Anda di halaman 1dari 5

2.

1 KARSINOMA SEL TRANSISIONAL VESIKA URINARIA

2.1.1 Definisi

Suatu penyakit keganasan yang mengenai kandung kemih dan menempati urutan ke empat
keganasan pada laki-laki, dan urutan ke 10 pada perempuan. Kejadian penyakit ini lebih tinggi pada
orang kulit putih dibanding kulit hitam, 2,5 kali lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan,
dan terbanyak dijumpai pada usia 60-70 tahun. (Senduk, S. S., Rotty, Linda W. A. 2010. Karsinoma
Kandung Kemih. Jurnal Biomedik. Vol (2/1) : 58-66)

Tumor ganas yang berasal dari sel epitel transisional yang melapisi lapisan mukosa kandung kemih.
Kanker kandung kemih yang sering ditemui di negara berkembang adalah tipe karsinoma urothelial,
yaitu sebanyak 90%-95%. Sedangkan tipe lain yang dijumpai selain karsinoma urothelial adalah
karsinoma sel skuamosa (1,5%), adenokarsinoma (1,2%), dan karsinoma sel kecil (<1%). (Syafa’ah, A.
N., Maulani, H., Suciati, T. 2015. Angka Kejadian Karsinoma Urothelial di Bagian Patologi Anatomi
RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2009-2013. MKS Th. 47. No. 1 : 10-16)

2.1.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi kanker kandung kemih adalah 32 per 100.000 pada pria dan 8 per
100.000 pada wanita. Perbandingan penderita kanker kandung kemih antara pria dan wanita adalah
3:1. Kejadian kanker kandung kemih terutama tipe karsinoma urothelial ini banyak terjadi di negara
berkembang. Namun, sedikit sekali informasi mengenai kejadian karsinoma urothelial di Indonesia.
(Syafa’ah, A. N., Maulani, H., Suciati, T. 2015. Angka Kejadian Karsinoma Urothelial di Bagian Patologi
Anatomi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2009-2013. MKS Th. 47. No. 1 : 10-
16)

2.1.3 Etiologi

Kebiasaan merokok, pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia yang bersifat karsinogenik
(golongan aromatik amin), obat-obatan antara lain siklofosfamid, dan infeksi parasit schistosoma
haematobium. Trauma fisik terhadap lapisan uroepitelial yang diinduksi infeksi, instrumensasi, dan
kalkulus dapat meningkatkan resiko terjadinya keganasan. Terdapat beberapa zat yang diduga
berhubungan dengan penyakit ini, tetapi belum dapat dibuktikan, seperti: kopi, alkohol, pemanis
siklamat dan sakarin. (Senduk, S. S., Rotty, Linda W. A. 2010. Karsinoma Kandung Kemih. Jurnal
Biomedik. Vol (2/1) : 58-66)

Merokok sigaret yang memberikan kontribusi sampai dengan 40-50%, baik pada laki-laki maupun
perempuan. Asap rokok mengandung 2 (alfa dan beta) naftilamin dan 4 aminobifenil. Empat zat
aromatic amin yang bersifat karsinogenik dan telah terbukti menyebabkan karsinoma kandung
kemih adalah: 2-naftilamin, benzidin, 3,3 diklorobenzidin, dan 4 aminobifenil di mana zat-zat
tersebut banyak digunakan pada industri pencelupan, dan khususnya benzidin digunakan sebagai
reagen pada laboratorium.

Faktor lainnya adalah aniline dyes, radiasi eks-ternal, obatobatan phenacetin dan chlor-naphazine,
penggunaan yang lama siklo-fosfamid sebagai imunosupresan, infeksi kronis dari schistosoma
haematobium yang banyak terjadi di Mesir dan Tanzania, kopi, dan pemanis buatan seperti siklamat
serta sakarin.
2.1.4 Patogenesis

(Syafa’ah, A. N., Maulani, H., Suciati, T. 2015. Angka Kejadian Karsinoma Urothelial di Bagian Patologi
Anatomi RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang Periode Tahun 2009-2013. MKS Th. 47. No. 1 : 10-
16)

2.1.5 Gambaran Klinis

80-90% berupa hematuria dan 25% mengeluh urgensi, frekuensi, disuri, dan nyeri pinggul setelah
kencing. Lima persen dari penderita yang telah terjadi metastasis mengeluhkan penurunan berat
badan, demam, nyeri tulang, dan gejala yang berhubungan dengan metastase di paru dan hati.
(Senduk, S. S., Rotty, Linda W. A. 2010. Karsinoma Kandung Kemih. Jurnal Biomedik. Vol (2/1) : 58-
66)

2.1.6 Gambaran Histopatologi

Terdiri dari 95% karsinoma sel transisional, 3% karsinoma sel skuamosa, dan 2 % adenokarsinoma.
Tujuh puluh lima sampai delapan puluh persen tumor menyebabkan lesi superfisial, 20 % terdapat
invasi tumor ke otot, dan 5% telah bermetastasis. (Senduk, S. S., Rotty, Linda W. A. 2010. Karsinoma
Kandung Kemih. Jurnal Biomedik. Vol (2/1) : 58-66)

2.1.7 Prognosis

Pengobatan dan prognosis penderita karsinoma kandung kemih tergantung pada stadium penyakit
yang didasarkan pada pemeriksaan histopatologi. (Senduk, S. S., Rotty, Linda W. A. 2010. Karsinoma
Kandung Kemih. Jurnal Biomedik. Vol (2/1) : 58-66)

Memiliki prognosis yang baik setelah terapi, namun 70% pasien dengan diagnosis low grade
carcinoma urothelial dan telah diterapi dapat mengalami rekurensi dan sepertiga dari pasien
tersebut akan mengalami progresivitas menjadi high grade carcinoma urothelial. Berdasarkan
staging, 0.7% pasien noninvasive carcinoma urothelial dengan stage pTa dan 14%-17% pT1 dapat
berpotensi mengalami metastase 10 dan memiliki angka harapan hidup lima tahun sebesar 80%-
90%, sedangkan pada invasive carcinoma urothelial dengan stage pT2 memiliki angka harapan hidup
tiga tahun sebesar 50% dan 25% pada pasien dengan stage pT3. (Syafa’ah, A. N., Maulani, H., Suciati,
T. 2015. Angka Kejadian Karsinoma Urothelial di Bagian Patologi Anatomi RSUP dr. Mohammad
Hoesin Palembang Periode Tahun 2009-2013. MKS Th. 47. No. 1 : 10-16)

2.1 ADENOKARSINOMA ENDOMETRII

2.1.1 Definisi

Tumor ganas epitel primer diendometrium, umumnya dengan diferensiasi glandular dan berpotensi
mengenai miometrium dan menyebar jauh; juga merupakan kanker ginekologi yang sering terjadi.
(Tulumang, J. A., Loho, M. F., Mamengko, L. M. 2016. “Gambaran Kanker Endometrium yang Dirawat
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2013-2015”. Jurnal e-Clinic. Vol. (4/1))

2.1.2 Epidemiologi

Angka kejadian karsinoma endometrium menempati urutan ke-lima setelah karsinoma payudara,
paru, kolon, rektum pada wanita, dan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan sekitar
39.000 kasus baru terjadi di AS selama tahun 2002, sedangkan di Indonesia prevalensi karsinoma
endometrium di RSCM Jakarta 7,2 kasus per tahun. (Nurseta, T., Andrijono, Soetrisno, E. 2008.
“Ekspresi MMP-2 dan TIMP-2 Karsinoma Endometrium Operabel pada Lapisan Endometrium dan
Miometrium Sebagai Pertanda Terjadinya Invasi Miometrium dan Metastasis KGB Pelvis”. Maj
Obstet Ginekol Indones. Vol. (32/4) : 229-237)

Prevalensi karsinoma endometrium adalah 46% dari keseluruhan kanker ginekologi dan 11% dari
keseluruhan kanker pada wanita. Selama tahun 2011, terdapat sekitar 40.880 kasus baru di Amerika
dan 7.100 kematian terjadi karena karsinoma endometrium. Jumlah penderita karsinoma
endometrium di negara maju semakin meningkat sejak pertengahan abad ke-20. Kanker serviks
dahulu menempati urutan teratas, tetapi sejak diperkenalkan skrining kanker serviks dengan
pemeriksaan Pap’s smear maka jumlah penderita kanker serviks menurun sehingga kanker
endometrium makin bergeser ke atas. (Pradjatmo, H., Pahlevi, D. P. 2013. “ Status Gizi sebagai
Faktor Prognosis Penderita Karsinoma Endometrium”. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. (10/1) : 10-
18)
2.1.3 Etiologi

Obesitas adalah penyebab paling sering terjadinya produksi berlebihan dari estrogen. Jaringan lemak
yang berlebihan meningkatkan aromatisasi perifer dari androstenedion menjadi estron. Pada wanita
perimenopause, peningkatan kadar estron memicu umpan balik abnormal pada axis
hipothalamuspituitaria-ovarium yang secara klinis menghasilkan oligoovulasi atau unovulasi. Tidak
adanya ovulasi maka endometrium terpapar terus menerus dengan estrogen tanpa diselingi efek
progesteron dan tanpa perdarahan lucut haid. Peningkatan risiko karsinoma endometrium

terjadi melalui beberapa mekanisme yang menyebabkan perubahan hormonal dan konsekuensinya
menimbulkan proliferasi sel endometrium, penghambatan apoptosis, dan peningkatan angiogenesis.
Pada wanita pramenopause, obesitas menyebabkan insulin resisten, ekses androgen ovarium,
unovulasi, dan defi siensi progesteron kronis. Sementara itu, pada wanita pascamenopause konversi
androgen menjadi estrogen meningkat di tempat penimbunan lemak (Pradjatmo, H., Pahlevi, D. P.
2013. “ Status Gizi sebagai Faktor Prognosis Penderita Karsinoma Endometrium”. Jurnal Gizi Klinik
Indonesia. Vol. (10/1) : 10-18)

2.1.4 Patogenesis

Tingginya estrogen dan tidak terdapatnya progesteron yang cukup sehingga terjadi hiperplasia
simpleks yang kemudian terbentuknya kelenjar baru pada lapisan uterus, selanjutnya menjadi
atipikal dan menyebabkan kanker endometrium. Tingginya kadar estrogen secara abnormal yang
menyebabkan kanker endometrium juga terdapat pada keadaan sindroma ovarium polikistik (SOPK),
karena pada SOPK terjadi unopposed estrogen, kemudian terjadi unovulasi sehingga menyebabkan
hiperplasia endometrium. Tidak semua wanita dengan SOPK memiliki risiko tinggi kanker
endometrium. (Tulumang, J. A., Loho, M. F., Mamengko, L. M. 2016. “Gambaran Kanker
Endometrium yang Dirawat RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode 2013-2015”. Jurnal e-Clinic.
Vol. (4/1))

2.1.5 Gambaran Klinis

perdarahan pervaginam pada pascamenopause. (Pradjatmo, H., Pahlevi, D. P. 2013. “ Status Gizi
sebagai Faktor Prognosis Penderita Karsinoma Endometrium”. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. (10/1)
: 10-18)

2.1.6 Gambaran Histopatologi (Makroskopis dan Mikroskopis)


Gambaran mikroskopis: Loho, L. 2009. “Karsinoma Adenoskuamosa Endometrium”. Jurnal Biomedik.
Vol. (1/1) : 60-64.

Gambaran makroskopis: jaringan uterus berukuran 12x11x7 cm dengan diameter serviks 2 cm dan
dalam rongga endometrium terdapat tumor berukuran 6x5x4 cm berwarna putih kecoklatan.
Terdapat ovarium dan tuba bilateral, serta jaringan omentum dan kelenjarkelenjar getah bening.
(Loho, L. 2009. “Karsinoma Adenoskuamosa Endometrium”. Jurnal Biomedik. Vol. (1/1) : 60-64)

2.1.7 Prognosis

Dengan mortalitas 3,4 per 100.000 wanita, sebenarnya prognosis karsinoma cukup baik apabila
dijumpai pada stadium dini dan ditangani secara tepat. Diperkirakan 50-60 % karsinoma
endometrium telah menyebar atau telah bermetastasis saat terdiagnosa pertama kali, hal ini
disebabkan karena tidak ada gejala yang khas dan belum ada metode deteksi dininya. (Nurseta, T.,
Andrijono, Soetrisno, E. 2008. “Ekspresi MMP-2 dan TIMP-2 Karsinoma Endometrium Operabel pada
Lapisan Endometrium dan Miometrium Sebagai Pertanda Terjadinya Invasi Miometrium dan
Metastasis KGB Pelvis”. Maj Obstet Ginekol Indones. Vol. (32/4) : 229-237)

Anda mungkin juga menyukai