Reaksi-reaksi ini antara lain meliputi

interaksi antara efek agregasi trombosit dari tromboksan A2 dan efek antiagregasi

prostasiklin, yang menyebabkan terbentuknya bekuan bila suatu pembuluh darah

mengalami cedera tetapi tetap menjaga lumen pembuluh darah agar terbebas dari

bekuan.

Antitrombin III adalah suatu inhibitor protease dalam sirkulasi yang mengikat

serin protease pada sistem pembekuan, yang menghambat aktivitas enzim ini sebagai

faktor pembekuan. Pengikatan ini dipermudah oleh heparin, suatu antikoagulan alami

yang merupakan campuran dari polisakarida sulfat dengan berat molekul rata-rata

15.000 – 18.000. Faktor pembekuan yang dihambat adalah bentuk aktif dari faktor

IX, X, XI, dan XII.

Endotel pembuluh darah juga memainkan suatu peran aktif untuk mencegah

meluasnya pembekuan ke dalam pembuluh darah. Semua sel endotel kecuali yang

ada di mikrosirkulasi otak menghasilkan trombomodulin, suatu protein pengikat

thrombin, dan zat ini diekspresikan di permukaan sel endotel. Dalam darah sirkulasi,

thrombin merupakan suatu prokoagulan yang mengaktifkan faktor V dan VIII, tetapi

bila thrombin ini berikatan dengan trombomodulin, zat ini akan menjadi suatu

antikoagulan karena kompleks thrombin – trombomodulin mengaktifkan protein C.

Protein C yang teraktivasi (APC), bersama dengan kofaktornya, protein S,


menginaktifkan faktor V dan VIII serta menginaktifkan penghambat activator

plasminogen jaringan sehingga pembentukan plasmin meningkat.

Plasmin (fibrinolisin) adalah komponen aktif pada sistem plasminogen

(fibrinolotik). Enzim ini melisiskan fibrin dan fibrinogen, dengan menghasilkan

produk degradasi fibrin (FDP) yang menghambat thrombin. Plasmin dibentuk dari

prekursornya yang inaktif, plasminogen, dengan bantuan thrombin dan aktivator

plasminogen jaringan (t-PA). plasmin juga diaktifkan oleh aktivator plasminogen

tipe-urokinase (u-PA). Pada mencit, apabila gen t-PA atau u-PA dirusak, akan terjadi

sejumlah kecil pengendapan fibrin dan lisis bekuan melambat. Namun, apabila kedua

gen tersebut dirusak, akan terjadi pengendapan fibrin yang luas. Penyembuhan luka

menjadi lambat. Defek pada pertumbuhan dan fertilitas juga terjadi karena sistem

plasminogen tidak hanya melisiskan bekuan, tetapi juga berperan dalam pergerakan

sel dan ovulasi.

Plasminogen manusia terdiri atas 560 rantai berat asam amino dan 241 rantai

ringan asam amino. Rantai berat, dengan glutamat di terminal aminonya, terlipat-lipat

menjadi lima struktur simpul, masing-masing disatukan oleh tiga ikatan disulfida.

Simpul-simpul ini disebut kringles karena bentuknya mirip kue kringles. Kringles ini

merupakan tempat pengikatan lisin, tempat molekul ini berikatan dengan fibrin dan

protein bekuan lain, dan protein ini juga ditemukan pada protrombin. Plasminogen

diubah menjadi plasmin aktif bila t-PA menghidrolisis ikatan antara Arg 560 dan Val

561.

Reseptor plasminogen berada pada permukaan berbagai jenis sel dan banyak

terdapat di sel endotel. Saat plasminogen berikatan dengan reseptor, plasminogen


menjadi aktif sehingga dinding pembuluh darah utuh memiliki mekanisme yang

menghambat pembentukan bekuan. t-PA manusia sekarang sudah dapat diproduksi

dengan teknik rekombinan DNA dan tersedia (sebagai alteplase) untuk kepentingan

klinis. Zat ini akan melisiskan bekuan di arteri koronaria bila diberikan pada pasien

segera setelah terjadinya awitan infark miokardium. Streptokinase, suatu enzim

bakteri, juga bersifat fibrinolitik dan juga digunakan untuk terapi awal infark

miokardium. Sekelompok protein homolog yang disebut aneksin memiliki kaitan

dengan koagulasi dan fibrinolisis. Lebih dari 20 protein ini berhasil diidentifikasi,

fragmen berberat molekul rendah sebanyak 10 buah ditemukan pada mamalia. Salah

satunya, aneksin II, membentuk landasan pada sel endotel tempat komponen sistem

fibrinolitik berinteraksi, dan menyebabkan fibrinolisis. Protein lain, aneksin V,

membentuk suatu pelindung di sekitar fosfolipid yang terlibat dalam pembekuan dan

memiliki efek antitrombotik.

Selain mekanisme pembekuan, terdapat pula sistem kontrol utama dalam

mengimbangi sistem koagulasi yaitu sistem atau mekanisme fibrinolisis yang

berperan menghancurkan fibrin secara enzimatik. Fibrin adalah protein tak larut yang

dibentuk dari fibrinogen oleh kegiatan proteolitik trombin sewaktu pembekuan darah

normal.

Pada sistem fibrinolisis, komponen yang berperan terdiri dari plasminogen,

aktivator plasminogen, dan inhibitor plasminogen. Plasminogen adalah suatu

glikoprotein rantai tunggal dengan amino terminal glutamic acid glutamic acid yang

mudah dipecah oleh proteolisis menjadi bentuk modifikasi dengan suatu terminal

lysine, valine atau methionin. Plasminogen adalah prekursor inaktif plasmin yang
dikonversikan oleh kerja proteolitik enzim urokinase. Plasminogen disebut juga

profibrinolisin. Plasminogen berisi motif struktur sekunder yang dikenal sebagai

kringles, yang mengikat secara khusus untuk lisin dan arginin residu pada fibrin

(Ogen). Ketika dikonversi dari plasminogen menjadi plasmin, berfungsi sebagai

protease serin. Plasminogen merupakan bentuk proenzim dari plasmin.

Plasmin adalah suatu enzim proteolitik dengan spesifisitas yang tinggi

terhadap fibrin dan dapat memecah fibrin, fibrinogen, F V dan F VIII, komplemen,

hormon, serta protein lainnya. Plasmin disebut juga fibrinolisin. Plasmin merupakan

protease serin yang terutama bertanggungjawab atas proses penguraian fibrin dan

fibrinogen, berada dalam sirkulasi darah dalam bentuk zimogen inaktif, yaitu

plasminogen (90 kDa ), dan setiap plasmin dengan jumlah sedikit yang terbentuk

dalam fase cair dibawah kondisi fisiologik dengan cepat akan dihilangkan

aktivitasnya oleh inhibitor plasmin yang kerjanya cepat, yakni antiplasmin- α2, unsur

tersebut masih dalam keadaan aktif

Aktivator plasminogen adalah zat yang dapat mengaktifkan plasminogen

menjadi plasmin.
Inhibitor plasminogen adalah substansi yang dapat menetralkan plasmin.

Inhibitor plasmin disebut juga antiplasmin. Inhibitor plasminogen yang dapat

mengontrol aktivitas plasmin meliputi:

 2-plasmin inhibitor ( 2-antiplasmin), adalah inhibitor plasmin yang bereaksi

cepat, dimana menghambat plasmin dengan segera dengan membentuk kompleks

1:1.

 1-proteinase inhibitor, juga dikenal sebagai 1-antitripsin atau 1-

antiroteinase, juga menginaktifasi plasmin dan urokinase, tetapi sebagai inhibitor

tripsin relatif lemah.

 2-makroglobulin

 antitrombin III (AT-III), adalah suatu protein plasma dengan BM 58.000

dihasilkan di hepar, terdiri dari polipeptida rantai tunggal dengan 432 asam

amino. AT-III menetralisasi/menghambat trombin dengan membentuk kompleks

stabil 1:1 antara satu residu arginin dari AT-III dan active-site serine dari

trombin.

 Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), adalah suatu protein plasma dengan

BM 52.000, dihasilkan oleh berbagai sel, seperti sel-sel endothelium, hepatosit,

dan fibroblast. Konsentrasi didalam plasma sangat rendah (0.005 mg/dl) dan juga

disimpan dalam a-granul trombosit. PAI-1 menghambat tissue

plasminogenactivator (t-PA) dan urokinase dengan membentuk suatu kompleks

dengan enzim,dan PAI-1 berperan penting dalam pengaturan aktifitas sistim

fibrinolisis.
Pada tempat jaringan yang rusak (tissue injury), fibrinolisis dimulai dengan

perubahan plasminogen menjadi plasmin. Plasmin mempunyai banyak fungsi seperti

degradasi dari fibrin, inaktifasi faktor V dan faktor VIII dan aktifasi dari

metaloproteinase yang berperan penting dalam proses penyembuhan luka dan

perbaikan jaringan (tissue-remodeling).

Aktivator-aktivator plasminogen memecah peptide dari plasminogen dan

membentuk plasmin rantai dua. Aktifasi menjadi plasmin dapat terjadi melalui tiga

jalur yaitu :

1. Jalur intrinsik, melibatkan aktifasi dari proaktifator sirkulasi melalui faktor XIIa

dan kalikrein, yang aktivatornya berasal dari plasma (dalam darah).

2. Jalur ekstrinsik, dimana aktivator-aktivator dilepaskan ke aliran darah dari jaringan

yang rusak, endotel, sel-sel atau dinding pembuluh darah ( semua aktifator juga

protease).

3. Jalur eksogen, dimana plasminogen diaktifasi dengan aktivator yang berasal dari

luar tubuh seperti streptokinase (bakteri) yang dibentuk oleh Streptokokkus β-

hemoliticus dan urokinase (urin).

Dalam keadaan fisiologik, aktifasi plasminogen terutama oleh tissue

plasminogen activator (t-PA) yang disintesis dan dilepas dari sel-sel endotelium

pembuluh darah dalam respons terhadap trombin dan pada kerusakan sel. Aktivator

plasminogen jaringan (alteplase, t-PA) merupakan protease serin yang dilepaskan

kedalam sirkulasi dari endotel vaskuler dalam keadaan luka atau stres dan
mempunyai sifat katalitik –inaktif kecuali bila terikat dengan fibrin. Setelah terikat

dengan fibrin t-PA memecah plasminogen dalam bekuan untuk menghasilkan

plasmin serta selanjutnya plasmin mencernakan fibrin hingga terbentuk produk

penguraian yang bersifat dapat larut dan dengan demikian melarutkan bekuan tesebut.

Setelah distimulasi t-PA release oleh exercise, statis, atau desmopressin (DDAVP),

masa paruhnya dalam sirkulasi sangat pendek ( sekitar 5 menit), berhubungan dengan

inhibisi oleh PAI-1 dan clearance dihati.

Aktivator lain, urokinase-type plasminogen avtivator (u-PA), diproduksi

diginjal dan ditemukan terutama dalam urine. Akan tetapi sejumlah kecil

prourokinase plasma atau single-chain u-PA (scuPA) dapat diubah menjadi bentuk

aktif melalui sistim kontak oleh kallikrein. Prourokinase merupakan prekusor zat

aktivator plasminogen, yaitu urokinase, yang tidak memperlihatkan derajat

selektifitas tinggi yang sama dengan fibrin. Urokinase yang disekresikan oleh sel

epitel tertentu yang melapisi saluran ekskretorik (misalnya tobulus ginjal)

kemungkinan terlibat dalam proses penghancuran (lisis) setiap fibrin yang tertimbun

didalam saluran tersebut.

Aktivator plasminogen yang berasal dari ketiga jalur intrinsik, ekstrinsik, dan

eksogen, mengaktivasi plasminogen bebas (dalam darah) atau plasminogen terikat

(dalam bekuan) menjadi plamin bebas (dalam darah) dan plasmin terikat (dalam

bekuan).

Proses fibrinolitik diatur pada tiap-tiap tahap enzimatik oleh inhibitor-

inhibitor protease spesifik. Aktifitas plasminogen diatur oleh inhibitor-inhibitor


plasmin seperti 2- antiplasmin, 2- makroglobulin, dan juga oleh plasminogen

activator inhibitor 1 (PAI-1), yang merupakan inhibitor fisiologi dari t-PA dan u-PA.

Plasmin mempunyai fibrinogen dan fibrin sebagai substrat utamanya yang

terpenting untuk produksi fragmen-fragmen spesifik yang secara kolektif disebut

fibrinogen-fibrin degradation product (FDP), yang terdiri dari fragmen X, Y, D, E.

Fragmen D hasil pemecahan fibrin berupa dimer sehingga disebut ‘D Dimer’.

Plasmin juga memecah faktor V dan faktor VIII:C. Ledakan fibrinolisis dihambat

oleh inhibitor poten 2- antiplasmin dan oleh 2- makroglobulin.

Plasmin bebas yang beredar dalam darah segera di inaktifkan oleh 2-

antiplasmin, sehingga pada keadaan normal di dalam darah tidak akan dijumpai

plasmin bebas. Sedangkan plasmin yang terikat fibrin dalam plug hemostasis lokal

terlindungi dari 2- antiplasmin dan dapat memecah fibrin menjadi FDP. Bila

plasmin bebas yang terbentuk berlebihan sehingga melampaui kapasitas antiplasmin,

maka plasmin bebas tersebut dapat menghancurkan fibrinogen, F V, F VIII, dan

protein lain. Penghancuran fibrinogen (fibrinogenolisis) juga menghasilkan fragmen

X, Y, D, E (FDP), tetapi fragmen D hasil pemecahan fibrinogen tersebut berupa

monomer bukan dimer. Inhibitor dari aktivator plasminogen juga memegang peranan

penting dalam mengatur fibrinolisis dan membatasinya pada bagian luka.

Proses fibrinolisis yang berlangsung melalui aktivasi plasminogen dan

plasmin terikat fibrin dalam bekuan adalah proses fibrinolisis fisiologis (Fibrinolisis

Sekunder). Sedangkan proses fibrinogenolisis akibat aktivasi plasmin bebas yang

beredar dalam darah adalah patologis (Fibrinolisi Primer).


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fibrinolisis

Ketika tubuh terluka dan cedera menyebabkan pendarahan, sangat penting

bahwa tubuh mampu untuk membendung aliran darah. Hanya jika pendarahan

dihentikan, tubuh akan mampu bertahan dan itulah sebabnya koagulasi adalah proses

penting dalam hemostasis, yang tidak lain adalah koagulasi diikuti dengan

melarutkan gumpalan darah dan kemudian memperbaiki jaringan yang terluka.

Setelah dipulihkan dan jaringan diperbaiki, bekuan darah atau trombus harus

disingkirkan dari jaringan yang cedera. Hal ini dicapai dengan jalur fibrinolisis.

Ada sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi fibrinolisis yaitu :

a. Usia

Proses fibrinolisis pada Anak dan dewasa lebih cepat daripada orang tua.

Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat

mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.

b. Merokok

Rokok telah diketahui dapat meningkatkan risiko terkena arterial thrombosis,

sekitar 40% rokok menyebabkan kematian yang berhubungan dengan

penyakit cardiovascular. Sebagian besar penelitian yang focus pada efek

selular dari merokok, menyimpulkan bahwa peningkatan risiko thrombosis

pada perokok berkaitan dengan kerusakan oksidatif pada mitokondria miosit,

meningkatnya proliferasi sel otot polos pembuluh darah, dan meningkatnya

agregasi platelet. Menaikkan hematokrit dan viskositas darah .


Beberapa penelitian yang meneliti efek rokok terhadap hemostasis

melaporkan terdapatnya penurunan ekspresi dari tissue factor inhibitor pada

sel endotel yg dipaparkan dengan serum dari perokok kronis, dan

didaptkannya kadar fibrinogen yang lebih tinggi dalam plasma seorang

perokok dibangdingkan dengan yang bukan perokok.

Beberapa penelitian telah melakukan uji terhadap. efek akut dari rokok dalam

hubungannya dengan pembekuan dsarah, namun peningkatan aktivitas tissue

factor dalam sirkulasi, baru terlihat setelah pemaparan terhadap rokok dalam

waktu singkat. Di dapatkan paparan terhadap rokok dapat meningkatkan

protrombotik biomarker yang mungkin secara langsung dapat meningkatkan

terjadinya thrombosis. (Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart

Association)

Suatu penelitian meneliti efek langsung dari rokok terhadap thrombosis,

dengan mengamati perubahan struktur dan dinamika pembekuan firbrin pada

orang yang terpapar rokok secara akut .Pada dasarnya kadar fibrin dan platelet

pada perokok dan bukan perokok adalah sama. Namun paparan akut terhadap

rokok dalam waktu singkat dapat meningkatkan pembentukan fibrin dan

pembekuan yang dapat diukur dengan thrombelastography. (Arterioscler

Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)

Peneliti beranggapan bahwa meningkatnya pembekuaan pada orang yang

terpapar rokok dalam waktu singkat dikarenakan perubahan fungsi platelet

dan perubahan struktur dari fibrin. Efek paparan akut dari rokok dinilai

dengan mengamati platelet dalam plasma, dengan pemberian antagonis


platelet, abciximab. Visual evidence menggunakan scanning electron

microskopi memperlihatkan penurunan diameter fibrin dan peningkatkan

densitas serat fibrin dalam bekuan dari platelet yang diisolasi setelah paparan

akut dari rokok. Sayangnya penelitian ini tidak melihat efek dari fibrinolisi.

(Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)

Penelitian selanjutnya, memperlihatkan hubungan densitas fibrin dengan

resistensinya terhadap fibrinolisis. Dan dia menyimpulkan perubahan dari

sturktur bekuan fibrin karena paparan akut rokok, memainkan peranan penting

terhadap etiologi bahwa rokok berhubungan dengna thrombosis.

Oksidatif stress yang ditimbulkan akibat paparan rokok secara langsung

memodifikasi fibrinogen sehingga mempengaruhi pembentukan dan

strukturnya. Rokok menghasilkan radical bebas yang dapat menghambat

regulasi antioksidan dalam tubuh. Stress oksidatif ini lah yang mempengaruhi

struktur dari fibrin dan stabilitas plaque pada sindrom koroner akut.

(Arterioscler Thromb Vasc Biol, 2010 American Heart Association)


c. Stress oksidatif dan antioksidan

Studi epidemiologi memperlihatkan peran antioksidan dalam pencegahan

penyakit kardiovaskular. Kadar antioksidan dalam plasma berbanding terbalik

dengan kejadian angina. Dan konsumsi antioksidan berbanding terbalik

dengan kejadian penyakit jantung koroner. Karena proses oksidatif erat

kaitannya dengan proses aterosklerosis, maka konsumsi antioksidan

dianjurkan untuk pengobatan dan pencegahan kejadian koroner, meski

beberapa penelitian menemukan efek negative dari konsumsi antioksidan

seperti hubungannya dengan stroke hemoragig. (Oxidative Stress and

Platelets, 2008 American Heart Association.)

Figure. The role of oxidative stress, antioxidants and reactive oxygen, and

nitrogen species in plaque disruption and thrombus formation.

Hubungan antioksidan dengan stroke hemoragik ini diduga karena efek

inhibisi terhadapa platelet. Sementara stress oksidatif menyebabkan

perubahan fungsi dari platelet, antioksidan meningkatkan efek antiplatelet


oleh NO dari sel endotel dan platelet. Hal ini diasumsikan mengapa

antioksidan dapat mengurangi kejadian sindrom koroner akut. (Oxidative

Stress and Platelets, 2008 American Heart Association.)

Dalam keadaan normal, aktivitas platelet dibatasi oleh produksi NO dan

prostasiklin dari sel endotel, pada pembuluh darah yang mengalami

aterosklerosis, proses ini dapat terganggu. Beberapa penyakit termasuk

penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif di

dalam tubuh. Oksidatif stress ini menyebabkan penurunan kadar antioksidan

di dalam tubuh, yang mendasari terjadinya penyakit kardiovaskular dan

perubahan fungsi platelet. Dapat disimpulkan, meregulasi stress oksidatif,

reactive oksigen, dan nitrogen species berperan penting dalam fungsi platelet

dan thrombosis. (Oxidative Stress and Platelets, 2008 American Heart

Association.)

d. Aktivitas fisik

Pengaruh aktivitas fisik terhadap keseimbangan hemostasis pertama kali

diamati oleh John Hunter pada tahun 1794 dimana ia menemukan darah

hewan yang tidak membeku setelah lari jarak jauh. 150 tahun kemudian

dilakukan penelitian ilmuah oleh Bigss dkk pada tahun 1947 dimana

ditemukan bahwa latihan fisik memacu aktivitas fibrinolisis darah.

Darah akan mengalami hiperkoagulasi (lebih encer) setelah seseorang

mengadakan aktivitas fisik. Ini disebabkan meningkatnya aktivitas 2 faktor

yang dapat membuat darah lebih encer yaitu : koagulan faktor VIII dan APTT
(Activated Partial Prothrombin Time). Untuk memacu hiperkoagulasi, faktor

VIII harus meningkat banyak, sedangkan APTT harus mengalami

pemendekan.

Aktivitas visik dapat menyebabkan leukositosis, dan meningkatkan aktivitas

leukosit, respons tersebut tidak dipengaruhi oleh thrombin inhibisi. Aktivitas

fisik juga meningkatkan konjugasi platelet-leukosit tanpa stimulasi agonist.

Peningkatan konjugasi platelet-leukosit selama aktivitas fisik dapat

meningkatkan potensial efek protrombik dan proaterogenik. (Platelet Activity,

Coagulation, and Fibrinolysis During Exercise, 2007 American Heart

Association)

Pengaruh aliran darah dalam hal agregasi platelet dan pembentukan thrombus.

Telah lama dipelajari bahwa factor kunci yang mengatur dinamika

pembentukan thrombus adalah blood rheology, dimana terjadinya perubahan pada

lingkungan hemodynamic local merupakan salah satu factor penting yang mengatur

regulasi endapan platelet dan pertumbuhan thrombus. Platelet mempunyai kekhasan

dalam kemampuannya utnuk tetap stabil dalam kondisinya berintaraksi dengan aliran

darah yang tinggi, dan secara umum dapat dikatakan shear stress dapat meningkatkan

deposisi platelet terhadapa permukaan trombogenik dan peningkatan permbentukan

thrombus. (Journal of Thrombosis and Haemostasis, 2007)

Pada arteri yang sehat, aliran darah mengalir dalam bentuk laminar, sehinga platelet

pada dinding pembuluh darah terpapar pada hemodinamik yang stabil selama

pembentukannya dalam respon hemostasis.


Berdasarkan penemuan terakhir, dari system perfusi in vitro dan in vive thrombosis

model, telah diamati 3 perbedaan shear berdasarkan mekanisme agregasi platelet :

 Low-intermediate shear (<1000s)

Aliran wall shear seperti ini ditemukan pada pembuluh darah vena dan arteri-

arteri besar, dan proses agregasi platelet dalam kondisi ini terutama

diperantarai oleh integrian aIIbb3. Dalam kondisi lower shear, aIIbb3 pada

permukaan platelet bebas akan menarin fibrinogen ke permukaan thrombus.

Sehingga membentuk ikatan fibrinogen yang stabil.

 High shear (1000-10.000 s)

Aliran seperti ini terjadi pada mikrosirkulasi arteri atau pada daerah pembuluh

darah yang stenosis sedang. Dalam kondisi high shear seperti ini, interaksi

platelet-platel, menjadi lebih tergantung pada VWF yang berperan penting

terhadap GPIb dan integrin aIIbb3 dalam memulai agregasi platelet discoid.

 Pathological shear (>10.000s)

Aliran darah seperti ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

penyempitan karena aterotrombosis, wall shear rate dapat meningkat secara

dramatis, yaitu mencapai 40.000 s. Pada aliran seperti ini, agregasi platelet

tidak membutuhkan platelet aktivasi atau fungsi adhesi dari integrin dan

secara khusu diperantarai oleh ikatan adesi VWF-GIb. (Journal of Thrombosis

and Haemostasis, 2007)


Antikoagulan

Heparin adalah suatu antikoagulan alami yang mempermudah kerja

antitrombin III. Zat ini juga merupakan suatu kofaktor untuk lipoprotein lipase.

Protein yang sangat basa, protamin, membentuk suatu kompleks irefersibel dengan

heparin dan secara klinis digunakan untuk menetralkan heparin. Dari unfractional

heparin dapat dihasilkan low molecular weight fragment dengan berat molekul rata-

rata sebesar 5000, dan heparin berberat molekul rendah ini semakin banyak

digunakan secara klinis karena waktu paruhnya yang lebih panjang dan menghasilkan

respon antikoagulan yang lebih dapat diprediksi ketimbang unfractional heparin.

In vivo, kadar Ca2+ plasma yang cukup rendah untuk mengganggu pembekuan

tidak memungkinkan kelangsungan hidup, tetapi pembekuan dapat dicegah secara in

vitro jika Ca2+ dihilangkan dari darah dengan menambahkan zat lain seperti oksalat,

yang membentuk garam tidak larut dengan Ca2+, atau chelating agent, yang mengikat

Ca2+. Derivate kumarin seperti dikumarol dan warfarin juga merupakan antikoagulan

yang efektif. Turunan kumarin ini menghambat kerja vitamin K, dan vitamin ini

merupakan suatu kofaktor yang diperlukan untuk enzim yang mengkatalisis konversi

residu asam glutamate menjadi residu asam gamma-karboksiglutamat. Enam protein

yang terlibat dalam pembekuan memerlukan konversi sejumlah residu asam glutamat

menjadi residu asam gamma-karboksiglutamat sebelum dilepaskan ke dalam sirkulasi

sehingga keenam protein ini bergantung pada vitamin K. Protein-protein ini adalah

faktor II (protrombin), VII, IX, dan X, protein C, dan protein S.


DAFTAR PUSTAKA

1. A. Breitenstein, S.F. Stämpfli, G.G. Camici, A. Akhmedov, H.R. Ha, F.


Follath, A. Bogdanova, T.F. Lüscher and F.C. Tanner. Amiodarone Inhibits
Arterial Thrombus Formation and Tissue Factor. American Heart Association
Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28;2231-2238.
2. David Varga-Szabo, Irina Pleines and Bernhard Nieswandt. Cell Adhesion
Mechanisms in Platelets. American Heart Association 2008 Arterioscler
Thromb Vasc Biol 2008;28;403-412.
3. Jackson SP, Nesbitt WS, Westein E. Dynamics of platelet thrombus
formation. J Throm Haemost 2009; 7 (Suppl. 1): 17–20
4. Simon D. Robinson, Christopher A. Ludlam, Nicholas A. Boon, David E.
Newby. Endothelial Fibrinolytic Capacity Predicts Future Adverse
Cardiovascular Events in Patients With Coronary Heart Disease. American
Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2007;27;1651-1656.
5. P.E. Morange, C. Bickel, V. Nicaud, R. Schnabel, H.J. Rupprecht, D. Peetz,
K.J. Lackner, F. Cambien, S. Blankenberg, L. Tiret, for the AtheroGene
Investigators. Haemostatic Factors and the Risk of Cardiovascular Death in
Patients With Coronary Artery Disease: The Athero Gene Study. American
Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2006;26;2793-2799.
6. Anna M. Kucharska-Newton, David J. Couper, James S. Pankow, Ronald J.
Prineas, Thomas D. Rea, Nona Sotoodehnia, Aravinda Chakravarti, Aaron R.
Folsom, David S. Siscovick, Wayne D. Rosamond. Hemostasis,
Inflammation, and Fatal and Nonfatal Coronary Heart Disease. American
Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2009;29;2182-2190.
7. Angela M. Carter, Charlotte M. Cymbalista, Tim D. Spector, Peter J. Grant,
on behalf of the EuroCLOT Investigators. Heritability of Clot Formation,
Morphology, and Lysis: The EuroCLOT Study. American Heart Association.
Arterioscler Thromb Vasc Biol 2007;27;2783-2789.
8. Alberto Radaelli, Claudia Loardi, Maria Cazzaniga, Giulia Balestri, Caterina
DeCarlini. Inflammatory Activation During Coronary Artery Surgery and Its
Dose-Dependent Modulation by Statin/ACE-Inhibitor Combination.
American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2007;27;2750-
2755.
9. William A. Schumacher, Joseph M. Luettgen, Mimi L. Quan, Dietmar A.
Seiffert. Inhibition of Factor XIa as a New Approach to Anticoagulation.
American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2010;30;388-
392.
10. Yuko Izuhara, Satoru Takahashi, Masaomi Nangaku, Shunya Takizawa,
Hideyuki Ishida, Kiyoshi Kurokawa, Charles van Ypersele de Strihou,
Noriaki Hirayama, Toshio Miyata. Inhibition of Plasminogen Activator
Inhibitor-1: Its Mechanism and Effectiveness on Coagulation and Fibrosis.
American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28;672-
677.
11. David Gailani, Thomas Renne. Intrinsic Pathway of Coagulation and Arterial
Thrombosis. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol
2007;27;2507-2513.
12. Josune Orbe, Jose´ A. Rodríguez, Olivier Calvayrac, Ricardo Rodríguez-
Calvo, Cristina Rodríguez. Matrix Metalloproteinase-10 Is Upregulated by
Thrombin in Endothelial Cells and Increased in Patients With Enhanced
Thrombin Generation. American Heart Association. Arterioscler Thromb
Vasc Biol 2009;29;2109-2116.
13. Thomas W. Wakefield, Daniel D. Myers, Peter K. Henke. Mechanisms of
Venous Thrombosis and Resolution. American Heart Association.
Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008.
14. Jane E. Freedman. Oxidative Stress and Platelets. American Heart
Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28;s11-s16.
15. Nailin Li, Shu He, Margareta Blomba¨ck, Paul Hjemdahl. Platelet Activity,
Coagulation, and Fibrinolysis During Exercise in Healthy Males: Effects of
Thrombin Inhibition by Argatroban and Enoxaparin. American Heart
Association. 2007.
16. Christian A. Gleissner, Philipp von Hundelshausen, Klaus Ley. Platelet
Chemokines in Vascular Disease. American Heart Association. Arterioscler
Thromb Vasc Biol 2008;28;1920-1927.
17. Robert K. Andrews, Denuja Karunakaran, Elizabeth E. Gardiner, Michael C.
Berndt. Platelet Receptor Proteolysis: A Mechanism for Downregulating
Platelet Reactivity. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc
Biol 2007;27;1511-1520.
18. Andreas E. May, Peter Seizer, Meinrad Gawaz. Platelets: Inflammatory
Firebugs of Vascular Walls. American Heart Association. Arterioscler
Thromb Vasc Biol 2008;28;s5-s10.
19. Pia Davidsson, Johannes Hulthe, Björn Fagerberg and Germán Camejo.
Proteomics of Apolipoproteins and Associated Proteins From Plasma High-
Density Lipoproteins. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc
Biol 2010;30;156-163.
20. Nigel Mackman, Rachel E. Tilley and Nigel S. Key. Role of the Extrinsic
Pathway of Blood Coagulation in Hemostasis and Thrombosis. American
Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2007;27;1687-1693.
21. Guy A. Zimmerman and Andrew S. Weyrich. Signal-Dependent Protein
Synthesis by Activated Platelets: New Pathways to Altered Phenotype and
Function. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol
2008;28;s17-s24.
22. Robert A. Campbell, Kellie R. Machlus and Alisa S. Wolberg. Smoking Out
the Cause of Thrombosis. American Heart Association. Arterioscler Thromb
Vasc Biol 2010;30;7-8.
23. Richard P. Phipps and Neil Blumberg. Statin Islands and PPAR Ligands in
Platelets. American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol
2009;29;620-621.
24. James T.B. Crawley and David A. Lane. The Haemostatic Role of Tissue
Factor Pathway Inhibitor. American Heart Association. Arterioscler Thromb
Vasc Biol 2008;28;233-242.
25. D. Collen and H.R. Lijnen. The Tissue-Type Plasminogen Activator Story.
American Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2009;29;1151-
1155.
26. Feng Shen, Christian J. Kastrup, Ying Liu and Rustem F. Ismagilov.
Threshold Response of Initiation of Blood Coagulation by Tissue Factor in
Patterned Microfluidic Capillaries Is Controlled by Shear Rate. American
Heart Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2008;28;2035-2041.
27. Peter Verhamme and Marc F Hoylaerts Peter Verhamme and Marc F
Hoylaerts. Hemostasis and inflammation: two of a kind?. Thrombosis Journal
2009, 7:15
28. Saulius Butenas, Thomas Orfeo and Kenneth G. Mann. Tissue Factor in
Coagulation: Which? Where? When?. American Heart Association.
Arterioscler Thromb Vasc Biol 2009;29;1989-1996.
29. Nigel Mackman and Mark Taubman. Tissue Factor: Past, Present, and Future.
Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology. American Heart
Association. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2009;29;1986-1988.
30. William P. Fay, Nadish Garg and Madhavi Sunkar. Vascular Functions of the
Plasminogen Activation System. American Heart Association. Arterioscler
Thromb Vasc Biol 2007;27;1231-1237.

Anda mungkin juga menyukai