Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PRAKTIKUM PATOLOGI KLINIK BLOK BASIC SCIENCE

OF BLOOD, SUPPORT, AND MOVEMENT SYSTEM


PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN, PEMERIKSAAN HEMATOKRIT,
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH ERITROSIT, DAN PEMERIKSAAN
NILAI INDEKS ERITROSIT

Oleh :
Kelompok A1
1. Haula Ajra Kamila (G1A018001)

2. Christina Kartika Situmorang (G1A018002)

3. Dinda Zulaikha A. Oriole (G1A018003)

4. Basilius Samuel Laiyan (G1A018004)

5. Lisa Nurfaizah Rosyadi (G1A018005)

6. Haniy Afifaningrum (G1A018006)

Asisten
Nabila Sulistyawati
NIM. G1A016034

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2018
LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN
PEMERIKSAAN HEMATOKRIT
PEMERIKSAAN HITUNG JUMLAH ERITROSIT
PEMERIKSAAN NILA INDEKS ERITROSIT

Oleh :
Kelompok A1
7. Haula Ajra Kamila (G1A018001)

8. Christina Kartika Situmorang (G1A018002)

9. Dinda Zulaikha A. Oriole (G1A018003)

10. Basilius Samuel Laiyan (G1A018004)

11. Lisa Nurfaizah Rosyadi (G1A018005)

12. Haniy Afifaningrum (G1A018006)

Disusun untuk memenuhi praktikum Patologi Klinik blok Basic Science of Blood,
Support, and Movement System pada Fakultas Kedokteran Jurusan Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan


Purwokerto, Desember 2018

Asisten
NABILA SULISTYAWATI
NIM. G1A016034
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Darah sebagai komponen utama penyusun tubuh akan bekerja
sesuai dengan fungsinya sehingga manfaat-manfaatnya dapat dirasakan
oleh tubuh. Di tubuh manusia, darah terdiri dari cairan kompleks plasma
tempat elemen-elemen selular (eritrosit, leukosiyt, dan trombosit) berada.
Eritrosit (sel darah merah, atau SDM) secara esensial merupakan membran
plasma-kantong tertutup hemoglobin yang mengangkut O2 di dalam
darah. Leukosit (sel darah putih, atau SDP), unit pertahanan mobil sistem
imun, diangkut melalui darah ke tempat terjadinya luka atau invasi oleh
mikroorganisme penyebab penyakit. Platelet (trombosit) penting bagi
hoemostasis untuk menghentikan perdarahan akibat pembuluh yang cedera
(Sherwood, 2016).
Walaupun letak darah terdapat di dalam tubuh, namun darah tetap
bisa diamati, baik mengamati perbedaan sel darahnya, jumlah kadar
eritrositnya, jumlah kadar leukositnya, kadar hemoglobin dalam eritrosit,
dan lain sebagainya. Di praktikum ini, kelompok kami mempraktekkan
cara mengidentifikasi sel darah, jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dalam
darah, dan nilai indeks eritrosit dalam darah. Praktik ini dapat menunjang
kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat mempermudah mendeteksi
kelainan dalam darah manusia.
Salah satu contoh aplikasinya, yaitu pada pasien penderita anemia
menunjukkan kemampuan darah mengangkut O2 di bawah normal dan
ditandai oleh hematokrit yang rendah (Sherwood, 2016). Pada keadaan
seperti ini, pasien dapat diambil sampel darahnya untuk diamati kadar
hematokrit dalam darah dan dapat dibandingkan dengan kadar hematokrit
pada orang normal.

B. Tujuan
1. Ingin mengetahui perbedaan sel seperti eritrosit, leukosit, dan
trombosit pada darah
2. Ingin mengetahui kadar hemoglobin dengan metode sahli dilanjutkan
dengan aplikasi klinis berdasarkan hasil pemeriksaan.
3. Ingin mengetahui kadar hematokrit dengan metode mikro hematokrit
dilanjutkan dengan aplikasi klinis berdasarkan hasil pemeriksaan.
4. Ingin mengetahui jumlah eritrosit dilanjutkan dengan aplikasi klinis
berdasarkan hasil pemeriksaan.
5. Ingin mengetahui nilai indeks eritrosit dalam darah seperti ukuran rata-
rata eritrosit dan banyaknya hemoglobin dalam tiap eritrosit
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui perbedaan sel eritrosit, leukosit, dan trombosit
2. Dapat mengetahui cara pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli
dan mengetahui jumlah kadar hemoglobin dalam darah
3. Dapat mengetahui cara pemeriksaan hematokrit dan mengetahui
jumlah kadar hematokrit dalam darah
4. Dapat mengetahui cara pemeriksaan eritrosit dan jumlah kadar eritrosit
dalam darah
5. Dapat mengetahui ukuran eritrosit rata-rata dan banyaknya
hemoglobin dalam tiap eritrosit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hemoglobin
Hemoglobin adalah suatu pigmen (memiliki warna alami), karena memiliki
kandungan besi. Hemoglobin akan tampak kemerahan jika berikatan dengan O2
dan tampak keunguan jika mengalami deoksigenasi. Darah arteri yang
teroksigenasi penuh akan berwarna merah dan darah vena yang telah kehilangan
sebagian dari kandungan O2 akan berwarna kebiruan. Selain mengangkut oksigen,
hemoglobin juga dapat berikatan dengan CO2, CO, NO, H+ (Sherwood,2016).
1. Karbon Dioksida (CO2)
Hemoglobin membantu mengangkut CO2 dari sel jaringan kembali ke paru.
2. Bagian Ion Hidrogen Asam (H+)
Hidrogen dari asam karbonat yang terionisasi dihasilkan di tingkat jaringan
dari CO2. Hemoglobin sebagai buffer akan menyangga asam ini agar tidak
menyebabkan perubahan pH darah.
3. Karbon Monoksida (CO)
Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat di dalam darah, tetapi jika
terhirup maka gas ini cenderung menempati bagian hemoglobin yang
berikatan dengan O2 sehingga terjadi keracunan CO.
4. Nitrat oksida (NO)
Nitrat oksida bersifat vasodilator akan berikatan dengan hemoglobin.
Vasodilatasi ini membantu darah kaya oksigen mengalir dengan lancar dan
juga membantu menstabilkan tekanan darah.

Molekul hemoglobin tersusun atas dua rantai polipeptida yang setiap rantai
polipeptida tersebut mempunyai gugus heme pada hemoglobin yang di dalamnya
ada ion Fe. Rantai polipeptida alfa atau beta yang mengikat karbondioksida
membentuk karbominohemoglobin. Pada pembuluh kapiler paru kondisi plasma
oksigen tinggi sedangkan karbondioksida rendah. Ini yang mempengaruhi kapan
oksigen serta karbondioksida dilepas dan diikat (Martini,2012).
Makrofag di limpa juga menguraikan hemoglobin dari eritrosit tua. Besi dari
hemoglobin didaur ulang dan disalurkan kembali ke sumsum tulang untuk
menyintesis hemoglobin baru oleh eritrosit yang sedang berkembang. Heme dari
hemoglobin diuraikan lebih lanjut dan diekskresikan ke dalam empedu oleh sel
hati (Eroschenko, 2015).
Proses metabolisme hemoglobin diawali dengan suksinil-KoA, yang
dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul
pirol. Kemudian, empat pirol bergabung dengan besi membentuk protorfirin IX,
yang kemudian bergabung dengan besi untuk membentuk molekul heme. Setiap
molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang di
sintesis oleh ribosom, membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai
hemoglobin. Tiap-tiap rantai mempunyai berat molekul kira-kira 16.000, empat
rantai ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk
molekul hemoglobin yang lengkap (Guyton, 2011).
Terdapat beberapa variasi kecil diberbagai rantai subunit hemoglobin,
bergantung pada susunan asam amino pada bagian polipeptidanya. Tipe-tipe
rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk
hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin A yang
merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin A
mempunyai berat molekul 64.458 (Guyton, 2011).

B. Hematokrit
Nilai hematokrit merupakan volume eritrosit yang dimampatkan. Dapat pula
diartikan sebagai volume sel-sel eritrosit seluruhnya dalam 100 ml darah dan
dinyatakan dalam %. Pemeriksaan tersebut merupakan salah satu pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mencari nilai MCH (Mean Corpusculum
Hemoglobin) (Baron, 2008).
Peningkatan hematokrit yang dikaitkan dengan peningkatan viskositas
darah, mengurangi aliran balik vena, dan meningkatkan kelengketan dari platelets.
Hal ini juga diketahui bahwa subjek dengan kadar hematokrit di atas kisaran
normal bagi penduduk, seperti erythrocytosis primer atau sekunder, yang
cenderung untuk kedua penyakit kardiovaskular arteri dan vena hematokrit
thrombosis. Apabila dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
dan semua penyebab mortalitas pada populasi umum (Virchow,2010).
Banyak faktor (selain hematokrit) seperti jenis kelamin, usia, habitus tubuh,
dan penyakit jantung yang mendasari dapat menentukan efek mengisi intradialytic
(Acta Nephrologica, 2011).

C. Leukosit
1. Pengertian
Menurut Kamus Saku Kedokteran Dorland (2008), yang dimaksud
leukosit adalah sel darah putih; Sel darah tidak berwama yang mampu
bergerak secara ameboid, dengan fungsi utamanya adalah untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyebabkan penyakit dan dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok utama: granular dan nongranular.
Leukosit mempunyai inti dan terbagi menjadi granulosit dan
agranulosit, bergantung pada keberadaan granula di dalam sitoplasma.
Granulosit adalah neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit adalah
monosit dan limfosit. Leukosit melakukan fungsi utamanya di luar
pembuluh darah. Sel ini bermigrasi keluar pembuluh darah melalui dinding
kapiler dan masuk ke jaringan ikat, jaringan limfoid, dan sumsum tulang.
Fungsi utama leukosit adalah pertahanan tubuh terhadap invasi bakteri atau
adanya benda asing. Akibatnya, leukosit paling banyak terkonsentrasi di
dalam jaringan ikat (Eroschenko, 2015).
2. Jenis Leukosit
a. Granulosit
1) Neutrofil
Neutrofil adalah spesialis fagositik, sel-sel ini menelan dan
menghancurkan bakteri secara intraselluler. Neutrofil dapat
menjalankan suatu tipe kematian sel terprogram yang disebut
sebagai NETosis. Aktivitas ini menggunakan materi seluler penting
untuk mempersiapkan suatu jaringan serat yang disebut Neutrophil
Extracelluler Trap (NET). Neutrofil selalu menjadi pertahanan
pertahanan utama saat infeksi bakteri (Sheerwood, 2014).
Neutrofil memiliki granula yang tidak bewarna,
mempunyai inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-
pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik halus atau
granula, serta banyaknya 60 -70 % (Handayani, 2008).

Gambar 1: Neutrofil (Eroschenko, 2015)


2) Eosinofil
Eosinofil adalah leukosit granular yang mempunyai nucleus
berlobus dua yang dihubungkan melalui benang kromatin dan
sitpolasma yang berisi granular kasar serta bulat yang ukurannya
seragam (Dorland, 2015)
Peningkatan eosinophil dalam darah (eosinophilia) berkaitan
dengan keadaan alergik(misalnya asma dan hay fever) dan dengan
infestasi parasite internal (misalnya cacing). Eosinophil jelas tidak
dapat menelan parasite cacing yang ukurannya jauh lebuh besar
tetapi sel ini melekat ke cacing dan mengeluarkan bahan-bahan
yang mematikannya (Sherwood,2016)
Gambar 2: Eosinofil (Eroschenko, 2015)
3) Basofil
Basofil merupakan leukosit yang jumlahnya paling sedikit
paling kurang dipahami. Sel ini secara struktur dan fungsi cukup
mirip dengan sel mast. Basofil dan sel mast mensintesis dan
minyimpan histamin dan heparin, yaitu bahan kimia poten yang
dapat dibebaskan jika terdapat rangsangan yang sesuai. Histamin
berperan dalam reaksi alergik sedangkan heparin mempercepat
pemberisihan partikel lemak dari dalam darah (Sheerwood, 2016).

Gambar 3: Basofil (Eroschenko, 2015)

Basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan


basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai
inti yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat
granula-granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5 % di
sumsum merah (Handayani, 2008).

b. Agranulosit
1) Limfosit
Limfosit merupakan leukosit mononuclear non-granular
yang intinya berwarna gelap, kromatinnya padat dan mempunyai
sitoplasma berwarna biru pucat (Dorland, 2015)
Limfosit telah diprogra secara spesifik untuk membentuk
pertahanan imun terhadap sasaran-sasaran mereka. Terdapat dua
jenis limfosit, limfost B dan limfosit T (sel B dan sel T) yang
terlihat serupa. Limfosit B menghasilkan antibody yang beredar
dalam darah dan bertanggung jawab dalam imunitas humoral, atau
yang diperantai oleh antibody. Suatu antibody berikartan dengan
benda asing yang mengandung antigen spesifik, misalnya bakteri,
yang memicu produksi antibody tersebut dan menandainya untuk
dihancurkan. Limfosit T tidak memproduksi antibody, sel ini
secara langsung menghancurkan sel sasaran spesifiknya dengan
mengeluarkan beragam zat kimia yang melubangi sel korban, suatu
proses yang dinamai imunitas selular. Sel sasaran sel T mencakup
sel tubuh yang dimasuki oleh virus dan sel kanker. Limfosit hidup
sekitar 100 – 300 hari. Setiap saat hanya terdapat sebagian kecil
limfosit total yang berada dalam darah. Sebagian besar secara ters-
menerus terdaur-ulang anrtara jaringan limfoid, limfe, dan darah,
hanya menghabiskan waktu beberapa jam di dalam darah. Jaringan
limfoid adalah jaringan yang mengandung limfosit seperti tonsil
dan kelenjar limfe (Sherwood, 2016)

Gambar 4: Limfosit (Eroschenko, 2015)

2) Monosit
Rupa monosit bermacam-macam, dimana ia biasanya lebih
besar daripada leukosit darah tepi yaitu diameter 16-20 μm dan
memiliki inti besar di tengah oval atau berlekuk dengan
kromatin mengelompok. Sitoplasma yang melimpah
berwarna biru pucat dan mengandung banyak vakuola halus
sehingga memberi rupa seperti kaca. Granula sitoplasma juga
sering ada. Prekursor monosit dalam sumsum tulang
(monoblas dan promonosit) sukar dibedakan dari mieloblas
dan monosit (Rustikawati, 2012).

Gambar 5: Monosit (Eroschenko, 2015)

3. Produksi Leukosit
Semua leukosit berasal dari prekusor umum sel punca pluripoten
tidak berdiferensiasi di sunsum tulang. Sebagian besar limfosit dihasilkan
oleh koloni limfosit yang erada di jarigan limfoid yang pada awalnya
terpopulasi oleh sel-sel dari sunsum tulang. Leukosit merupakan sel darah
yang paling sedikit jumlahnya karena hanya bersifat sebagai transit dalam
darah. Jumlah total leukosit dalam keadaan normal berkisar 5 – 10 juta per
ml darah yang dinyatakan sebagai hitung sel darah putih 7000/ mm3
(Sherwood, 2016).

D. Eritrosit
1. Morfologi Eritrosit
Bentuk dan isi eritrosit sangat cocok dan sesuai untuk melaksanakan
fungsi primernya, mengangkut O2 di dalam darah. Terdapat tiga sifat
anatomik eritrosit berperan dalam efisiensi pengangkutan O2. Pertama,
eritrosit adalah sel datar berbentuk cakram yang mencekung di bagian
tengah di kedua sisi, seperti donat dengan bagian tengah menggepeng bukan
lubang (yaitu, eritrosit berbentuk cakram bikonkaf dengan garis tengah
8µm, ketebalan 2µm di tepi luar, dan ketebalan 1µm di bagian tengah).
Bentuk bikonkaf ini menyediakan area permukaan yang lebih luas untuk
difusi oksigen dari plasma melewati membran masuk ke eritrosit
dibandingkan dengan bentuk sel bulat dengan volume yang sama. Juga
ketipisan sel memungkinkan oksigen untuk berdifusi secara cepat antara
bagian-bagian eksterior dan interior sel (Sherwood, 2016).
Sifat struktural kedua yang mempermudah fungsi transpor SDM
adalah kelenturan membrannya. Sel darah merah, berdiameter normal 8 µm,
dapat berubah bentuk secara luar biasa ketika mengalir satu per satu
melewati kapiler yang garis tengahnya sesempit 3 µm. Karena sangat lentur,
eritrosit dapat mengalir melalui kapiler sempit yang berkelok-kelok untuk
menyalurkan O2 di tingkat jaringan tanpa mengalami ruptur selama proses
berlangsung (Mohandas, 2016).
Sifat anatomi ketiga dan yang terpenting yang memungkinkan SDM
mengangkut O2 adalah adanya hemoglobin di dalamnya.

Gambar 6: Eritrosit (Sherwood, 2014)

2. Fungsi Eritrosit
Fungsi utama sel darah merah relatif sederhana yaitu menyalurkan
oksigen ke jaringan dan membantu membuang karbondioksida dan proton
yang dibentuk oleh metabolisme jaringan. Sel darah merah memiliki
struktur yang jauh lebih sederhana dibandngkan kebanyakan sel pada
manusia (Sherwood, 2016).
Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membran yang
membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95%
protein intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom, atau aparatus golgi. Sel darah merah manusia, seperti
sebagian besar sel darah merah hewan, tidak berinti. Namun, sel darah
merah tidak inert secara metabolis. Melalui proses glikolisis, sel darah
merah membentuk ATP yang berperan penting dalam proses untuk
mempertahankan bentuknya yang bikonkaf dan juga daam pengaturan
transpor ion (misalnya oleh Na+-K+ ATPase dan protein penukar anion serta
pengaturan air keluar masuk sel. Bentuk bikonkaf ini meningkatkan rasio
permukaan terhadap volume sel darah merah sehingga mempermudah
pertukaran gas. Sel darah merah mengandung komponen sitoskleleta yang
berperan pentng dalam menentukan bentuknya (Harper, 2014).

Gambar 7: Bentuk Eritrosit (Mohandas, 2016)

3. Hitung Jumlah Eritrosit


Menghitung jumlah eritrosit pada dasarnya hampir sama seperti
menghitung jumlah leukosit, yaitu menggunakan bilik hitung Neubauer
Improve dan sel eritrosit dihitung pada kotak kecil. Adapaun di dalam
menghitung jumlah eritrosit, terdapat nilai rujukan sel darah merah dapat
diklasifikasikan berdasarkan usia dan jenis kelamin yaitu sebagai berikut
(Price & Wilson, 2006) :

a. Pria dewasa : 4,5-6,5 juta/mm3


b. Wanita dewasa : 3,9-5,6 juta/mm3
c. < 3 bulan : 4,0-5,6 juta/mm3
d. 3 bulan : 3,2-4,6 juta/mm3
e. 1 tahun : 3,6-5,0 juta/mm3)
f. 12 tahun : 4,2-5,2 juta/mm3

E. TROMBOSIT
Trombosit atau keeping darah bukan merupakan sel lengkap, tetapi
fragmen kecil sel (garis tengah sekitar 2 hingga µm) yang dilepaskan dari
tepi luar sel terikat sumsum tulang yang sangat besar (garis tengah hingga
60 µm) yang dikenal sebagai megakariosit. Satu megakariosit biasanya
memproduksi sekitar 1000 trombosit. Megakariosit berasal dari sel punca
belum-berdiferensiasi yang sama dengan yang menghasilkan turunan
eritrosit dan leukosit. Trombosit pada hakikatnya adalah vesikel yang
terlepas yang mengandung sebagian sitpolasma megakriosit yang
terbungkus dalam membrane plasma (Sherwood,2016).

Trombosit tetap berfungsi selama rerata 10 hari, setelah itu keping


darah ini dibersihkan dari sirkulasi oleh makrofag jaringan, terutama yang
terdapat di limpa dan hati, dan diganti oleh trombosit baru yang
dibebaskan dari sum sum tulang. Hormon trombopoietin, yang dihasilkan
oleh hati, meningkatkan jumlah megakariosit untuk menghasilkan lebih
banyak trombosit sesuai yang diperlukan. Faktor yang mengontrol sekresi
trombopoietin dan mengatur kadar trombsoti saat ini sedang dalam
penelitian (Sherwood,2016).
Trombosit tidak memiliki nucleus karena sel ini merupakan
potongan sel. Namun, trombosit memiliki organel dan enzim sitosol yang
disimpan di banyak granula yang tersebar di seluruh sitosol. Selain itu,
trombosit mengandung banyak aktin dan myosin, yang menyebabkan
keping darah ini mampu berkontraksi ini penting dalam homeostasis
(Sherwood,2016).
F. PEMERIKSAAN HEMOGLOBIN METODE SAHLI

Hemoglobin terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut


heme dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam
satu sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin memiliki empat tempat
pengikatan untuk oksigen. Oksigen yang terikat dengan hemoglobin disebut
oksihemoglobin. Keempat cabang hemoglobin dalam sel darah merah dapat
mengikat oksigen sebagian atau seluruhnya di keempat tempatnya (Yusnaini,
2014).
Hemoglobin adalah pigmen pembawa oksigen pada eritrosit, dibentuk
oleh eritrosit yang sedang berkembang didalam sumsum tulang; sebuah
hemoprotein tersusun atas empat rantai polipeptid globin yang berbeda dan
mengandung sekitar 141 hingga 146 asam amino. Hemoglobin A merupakan
hemoglobin dewasa normal dan hemoglobin F merupakan hemoglobin fetal
(Dorland, 2013).
Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiran-
butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kira-kira
15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen”
(Evelyn, 2009).
Nilai rujukan menurut Dacie
1. Dewasa laki-Laki : 12,5 – 18,0 gr %
2. Dewasa wanita : 11,5 – 16,5 gr %
3. Bayi < 3 bulan : 13,5 – 19,5 gr %
4. Bayi > 3bulan : 9,5 – 13,5 gr %
5. Umur 1 tahun : 10,5 – 13,5 gr %
6. Umur 3-6 tahun : 12,0 – 14,0 gr %
7. Umur 10-12 tahun : 11,5 – 14,5 gr %
Hemoglobin dewasa (HbA) merupakan tetrameter 2 rantai α-globin
dan 2 rantai β-globin, yang masing-masing mengandung kelompok hem.
Dalam tahun pertama kehidupan, hemoglobin dewasa menggantikan
hemoglobin janin (HbF) (Longmore, 2014).
Hemoglobin di dalam darah membawa oksigen dari paru-paru ke
seluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbondioksida dari seluruh
sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh. Mioglobin berperan sebagai
reservoir oksigen : menerima, menyimpan dan melepas oksigen di dalam sel-
sel otot. Sebanyak kurang lebih 80% besi tubuh berada di dalam hemoglobin.

G. PEMERIKSAAN HEMATOKRIT

Hematokrit adalah proporsi volume sampel darah dengan sel darah


merah (sel darah merah yang padat) diukur dalam mL per dL dari darah
keseluruhan atau dalam persen (Dorland, 2011).

Hematokrit diukur dengan metode PCV (packed volume cell) yang


biasa digunakan untuk mendeteksi anemia, polysitemia, hemodilusi, atau
hemokonsentrasi. Dengan perhitungan jumlah eritrosit, PCV digunakan untuk
mengukur MCV (Mean Corpuscular Volume) (Turgeon, 2012).

MCV = Hematokrit (L/L)/ Jumlah Eritrosit (x1012/L ) = fl

PCV juga digunakan untuk menghitung MCHC (mean corpuscular


hemoglobin concentration) bersama konsentrasi hemoglobin. (Turgeon. 2012)

MCHC = Hemoglobin (g/dL)/ Hematokrit (L/L) = g/dL

Fungsi pengukuran hematokrit diantaranya adalah:

1. Prediksi komplikasi penyakit crohn. Kadar hemoglobin atau hematokrit


yang rendah mengindikasikan kemungkinan yang lebih tinggi untuk
terjadinya komplikasi penyakit crohn dibandingkan dengan kadar
hemoglobin atau hematokrit yang normal. (Rieder. 2014)
2. Mengetahui resiko penyakit jantung. Menggunakan formula HUGE (
hematokrit, urea, dan gender) . (Robles. 2013)
3. Faktor utama dalam interpretasi tacrolimus (immunosupresent) dalam
darah. Hematokrit memprediksi keragaman tacrolimus dalam darah
tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi tacrolimus yang terikat (Storset,
2014).
Terkadang pengukuran kadar hemoglobin dan hematokrit tidak selaras
karena beberapa faktor seperti agglutinin dingin yang mempengaruhi proses
penghitungan lengkap darah. Penghitungan lengkap darah digunakan untuk
mendiagnosis anemia, tendensi pendarahan, dan gannguan leukosit. Hitung
eritrosit, hemoglobin, MCV, leukosit, dan platelet adalah parameter yang
dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Faktor-faktor tersebut biasanya
meliputi agglutinasi EDTA, hemolisis, agregasi platelet, dan kenaikan
penghitungan WBC (Ercan, 2014).
H. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
Eritrosit adalah komponen penyusun utama dalam darah manusia.
Eritrosit dikernak juga dengan nama lain yaitu sel merah, red blood
corpuscles, haematid, dan sel eritroid. (Reddy, 2014). Eritrosit berbentuk
bikonkaf dengan bagian tengahnya yang lebih tipis dibandingkan daerah
sekitarnya. Bentuk ini mempunyai tiga manfaat utama yakni memberikan
rasio luas permukaan yang besar untuk mengangkut oksigen, memungkinkan
eritrosit untuk menembus dinding pembuluh darah, dan untuk memudahkan
melalui pembuluh kapiler yang sempit (Martini, 2012).

Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O2 dari paru ke


jaringan dan kembali ke darah vena dengan membawa O2 ke paru
(Hoffbrand,2013).

Hitung jumlah eritrosit atau red cell count adalah jumlah eritrosit tiap
satuan volume darah (dalam μl) Jumlah normal eritrosit berdasarkan
penelitian adalah 4.2-5.0 10³/μl untuk wanita dewasa dan 4.6-5.6 × 10³/μl
untuk pria dewasa (Osman, 2013). Penghitungan ini penting untuk
mengevaluasi kesehatan individu dan potensi-potensi adanya kelainan seperti
infeksi dan anemia (Reddy, 2014).
Leeuwenhoek adalah orang pertama yang melakukan penghitungan
eritrosit dengan menggunakan tabung kapiler dengan penanda gradasi
perhitungan dan menggunakan mikroskop untuk menghitungnya. Pada awal
abad ke-20, Moldovan menggunakan alat fotoelektrik untuk menhitung
jumlah eritrosit. Namun, alat itu tidak berkembang dengan baik karena masih
terbatasnya teknologi pada saat itu. Penghitung sel otomatis kemudian
ditemukan oleh Waiter H. Coulter pada pertengahan tahun 1950. Alat ini
memanfaatkan resistivitas dari sel darah karena adanya impedansi sel darah
padah larutan (Khan, 2012).

I. PEMERIKSAAN NILAI INDEKS ERITROSIT


Indeks eritrosit adalah kuantifikasi ukuran dan kandungan
hemoglobin dalam sel darah merah.Pemeriksaan indeks eritrosit termasik
dalam pemeriksaan darah rutin. Pemeriksaan ini memberikan keterangan
mengenai Mean Corpuscular Volume (MCV) atau ukuran rata-rata
eritrosit, Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)atau banyaknya
hemoglobin sel rerata, dan Mean Corpuscular . Hemoglobin Concentration
(MCHC) atau konsentrasi hemoglobinsel rerata. Indeks eritrosit telah
digunakan secara luas dalam klasifikasI anemia serta membantu mencari
penyebab anemia. Indeks eritrosit digunakan secara luas dalam klasifikasi
anemia dengan menggunakan metode otomatis, angka-angka absolut
dihitung secara simultan dengan angka-angka perhitungan, dengan
pengecualian hematokrit yang juga merupakan angka instrument otomatis
(Yunis, 2018).
 Mean Corpuscular Volume (MCV)
MCV adalah volume rata-rata sel darah merah dalam spesimen.
Nilai mcv menungkat atau berkrang sesuai dengan ukuran rata-rata sel
darah merah. Nilai mcv rendah menujukkan mikrositik (ukuran rata-rata
eritrosit kecil), nilai MCV yang normal menunjukkan normositik (ukuran
rarta-rata eritrosit normal), dan nilai mcv di atas rentang normalm
menunjukkan makrositik (ukuran rata-rata eritrosit besaar). Besaran yang
mencerminkan volume rata-rata sel darah merah dan dapat dihitung
dengan penghitung elektnoik MCV diukur secara langsung.tetapt MCV
juga dapat dihitung dengan membagi hematokrit dan hitung set darah
merah yang dinyatakan dalamjuta per mikroliter dan dikali 1000. jawaban
dinyatakan dalam femtoliter (fl) persel darah merah. (fl; 10·15 liter)
rentang nonnal 80-98 fl Rentang referensi ini dapat bervarias bergantung
pada laboratorium tempat pemenksaan. MCV merupakan indikator
kckurangan zat besi yang spesifik setelah thalasemia dan anemia pcnyakit
kronis disingkirkan. Rumus peeghitungen MCV adalah sebagoi berikut :
(Yunis, 2018).
MCV = ht x 10 fl

ssJumlah eritrosit (juta)


 Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)
Besaran yang dihitung secara otomatis pada penghitung elektronik tetapi
juga dapat ditentukan apabila hemoglobin dan hitung sel darah merah
diketahui. Besaran yang dinyatakan dalam piktogram dan dapat dihitung
dengan mambagi jumlah hemoglobin per liter darahdenganjumlah sel
darah merah perliter Rentang normal adalah 26 sampai 32 pikogram
(pg=10-12 gram,atau mikromikogram).
MCH memberikan informasi rata·rata hemoglobin yang ada di dalam satu
entrosit nilai MCH rcndah menunjukkan hipokrormik (jumlah rata-rata
hemoglobin kurang dari normal), nilai MCHyang normal menunjukkan
normokromik (Jumlah rata-rata hemoglobin normal), dan nilai MCH
tinggi memunjukkan hiperkromik (jumlah rata- rata hemoglobin rendah).
Nilai MCH cendcrung sebanding dengan MCV. Rentang normal adalah 27
sampai 33pikogram (pg= 10 -12 gram, atau mikromikogram) 23 Rumus
penghitungan MCH adalah sebagai berikut : (Yunis, 2018).
MCH = hb x 10 pg

Jumlah eritrosit (juta)


 Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)
MCHC memberikan informasi berat rata-rata hemoglobin persatuan
volume sel darah merah.MCHC dapat ditentukan secara manualdengan
membagi hemoglobin per desiliter darah dengan hematokrit, Nilai rujukan
berkisar dan 33 sampa1 36%.Rurnus penglntungan MCHC adalah sebagai
berikut :
Hb X 100%
Ht
Besaran yang juga dihitung dengan penghitung elektronik setetah
pengukuran hemoglobin dan perhitungan hematokrit. MCHC
dapatditentukan secara manual dengan membagi hemoglobin per desiliter
darah dengan hematokrit. Nilai rujukan berkisar dari 32 sampa1 36%.
(Yunis, 2018).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Identifikasi Sel (Eritrosit, Leukosit, Trombosit)
a. Mikroskop
b. Preparat apus darah tepi
2. Pemeriksaan Hemoglobin
a. Spuit
b. Torniquet
c. Alkohol Swab
d. Hemometer Sahli
e. Tabung pengencer panjang 12 cm, dinding bergaris mulai angka 2
(bawah) s.d 22 (atas)
f. Tabung standart Hb
g. Pipet Hb dengan pipet karet panjang 12,5 terdapat angka 20 ul
h. Pipet HCl
i. Botol tempat aquades dan HCl 0,1 N
j. Batang Pengaduk (dari kaca)
3. Pemeriksaan Hematokrit
a. Alkohol Swab
b. Skala Pembaca Hematokrit
c. Pipet Hematokrit
d. Vaselin
e. Sentrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm
4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
a. Alkohol Swab
b. Mikroskop
c. Bilik Hitung NI
d. Cover Glass
e. Pipet eritrosit
5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit

B. Bahan
1. Identifikasi Sel
a. Oil emersi
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Sampel:
a. Darah Vena
b. Darah Kapiler
3. Pemeriksaan Hematokrit
Darah vena atau darah kapiler
Reagensia: Heparin
4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit
Reagen: Larutan Hayem, yang terdiri dari:
a. Na2SO4 Kristal : 5,0 gram
b. NaCl : 1,0 gram
c. HgCl2 : 200,0 ml
5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit

C. Cara Kerja
1. Identifikasi Sel (Eritrosiyt, Leukosit, Trombosit)
a. Nyalakanlah mikroskop
b. Letakkan preparat apus di bawah lensa mikroskop
c. Dengan lensa pembesaran objektif 10x, cari sel darah sampai
terlihat jelas dan fokus. Kemudian ubah ke pembesaran objektif
40x, fokuskan lagi.
d. Jika dibutuhkan, dapat digunakan pembesaran objektif 100x
dengan meneteskan oil emersi di preparat
e. Amati dan identifikasi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit.
2. Pemeriksaan Hemoglobin
a. Isi tabung pengencer dengan HCL 0,1 N sampai angka 2 (± 5
tetes).
b. Dengan pipet Hb hisap darah sampai angka 20 ul, jangan sampai
ada gelembung udara yang ikut terhisap.
c. Hapus darah yang ada pada ujung pipet.
d. Tuang darah kedalam tabung pengencer, bilas dengan HCL bila
masih ada darah dalam pipet, aduk sampai darah dan reagen
tercampur.
e. Diamkan 1 – 3 menit
f. Tambahkan aquadest tetes demi tetes, aduk dengan batang kaca
pengaduk.
g. Bandingan larutan dalam tabung pengencer dengan warna larutan
standart.
h. Persamaan warna campuran dengan warna di tabung standard
harus dicapai dalam waktu 3 – 5 menit setelah darah tercampur
dengan HCL.
i. Bila sudah sama warnanya penambahan aquadest dihentikan, baca
kadar Hb pada skala yang ada di tabung pengencer / gr / 100 ml
darah.
j.
3. Pemeriksaan Hematokrit
a. Lakukan terlebih dahulu pengambilan darah vena atau kapiler
b. Lakukan pengambilan darah dengan tabung kapiler
c. Isi tabung kapiler dengan darah sampai ¾ tabung
d. Bakar ujung tabung yang kosmg dengan lampu spiritus atau
disumbat dengan vaseline, hingga benar-benar tertutup
e. Sentrifuge dengankecepatan 16.000 rpm selama 3-5 menit
f. Baca dengan skala hematokrit panjang kolom merah

4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit


- Bilik hitung yang telah ditutup dengan kaca penutup diletakkan di bawah
mikroskop.
- Cari kotak eritrosit/ kotak kecil  letak di tengah (no 5) pada bilik hitung
Neubauer Improve, dengan cara menggunakan pembesaran objektif 10x,
fokuskan sampai garis-garis bilik hitung tampak jelas, kemudian
pindahkan lensa menjadi objektif 40x tanpa menggeser alas mikroskop
maupun bilik hitung NI.
Gambar :
- Dengan pipet eritrosit, hisap darah sampai angka 1 ( pengenceran 100 x )
- Atau sampai angka 0,5 ( pengenceran 200 x ). Bersihkan ujung pipet.
(pada praktikum ini, gunakan pengenceran 200 x)

- Pertahankan posisi pipet, hisap larutan Hayem sampai angka 101.


- Bersihkan ujung pipet.
- Kocok dengan arah horizontal 15 – 30 detik.
- Buang 3 tetes yang pertama.
- Teteskan ke bilik hitung lewat sela – sela kaca penutup
- Lakukan penghitungan jumlah eritrosit dengan pembesaran objektif 40x
- Hitung minimal dalam 5 kotak sedang (80 kotak kecil)

5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit


Macam:
1. MCV/V E R (Mean corpusculum volume/ volume eritrosit rata – rata)
(Satuan Femtoliter/ fL)

MCV = VER = Hematokrit x 10

Jumlah Eritrosit (dalam juta)

Nilai normal = 82 – 92 Femtoliter.

2. MCH/H E R (Mean corpusculum hemoglobin/ Hemoglobin eritrosit


rata– rata)

Adalah : Banyaknya Hb pereritrosit, (Satuan Pikogram/ pG)

MCH = HER = Hemoglobin x 10

Jumlah Eritrosit (dalam juta)


Nilai normal : 27 – 32 Pikogram.

3. MCHC/KHER (Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata – rata)

Adalah : Kadar Hemoglobin Eritrosit yang didapat per Eritrosit, (Satuan : %).

MCHC = KHER = Hb x 100 %.

Ht

Nilai normal : 32 – 37 %.
BABIV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Identifikasi Sel (Eritrosit, Leukosit, Trombosit)

a. Eritrosit

 Terdapat dalam jumlah yang banyak


 Tidak berinti
 Bentuk bulat bikonkaf
 Memiliki sentral pallor

b. Leukosit

1) Limfosit
 Bentuk: bulat, kadang-kadang oval

 Warna sitoplasma: biru

 Granula : tidak ada

 Bentuk inti: bulat atau agak oval

2) Eosinofil

 Bentuk sel: oval atau bulat

 Warna sitoplasma: pucat, ditutupi granul

 Granularitas: eosinofilik  banyak, kasar, ukuran sama,


warna merah, tidak menutupi inti

 Bentuk inti: lobulated, seperti kacamata/gagang telepon

 Lobus inti : 2-3

3) Basofil

 Bentuk sel: bulat atau oval

 Warna sitoplasma: merah jambu, ditutupi granul

 Granularitas: basofilik  gelap, ukuran bervariasi. menutupi


inti

 Bentuk inti: lobular

4) Netrofil Segmen
 Bentuk sel: oval atau bulat

 Warna sitoplasma: pink

 Granularitas: neutrofilik sedikit, halus, warna keunguan, tdk


menutupi inti

 Bentuk inti: berlobus (2- 5 lobus)

5) Monosit

 Sel besar

 Bentuk tdk bulat

 Sitoplasma ungu / biru halus, bervakuola

 Bentuk nukleus tidak teratur

c. Trombosit

 Bentuk: bulat atau oval, dengan pinggir tidak rata

 Warna sitoplasma: biru

 Granularitas:
granul ungu halus yang mengisi bagian tengah trombosit. Pinggir tipis
tanpa granul pada bagian tepi dari sel

2. Pemeriksaan Hemoglobin

a. Probandus

Nama : Tn. X

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 36 th

b. Hasil pemeriksaan hemoglobin adalah 15 gram %.

c. Interpretasi hasil pemeriksaan hemoglobin adalah normal.

d. Gambar hasil pemeriksaan hemoglobin

3. Pemeriksaan Hematokrit

Nama : Tn. X

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 36 th

a. Hasil pemeriksaan hematokrit didapatkan besar volume sel eritrosit


seluruhnya di dalam 100 mm3 sebesar 40 %.
b. Interpretasi hasil pemeriksaan hematokrit masih tergolong normal.

c. Gambar pemeriksaan hematokrit

4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit

a. Probandus

Nama : Tn. X

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 36 Tahun

b. Hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit adalah

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = Jumlah kotak kecil yang dihitung x 400 x 10 x 200
727
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = x 400 x 10 x 200
80

= 7.270.000/mm3

c. Interpretasi hasil pemeriksaan hitung jumlah eritrosit adalah


meningkat.

d. Gambar pemeriksaan hitung jumlah eritrosit

5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit

a. MCV/VER (Mean Corpusculum Volume/Volume Eritrosit


Rata-rata)

𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡
𝑀𝐶𝑉 = × 10
𝐽𝑚𝑙 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎)
40
𝑀𝐶𝑉 = 7,27 × 10 = 55,02 fL

Interpretasi dari hasil tersebut adalah menurun

b. MCH/HER (Mean Corpusculum Hemoglobin/ Hemoglobin


Eritrosit Rata-rata)

Hemoglobin
MCH = × 10
Jml Eritrosit(juta)

15
𝑀𝐶𝐻 = 7,27 × 10 = 20,06 pG

Interpretasi dari hasil tersebut adalah menurun.

c. MCHC/KHER ( Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata)

Hb
MCH = × 100%
Ht

15
MCH = 40 × 100% = 37,5%

Interpretasi dari hasil tersebut adalah meningkat

B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Hemoglobin

Hemoglobin terdiri dari materi yang mengandung besi yang disebut


heme dan protein globulin. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin
dalam satu sel darah merah. Setiap molekul hemoglobin memiliki empat
tempat pengikatan untuk oksigen. Oksigen yang terikat dengan
hemoglobin disebut oksihemoglobin. Keempat cabang hemoglobin dalam
sel darah merah dapat mengikat oksigen sebagian atau seluruhnya di
keempat tempatnya (Yusnaini, 2014).

Pemeriksaan kadar hemoglobin ialah ukuran pigmen respiratorik


dalam butiran-butiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah
normal adalah kira-kira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini
biasanya disebut “100 persen” (Evelyn, 2009). Menurut nilai rujukan
Dacie, kadar hemoglobin pada laki-laki dewasa adalah 12,5-18,0 gr %
dan untuk wanita dewasa adalah 11,5-16,5 gr %.
Pemeriksaan hemoglobin dalam praktikum ini menggunakan metode
Sahli dan didapatkan hasil 15%. Hasil tersebut masih tergolong normal.
Fungsi hemoglobin dalam darah adalah untu mengatur pertukaran
oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh,
mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-
jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar, dan membawa
karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme
ke paru-paru untuk di buang.

2. Pemeriksaan Hematokrit

Hematokrit adalah proporsi volume sampel darah dengan sel darah


merah (sel darah merah yang padat) diukur dalam mL per dL dari darah
keseluruhan atau dalam persen (Dorland, 2007).

Menurut nilai rujukan Dacie, nilai normal untuk pria adalah 47 ± 7


% sedangkan untuk wanita adalah 42 ± 5 %. Pada pemeriksaan
hematokrit dalam praktikum ini memperlihatkan hasil yang masih
tergolong normal yakni didapatkan hasil 40%.
Fungsi pengukuran hematokrit diantaranya adalah:

a. Prediksi komplikasi penyakit crohn. Kadar hemoglobin atau


hematokrit yang rendah mengindikasikan kemungkinan yang lebih
tinggi untuk terjadinya komplikasi penyakit crohn dibandingkan
dengan kadar hemoglobin atau hematokrit yang normal (Rieder,
2014).

b. Mengetahui resiko penyakit jantung. Menggunakan formula HUGE (


hematokrit, urea, dan gender) (Robles, 2013)

c. Faktor utama dalam interpretasi tacrolimus (immunosupresent)


dalam darah. Hematokrit memprediksi keragaman tacrolimus dalam
darah tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi tacrolimus yang terikat
(Storset, 2014).

4. Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit

Eritrosit adalah komponen penyusun utama dalam darah manusia.


Eritrosit dikenal dengan nama lain yaitu sel merah, red blood corpuscles,
haematid, dan sel eritroid (Reddy, 2014). Eritrosit berbentuk bikonkaf
dengan bagian tengahnya yang lebih tipis dibandingkan daerah
sekitarnya. Bentuk ini mempunyai tiga manfaat utama yakni memberikan
rasio luas permukaan yang besar untuk mengangkut oksigen,
memungkinkan eritrosit untuk menembus dinding pembuluh darah, dan
untuk memudahkan melalui pembuluh kapiler yang sempit (Martini,
2012).

Hasil pemeriksaan jumlah eritrosit dapat dihitung menggunakan


rumus

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡
𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 = Jumlah kotak kecil yang dihitung x 400 x 10 x 200

727
Sehingga didapatkan hasil = x 400 x 10 x 200
80

= 7.270.000/mm3
Interpretasi hasil tersebut menunjukan tidak normal sebab menurut
perhitungan Dacie, nilai rujukan normal bagi pria dewasa adalah 4,5-6,5
juta/mm3 sedangkan bagi wanita dewasa adalah 3,9-5,6 juta/mm3.
Penghitungan ini penting untuk mengevaluasi kesehatan individu dan
potensi-potensi adanya disorder seperti infeksi dan anemia (Reddy,
2014).

5. Pemeriksaan Nilai Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit dilakukan untuk memperkirakan ukuran eritrosit


rata-rata danmenghitung banyaknya hemoglobin dalam tiap eritrosit.
Pemeriksaan indeks eritrosit digunakan sebagai pemeriksaan penyaring
untuk mendiagnosis terjadinya anemia dan mengetahui anemia
berdasarkan morfologinya (Gandasoebrata R,2013)

Dari hasil yang didapatkan MCV 55,02 fL interpretasinya menurun


dari nilai normal 82-91 fL. MCH didapatkan 20,06 pG interpretasinya
menurun dari nilai normal 27-32 pG. MCHC didapatkan hasil 37,5 %
interpretasinya menurun berdasarkan nilai normal 32-37%.

Gandasoebrata R. 2013. Penuntun Laboratorium Klinis. Jakarta. Dian Rakyat


BAB V

APLIKASI KLINIS

1. Anemia Thalasemia Betha (β) Mayor


Anemia Thalasemia merupakan penyakit hemolitik atau kurangnya kadar
hemoglobin yang disebabkan oleh defisiensi pembentukan rantai globin Alpha
atau Betha yang menyusun hemoglobin. Berdasarkan defisiensi pembentukan
rantai globin tersebut maka Thalasemia dibedakan menjadi Thalasemia Alpha dan
Thalasemia Betha. Sedangkan berdasarkan gejala klinisnya, Thalasemia
dibedakan menjadi Thalasemia Minor dan Mayor.
Di Indonesia, Thalasemia Betha Mayor lah yang paling sering terjadi.
Thalasemia Betha (β) Mayor ditandai dengan rusaknya sel darah merah serta
perubahan morfologi pada sel darah merah yang meliputi bentuk dan ukuran sel.
Perubahan tersebut ditandai dengan adanya sel-sel abnormal yaitu sel mikrositik,
eritrosit berinti (eritroblast), small fragment dan sel target (leptocytes).

2. Malaria

Malaria adalah penyakit mematikan yang banyak terjadi di daerah tropis dan
subtropis yang memiliki iklim cukup panas untuk memudahkan perkembangan
parasit malaria.

Penyakit malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium dari gigitan


nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Ketika nyamuk menggigit manusia,
maka parasit diitularkan dan masuk ke dalam aliran darah, hingga akhirnya
berkembang biak.

Setelah matang, parasit memasuk ke aliran darah dan mulai menginfeksi sel darah
merah manusia. Jumlah parasit dalam sel darah merah akan terus bertambah
dalam selang waktu 48-72 jam

Malariae yang terdiriatas terdiri atas empat spesies :

•P. vivax : menyebabkan Malaria tertiana,


•P. malariae : menyebabkan Malaria quartana,
•P. falciparum : menyebabkan Malaria tropica, dan
•P. ovale :menyebabkan Malaria ovale
3. Leukemia

Leukemia merupakan jenis penyakit kanker dengan adanya keganasan sel darah
yang berasal
dari sumsum tulang yang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan
manifestasi
munculnya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Penyakit ini merupakan Penyakit
yang Paling sering terjadi pada anak-anak dibawah 16 tahun.

Secara umum leukemia diklasifikasi menjadi 4 tipe :


1. Leukemia limfoblastik akut
2. Leukemia limfoblastik kronik
3. Leukemia meiloblastik akut
4. Leukemia meiloblastik kronik
(Porth, 2005 ; Behrman,2004)

Leukemia limfoblastik akut merupakan penyakit yang paling sering terjadi.


Leukemia limfoblastik akut atau LLA ini meliputi kelompok sel-sel tumor seperti
prekursor limfosit B atau limfosit T yang imatur.
Sampai sekarang, penyebab utama LLA ini belum dapat diketahui, meskipun ada
yang menyebabkan beberapa faktornya adalah keturunan dan lingkungan.

Pada umumnya, gejala klinis menggambarkan kegagalan sumsum tulang atau


keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas
di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di saraf perifer. Gejala
klinisnya dapat dihubungkan dengan anemia, infeksi, dan perdarahan juga
masalah memar, merasa lelah dan demam.

Diagnosis yang dilakukan adalah anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan


laboratorium (CBC, apus darah tepi, pemeriksaan koagulasi, kadar fibrinogen,
ABO dan Rh), foto thoracs, Fungsi lumbal, aspirasi, dan biopsi sumsum tulang
BAB VI

KESIMPULAN

A. Setelah dilakukan pemeriksaan hemoglobin dengan metode sahli pada Tn. X


yang berusia 36 tahun didapatkan hasil pemeriksaannya sebesar 15 gr % .
interpretasi pemeriksaan adalah normal karena nilai normal hemoglobin pada
pria dewasa yaitu 12,5-18 gr %

B. Hasil pemeriksaan hematokrit pada Tn. X yang berusia 36 tahun adalah 40 %.


interpretasinya adalah normal karena nilai hematokrit normal pada pria yaitu
47 kurang lebih 7 %

C. Hasil pemeriksaan jumlah eritrosit pada Tn. X usia 36 tahun adalah 7.270.000
/ mm3. interpretasinya adalah meningkat karena jumlah eritrosit normal pada
pria dewasa yaitu 4,5-6,5 juta/mm3.

D. Hasil pemeriksaan nilai indeks eritrosit pada Tn. X usia 36 tahun yaitu :

1. MCV (Mean Corpusculum Volume)

Hasilnya adalah 55,02 Fl, interpretasinya adalah menurun karena nilai


normalnya adalah 82-92 Fl

2. MCH (mean Copusculum Hemoglobin)

Hasilnya adalah 20,06 pG. interpretasinya adalah menurun karena nilai


normalnya adalah 27-32 pG

3. MCHC/KHER (Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata )

Hasilnya adalah 37,5 %. interpretasinya adalah meningkat karena nilai


normalnya yaitu 32-37 %
DAFTAR PUSTAKA

Adriani, S.N. and Satiadarma, M., 2011. Efektivitas Art Therapy dalam
Mengurangi Kecemasan pada Remaja Pasien Leukemia. Indonesian
Journal of Cancer, 5(1).

Astriningrum, M.E.G.A., 2011. Hubungan Tahap Kemoterapi Pada Penderita


Leukemia Limfoblastik Akut Dengan Status Gizi Di Bangsal Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.

Baron, D. N. 2008. Patologi Klinik. Jakarta : EGC.


Dorland, W. N. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland (28 ed.). (Y. B.
Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.

Dorland, W. N. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland (28 ed.). (Y. B.


Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.

Dorland, W. N. 2013. Kamus Saku Kedokteran Dorland (28 ed.). (Y. B.


Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.

Dorland, W. N. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland (29 ed.). (Y. B.


Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.

Ercan, Serif. Kopturs, Erhan. 2014. 70-Year Old Female Patient with Mismatch
between Hematocrit And Hemoglobin Values: The Effects Of Cold
Agglutinin On Complete Blood Count. Biochemia Medica. Vol 24.

Eroschenko V P. 2012. Atlashistologi diFiore : dengan korelasi fungsional edisi


11.Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Eroschenko, V.P. 2015. Atlas Histologi Difiore (12 ed.). (Pendit B.U., Joko S.,
Calvin K. Mulyadi, & Rahmanu R., Eds.). Jakarta : EGC.

Guyton arthur C, Hall JE. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Handayani, Wiwik. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Hematologi. Salemba Medika: Jakarta.

Harper. 2014. Biokimia Harper . Jakarta: EGC.


Hoffbrand, Victor. 2013. At a Glance Hematology. Jakarta : EMS.

Khan, S., Khan, A., Khatak, F. S. 2012. An Accurate and Cost Effective
Approach to Blood Cell Count. International Journal of Computer
Applications. Volume 50 , No.1.
Longmore, Murray. 2014. Oxford Handbook of Clinical Medicine. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Martini frederic H. 2012. Fundamentals of anatomy & physiology. San Fransisco:
Pearson Education, Inc.
Mohandas, N. & Gallagher, P.G.. 2016. “Red Cell Membrane : Past, Present, and
Future”. Blood, Vol. 112 (10) : 3939–3948.
Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Reddy, V. 2014. Automatic Red Blood Cell and White Blood Cell Counting for
Telemedicine System. International Journal of Research in Advent
Technology. Volume 2, No 1.
Turgeon, M.L. 2012. Clinical Hematology. Boston : Wolters Kluwer.
Yunis, A. 2018. “Gambaran Nilai Indeks Eritrosit Pada Penderita Tuberculosis
paru di RSUD Kota Kendari”. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Politeknik Kesehatan Kendari Jurusan Analisis Kesehatan.
Yusnaini. 2014. Pengaruh Konsumsi Jambu Biji (Psidium Guuajava L) Terhadap
Perubahan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Anemia yang Mendapat
Suplementasi Tablet Fe. Diponegoro University Institutional Repository.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rustikawati, Ike. 2012. “Efektivitas Ekstrak Sargassum sp Terhadap Diferensiasi


Leukosit Ikan Nila (Orheochrommis niloticus) yang Diinfeksi
Streptococcus Iniae”. Jurnal Akuatika. Vol. 3 (2) : 125-134.

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.

Suryani, Esti, Wiharto Wiharto, and Katarina Novi Wahyudiani. "Identifikasi


Anemia Thalasemia Betha (β) Mayor Berdasarkan Morfologi Sel Darah
Merah." Scientific Journal of Informatics 2.1 (2016): 15-27.
Suwito, S., Hadi, U.K., Sigit, S.H. and Sukowati, S., 2015. Hubungan iklim,
kepadatan nyamuk Anopheles dan kejadian penyakit malaria. Jurnal
Entomologi Indonesia, 7(1), p.42.
Solikhah, S., 2013. Identifikasi Vektor Malaria. Kesmas: National Public Health
Journal, 7(9), pp.403-407.

Anda mungkin juga menyukai