METODE HEMATOLOGI
TAHAP DASAR ORIENTASI
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Retikulosit adalah sel darah merah yang masih muda yang tidak berinti
dan berasal dari proses pematangan normoblas di sumsum tulang. Sel ini
mempunyai jaringan organela basofilik yang terdiri dari RNA dan protoforpirin
yang dapat berupa endapan dan akan berwarna biru apabila dicat dengan
pengecatan biru metilen (Suega, 2010).
Prekursor eritroid yang secara morfologik dalam sumsum tulang dikenal
sebagai pronormoblas, kemudian berkembang menjadi basofilik (early
normoblast), selanjutnya polychromatophilic normoblast dan acidophilic (late)
normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, masih tertinggal sisa-sisa RNA,
yang jika di cat dengan pengecatan khusus akan tampak seperti jala sehingga
disebut retikulosit. Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, kehilangan sisa RNA
sehingga menjadi eritrosit dewasa. Proses ini dikenal sebagai eritropoesis (Bakta,
2006).
Retikulosit berada di sirkulasi selama 1-2 hari sebelum akhirnya menjadi
sel darah merah matang (Anonim 1, 2010). Tahapan proses pematangan sel darah
merah dapat dilihat pada gambar 1.
Pemeriksaan retikulosit kembali mendapat perhatian yang penting setelah
ditemukannya pemeriksaaan dengan alat yang lebih canggih dengan pewarnaan
yang spesifik untuk RNA. Hasil pemeriksaan ini jauh lebih tepat dan akurat
walaupun pada kosentrasi retikulosit yang rendah.
Bahkan generasi terakhir dari alat ini mampu memberikan informasi
tambahan seperti adanya gambaran fraksi retikulosit muda (IRF) dan beberapa
paremeter lainnya seperti MCVr (Reticulocyte Mean Corpuscular Volume),
MCHCr (Reticulocyte Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) dan rata-
rata kadar hemoglobin dalam retikulosit (CHr) (Suega, 2010).
Anemia defisiensi besi adalah bentuk paling umum dari anemia akibat
kekurangan nutrisi di seluruh dunia. Berbagai parameter biokimia yang digunakan
untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi termasuk Feritin, Saturasi Transferin,
1
Gambar 1. Tahapan pematangan sel darah merah (Anonim 1, 2010).
2
Standar emas yang digunakan untuk menentukan kekurangan zat besi
adalah penilaian dari pewarnaan zat besi sumsum tulang. Namun, karena adanya
variabilitas interobserver dan ditemukannya juga cadangan besi pada pasien
dengan anemia akibat peradangan kronis, maka tidak lagi menjadi standar emas
yang sempurna dalam menentukan kekurangan zat besi. Pengukuran respon
eritropoesis terhadap terapi zat besi mungkin menjadi standar emas yang lebih
baik (Mast, 2007).
Pemeriksaan CHr mengukur hemoglobin dari retikulosit (sel darah
merah yang imatur) dan dapat mengukur langsung zat besi yang tersedia untuk
eritropoiesis produksi sel darah merah) secara dini. Content Hemoglobin
Reticulocyt memiliki sensifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk diagnosis
defisiensi besi dibandingkan pengukuran zat besi secara tradisional (Anonim 1,
2010).
Dengan kemampuan mengukur secara langsung hemoglobin yang
terdapat pada retikulosit, penilaian CHR menjad alat sensitif baru untuk deteksi
dini dari defisiensi besi fungsional dan memberikan informasi tambahan yang
dapat digunakan dalam mengelola kebutuhan zat besi pada terapi rHuEPO
(Anonim 2, 2010).
Di Laboratorium Patologi Klinik RS Moewardi, CHr diukur saat analisis
retikulosit dengan menggunakan ADVIA 120 automated hematology analyzers
yang diproduksi oleh Siemens.
ADVIA 120 dan 2120 telah disetujui untuk penggunaan klinis oleh
FDA di Amerika Serikat pada tahun 1997 (Mast, 2007).
Content Hemoglobin Reticulocyte ditentukan dari pengukuran light
scatter pada dua sudut yang berbeda meliputi isovolumetric sphering dari oxazine
750-stained reticulocytes. Volume dan konsentrasi hemoglobin retikulosit diukur
dari jumlah cahaya yang tersebar di dua sudut berbeda (Mast, 2007).
Content Hemoglobin Reticulocyte merupakan produk dari volume
seluler dan konsentrasi hemoglobin selular. Konsentrasi hemoglobin meningkat
dan volume sel menurun pada retikulosit yang matang dan menjadi eritrosit. Oleh
3
karena itu, CHr adalah parameter yang lebih stabil daripada konsentrasi
hemoglobin retikulosit (Mast, 2007).
Pemeriksaan serupa dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sysmex
(XE 2100) hematology analyzer, tetapi tidak identik, parameter retikulosit disebut
RET-Y yang telah tersedia sejak Mei 2005. Ret-He adalah hasil pengukuran dari
forward scatter dari retikulosit yang terwarnai dan memiliki hubungan kurva
linear dengan CHr. Nilai Ret-He secara matematis dapat dikonversi menjadi nilai
konsentrasi hemoglobin retikulosit yang mencerminkan nilai CHr yang diperoleh
pada analisa ADVIA (Mast, 2007).
Reticulocyte hemoglobin content yang berasal dari teknologi Siemens
(Advia) sangat mirip dibandingkan reticulocyte hemoglobin content (RET-He)
pada alat Sysmex, dengan rentang R dari 0,95-0,99 (Brugnara, Kratz, 2015).
Keuntungan dari pengukuran reticulocyte hemoglobin content
menggunakan hematology analyzer adalah hasil pemeriksaan dapat diperoleh
dalam beberapa menit dan juga untuk mengurangi pemeriksaan tambahan seperti
ferritin, serum iron dan total iron binding capacity (Brugnara, Kratz, 2015).
Kekurangannya adalah bahwa parameter ini hanya didapat pada alat
Advia. Tetapi sekarang parameter celluler hemoglobin content tersedia juga pada
alat Sysmex yang disebut dengan RET-He (Brugnara, 2015).
Nilai rata-rata CHr bagi individu yang sehat menggunakan ADVIA
analyzer telah dilaporkan sebesar 30,8 pg dengan tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan (Mast, 2007).
Sysmex (XE 2100) hematology analyzer menggunakan fluorescent
flowcytometry dengan pewarna polymethine, mengukur nilai rata-rata dari
forward light scatter histogram dari sel darah merah yang matur dan retikulosit.
(Acton, 2012).
Pengukuran RET-He menggunakan satuan pikogram, dimana
menunjukkan rata-rata hemoglobin retikulosit. Nilai RET-He dihitung secara
matematis dari nilai ret-Y dan rbc-Y (nilai rata-rata dari forward light scatter
dalam histogram yang secara proporsional menggambarkan dimensi dan isi
hemoglobin (Zini, 2014).
4
Banyak penelitian dalam membedakan jenis anemia dan untuk monitoring
terapi erytrhropoietin menunjukkan bahwa RET-He adalah indikator awal dari
defisiensi besi eritropoiesis meskipun nilai serum feritin atau saturasi transferin
masih normal (Wick, Pinggera, Lehman, 2012).
RET-He meningkat pada pasien dialisis yang menerima besi intravena
secara simultan dengan EPO. Pada anak RET-He juga dipercaya sebagai indikator
yang baik untuk defisiensi besi pada anak-anak. Rentang nilai normal RET-He
adalah 28-35 pg per retikulosit (Wick, Pinggera, Lehman, 2012).
Persamaan
Item Parameter CHr pada Advia 120 ParameteRET-He r
pada Sysmex XE-2100
Perbedaan
(Anonim 2, 2010)
5
eritropoiesis selama 3-4 hari sebelumnya. Sehingga merupakan penanda
laboratorium yang berguna untuk diagnosis kekurangan zat besi baik pada orang
dewasa maupun anak-anak dan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
kekurangan zat besi fungsional pada pasien yang menerima terapi erythropoietin
(Mast, 2007).
Namun, karena yang digunakan untuk perhitungan CHr adalah ratarata
volume seluler, maka pemeriksaan CHr memiliki keterbatasan diagnostik.
Pemeriksaan CHr sering rendah pada pasien thalasemia dan hemoglobinopati
yang menyebabkan anemia mikrositik. Juga dapat meningkat pada pasien yang
kekurangan zat besi pada anemia megaloblastik karena tingginya rata-rata volume
seluler terkait dengan megaloblastosi (Mast, 2007).
Oleh karena itu, dalam menafsirkan nilai-nilai CHr kita juga harus
memperhatikan fisiologi eritrosit, ermasuk informasi adanya transfusi darah,
terapi zat besi, vitamin B12 atau defisiensi folat, dan hasil analisis hemoglobin
(Mast, 2007).
Nilai CHr menurun secara signifikan pada defisiensi besi dan tidak
menurun pada pasien anemia dengan inflamasi kronis (Anderson, McLaren,
2012).
Untuk memastikan hasil pemeriksaan yang akurat perlu diperhatikan
beberapa hal berikut:
a. Sampel diambil sebelum dialisis.
b. Hindari kontaminasi darah dari heparin atau salin.
c. Gunakan luer adapter untuk memasukkan spesimen secara langsung ke dalam
tabung, hindari menggunakan spuit.
d. Pastikan mencampur sampel secara perlahan dengan membolak-balikkan
sebanyak 5 kali.
e. Simpan dalam refrigerator sccara tepat saat menunggu pengiriman dan jangan
dibekukan (Anonim 1, 2010).
6
BAB II
PEMERIKSAAN CONTENT HEMOGLOBIN RETICULOCYTE (CHr)
A. Pra analitik
1. Tujuan
Pemeriksaan Content Hemoglobin Reticulocyte (CHr) bertujuan untuk
mengukur jumlah hemoglobin dalam retikulosit (Anonim 1, 2010).
2. Persiapan pasien
Tidak ada persiapan khusus
3. Sampel
a. Pengumpulan Sampel
Darah dilkumpulkan dalam tabung berisi EDTA sebagai antikoagulan
(Anonim 4, 2012). Sampel darah harus disimpan dalam lemari
pendingin dengan suhu 2C sampai 8C apabila tidak dianalisa dalam
8 jam setelah phlebotomy . Apabila sampel telah disimpan dalam
lemari pendingin, biarkan terlebih dahulu sampai mencapai suhu
ruangan (15C sampai 30C) sebelum dilakukan analisa (Anonim 2,
2010).
b. Pengenceran Sampel
Pengenceran darah untuk pemeriksaan retikulosit tidak
direkomendasikan . (Anonim 2, 2010).
c. Stabilitas sampel
Telah dilakukan penelitian mengenai efek dari lamanya penyimpanan
darah selama periode 72 jam pada ADVIA 120 Hematology System.
Dua pasang sampel darah dari 15 orang normal dinilai sesaat setelah
phlebotomy dan dibandingkan dengan pada saat interval 8, 24, 36, 48,
dan 72 jam. Satu dari setiap pasang sampel disimpan pada suhu kamar
sedangkan satu sampel lainnya disimpan pada suhu 2C sampai 8C
dalam tabung tetutup yang menggunakan antikoagulan EDTA.
Hasilnya menunjukkan bahwa parameter retikulosit stabil dalam 2
standar deviasi.
7
Parameter Stabilitas dalam suhu Stabilitas dalam lemari
kamar (jam) pendingin (jam)
% RETIC 24 72
CHr 24 72
(Anonim 2, 2010)
c. Reagensia
ADVIA 120 auto retic mengandung deterjen zwiterionic (surfaktan)
yang isovolumetrik dengan sel darah merah. Dan juga berisi pewarna
kationik, Oxazine 750, yang mewarnai RNA sel (Anonim 3, 2010).
B. Analitik
8
1. Prinsip
Prinsip pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur CHr adalah
flowcytometri. Kandungan hemoglobin seluler dari retikulosit diukur per
sel melalui dual angle light scatter dan nilai rata-ratanya dilaporkan
sebagai CHr (Anonim 2, 2010).
Dua mikroliter (2uL) dari sampel dengan antikoagulan EDTA
dicampur dengan reagen ADVIA 120 autoRETIC. Reagen ADVIA 120
autoRETIC isovolumetrik dengan sel eritrosit dan akan mewarnai RNA
seluler. Low-angle laser liht scatter, high-angle laser light scatter dan
absorbsi dari seluruh sel dihitung dan diukur. Data absorbsi digunakan
untuk mengklasifikasikan sel sebagai retikulosit atau sel darah merah
matang berdasarkan isi RNA (Anonim 2, 2010).
2. Cara kerja
a. Untuk menjalankan sampel secara otomatis dengan autosampler:
1) Masukan tabung ke dalam rak dengan label barcode terlihat di atas rak.
Label barcode menunjukkan jumlah rak dan posisi sampel.
2) Masukan rak ke antrian input dengan label menghadap kedepan,
jika indikator standby menyala, tekan standby.
3) Pada touchpad, pilih start / stop Sampler.
4) Indikator start menyala.
5) Mengevaluasi hasil kontrol atau memvalidasi hasil pasien (Anonim 2,
2010).
9
7) Mengevaluasi hasil kontrol atau memvalidasi hasil pasien (Anonim 2,
2010).
C. Paska analitik
1. Penilaian hasil
10
2. Nilai normal
Nilai normal CHr (Content Hemoglobine Retyculocyte) dapat
dilihat dalam tabel dibawah ini:
Cut off point CHr untuk menilai anemia defisiensi besi adalah 29
pg (Karagulle, 2013).
3. Interferensi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi nilai CHr diantaranya
adalah sebagai berikut:
11
BAB III
SIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13
Suega. K. 2010. Aplikasi Klinis Retikulosit . Jurnal Penyakit Dalam. Volume 11.
www.portalgaruda.org (diunduh 2 April 2017)
Wick, Pinggera, Lehman. 2012. Concepts in the anemias of malignancies and
renal and rheumatoid diseases . Clinical Aspects and Laboratory. Iron
Metabolism, Anemias., 6th ed
Zini. 2014. Morphology of Blood Disorders. 2nd ed
14
15