Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Darah sebagai komponen utama penyusun tubuh akan bekerja sesuai


dengan fungsinya sehingga manfaat-manfaatnya dapat dirasakan oleh tubuh.
Di tubuh manusia, darah terdiri dari cairan kompleks plasma tempat elemen-
elemen selular (eritrosit, leukosiyt, dan trombosit) berada. Eritrosit (sel darah
merah, atau SDM) secara esensial merupakan membran plasma-kantong
tertutup hemoglobin yang mengangkut O2 di dalam darah. Leukosit (sel darah
putih, atau SDP), unit pertahanan mobil sistem imun, diangkut melalui darah
ke tempat terjadinya luka atau invasi oleh mikroorganisme penyebab penyakit.
Platelet (trombosit) penting bagi hoemostasis untuk menghentikan perdarahan
akibat pembuluh yang cedera. (Sherwood, 2016)
Walaupun letak darah terdapat di dalam tubuh, namun darah tetap bisa
diamati, baik mengamati jenis sel-sel darahnya, menghitung jumlah selnya,
dan lain sebagainya. Di praktikum ini, kelompok kami mempraktekkan cara
pemeriksaan laju endap darah, pemeriksaan hitung jumlah leukosit, hitung
jenis leukosit, dan membuat sediaan apus darah tepi. Praktik ini dapat
menunjang kemajuan teknologi kedokteran sehingga dapat mempermudah
mendeteksi kelainan dalam darah manusia.
Harapannya, dengan praktikum ini bisa meningkatkan keterampilan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Unsoed dan dapat membantu di masa
mendatang. Karena pemeriksaan tersebut sangat penting dalam pemeriksaan
penunjang pasien yang membutuhkan pengecekan darah.
B. Tujuan
1. Ingin mengetahui cara pemeriksaan laju endap darah pada seseorang.
2. Ingin mengetahui cara pemeriksaan jumlah leukosit pada seseorang.
3. Ingin mengetahui cara pemeriksaan hitung jenis leukosit pada
seseorang.
4. Ingin mengetahui cara pembuatan sediaan apus darah tepi.

C. Manfaat
1. Dapat mengetahui cara pemeriksaan laju endap darah pada seseorang.
2. Dapat mengetahui pemeriksaan hitung jumlah leukosit pada seseorang.
3. Dapat mengetahui cara permeriksaan hitung jenis leukosit pada
seseorang.
4. Dapat mengetahui cara pembuatan sediaan apus darah tepi.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Laju Endap Darah


Laju endap darah (LED) juga disebut erythrocyte sedimentation rate (ESR)
atau sedimentation rate (sed rate) atau bezinking-snelheid der erythrocyten (BSE)
adalah kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit ke dasar tabung berisi darah
dengan antikoagulan dalam waktu satu jam, dinyatakan dalam satuan millimeter.
Pemeriksaan LED adalah salah satu pemeriksaan hematologi yang rutin diusulkan
oleh para klinisi sebagai penunjang diagnosis penyakit, karena selain prosedur
pemeriksaan LED relatif mudah dan sederhana, biayanya cukup ekonomis, tetapi
masih memiliki aspek klinik penting untuk membantu menunjang diagnosis,
memantau perjalanan penyakit, serta evaluasi hasil penatalaksaan. (Rizky,
Maulyda 2015 )
Pemeriksaan LED metode Westergren adalah pemeriksaan LED yang
telah dinyatakan dan dipublikasikan sebagai metode pemeriksaan LED rujukan
pertama oleh International Council for Standardization in Haematology (ICSH)
pada tahun 1973, serta digunakan secara luas di seluruh dunia. Pemeriksaan LED
metode Westergren hingga saat ini masih digunakan secara luas walaupun telah
banyak dipublikasikan metode-metode pemeriksaan LED lebih baru hasil revisi
metode Westergren dan metode rujukan ICSH 1993 dan telah diaplikasi pada 2
instrumen laboratorium dengan metode otomatis. Pemeriksaan LED metode
Westergren konvensional menggunakan sampel antikoagulan cair Natrium sitrat
3,8% dan darah vena dengan perbandingan 1:4 dianggap mengakibatkan
pengenceran terhadap sampel darah. Nilai rujukan normal LED wanita dewasa 0-
20 mm/jam (usia > 50 tahun 0-30 mm/jam) dan pria dewasa 0-15 mm/jam (usia >
50 tahun 0-20 mm/jam), anak-anak 0-10 mm/jam, dan neonatus. (Fischbach &
Dunning III, 2009)
Prinsip dasar pemeriksaan LED adalah proses pengendapan partikel-
partikel padat yaitu sel-sel eritrosit ke dasar tabung dalam suatu cairan yaitu
plasma darah. Sampel darah yang telah diberi antikoagulan bila dibiarkan begitu
saja dalam posisi tegak lurus pada rak LED di dalam ruang dengan suhu 20-25˚C,
maka selsel eritrosit akan mengendap ke dasar tabung dan terpisah dari plasma
darah. Pengendapan eritrosit terjadi akibat agregasi sel-sel eritrosit yang
membentuk rouleaux dan saling menempel, maka berat molekulnya menjadi
semakin besar dan pengaruh gaya gravitasi menjadi semakin besar pula, akibatnya
eritrosit mengendap ke dasar tabung. Proses pengendapan eritrosit pada
pemeriksaan LED terdiri dari 3 fase, yaitu : fase pertama adalah fase pembentukan
rouleaux yang berlangsung selama 10 menit; fase kedua adalah fase pengendapan
sel-sel eritrosit secara cepat yang berlangsung selama 40 menit; fase ketiga adalah
fase pemadatan rouleaux eritrosit disertai pengendapan dengan kecepatan lambat

2
dimana terjadi proses agregasi sel-sel eritrosit dan pemadatan rouleaux sehingga
eritrosit mengendap ke dasar tabung, fase ini berlangsung dalam waktu 10 menit.
(Rizky, Maulyda 2015 )
Pembacaan hasil pengukuran LED pasca 1 jam adalah berdasarkan jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk proses pengendapan sel-sel eritrosit berdasarkan
prinsip pengukuran LED tersebut. Interpretasi pemeriksaan LED sejak dahulu
dilakukan pasca 1 dan 2 jam, tetapi akhir-akhir ini telah ditetapkan oleh WHO
pengukuran LED cukup dibaca pasca 1 jam saja atas dasar prinsip proses
pengendapan eritrosit. Hal tersebut menjadi masalah kontroversial antar para
klinisi di klinik. Sebagian klinisi masih tetap menginginkan hasil interpretasi LED
pasca 1 dan 2 jam dengan alasan hasil interpretasi LED pasca 2 jam dapat
digunakan untuk membedakan antara proses inflamasi atau infeksi dari proses
kerusakan jaringan tubuh yang luas dalam tubuh pasien, seperti pada proses
penyakit autoimun atau proses keganasan. (Rizky, Maulyda 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan LED antara lain, bentuk dan
ukuran eritrosit, viskositas plasma, faktor teknis, dan suhu ruang tempat
pemeriksaan LED dilakukan. Faktor viskositas plasma merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi kecepatan laju endap darah (Rizky, Maulyda
2015 ).
Metode pemeriksaan Westergren konvensional menggunakan antikoagulan
cair, yaitu Na-sitrat 3,8% maka diasumsikan akan mengakibatkan pengenceran
sampel darah yang akan ditentukan laju endap darahnya. Maka ICSH pada tahun
1993 memodifikasi metode Westergren dengan mengganti antikoagulan cair Na-
sitrat 3,8% dengan antikoagulan kering EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic
acid) dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh faktor pengenceran sampel,
sehingga perubahan viskositas plasma dapat ditiadakan. (Rizky, Maulyda 2015)
CLSI pada tahun 2000 memodifikasi metode ICSH 1993, yaitu
menggunakan larutan NaCl 0,9% atau Na-sitrat 3,8% untuk mengencerkan sampel
darah EDTA dengan perbandingan 1:4. CLSI beranggapan antikoagulan EDTA
kering dapat mempengaruhi morfologi eritrosit dan berdampak pada hasil
pengukuran LED. CLSI pada tahun 2011 kemudian memodifikasi metode CLSI
2000 dengan 7 menyatakan bahwa pemeriksaan LED dapat dilakukan dengan
menggunakan tabung yang terbuat dari bahan gelas atau plastik (Rizky, Maulyda
2015).
B. Pemeriksaan hitung jumlah leukosit
Sel darah putih atau leukosit adalah sel lain yang terdapat dalam darah
dengan fungsinya yang berbeda dari eritrosit. Sel darah putih atau leukosit ini
umumnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyusupan benda
asing yang dipandang mempunyai kemungkinan untuk mendatangkan bahaya bagi
kelangsungan hidup individu.. Leukosit adalah bagian dari darah yang berwarna
putih dan merupakan unit mobildari sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi

3
yang terdiri dari granuler dan agranuler. Dimana granuler meliputi basofil,
eosinofol, neutrofil batang dan neutrofil segmen. Sedangkan agranuler meliputi
limfosit, monosit dan sel plasma Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan
tidak berwarna, bentuknya lebih besardari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah
putih lebih sedikit. Diameter lekosit sekitar10 μm. Batas normal jumlah lekosit
berkisar 4.000 – 10.000 / mm³ darah.Lekosit di dalam tubuh berfungsi untuk
mempertahankan tubuh terhadap benda –benda asing ( foreign agents) termasuk
kuman – kuman penyebab penyakit infeksi. Leukosit yang berperan adalah
monosit, netrofil, limfosit. Leukosit juga memperbaiki kerusakan vaskuler.
Leukosit yang memegang peranan adalah eosinofil sedangkan basofil belum di
ketahui pasti. (Brilianto, 2012 )
Fungsi Leukosit :
1. Berfungsi menjaga kekebalan tubuh sehingga tak mudah terserang
penyakit.
2. Melindungi badan dari serangan mikroorganisme pada jenis sel
darah putih granulosit dan monosit.
3. Mengepung darah yang sedang terkena cidera atau infeksi.
4. Menangkap dan menghancurkan organisme hidup.
5. Menghilangkan atau menyingkirkan benda-benda lain atau bahan
lain seperti kotoran, serpihan-serpihan dan lainnya.
6. Mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang merugikan
tubuh dengan menghancurkan dan membuangnya.
7. Menyediakan pertahanan yang cepat dan juga kuat terhadap
penyakit yang menyerang.
8. Sebagai pengangkut zat lemak yang berasal dari dinding usus
melalui limpa lalu menuju ke pembuluh darah. (Brilianto, 2012 )
Sel – sel polimorfonuklear dan monosit dalam keadaan normal hanya di
bentuk didalam sumsum tulang, sedangkan sel – sel limfosit dan sel – sel plasma
diproduksi dalam bermacam – macam organ limfoid termasuk limfe, limpa, tonsil,
dan bermacam–macamsel – sel limfoid yang lain di dalam sumsum tulang, usus
dan sebagainya.Sel – sel darah putih yang di bentuk di dalam sumsum tulang,
terutama granulosit akan di simpan di dalam sumsum sampai mereka diperlukan
di dalam sistem sirkulasi,kemudian bila kebutuhannya meningkat maka akan
menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Dalam keadaan normal granulosit
yang bersirkulasi di dalam seluruh aliran darah kira –kira tiga kali daripada
jumlah granulosit yang di simpan dalam sumsum, jumlah ini sesuai dengan
persediaan granulosit selama enam hari. 2.4Nilai Normal Leukosit Leukosit dalam
darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan rasio 1 : 700 ). Dalam
keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam
seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel
darah putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel

4
per tetes. Jika jumlahnya lebih dari 11000 sel/mm3 maka keadaan ini disebut
leukositosis dan bila jumlah kurang dari 4000 sel/mm3 maka disebut leukopenia.
Jenis-jenis leukosit ada yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear
yaitu:
1. Basofil
Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan
antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan
peradangan,jumlahnya < 1%
2. Eosinofil
Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian
meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit, jumlahnya 4%
3. Neutrofil
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan
tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam
jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah, jumlahnya 65% Tanpa granula
dalam sitoplasma:
4. Limfosit Lebih umum dalam sistem limfa. Jumlahnya 25%.
Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
a. Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat
patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan
kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)
b. Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan
(yang bertahan dalam infeksi HIV) serta penting untuk menahan bakteri
intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.
c. Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat
membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh
dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.
5. Monosit
Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil,
tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen
kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat
membuat tanggapan antibodi untuk menjaga. Jumlahnya 6%.( Brilianto, 2012)
C. Pembuatan Preparat Apus Darah

5
Preparat apus/oles/smear adalah prearat yang proses pembuatannya dengan
metode apus/oles/smear, yaitu dengan cara mengapuskan atau membuat lapisan
tipis/film suatu bahan yang berupa cairan/bukan cairan di atas gelas benda yang
bersih dan bebas lemak, selanjutnya difiksasi, diwarnai, dan ditutup dengan gelas
penutup untuk diamati di bawah mikroskop. Tujuan pembuatan preparat ini selain
untuk melihat struktur sel penyusun cairan juga untuk mengetahui berbagai parasit
yang biasanya berhubungan dengan diagnosis suatu penyakit. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Biasanya yang sering dibuat sediaan oles adalah darah, walaupun cairan
yang lain juga dapat dibuat sediaan oles, misalnya cairan merah (eksudat) atau
jaringan-jaringan tertentu. Darah ataupun cairan dapat diambil dengan pipet tetes,
tetapi untuk darah perifer misalnya ujung jari, setelah darah keluar dapat
diteteskan langsung di atas gelas benda, untuk selanjutnya diproses. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Salah satu pewarnaan sediaan apus adalah pewarnaan giemsa. Pewarnaan
ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak
dipakai untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel sumsum, dan
juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa antara
lain Tripanosoma, Leismanie, Plasmodia, Bartomellae. Hampir semua larutan
baku untuk pewarnaan sediaan oles, pelarutnya adalah methyl alcohol. Larutan
Giemsa 3% yang sudah terlalu tidak akan memberikan hasil pewarnaan yang
diharapkan. Oleh karena itu, pengenceran menjadi 3% hendaknya dibuat pada saat
akan mewarnai saja, dan dibuat secukupnya. Biasanya larutan ini hanya tahan 1-2
hari saja. (Kurniasih, Yulvina, 2018)
Untuk sediaan oles yang filmnya tipis, waktu yang diperlukan untuk
fiksatif kurang lebih 3-4 menit. Untuk film tipis, film-film sumsum, oles jaringan,
dan oles eksudat harus difiksasi dengan methyl alcohol selama 3-5 menit,
kemudian dibiarkan kering sampai saat pewarnaan. Film-film yang tidak segera
difiksasi akan memberikan hasil pewarnaan yang tidak memuaskan. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Hasil pewarnaan pada sediaan apus darah manusia: eritrosit berwarna
merah muda, nukleus leukosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma leukosit
berwarna sangat ungu muda, granula dari leukosit eosinofil berwarna ungu tua,
granula dari elukosit neutrofil dan leukosit basofil ungu muda. Menurut
pengalaman di laboratorium Fakultas Biologi UGM, sediaan oles dengan
pewarnaan tersebut dapat bertahan 2-5 tahun. (Kurniasih, Yulvina, 2018).
D. Hitung Jenis Leukosit
Differensial counting merupakan hitung jenis lekosit yang biasanya
dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan apus
darah tepi merupakan pemeriksaan rutin terdiri dari hemoglobin (Hb), jumlah sel
darah putih (lekosit), Hitung jenis sel darah putih (Differensial counting), dan

6
Laju Endap Darah (LED). Selain pemeriksaan rutin juga ada pemeriksaan
penyaring (skrining) yang terdiri dari gambaran darah tepi, hematokrit (Ht),
indeks eritrosit, retikulosit, trombosit dan lain-lain. (Budi, 2010)
Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit normal
sekaligus memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam darah
tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit yang sudah matur atau
dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari basofil, eosinofil, netrofil
batang, netrofil segmen, limposit dan monosit. Sel lekosit abnormal merupakan
sel lekosit yang masih muda secara normal ada dalam sumsum tulang dan dalam
beberapa kasus dijumpai pada darah perifer. (Budi, 2010)
Untuk dapat melakukan hitung jenis lekosit diperlukan preparat apus darah
tepi yang baik. Kriteria preparat darah hapus yang baik adalah lebar dan
panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda, secara gradual penebalannya
berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor, tidak berlubang, tidak terputus-
putus, tidak terlalu tebal dan mempunyai pengecatan yang baik. Morfologi
preparat darah hapus dibagi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Pada bagian
badan dibagi dalam enam zona (daerah baca) yang dimulai dari zona 1 yang
berada dekat kepala sampai zona VI yang dekatdengan ekor. (Budi, 2010)
Hitung jenis lekosit dimulai dari zona VI yang biasanya terdapat jenis
lekosit yang berukuran besar menuju ke zona IV yang terdapat konsentrasi seri
limfosit tua (ukuran lebih kecil). Hitung jenis lekosit dilakukan sampai jumlah
lekosit terpenuhi 100 sel dengan catatan tidak ada indikasi abnormal. Akan tetapi
seringkali penghitungan sudah mencapai 100 sel sebelum sampai ke zona IV.
Untuk mencapai zona IV maka penghitungan diteruskan sehingga jumlah sel
melebihi angka 100 selanjutnya diprosentase. Sebagai contoh bila penghitungan
hanya sampai di zona VI sajakarena hasilnya sudah 100 sel maka hasil yang
didapat banyak sel PMN dan monosit sedangkan limfositnya sedikit. Sebagaimana
diketahui bahwa morfologi preparat apus darah tepi adalah simetris antara bagian
atas dan bawah. Oleh karena itu bagaimana bila pada penghitungan jenis lekosit
dilakukan pada salah satu zona saja yaitu zona atas atau bawah dari mulai zona VI
menuju zona IV sehingga kemungkinan kelebihan dari 100 sel lekosit dapat
teratasi dan waktu pembacaan menjadi lebih efisien serta sebaran jenis lekosit
dapat terbaca dalam penghitungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan hitung jenis sel lekosit berdasarkan zona atas dan bawah. (Budi, 2010)
Pembacaan preparat darah apus dilakukan pada preparat yang telah
memenuhi syarat sebagai preparat yang baik. Pembacaan dilakukan pada zona
baca VI hingga IV pada bagian atas dan bawah secara terpisah. Nilai normal
jumlah lekosit berdasarkan rujukan adalah (Budi, 2010)
• Basofil 0-1%
• Eosinofil 1-3%
• Staf 2-6%

7
• Netrofil segmen 40-70%
• Limfosit 20-4-%
• Monosit 2-8%.

8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah
a. Tabung dan Rak Westergreen
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
a. Bilik Hitung NI
b. Cover Glass
c. Pipet Leukosit
d. Mikroskop
3. Hitung Jenis Leukosit
a. Mikroskop
b. Preparat apus darah tepi
4. Membuat Sediaan Apus Darah Tepi
a. Obyek glass yang bersih
b. Spreader/penggeser
c. Pipet darah dan pengaduk
d. Bak pengecatan dan bak pengeringan
e. Timer
f. Gelas Ukur
B. Bahan
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah
a. Larutan Natrium Sitrat 3,8%
b. Darah EDTA
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
a. Larutan Turk
b. Darah EDTA
3. Hitung Jenis Leukosit
a. Oil Emersi
4. Membuat Sediaan Apus Darah Tepi
a. Giemsa
b. Larutan penyangga pH 6,4 atau dengan aquades pH 6,4
c. Methanol (90%) untuk fiksasi
d. Darah vena atau darah kapiler

9
C. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah

Pipet westergreen diisi dengan 50 ml


Natrium Sitrat 3,8%

Pindahkan 50 ml Natrium Sitrat 3,8% ke


Tabung westergreen

Ambil 200 ml darah menggunakan pipet


westergreen

Pindahkan darah ke tabung westergreen


yang mengandung 50 ml Natrium sitrat
3,8%. Lalu aduklah seperti angka 8

Hisap campuran tersebut menggunakan


pipet westergreen hingga angka 0

Pindahkan ke rak westergreen dan diamkan


selama 60 menit

10
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit

Ambil darah menggunakan pipet leukosit


hingga angka 1

Hisap Larutan Turk hingga angka 11

Kocok dengan posisi horizontal selama ±30


detik

Buang tiga tetes pertama

Teteskan ke bilik hitung

Hitung jumlah leukosit

11
3. Hitung Jenis Leukosit

Nyalakan Mikroskop

Letakan Preparat

Atur mikroskop dengan perbesaran


10x,40x,100x

Amati pada mikroskop lalu catat pada tabel

4. Membuat Sediaan Apus Darah Tepi

Teteskan darah sedikit pada objek glass

Sentuh dengan spreader hingga menyebar

12
Bentuk sudut 45º antara objek glass dan
spreader, lalu geserkan spreader ke
belakang dahulu, lalu dorong ke depan
hingga darah tampak membentuk peluru

Fiksasi sediaan dengan methanol 90%


selama 2-3 menit

Preparat yang telah difiksasi kemudian


digenangi Giemsa selama 20 menit

Bilas preparat dengan aquades lalu


keringkan

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)

Identitas Probandus :

Nama : Tuan X

Umur : Dewasa

Jenis Kelamin : Laki-laki

Dari pemeriksaan ini didapatkan laju endap darah Tuan X adalah


65mm/jam. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan laju endap darah.

2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit

Identitasi probandus :

Nama : Tuan X

Umur : Dewasa

Jenis Kelamin : Laki-laki

Jumlah Leukosit : 24sel dalam 16 kotak sedang

14
3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

Berdasarkan hasil pengamatan sediaan apusan darah menggunakan


mikroskop dengan perbesaran 100× didapatkan hasil :

Jenis Leukosit Hasil Persentase

Eosinofil 0 0%

Basofil 1 1%

Netrofil Stab 12 12%

Netrofil Segmen 64 64%

Limfosit 15 15%

Monosit 8 8%

Jumlah 100 100%

Pelaporan :
Eos / Baso / Stab netro / Segmen netro / Limfo / Mono
0/1/12/64/15/8

Nilai rujukan menurut Miller yaitu :


Eosinofil Basofil Stab Segmen Limfosit Monosit
1-4 % 0-1 % 2-5 % 50-70 % 20-40 % 1-6 %

Kadar leukosit dalam darah :


 Eosinofil  di bawah normal
 Basofil  normal
 Neutrofil Staf  normal
 Nrutrofil Segmen  normal
 Limfosit  di bawah normal
 Monosit  diatas normal

15
4. Membuat Sediaan Hapus Darah Tepi

Intrepetasi : Kurang Baik

B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) adalah salah satu pertimbangan reologi
penting dari darah manusia (Lin’Kova, 2008) yang sering digunakan untuk
menyaring adanya peradangan. Ini disebut sebagai ESR karena mengukur tingkat
di mana sel darah merah (sel darah merah) terpisah dari bagian cair darah
(plasma) dan jatuh ke bagian bawah tabung tes membentuk sedimen. (Eman et all,
2017).

Ada dua factor yang mempengaruhi endapan darah yaitu factor biologis
dan factor non-biologis. Factor biologis salah satunya termasuk factor eritrosit,
plasma, viskositas, umur, jenis kelamin, dan juga ras. Sedangkan factor non-
biologis seperti factor teknis dan mekanis. (Ibrahim,2010 dalam Eman et
all,2017).

Dari hasil pemeriksaan yang didapat, terjadi peningkatan laju endap darah
karena laju endap darah normal pada pria dewasa adalah 0-15mm/jam. Hal ini
bisa saja terjadi karena beberapa faktor seperti :

a. Faktor bawaan dari probandus yang mungkin ada kelainan pada


darahnya.

b. Alat yang kotor sehingga menyebabkan hemolisa

c. Saat menghisap darah, terdapat gelembung udara

16
d. Saat meletakkan darah ke dalam pipet Westergreen, posisi tabung dalam
rak tidak tegak lurus.

e. Diletakkan di tempat yang panas atau karena adanya vibrasi (getaran)

2. Pemeriksaan Hitung Jumalah Leukosit


Leukosit adalah unit yang dapat bergerak pada sistem pertahanan imun
tubuh. Leukosit dan turunan-turunannya, bersama dengan berbagai protein
plasma, membentuk sistem imun, suatu sistem pertahanan internal yang
mengenali dan menghancurkan atau menetralkan benda-benda dalam tubuh
yang asing bagi “individu normal” (Sherwood,2017)
Pemeriksaan hitung jumlah leukosit ini bertujuan untuk
menghitung jumlah leukosit pada probandus serta untuk mengetahui apakah
terjadi suatu kelainan dalam produksi leukosit-yaitu leukosit yang dihasilkan
mungkin terlalu sedikit atau terlalu banyak. Namun terkadang dalam
pemeriksaan, bisa saja terjadi kesalahan pada alatnya yang kurang steril,
sampel darahnya terdapat jendalan, bilik hitungnya masih basah, dan bisa juga
terjadi kesalahan pada pemeriksa dalam menghitung jumlah leukosit tersebut.
Dari hasil pemeriksaan hitung jumlah leukosit, didapatkan 24sel leukosit
dalam 16 kotak sedang pada bilik hitung Neubauer Improve dengan
perbesaran objektif 10x. Untuk menentukan jumlah leukosit digunakan rumus
:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑢𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡
Jumlah luekosit= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔x 16 x 10 x 10 (pengenceran)

Setelah memasukkan jumlah leukosit yang dihitung ke dalam rumus,


didapatlah jumlah leukosit probandus 4800/mm3. Hasil ini menunjukkan
jumlah leukosit probandus masih dalam keadaan normal sebab nilai rujukan
normal pada pria dewasa menurut Dacie adalah 4-11ribu/mm3.

17
3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit

(Atmaja et al,2016)
Setelah menghitung jumlah jenis leukosit untuk 100 leukosit yang
pertama diidentifikasi pada preparat apusan darah, dapat disimpulkan
bahwa,
 Kadar eosinofil dalam keadaan di bawah normal yaitu 0%.
Kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan produksi adrenosteroid
(Atmaja et al,2016)
 Kadar basofil dalam keadaan normal yaitu 1%, dapat dikatakan bahwa
pasien tidak mengalami reaksi alergi
 Kadar neutrofil staf dalam keadaan diatas normal yaitu 12%.
Kemungkinan yang terjadi adalah stress fisik, infeksi akut supuratif,
leukimia mielositik, trauma atau sindrom cushing. (Atmaja et al,2016)
 Kadar neutrofil segmen normal yaitu 64%,

18
 Kadar limfosit dalam keadaan di bawah normal yaitu 15 %.
Kemungkinan yang terjadi leukimia,sepsis, penyakit imunodefisiensi,
dll. (Atmaja et al,2016)
 Kadar monosit dalam keadaan diatas normal yaitu 8%. Kemungkinan
yang terjadi adalah kelainan inflamatorik kronis, infeksi virus,
tuberkulosis, dll.

19
BAB V

APLIKASI KLINIS

A. Leukimia
Perubahan kadar leukosit memang bervariasi dan biasanya terkontrol dan
disesuaikan berdasarkan dengan kebutuhan tubuh, namun terkadang terjadi
variasi kadar leukosit diluar control tubuh. Bisa terlalu sedikit atau terlalu
banyak (Sherwood, 2016).

Leukimia adalah suatu kanker yang menyebabkan proliferasi SDP yang


tak terkendali, berkurangnya kemampuan pertahanan terhadap invasi organism
easing. Pada leukimia, hitung SDP dapat mencapai 500.000/mm3 ,
dibandingkan nilai normal 7.000/mm3 , tetapi karena sebagian besar sel ini
abnormal atau immature, mereka tidak dapat melaksanakan fungsi pertahanan
normal. Konsekuensi merugikan yang lain dari leukimia adalah digantikannya
turunan sel darah lain di sumsum tulang. Hal ini menyebbakan anemia karena
eritropoiesis berkurang dan perdarahan internal karena defisiensi trombosit.
Trombosit berperan penting dalam mencegah perdarahan dari kerusakan-
kerusakan kecil yang dalam keadaan normal terjadi di dinding pembuluh darah
halus. Karena itu, infeksi berat atau perdarahan adalah penyebab tersering
kematian pada pasien leukimia (Sherwood, 2016).

B. Leukopenia

Leukopenia adalah berkurangnya jumlah leukosit dalam darah di bawah


5000 per millimeter kubik (Dorland, 2015).

Perubahan kadar leukosit memang bervariasi dan biasanya terkontrol dan


disesuaikan berdasarkan dengan kebutuhan tubuh, namun terkadang terjadi
variasi kadar leukosit diluar control tubuh. Bisa terlalu sedikit atau terlalu
banyak (Sherwood, 2016).

Leukopenia adalah kondisi klinis yang terjadi bila sumsum tulang


memproduksi sangat sedikit sel darah putih sehingga tubuh tidak terlindung

20
terhadap banyak bakteri dan agen-agen lain yang mungkin masuk mengenai
jaringan (Guyton, 2008)

C. Multiple Myeloma

Multiple myeloma adalah penyakit berbahaya dari plasma sell dengan


insiden mendunia 6-7 kaus per 100.000 orang per tahun. Penyakit ini termasuk
20 jenis kanker yang sering terjadi di Jerman (Grecke, 2016).

Multiple myeloma adalah penyakit yang berhubungan dengan system


tubuh yang berbahaya. Dikebanyakan kasus, tidak bisa disembuhkan. World
Health Organization (WHO) menghitungnya sebagai penyakit
Lymphoproliferative Sel B. Multiple myeloma disebabkan oleh tidak
terkontrolnya dari proliferasi monoclonal sel plasma di sumsum tulang, yang
mengakibatkan produksi dari immunoglobulin atau rantai immunoglobulin
yang intag dan tidak berfungsi (Grecke, 2016).

21
BAB VI
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksan laju endap darah didapatkan waktu selama 65 mm/jam.
Interpretasinya berupa meningkat karena nilai normal laju endap darah
bagi laki-laki dewasa 0-15/jam
2. Hasil dari hitung jumlah leukosit didapatkan 4.800 ribu/mm3 . Angka
tersebut termasuk normal karena nilai normal bagi laki-laki dewasa
sejumlah 4-11 ribu/mm3 .
3. Hasil dari hitung jenis leukosit didaptkan eosinofil 0%, basofil 1%,
neutrofil batang 12%, neutrofil segmen 64%, limfosit 15%, dan monosit
8%. Kadar eosinofil dan limfosit pada probandus mengalami penurunan
dari nilai normal yaitu 1-4% untuk eosinofil dan 20-40% untuk limfosit.
Neutrofil batang dan monosit memiliki interpretasi meningkat dari nili
normal yaitu 2-5%untuk neutrofil batang dan 1-6% untuk monosit. Untuk
basofil memiliki interpretasi normal yaitu 1% dengan nilai normal 0-1%
dan neutrpfil segmen memiliki interpretasi normal yaitu 64% dengan nilai
normal 50-70%.
4. Hasil dari pembuatan sediaan apus darah tepi kurang baik karena terdapat
banyak area yang tebal, tidak merata, dan apusan terputus-putus.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, I.2010. The Effect Of Laser Radiation And Viscosity Of Red Blood Cells
On Erythrocytes Sedimentation Rate ( ESR). Tikrit Journal of Pure Science,
Kirkuk : physics Department, Science College. vol. 15 page. 75-83
Atmaja, A.S.,Kusuma, R., Dinata, F.2016. Pemeriksaan Laboratorium untuk
Membedakan Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus. CDK-241.Vol 43,No.6.
Brilianto, F.A. 2012. Gambaran Laju Endap Darah Penderita Diare Rawat Inap
di Rumah Sakit Roemani Semarang. Available at:
hhtp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtpunimus-gdl-febriaribr-6915-3-
babii.pdf (diakses 16 Desember 2018).
Budi, S., (2010). Differential Counting Berdasarkan Zona Baca Dan Bawah Pada
Preparat Darah Apus, Prosiding Seminar Nasional Unimus. Vol. 1(1). hh.
55-59.
Dorland, W. N. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland (29 ed.). (Y. B.
Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.
Gerecke, C. 2016. The Diagnosis and Treatment of Multiple Myeloma. Dtsch
Arztebl Int. Vol. 113(27-28), hal. 470-476.
Guyton arthur C, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Lin’kova, N., Gorshkova, O., Shuvaeva, V., and Dvoretskii, D. 2008. Effect of
low-intensity laser radiation of the red spectrum on some propertiesof
erythrocytes inWistar rats. Bull ExpBiol Med;145:7–9.
Maulyda, Rizky., Christofel Elim., Lisbeth F. J. Kandou., Neni Ekawardani. 2015.
Jurnal e-Clinic (eCl). Vol. 3(1)
Shaker, E. A., Rasheed, N., & Salman, Z. R. 2017. Effect of laser on erythrocytes
sedimentation rate and some hematological parameters. Journal of the
Faculty of Medicine. vol. 59(1) page. 71-73.
Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.
Yulvina, K., Reskiani, M. (2018). Gambaran Eritrosit Padasediaan Darah Tepi
Pasien Malaria Di Puskesmas Sungai Pancur. Jurnal Endurance. Vol. 2(3).
hh. 226-231.

23

Anda mungkin juga menyukai