PRAKTIKUM DARAH
Kelompok 5
PBU 2016
III. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui cara kerja enzim alpha amilase pada larutan kanji.
2. Mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim alpha amilase pada
larutan kanji.
IV. Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah praktikum dapat di
1. H0 :
2. Ha:
V. Dasar Teori
1. Darah
Darah merupakan media cair yang terdiri dari komponen selular yaitu
sel - sel darah dan komponen cairan yang kaya akan protein yaitu plasma
darah (Schalm et al. 1975). Darah merupakan bagian dari sistem pada
manusia. Darah terdiri atas plasma dan sel-sel darah. Sebanyak 55%
adalah plasma dan 45% adalah sel-sel darah. Darah membawa banyak
zat penting yang diperlukan tubuh dalam jalur yang disebut “pembuluh
darah”. Kinerja darah diatur oleh jantung. Selain membawa zat yang
diperlukan oleh tubuh darah juga membawa hasil metabolisme untuk
kemudian dibawa ke ginjal dan organ ekskresi lainnya untuk dibuang.
Menurut Martini (2006) fungsi darah antara lain:
a. Mengedarkan sari makanan ke seluruh tubuh oleh plasma darah.
b. Mengangkut sisa oksidasi dari sel tubuh untuk dikeluarkan dari
tubuh yangdilakukan oleh plasma darah, karbon dioksida
dikeluarkan melalui paru-paru, ureadikeluarkan melalui ginjal.
c. Mengedarkan hormon yang dikeluarkan dari endokrin yang
dilakukan oleh plasma darah.
d. Mengangkut oksigen ke seluruh tubuh yang dilakukan oleh sel-sel
darah merah dengan bantuan Hb.
e. Membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh yang dilakukan
oleh sel darahputih.
f. Menutup luka yang dilakukan oleh keping-keping darah.
g. Menjaga kestabilan suhu tubuh.
Darah tersusun dari beberapa komponen yaitu sel – sel darah Sebanyak
45 % komposisi darah tersusun oleh sel – sel darah. Sel – sel darah
terbagi menjadi 3 macam yaitu :
a. Sel darah merah (eritrosit) Eritrosit merupakan sel yang tidak berinti
dan bersifat non motil. Eritrosit berbentuk bikonkaf yang bertujuan
untuk mempercepat pertukaran gas antara sel dengan plasma.
Eritosit mempunyai bentuk cakram dengan diameter 7,5 m dengan
ketebalan tepi 2 m. Tengah-tengah cakram tersebut lebih tipis
dengan ketebalan 1 m ( Hartadi et al., 2004). Pada orang dewasa,
eritrosit dibentuk di dalam sumsum tulang belakang, sedangkan
pada embrio/bayi, eritrosit dibentuk didalam hati dan limpa. Sel-sel
pembentuk sel darah merah ini disebut eritroblast. Sel-sel darah
merah mempunyai usia ± 120 hari. Setiap detik ada 3 juta sel darah
merah yang mati dan dibersihkan oleh hati dan limpa. Warna merah
pada eritrosit disebabkan oleh adanya hemoglobin. Hemoglobin
adalah suatu protein yang terdiri atas globin dan hemin yang
mengandung zat besi. Hemoglobin ini berfungsi sebagai pengikat
oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh (Lestari, 2009).
b. Sel darah putih (leukosit) Leukosit atau sel darah putih merupakan
unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit mempunyai
bentuk yang tidak tetap (ameboid), tidak berwarna, memiliki inti,
bulat/cekung, jumlahnya pada orang normal kira-kira
6.0009.000/mm3 . Umur sel darah putih sekitar 12-13 hari. Leukosit
dibuat dalam sumsum tulang merah, limfe dan jaringan
retikuloendothelium. Fungsi dari leukosit yaitu untuk melindungi
tubuh dari infeksi. Leukosit merupakan sel yang bersifat fagosit. Jika
ada kuman atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh, maka
leukosit akan mengeluarkan antibodi dan memakan zat asing
tersebut. Apabila leukosit ini kalah maka akan berubah menjadi
nanah (Guyton 1997). Macam – macam leukosit menurut Natalia et
al. yaitu :
1) Leukosit agranulosit terdiri dari monosit dan limfosit. Monosit,
dengan ciri-ciri inti bulat, besar, bersifat fagosit dan dapat bergerak
cepat. Sedangkan Limfosit memiliki ciri-ciri berinti satu, tidak dapat
bergerak, dan berfungsi untuk imunitas.
2) Leukosit granulosit terdiri dari netrofil, basofil, dan eosinofil.
Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel
ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi.
Sekitar 50 % neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding
pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara
bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand, 2006).
Eosinofil memiliki granula bewarna merah dengan pewarnaan asam,
ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil, tetapi granula
dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24 %
sedangkan basofil memiliki granula bewarna biru dengan pewarnaan
basa, sel ini lebih kecil daripada eosinofil, tetapi mempunyai inti
yang bentuknya teratur, di dalam protoplasmanya terdapat granula-
granula yang besar, banyaknya kira-kira 0,5 % di sumsum merah
(Handayani, 2008).
c. Trombosit (Sel – sel darah pembeku) Trombosit memiliki bentuk
yang tidak tetap. Jumlah trombosit di dalam tubuh sekitar 200.000-
400.000/mm3, dibuat dalam sumsum tulang (megakariosit).
Trombosit berperan dalam proses pembekuan darah. Saat terjadi
luka, trombosit akan pecah dan terbentuk trombokinase, dengan
bantuan ion kalsiumdan vitamin K, trombokinase akan mengubah
protrombin (dalam plasma darah) menjadi trombin. Trombin yang
terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (benang-benang
halus) yang akan menutup luka sehingga perdarahan berhenti
(Lestari, 2009). 2. Plasma darah Plasma merupakan cairan yang
menyertai sel-sel darah. Menurut Martini (2006), di dalam plasma
terkandung zat – zat sebagai berikut. a. Air sebanyak 92 % b. Protein
sebanyak 7 % yang terdiri dari : albumin yang berperan dalam
menjaga tekanan osmosis darah, globulin berperan dalam
pembuatan antibody, serta fibrinogen berperan dalam pembekuan
darah. c. Zat – zat lain 1 % yang terdiri dari : Gas (berupa O2, CO2
dan N2), nutrien (berupa lemak, glukosa, asam amino, vitamin),
garam mineral (NaCl, KCl, fosfat, sulfat, bikarbonat), dan zat sisa
(urea, kretinin, asam urat, bilirubin).
2. Penggolongan Darah
Pada manusia, darah digolongkan dalam beberapa tipe menurut
keberadaan beberapa molekul pada permukaan sel darah merah dan
plasma darah. Penggolongan darah yang paling umum digunakan adalah
sistem ABO yang dicetuskan oleh Dr. Karl Landsteiner. Penggolongan
tersebut menggolongkan darah menjadi A, B, AB dan O. Hal tersebut
didasarkan pada keberadaan aglutinogen dan aglutinin. Aglutinogen
disebut juga antigen, merupakan gumpalan protein yang terletak pada
permukaan eritrosit. Sedangkan aglutinin atau yang disebut juga
antibodi terletak pada plasma darah. Tubuh memiliki mekanisme untuk
mengenal dan menandai dirinya sendiri sehingga saat ada sel asing yang
tidak dikenal masuk ke pembuluh darah sistem imun dapat bekerja
menghancurkan benda asing. Dalam hal tersebut antibodi bekerja
sebagai bagian dari sistem imun yang menargetkan antigen dalam sel
asing. Protein yang menyusun antibodi berbeda dan khusus sehingga
orang dengan golongan darah A memiliki antibodi yang berbeda dengan
golongan darah B (Goodenough and McGuire, 2014).
Sebagai contoh, orang dengan golongan darah A memiliki aglutinogen
A pada permukaan erotrositnya dan memiliki anti-B aglutinin pada
plasma darah. Sebaliknya orang dengan golongan darah B memiliki
aglutinogen B pada permukaan eritrositnya dan anti-B aglutinin pada
plasma darah. Sedangkan orang dengan golongan darah AB memiliki
kedua aglutinogen, yaitu A dan B pada permukaan eritrosit namun tidak
memiliki aglutinin. Sedangkan pada orang dengan golongan darah O
tidak terdapat aglutinogen namun terdapat anti-A dan anti-B aglutinin.
Selain tata cara donor, pendonor memiliki syarat yang harus dipenuhi
antara lain:
a. Usia 17-60 tahun (usia 17 tahun diperbolehkan menjadi donor bila
mendapat izin tertulis dari orangtua)
b. Berat badan minimal 45 kg
c. Temperatur tubuh 36,6 – 37,5 derajat Celcius
d. Tekanan darah baik yaitu sistole = 110-160 mmHg, diastole = 70-
100 mmHg
e. Denyut nadi teratur yaitu sekitar 50-100 kali/menit
f. Hemoglobin perempuan minimal 12 gram, sedangkan untuk laki-
laki minimal 12,5 gram
g. Jumlah penyumbangan per tahun paling banyak 5 kali dengan jarak
penyumbangan sekurang-kurangnya 3 bulan
h. Calon donor dapat mengambil dan menandatangani formulir
pendaftaran, lalu menjalani pemeriksaan pendahuluan, seperti
kondisi berat badan, HB, golongan darah, dan dilanjutkan dengan
pemeriksaan dokter
Selain syarat terdapat larangan dalam donor darah antara lain:
a. Pernah menderita Hepatitis B
b. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah kontak erat dengan penderita
hepatitis
c. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah mendapat transfusi
d. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah tato/tindik telinga
e. Dalam jangka waktu 72 jam sesudah operasi gigi
f. Dalam jangka waktu 6 bulan sesudah operasi kecil
g. Dalam jangka waktu 12 bulan sesudah operasi kecil
h. Dalam jangka waktu 24 jam sesudah vaksinasi polio, influenza,
kolera, stetanus dipteria atau profilaksis
i. Dalam jangka waktu 2 minggu sesudah vaksinasi virus hidup
parotitis epidemica, measles dan tetanus toxin
j. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah injeksi terakhir imunisasi
rabies therapeutic
k. Dalam jangka waktu 1 minggu sesudah gejala alergi menghilang
l. Dalam jangka waktu 1 tahun sesudah transplantasi kulit
m. Sedang hamil dan dalam jangka waktu 6 bulan sesudah persalinan
n. Sedang menyusui
o. Ketergantungan obat
p. Alkoholisme akut dan kronis
q. Mengidap Sifilis
r. Menderita Tuberkulosis secara klinis
s. Menderita epilepsi dan sering kejang
t. Menderita penyakit kulit pada vena (pembuluh darah balik) yang
akan ditusuk
u. Mempunyai kecenderungan perdarahan atau penyakit darah,
misalnya thalasemia
v. Seseorang yang termasuk kelompok masyarakat yang berisiko
tinggi mendapatkan HIV dan AIDS (homoseks, morfinis, berganti-
ganti pasangan seks dan pemakai jarum suntik tidak steril)
w. Pengidap HIV dan AIDS menurut hasil pemeriksaan saat donor
darah
VI. Variabel
1. Variabel kontrol
2. Variabel manipulasi
3. Variabel respon
B. Pembahasan
Praktikum darah ini bertujuan untuk menentukan golongan
darah pada praktikan, mengukur kadar hemoglobin, mengukur tekanan
darah, serta menghitung denyut nadi pada seseorang.
1. Golongan darah
Pada praktikum penentuan golongan darah menggunakan
sistem penggolongan darah ABO menurut Dr. Karl Landsteiner.
Penggolongan tersebut menggolongkan darah menjadi A, B, AB dan
O yang didasarkan pada aglutinin dan aglutinogen pada darah.
Golongan darah A memiliki aglutinogen A pada permukaan
erotrositnya dan memiliki anti-B aglutinin pada plasma darah.
Sebaliknya orang dengan golongan darah B memiliki aglutinogen B
pada permukaan eritrositnya dan anti-B aglutinin pada plasma darah.
Sedangkan orang dengan golongan darah AB memiliki kedua
aglutinogen, yaitu A dan B pada permukaan eritrosit namun tidak
memiliki aglutinin. Sedangkan pada orang dengan golongan darah
O tidak terdapat aglutinogen namun terdapat anti-A dan anti-B
aglutinin.
Seseorang dengan golongan darah A dapat menerima
transfusi darah dari seseorang dengan golongan darah A, dan O;
serta dapat mendonorkan darah ke orang dengan golongan darah A,
dan AB. Namun golongan darah A tidak dapat menerima transfuse
dari golongan darah B. hal ini disebabkan karena golongan darah
memiliki aglutinin β (anti-B) sehingga nantinya akan terjadi
penggumpalan atau aglutinasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Abdul (2007), yang menyatakan bahwa jika jenis darah yang di
transfusikan tidak cocok maka terjadi penggumpalan sel darah
merah, yang akan berlanjut pada kerusakan masing-masing darah
tersebut.
Seseorang dengan golongan darah B dapat menerima
transfusi darah dari golongan darah B, dan O; dapat mendonorkan
darah ke seseorang dengan golongan darah B, dan AB.
Seseorang dengan golongan darah AB merupakan resipien
universal, dimana dapat menerima transfusi darah dari golongan
darah A, B, AB dan O; golongan darah AB hanya dapat
mendonorkan darah ke seseorang dengan golongan darah AB saja.
Seseorang dengan golongan darah O hanya dapat menerima
transfusi darah dari golongan darah O; golongan darah O merupakan
donor universal sehingga dapat mendonorkan darah ke semua
golongan darah (A, B, AB, dan O)
Transfusi atau donor darah juga ditentukan oleh rhesus (Rh)
yang dimiliki oleh pendonor dan penerima. Orang yang memiliki
antigen Rh pada eritrositnya digolongkan sebagai Rh+ sedangkan
yang tidak memiliki antigen Rh digolongkan sebagai Rh-. Orang
dengan Rh- hanya dapat menerima donor dari Rh-, begitu juga orang
dengan Rh+, hanya dapat menerima donor dari Rh+. Sehingga donor
darah berbeda rhesus tidak dapat dilakukan. Hal ini dikarenakan
dapat terbentuk antibodi terhadap Rh pada tubuh penerima donor
yang menyerang Rh dari darah donor sehingga menyebabkan
beberapa masalah serius pasca donor yang membahayakan tubuh
penerima donor (Goodenough and McGuire, 2014).
2. Kadar hemoglobin
Pada praktikum kadar hemoglobin, semua sampel darah
diambil dari wanita dewasa dan diperoleh rata-rata kadar Hb sebesar
11%. Menurut WHO dalam Arisman (2002), menyatakan bahwa
kadar hemoglobin normal pada pria dewasa yakni sebesar 13%,
sedangkan pada wanita dewasa sebesar 12%. Hal ini menunjukkan
bawa kadar Hb pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita. Lebih
tingginya kadar Hb pada pria dewasa disebabkan karena massa otot
pada pria relatif lebih besar dibandingkan wanita. Sedangkan wanita
mengalami menstruasi karena banyak darah yang keluar dapat
menyebabkan kadar hemoglobin rendah (Gibson, 2005).
Pada salah satu praktikan memiliki kadar hemoglobin yang
rendah dari batas normal, yakni sebesar 7, 5%. Hal ini menunjukkan
bahwa praktikan memiliki penyakit anemia sehingga kadar oksigen
pada darah juga rendah. Penderita anemia tidak dapat melakukan
donor darah ke orang lain, karena dapat menyebabkan kondisi
penderita anemia semakin parah sehingga cadangan zat besi pada
tubuh penderita anemia akan semakin turun. Selain itu, penerima
donor juga harus mengkonsumsi banyak cadangan zat besi agar tidak
terserang anemia setelah melakukan donor darah.
Besi dibutuhkan untuk produksi Hb, sehingga anemia karena
kekurangan besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah
yang lebih kecil dan kandungan Hb yang rendah. Besi juga
merupakan mikronutrien essensil dalam memproduksi Hb yang
berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk
dieksresikan ke dalam udara pernafasan (Zarianis, 2006)
3. Tekanan darah
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat praktikum,
tekanan darah diukur berdasarkan metode secara tidak langsung dan
pengukuran dilakukan pada lengan kanan bagian atas. Tekanan
darah masing-masing praktikan diukur dalam beberapa keadaan,
yaitu, pada saat posisi duduk, berbaring, dan berdiri.
Pada praktikum ini hanya dibahas faktor aktivitas. Apabila
dibandingkan dengan hasil pengukuran sebelum beraktivitas otot,
data menunjukkan bahwa tekanan darah setelah melakukan aktivitas
otot cenderung akan lebih tinggi dibandingkan tekanan darah
sebelum melakukan aktivitas apapun (kondisi praktikan saat duduk).
Pada percobaan tekanan darah, tekanan darah pada praktikan
diukur menggunakan Sphygmomanometer yang dilakukan pada
lengan bagian atas. Tekanan darah praktikan diuji dalam beberapa
keadaan, yaitu saat posisi duduk, berjalan, dan berlari. Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa tekanan
darah pada saat berlari lebih tinggi dibandingkan pada saat duduk.
Hal ini disebabkan karena pada saat beraktivitas, tubuh
memerlukan pasokan oksigen (O2) yang banyak akibat dari
metabolism sel yang cepat pula sehingga menghasilkan energi.
Sehingga peredaran darah dalam pembuluh darah akan semakin
cepat. Adanya vasodilatasi pada otot jantung dan otot rangka serta
vasokontriksi arteriol yang menyebabkan arteriol menyempit dan
kerja jantung tiap satuan waktu pun bertambah sehingga volume
darah pada arteriol akan meningkat dan tekanannya pun akan
meningkat.
4. Denyut nadi
Pada percobaan denyut nadi, diperoleh bahwa terjadi
peningkatan denyut nadi setelah melakukan aktivitas seperti berjalan
dan berlari dibandingkan dengan denyut nadi pada saat tidak
melakukan aktivitas atau duduk. Rata-rata denyut nadi saat kondisi
duduk yakni 84, saat berjalan 98, dan berlari 125. Hal ini termasuk
kedalam kondisi yang normal dan tidak mengindikasikan adanya
penyakit jantung. Menurut Lyrawati (2009), menyatakan bahwa
kecepatan jantung normal untuk usia dewasa yakni 60-100 BPM
(Beats Per Minute).
XI. Diskusi
1. Apakah kadar Hb tersebut sama untuk semua orang?
Jawab :
Tidak. Kadar hemoglobin pada tiap orang berbeda-beda.
3. Selain metode sahli, metode lain yang dapat dipakai dalam pengukuran
kadar Hb ini?
Jawab :
Metode yang dapat digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam
darah selain metode sahli yakni dengan menggunakan metode
Cyanmethemoglobin. Prinsip dasar dalam metode ini adalah
hemoglobin darah diubah menjadi hemoglobin sianida dalam larutan
kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbsi larutan 8 diukur
dengan panjang gelombang 540 mikrometer dengan satuan gram/dl.
Alat dan bahan yang digunakan adalah alat tabung reaksi, pipet Hb 20
mikrom, fotometer, Reagen Cyanmed (Agus, 2012).
4. Apa maksud dari tekanan darah systole dan tekanan darah diastole?
Jawab :
Tekanan darah sistolik merupakan jumlah tekanan terhadap dinding
arteri setiap waktu jantung berkontraksi atau menekan darah keluar dari
jantung. Tekanan diastolik merupakan jumlah tekanan dalam arteri
sewaktu jantung beristirahat (LeMone dan Burke, 2008)
5. Apakah tekanan darah ini sama pada orang-orang yang berusia sama?
Jawab :
Tidak sama. Karena tiap orang memiliki mekanisme kerja jantung yang
berbeda, dapat disebabkan karena aktivitas fisik tiap hari serta gangguan
atau penyakit yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi tekanan
darah
6. Faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi perbedaan besarnya
tekanan darah ini? Mengapa manset harus dipasang di lengan kanan?
Jawab :
Faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan besarnya tekanan darah
adalah curah jantung, tekanan pembuluh darah perifer dan volume atau
aliran darah (Muttaqin, 2012)
Pemeriksaan pada lengan atas hasilnya lebih akurat karena lokasinya
lebih jauh dari jantung dibanding dari lengan kiri sehingga suaranya
tidak terlalu bising. Dengan demikian dapat menentukan tekanan darah
sistolik dan tekanan darah diastolic dengan tepat dan mendapat hasil
yang akurat.
XII. Simpulan
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta
Bird, T. 1994. Kimia Fisik untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1992. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta : Penerbit
Erlangga.
Gaman, P.M & K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC. P. 208 – 212, 219 – 223, 277 – 282, 285 – 287.
Harper, et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). Edisi 17. EGC:
Jakarta
Hold, K.M., Boer, D.D., Zuidema, J., Maes, R.A.A. 1999. “Saliva as an Analytical
Tool in Toxicology”. International Journal of Drug Testing Vol 1.hal.1-36.