Oleh :
Kelompok A1
1. Haula Ajra Kamila (G1A018001)
Asisten
Nabila Sulistyawati
NIM. G1A016034
PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN
PEMERIKSAAN HEMATOKRIT
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH ERITROSIT
PEMERIKSAAN NILA INDEKS ERITROSIT
Oleh :
Kelompok A1
7. Haula Ajra Kamila (G1A018001)
Disusun untuk memenuhi praktikum Patologi Klinik blok Basic Science of Blood,
Support, and Movement System pada Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Asisten
NABILA SULISTYAWATI
NIM. G1A016034
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Darah sebagai komponen utama penyusun tubuh akan bekerja
sesuai dengan fungsinya sehingga manfaat-manfaatnya dapat dirasakan
oleh tubuh. Di tubuh manusia, darah terdiri dari cairan kompleks plasma
tempat elemen-elemen selular (eritrosit, leukosiyt, dan trombosit) berada.
Eritrosit (sel darah merah, atau SDM) secara esensial merupakan membran
plasma-kantong tertutup hemoglobin yang mengangkut O2 di dalam
darah. Leukosit (sel darah putih, atau SDP), unit pertahanan mobil sistem
imun, diangkut melalui darah ke tempat terjadinya luka atau invasi oleh
mikroorganisme penyebab penyakit. Platelet (trombosit) penting bagi
hoemostasis untuk menghentikan perdarahan akibat pembuluh yang cedera
(Sherwood, 2016).
Walaupun letak darah terdapat di dalam tubuh, namun darah tetap
bisa diamati, baik mengamati perbedaan sel darahnya, jumlah kadar
eritrositnya, jumlah kadar leukositnya, kadar hemoglobin dalam eritrosit,
dan lain sebagainya. Di praktikum ini, kelompok kami mempraktekkan
cara mengidentifikasi sel darah, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dalam
darah, dan nilai indeks eritrosit dalam darah. Praktik ini dapat menunjang
kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat mempermudah mendeteksi
kelainan dalam darah manusia.
Salah satu contoh aplikasinya, yaitu pada pasien penderita anemia
menunjukkan kemampuan darah mengangkut O2 di bawah normal dan
ditandai oleh hematokrit yang rendah (Sherwood, 2016). Pada keadaan
seperti ini, pasien dapat diambil sampel darahnya untuk diamati kadar
hematokrit dalam darah dan dapat dibandingkan dengan kadar hematokrit
pada orang normal.
B. Tujuan
1. Ingin mengetahui perbedaan sel seperti eritrosit, leukosit, dan
trombosit pada darah
2. Ingin mengetahui kadar hemoglobin dengan metode sahli dilanjutkan
dengan aplikasi klinis berdasarkan hasil pemeriksaan.
3. Ingin mengetahui kadar hematokrit dengan metode mikro hematokrit
dilanjutkan dengan aplikasi klinis berdasarkan hasil pemeriksaan.
4. Ingin mengetahui jumlah eritrosit dilanjutkan dengan aplikasi klinis
berdasarkan hasil pemeriksaan.
5. Ingin mengetahui nilai indeks eritrosit dalam darah seperti ukuran rata-
rata eritrosit dan banyaknya hemoglobin dalam tiap eritrosit
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui perbedaan sel eritrosit, leukosit, dan trombosit
2. Dapat mengetahui cara pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli
dan mengetahui jumlah kadar hemoglobin dalam darah
3. Dapat mengetahui cara pemeriksaan hematokrit dan mengetahui
jumlah kadar hematokrit dalam darah
4. Dapat mengetahui cara pemeriksaan eritrosit dan jumlah kadar eritrosit
dalam darah
5. Dapat mengetahui ukuran eritrosit rata-rata dan banyaknya
hemoglobin dalam tiap eritrosit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu pigmen (memiliki warna alami), karena memiliki
kandungan besi. Hemoglobin akan tampak kemerahan jika berikatan dengan O2
dan tampak keunguan jika mengalami deoksigenasi. Darah arteri yang
teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan
sebagian dari kandungan O2 akan berwarna kebiruan. Selain mengangkut oksigen,
hemoglobin juga dapat berikatan dengan CO2, CO, NO, H+ (Sherwood,2016).
1. Karbon Dioksida (CO2)
Hemoglobin membantu mengangkut CO2 dari sel jaringan kembali ke paru.
2. Bagian Ion Hidrogen Asam (H+)
Hidrogen dari asam karbonat yang terionisasi dihasilkan di tingkat jaringan
dari CO2. Hemoglobin sebagai buffer akan menyangga asam ini agar tidak
menyebabkan perubahan pH darah.
3. Karbon Monoksida (CO)
Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi jika
terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berikatan dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO.
4. Nitrat oksida (NO)
Nitrat oksida bersifat vasodilator akan berikatan dengan hemoglobin.
Vasodilatasi ini membantu darah kaya oksigen mengalir dengan lancar dan
juga membantu menstabilkan tekanan darah.
Molekul hemoglobin tersusun atas dua rantai polipeptida yang setiap rantai
polipeptida tersebut mempunyai gugus heme pada hemoglobin yang di dalamnya
ada ion Fe. Rantai polipeptida alfa atau beta yang mengikat karbondioksida
membentuk karbominohemoglobin. Pada pembuluh kapiler paru kondisi plasma
oksigen tinggi sedangkan karbondioksida rendah. Ini yang mempengaruhi kapan
oksigen serta karbondioksida dilepas dan diikat (Martini,2012).
Makrofag di limpa juga menguraikan hemoglobin dari eritrosit tua. Besi dari
hemoglobin didaur ulang dan disalurkan kembali ke sumsum tulang untuk
menyintesis hemoglobin baru oleh eritrosit yang sedang berkembang. Heme dari
hemoglobin diuraikan lebih lanjut dan diekskresikan ke dalam empedu oleh sel
hati (Eroschenko, 2015).
Proses metabolisme hemoglobin diawali dengan suksinil-KoA, yang
dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul
pirol. Kemudian, empat pirol bergabung dengan besi membentuk protorfirin IX,
yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Setiap
molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang di
sintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai
hemoglobin. Tiap-tiap rantai mempunyai berat molekul kira-kira 16.000, empat
rantai ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk
molekul hemoglobin yang lengkap (Guyton, 2011).
Terdapat beberapa variasi kecil diberbagai rantai subunit hemoglobin,
bergantung pada susunan asam amino pada bagian polipeptidanya. Tipe-tipe
rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk
hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A yang
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin A
mempunyai berat molekul 64.458 (Guyton, 2011).
B. Hematokrit
Nilai hematokrit merupakan volume eritrosit yang dimampatkan. Dapat pula
diartikan sebagai volume sel-sel eritrosit seluruhnya dalam 100 ml darah dan
dinyatakan dalam %. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mencari nilai MCH (Mean Corpusculum
Hemoglobin) (Baron, 2008).
Peningkatan hematokrit yang dikaitkan dengan peningkatan viskositas
darah, mengurangi aliran balik vena, dan meningkatkan kelengketan dari platelets.
Hal ini juga diketahui bahwa subjek dengan kadar hematokrit di atas kisaran
normal bagi penduduk, seperti erythrocytosis primer atau sekunder, yang
cenderung untuk kedua penyakit kardiovaskular arteri dan vena hematokrit
thrombosis. Apabila dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
dan semua penyebab mortalitas pada populasi umum (Virchow,2010).
Banyak faktor (selain hematokrit) seperti jenis kelamin, usia, habitus tubuh,
dan penyakit jantung yang mendasari dapat menentukan efek mengisi intradialytic
(Acta Nephrologica, 2011).
C. Leukosit
1. Pengertian
Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland (2008), yang dimaksud
leukosit adalah sel darah putih; Sel darah tidak berwama yang mampu
bergerak secara ameboid, dengan fungsi utamanya adalah untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama: granular dan nongranular.
Leukosit mempunyai inti dan terbagi menjadi granulosit dan
agranulosit, bergantung pada keberadaan granula di dalam sitoplasma.
Granulosit adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit adalah
monosit dan limfosit. Leukosit melakukan fungsi utamanya di luar
pembuluh darah. Sel ini bermigrasi keluar pembuluh darah melalui dinding
kapiler dan masuk ke jaringan ikat, jaringan limfoid, dan sumsum tulang.
Fungsi utama leukosit adalah pertahanan tubuh terhadap invasi bakteri atau
adanya benda asing. Akibatnya, leukosit paling banyak terkonsentrasi di
dalam jaringan ikat (Eroschenko, 2015).
2. Jenis Leukosit
a. Granulosit
1) Neutrofil
Neutrofil adalah spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan
menghancurkan bakteri secara intraselluler. Neutrofil dapat
menjalankan suatu tipe kematian sel terprogram yang disebut
sebagai NETosis. Aktivitas ini menggunakan materi seluler penting
untuk mempersiapkan suatu jaringan serat yang disebut Neutrophil
Extracelluler Trap (NET). Neutrofil selalu menjadi pertahanan
pertahanan utama saat infeksi bakteri (Sheerwood, 2014).
Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna,
mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-
pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau
granula, serta banyaknya 60 -70 % (Handayani, 2008).
b. Agranulosit
1) Limfosit
Limfosit merupakan leukosit mononuclear non-granular
yang intinya berwarna gelap, kromatinnya padat dan mempunyai
sitoplasma berwarna biru pucat (Dorland, 2015)
Limfosit telah diprogra secara spesifik untuk membentuk
pertahanan imun terhadap sasaran-sasaran mereka. Terdapat dua
jenis limfosit, limfost B dan limfosit T (sel B dan sel T) yang
terlihat serupa. Limfosit B menghasilkan antibody yang beredar
dalam darah dan bertanggung jawab dalam imunitas humoral, atau
yang diperantai oleh antibody. Suatu antibody berikartan dengan
benda asing yang mengandung antigen spesifik, misalnya bakteri,
yang memicu produksi antibody tersebut dan menandainya untuk
dihancurkan. Limfosit T tidak memproduksi antibody, sel ini
secara langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya dengan
mengeluarkan beragam zat kimia yang melubangi sel korban, suatu
proses yang dinamai imunitas selular. Sel sasaran sel T mencakup
sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker. Limfosit hidup
sekitar 100 – 300 hari. Setiap saat hanya terdapat sebagian kecil
limfosit total yang berada dalam darah. Sebagian besar secara ters-
menerus terdaur-ulang anrtara jaringan limfoid, limfe, dan darah,
hanya menghabiskan waktu beberapa jam di dalam darah. Jaringan
limfoid adalah jaringan yang mengandung limfosit seperti tonsil
dan kelenjar limfe (Sherwood, 2016)
2) Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih
besar daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan
memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan
kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah
berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus
sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga
sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang
(monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas
dan monosit (Rustikawati, 2012).
3. Produksi Leukosit
Semua leukosit berasal dari prekusor umum sel punca pluripoten
tidak berdiferensiasi di sunsum tulang. Sebagian besar limfosit dihasilkan
oleh koloni limfosit yang erada di jarigan limfoid yang pada awalnya
terpopulasi oleh sel-sel dari sunsum tulang. Leukosit merupakan sel darah
yang paling sedikit jumlahnya karena hanya bersifat sebagai transit dalam
darah. Jumlah total leukosit dalam keadaan normal berkisar 5 – 10 juta per
ml darah yang dinyatakan sebagai hitung sel darah putih 7000/ mm3
(Sherwood, 2016).
D. Eritrosit
1. Morfologi Eritrosit
Bentuk dan isi eritrosit sangat cocok dan sesuai untuk melaksanakan
fungsi primernya, mengangkut O2 di dalam darah. Terdapat tiga sifat
anatomik eritrosit berperan dalam efisiensi pengangkutan O2. Pertama,
eritrosit adalah sel datar berbentuk cakram yang mencekung di bagian
tengah di kedua sisi, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan
lubang (yaitu, eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan garis tengah
8µm, ketebalan 2µm di tepi luar, dan ketebalan 1µm di bagian tengah).
Bentuk bikonkaf ini menyediakan area permukaan yang lebih luas untuk
difusi oksigen dari plasma melewati membran masuk ke eritrosit
dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. Juga
ketipisan sel memungkinkan oksigen untuk berdifusi secara cepat antara
bagian-bagian eksterior dan interior sel (Sherwood, 2016).
Sifat struktural kedua yang mempermudah fungsi transpor SDM
adalah kelenturan membrannya. Sel darah merah, berdiameter normal 8 µm,
dapat berubah bentuk secara luar biasa ketika mengalir satu per satu
melewati kapiler yang garis tengahnya sesempit 3 µm. Karena sangat lentur,
eritrosit dapat mengalir melalui kapiler sempit yang berkelok-kelok untuk
menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa mengalami ruptur selama proses
berlangsung (Mohandas, 2016).
Sifat anatomi ketiga dan yang terpenting yang memungkinkan SDM
mengangkut O2 adalah adanya hemoglobin di dalamnya.
2. Fungsi Eritrosit
Fungsi utama sel darah merah relatif sederhana yaitu menyalurkan
oksigen ke jaringan dan membantu membuang karbondioksida dan proton
yang dibentuk oleh metabolisme jaringan. Sel darah merah memiliki
struktur yang jauh lebih sederhana dibandngkan kebanyakan sel pada
manusia (Sherwood, 2016).
Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membran yang
membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95%
protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom, atau aparatus golgi. Sel darah merah manusia, seperti
sebagian besar sel darah merah hewan, tidak berinti. Namun, sel darah
merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah
merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses untuk
mempertahankan bentuknya yang bikonkaf dan juga daam pengaturan
transpor ion (misalnya oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta
pengaturan air keluar masuk sel. Bentuk bikonkaf ini meningkatkan rasio
permukaan terhadap volume sel darah merah sehingga mempermudah
pertukaran gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskleleta yang
berperan pentng dalam menentukan bentuknya (Harper, 2014).
E. TROMBOSIT
Trombosit atau keeping darah bukan merupakan sel lengkap, tetapi
fragmen kecil sel (garis tengah sekitar 2 hingga µm) yang dilepaskan dari
tepi luar sel terikat sumsum tulang yang sangat besar (garis tengah hingga
60 µm) yang dikenal sebagai megakariosit. Satu megakariosit biasanya
memproduksi sekitar 1000 trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca
belum-berdiferensiasi yang sama dengan yang menghasilkan turunan
eritrosit dan leukosit. Trombosit pada hakikatnya adalah vesikel yang
terlepas yang mengandung sebagian sitpolasma megakriosit yang
terbungkus dalam membrane plasma (Sherwood,2016).
G. PEMERIKSAAN HEMATOKRIT
Hitung jumlah eritrosit atau red cell count adalah jumlah eritrosit tiap
satuan volume darah (dalam μl) Jumlah normal eritrosit berdasarkan
penelitian adalah 4.2-5.0 10³/μl untuk wanita dewasa dan 4.6-5.6 × 10³/μl
untuk pria dewasa (Osman, 2013). Penghitungan ini penting untuk
mengevaluasi kesehatan individu dan potensi-potensi adanya kelainan seperti
infeksi dan anemia (Reddy, 2014).
Leeuwenhoek adalah orang pertama yang melakukan penghitungan
eritrosit dengan menggunakan tabung kapiler dengan penanda gradasi
perhitungan dan menggunakan mikroskop untuk menghitungnya. Pada awal
abad ke-20, Moldovan menggunakan alat fotoelektrik untuk menhitung
jumlah eritrosit. Namun, alat itu tidak berkembang dengan baik karena masih
terbatasnya teknologi pada saat itu. Penghitung sel otomatis kemudian
ditemukan oleh Waiter H. Coulter pada pertengahan tahun 1950. Alat ini
memanfaatkan resistivitas dari sel darah karena adanya impedansi sel darah
padah larutan (Khan, 2012).
B. Bahan
1. Identifikasi Sel
a. Oil emersi
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Sampel:
a. Darah Vena
b. Darah Kapiler
3. Pemeriksaan Hematokrit
Darah vena atau darah kapiler
Reagensia: Heparin
4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
Reagen: Larutan Hayem, yang terdiri dari:
a. Na2SO4 Kristal : 5,0 gram
b. NaCl : 1,0 gram
c. HgCl2 : 200,0 ml
5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit
C. Cara Kerja
1. Identifikasi Sel (Eritrosiyt, Leukosit, Trombosit)
a. Nyalakanlah mikroskop
b. Letakkan preparat apus di bawah lensa mikroskop
c. Dengan lensa pembesaran objektif 10x, cari sel darah sampai
terlihat jelas dan fokus. Kemudian ubah ke pembesaran objektif
40x, fokuskan lagi.
d. Jika dibutuhkan, dapat digunakan pembesaran objektif 100x
dengan meneteskan oil emersi di preparat
e. Amati dan identifikasi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit.
2. Pemeriksaan Hemoglobin
a. Isi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sampai angka 2 (± 5
tetes).
b. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 ul, jangan sampai
ada gelembung udara yang ikut terhisap.
c. Hapus darah yang ada pada ujung pipet.
d. Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCL bila
masih ada darah dalam pipet, aduk sampai darah dan reagen
tercampur.
e. Diamkan 1 – 3 menit
f. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca
pengaduk.
g. Bandingan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan
standart.
h. Persamaan warna campuran dengan warna di tabung standard
harus dicapai dalam waktu 3 – 5 menit setelah darah tercampur
dengan HCL.
i. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca
kadar Hb pada skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml
darah.
j.
3. Pemeriksaan Hematokrit
a. Lakukan terlebih dahulu pengambilan darah vena atau kapiler
b. Lakukan pengambilan darah dengan tabung kapiler
c. Isi tabung kapiler dengan darah sampai ¾ tabung
d. Bakar ujung tabung yang kosmg dengan lampu spiritus atau
disumbat dengan vaseline, hingga benar-benar tertutup
e. Sentrifuge dengankecepatan 16.000 rpm selama 3-5 menit
f. Baca dengan skala hematokrit panjang kolom merah
Adalah : Kadar Hemoglobin Eritrosit yang didapat per Eritrosit, (Satuan : %).
Ht
Nilai normal : 32 – 37 %.
BABIV
A. Hasil
a. Eritrosit
b. Leukosit
1) Limfosit
Bentuk: bulat, kadang-kadang oval
2) Eosinofil
3) Basofil
4) Netrofil Segmen
Bentuk sel: oval atau bulat
5) Monosit
Sel besar
c. Trombosit
Granularitas:
granul ungu halus yang mengisi bagian tengah trombosit. Pinggir tipis
tanpa granul pada bagian tepi dari sel
2. Pemeriksaan Hemoglobin
a. Probandus
Nama : Tn. X
Usia : 36 th
3. Pemeriksaan Hematokrit
Nama : Tn. X
Usia : 36 th
a. Probandus
Nama : Tn. X
Usia : 36 Tahun
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = Jumlah kotak kecil yang dihitung x 400 x 10 x 200
727
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = x 400 x 10 x 200
80
= 7.270.000/mm3
𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡
𝑀𝐶𝑉 = × 10
𝐽𝑚𝑙 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎)
40
𝑀𝐶𝑉 = 7,27 × 10 = 55,02 fL
Hemoglobin
MCH = × 10
Jml Eritrosit(juta)
15
𝑀𝐶𝐻 = 7,27 × 10 = 20,06 pG
Hb
MCH = × 100%
Ht
15
MCH = 40 × 100% = 37,5%
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Hemoglobin
2. Pemeriksaan Hematokrit
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = Jumlah kotak kecil yang dihitung x 400 x 10 x 200
727
Sehingga didapatkan hasil = x 400 x 10 x 200
80
= 7.270.000/mm3
Interpretasi hasil tersebut menunjukan tidak normal sebab menurut
perhitungan Dacie, nilai rujukan normal bagi pria dewasa adalah 4,5-6,5
juta/mm3 sedangkan bagi wanita dewasa adalah 3,9-5,6 juta/mm3.
Penghitungan ini penting untuk mengevaluasi kesehatan individu dan
potensi-potensi adanya disorder seperti infeksi dan anemia (Reddy,
2014).
APLIKASI KLINIS
2. Malaria
Malaria adalah penyakit mematikan yang banyak terjadi di daerah tropis dan
subtropis yang memiliki iklim cukup panas untuk memudahkan perkembangan
parasit malaria.
Setelah matang, parasit memasuk ke aliran darah dan mulai menginfeksi sel darah
merah manusia. Jumlah parasit dalam sel darah merah akan terus bertambah
dalam selang waktu 48-72 jam
Leukemia merupakan jenis penyakit kanker dengan adanya keganasan sel darah
yang berasal
dari sumsum tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan
manifestasi
munculnya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Penyakit ini merupakan Penyakit
yang Paling sering terjadi pada anak-anak dibawah 16 tahun.
KESIMPULAN
C. Hasil pemeriksaan jumlah eritrosit pada Tn. X usia 36 tahun adalah 7.270.000
/ mm3. interpretasinya adalah meningkat karena jumlah eritrosit normal pada
pria dewasa yaitu 4,5-6,5 juta/mm3.
D. Hasil pemeriksaan nilai indeks eritrosit pada Tn. X usia 36 tahun yaitu :
Adriani, S.N. and Satiadarma, M., 2011. Efektivitas Art Therapy dalam
Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. Indonesian
Journal of Cancer, 5(1).
Ercan, Serif. Kopturs, Erhan. 2014. 70-Year Old Female Patient with Mismatch
between Hematocrit And Hemoglobin Values: The Effects Of Cold
Agglutinin On Complete Blood Count. Biochemia Medica. Vol 24.
Guyton arthur C, Hall JE. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Salemba Medika: Jakarta.
Khan, S., Khan, A., Khatak, F. S. 2012. An Accurate and Cost Effective
Approach to Blood Cell Count. International Journal of Computer
Applications. Volume 50 , No.1.
Longmore, Murray. 2014. Oxford Handbook of Clinical Medicine. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Martini frederic H. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology. San Fransisco:
Pearson Education, Inc.
Mohandas, N. & Gallagher, P.G.. 2016. “Red Cell Membrane : Past, Present, and
Future”. Blood, Vol. 112 (10) : 3939–3948.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Reddy, V. 2014. Automatic Red Blood Cell and White Blood Cell Counting for
Telemedicine System. International Journal of Research in Advent
Technology. Volume 2, No 1.
Turgeon, M.L. 2012. Clinical Hematology. Boston : Wolters Kluwer.
Yunis, A. 2018. “Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Penderita Tuberculosis
paru di RSUD Kota Kendari”. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Analisis Kesehatan.
Yusnaini. 2014. Pengaruh Konsumsi Jambu Biji (Psidium Guuajava L) Terhadap
Perubahan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Anemia yang Mendapat
Suplementasi Tablet Fe. Diponegoro University Institutional Repository.
Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.