PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Manfaat
1. Dapat mengetahui cara pemeriksaan laju endap darah pada seseorang.
2. Dapat mengetahui pemeriksaan hitung jumlah leukosit pada seseorang.
3. Dapat mengetahui cara permeriksaan hitung jenis leukosit pada
seseorang.
4. Dapat mengetahui cara pembuatan sediaan apus darah tepi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
dimana terjadi proses agregasi sel-sel eritrosit dan pemadatan rouleaux sehingga
eritrosit mengendap ke dasar tabung, fase ini berlangsung dalam waktu 10 menit.
(Rizky, Maulyda 2015 )
Pembacaan hasil pengukuran LED pasca 1 jam adalah berdasarkan jumlah
waktu yang dibutuhkan untuk proses pengendapan sel-sel eritrosit berdasarkan
prinsip pengukuran LED tersebut. Interpretasi pemeriksaan LED sejak dahulu
dilakukan pasca 1 dan 2 jam, tetapi akhir-akhir ini telah ditetapkan oleh WHO
pengukuran LED cukup dibaca pasca 1 jam saja atas dasar prinsip proses
pengendapan eritrosit. Hal tersebut menjadi masalah kontroversial antar para
klinisi di klinik. Sebagian klinisi masih tetap menginginkan hasil interpretasi LED
pasca 1 dan 2 jam dengan alasan hasil interpretasi LED pasca 2 jam dapat
digunakan untuk membedakan antara proses inflamasi atau infeksi dari proses
kerusakan jaringan tubuh yang luas dalam tubuh pasien, seperti pada proses
penyakit autoimun atau proses keganasan. (Rizky, Maulyda 2015).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan LED antara lain, bentuk dan
ukuran eritrosit, viskositas plasma, faktor teknis, dan suhu ruang tempat
pemeriksaan LED dilakukan. Faktor viskositas plasma merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi kecepatan laju endap darah (Rizky, Maulyda
2015 ).
Metode pemeriksaan Westergren konvensional menggunakan antikoagulan
cair, yaitu Na-sitrat 3,8% maka diasumsikan akan mengakibatkan pengenceran
sampel darah yang akan ditentukan laju endap darahnya. Maka ICSH pada tahun
1993 memodifikasi metode Westergren dengan mengganti antikoagulan cair Na-
sitrat 3,8% dengan antikoagulan kering EDTA (Ethylene Diamine Tetra-Acetic
acid) dengan tujuan untuk menghilangkan pengaruh faktor pengenceran sampel,
sehingga perubahan viskositas plasma dapat ditiadakan. (Rizky, Maulyda 2015)
CLSI pada tahun 2000 memodifikasi metode ICSH 1993, yaitu
menggunakan larutan NaCl 0,9% atau Na-sitrat 3,8% untuk mengencerkan sampel
darah EDTA dengan perbandingan 1:4. CLSI beranggapan antikoagulan EDTA
kering dapat mempengaruhi morfologi eritrosit dan berdampak pada hasil
pengukuran LED. CLSI pada tahun 2011 kemudian memodifikasi metode CLSI
2000 dengan 7 menyatakan bahwa pemeriksaan LED dapat dilakukan dengan
menggunakan tabung yang terbuat dari bahan gelas atau plastik (Rizky, Maulyda
2015).
B. Pemeriksaan hitung jumlah leukosit
Sel darah putih atau leukosit adalah sel lain yang terdapat dalam darah
dengan fungsinya yang berbeda dari eritrosit. Sel darah putih atau leukosit ini
umumnya berperan dalam mempertahankan tubuh terhadap penyusupan benda
asing yang dipandang mempunyai kemungkinan untuk mendatangkan bahaya bagi
kelangsungan hidup individu.. Leukosit adalah bagian dari darah yang berwarna
putih dan merupakan unit mobildari sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi
3
yang terdiri dari granuler dan agranuler. Dimana granuler meliputi basofil,
eosinofol, neutrofil batang dan neutrofil segmen. Sedangkan agranuler meliputi
limfosit, monosit dan sel plasma Sel darah putih ( lekosit ) rupanya bening dan
tidak berwarna, bentuknya lebih besardari sel darah merah, tetapi jumlah sel darah
putih lebih sedikit. Diameter lekosit sekitar10 μm. Batas normal jumlah lekosit
berkisar 4.000 – 10.000 / mm³ darah.Lekosit di dalam tubuh berfungsi untuk
mempertahankan tubuh terhadap benda –benda asing ( foreign agents) termasuk
kuman – kuman penyebab penyakit infeksi. Leukosit yang berperan adalah
monosit, netrofil, limfosit. Leukosit juga memperbaiki kerusakan vaskuler.
Leukosit yang memegang peranan adalah eosinofil sedangkan basofil belum di
ketahui pasti. (Brilianto, 2012 )
Fungsi Leukosit :
1. Berfungsi menjaga kekebalan tubuh sehingga tak mudah terserang
penyakit.
2. Melindungi badan dari serangan mikroorganisme pada jenis sel
darah putih granulosit dan monosit.
3. Mengepung darah yang sedang terkena cidera atau infeksi.
4. Menangkap dan menghancurkan organisme hidup.
5. Menghilangkan atau menyingkirkan benda-benda lain atau bahan
lain seperti kotoran, serpihan-serpihan dan lainnya.
6. Mempunyai enzim yang dapat memecah protein yang merugikan
tubuh dengan menghancurkan dan membuangnya.
7. Menyediakan pertahanan yang cepat dan juga kuat terhadap
penyakit yang menyerang.
8. Sebagai pengangkut zat lemak yang berasal dari dinding usus
melalui limpa lalu menuju ke pembuluh darah. (Brilianto, 2012 )
Sel – sel polimorfonuklear dan monosit dalam keadaan normal hanya di
bentuk didalam sumsum tulang, sedangkan sel – sel limfosit dan sel – sel plasma
diproduksi dalam bermacam – macam organ limfoid termasuk limfe, limpa, tonsil,
dan bermacam–macamsel – sel limfoid yang lain di dalam sumsum tulang, usus
dan sebagainya.Sel – sel darah putih yang di bentuk di dalam sumsum tulang,
terutama granulosit akan di simpan di dalam sumsum sampai mereka diperlukan
di dalam sistem sirkulasi,kemudian bila kebutuhannya meningkat maka akan
menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Dalam keadaan normal granulosit
yang bersirkulasi di dalam seluruh aliran darah kira –kira tiga kali daripada
jumlah granulosit yang di simpan dalam sumsum, jumlah ini sesuai dengan
persediaan granulosit selama enam hari. 2.4Nilai Normal Leukosit Leukosit dalam
darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan rasio 1 : 700 ). Dalam
keadaan normalnya terkandung 4x109 hingga 11x109 sel darah putih di dalam
seliter darah manusia dewasa yang sehat - sekitar 7000-25000 sel per tetes. Dalam
setiap milimeter kubil darah terdapat 6000 sampai 10000 (rata-rata 8000) sel
darah putih. Dalam kasus leukemia, jumlahnya dapat meningkat hingga 50000 sel
4
per tetes. Jika jumlahnya lebih dari 11000 sel/mm3 maka keadaan ini disebut
leukositosis dan bila jumlah kurang dari 4000 sel/mm3 maka disebut leukopenia.
Jenis-jenis leukosit ada yang disebut granulosit atau sel polimorfonuklear
yaitu:
1. Basofil
Basofil terutama bertanggung jawab untuk memberi reaksi alergi dan
antigen dengan jalan mengeluarkan histamin kimia yang menyebabkan
peradangan,jumlahnya < 1%
2. Eosinofil
Eosinofil terutama berhubungan dengan infeksi parasit, dengan demikian
meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit, jumlahnya 4%
3. Neutrofil
Neutrofil berhubungan dengan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
serta proses peradangan kecil lainnya, serta biasanya juga yang memberikan
tanggapan pertama terhadap infeksi bakteri; aktivitas dan matinya neutrofil dalam
jumlah yang banyak menyebabkan adanya nanah, jumlahnya 65% Tanpa granula
dalam sitoplasma:
4. Limfosit Lebih umum dalam sistem limfa. Jumlahnya 25%.
Darah mempunyai tiga jenis limfosit:
a. Sel B: Sel B membuat antibodi yang mengikat patogen lalu
menghancurkannya. (Sel B tidak hanya membuat antibodi yang dapat mengikat
patogen, tapi setelah adanya serangan, beberapa sel B akan mempertahankan
kemampuannya dalam menghasilkan antibodi sebagai layanan sistem 'memori'.)
b. Sel T: CD4+ (pembantu) Sel T mengkoordinir tanggapan ketahanan
(yang bertahan dalam infeksi HIV) serta penting untuk menahan bakteri
intraseluler. CD8+ (sitotoksik) dapat membunuh sel yang terinfeksi virus.
c. Sel natural killer: Sel pembunuh alami (natural killer, NK) dapat
membunuh sel tubuh yang tidak menunjukkan sinyal bahwa dia tidak boleh
dibunuh karena telah terinfeksi virus atau telah menjadi kanker.
5. Monosit
Monosit membagi fungsi "pembersih vakum" (fagositosis) dari neutrofil,
tetapi lebih jauh dia hidup dengan tugas tambahan: memberikan potongan patogen
kepada sel T sehingga patogen tersebut dapat dihafal dan dibunuh, atau dapat
membuat tanggapan antibodi untuk menjaga. Jumlahnya 6%.( Brilianto, 2012)
C. Pembuatan Preparat Apus Darah
5
Preparat apus/oles/smear adalah prearat yang proses pembuatannya dengan
metode apus/oles/smear, yaitu dengan cara mengapuskan atau membuat lapisan
tipis/film suatu bahan yang berupa cairan/bukan cairan di atas gelas benda yang
bersih dan bebas lemak, selanjutnya difiksasi, diwarnai, dan ditutup dengan gelas
penutup untuk diamati di bawah mikroskop. Tujuan pembuatan preparat ini selain
untuk melihat struktur sel penyusun cairan juga untuk mengetahui berbagai parasit
yang biasanya berhubungan dengan diagnosis suatu penyakit. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Biasanya yang sering dibuat sediaan oles adalah darah, walaupun cairan
yang lain juga dapat dibuat sediaan oles, misalnya cairan merah (eksudat) atau
jaringan-jaringan tertentu. Darah ataupun cairan dapat diambil dengan pipet tetes,
tetapi untuk darah perifer misalnya ujung jari, setelah darah keluar dapat
diteteskan langsung di atas gelas benda, untuk selanjutnya diproses. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Salah satu pewarnaan sediaan apus adalah pewarnaan giemsa. Pewarnaan
ini sering disebut juga pewarnaan Romanowski. Metode pewarnaan ini banyak
dipakai untuk mempelajari morfologi sel-sel darah, sel-sel lien, sel sumsum, dan
juga untuk identifikasi parasit-parasit darah misalnya dari jenis protozoa antara
lain Tripanosoma, Leismanie, Plasmodia, Bartomellae. Hampir semua larutan
baku untuk pewarnaan sediaan oles, pelarutnya adalah methyl alcohol. Larutan
Giemsa 3% yang sudah terlalu tidak akan memberikan hasil pewarnaan yang
diharapkan. Oleh karena itu, pengenceran menjadi 3% hendaknya dibuat pada saat
akan mewarnai saja, dan dibuat secukupnya. Biasanya larutan ini hanya tahan 1-2
hari saja. (Kurniasih, Yulvina, 2018)
Untuk sediaan oles yang filmnya tipis, waktu yang diperlukan untuk
fiksatif kurang lebih 3-4 menit. Untuk film tipis, film-film sumsum, oles jaringan,
dan oles eksudat harus difiksasi dengan methyl alcohol selama 3-5 menit,
kemudian dibiarkan kering sampai saat pewarnaan. Film-film yang tidak segera
difiksasi akan memberikan hasil pewarnaan yang tidak memuaskan. (Kurniasih,
Yulvina, 2018)
Hasil pewarnaan pada sediaan apus darah manusia: eritrosit berwarna
merah muda, nukleus leukosit berwarna ungu kebiru-biruan, sitoplasma leukosit
berwarna sangat ungu muda, granula dari leukosit eosinofil berwarna ungu tua,
granula dari elukosit neutrofil dan leukosit basofil ungu muda. Menurut
pengalaman di laboratorium Fakultas Biologi UGM, sediaan oles dengan
pewarnaan tersebut dapat bertahan 2-5 tahun. (Kurniasih, Yulvina, 2018).
D. Hitung Jenis Leukosit
Differensial counting merupakan hitung jenis lekosit yang biasanya
dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan apus darah tepi. Pemeriksaan apus
darah tepi merupakan pemeriksaan rutin terdiri dari hemoglobin (Hb), jumlah sel
darah putih (lekosit), Hitung jenis sel darah putih (Differensial counting), dan
6
Laju Endap Darah (LED). Selain pemeriksaan rutin juga ada pemeriksaan
penyaring (skrining) yang terdiri dari gambaran darah tepi, hematokrit (Ht),
indeks eritrosit, retikulosit, trombosit dan lain-lain. (Budi, 2010)
Pada hitung jenis lekosit yang dihitung adalah jenis-jenis lekosit normal
sekaligus memperhatikan kemungkinan adanya sel lekosit abnormal dalam darah
tepi atau perifer. Sel lekosit normal merupakan sel lekosit yang sudah matur atau
dewasa yang beredar pada darah perifer dan terdiri dari basofil, eosinofil, netrofil
batang, netrofil segmen, limposit dan monosit. Sel lekosit abnormal merupakan
sel lekosit yang masih muda secara normal ada dalam sumsum tulang dan dalam
beberapa kasus dijumpai pada darah perifer. (Budi, 2010)
Untuk dapat melakukan hitung jenis lekosit diperlukan preparat apus darah
tepi yang baik. Kriteria preparat darah hapus yang baik adalah lebar dan
panjangnya tidak memenuhi seluruh kaca benda, secara gradual penebalannya
berangsur-angsur menipis dari kepala ke ekor, tidak berlubang, tidak terputus-
putus, tidak terlalu tebal dan mempunyai pengecatan yang baik. Morfologi
preparat darah hapus dibagi tiga bagian yaitu kepala, badan dan ekor. Pada bagian
badan dibagi dalam enam zona (daerah baca) yang dimulai dari zona 1 yang
berada dekat kepala sampai zona VI yang dekatdengan ekor. (Budi, 2010)
Hitung jenis lekosit dimulai dari zona VI yang biasanya terdapat jenis
lekosit yang berukuran besar menuju ke zona IV yang terdapat konsentrasi seri
limfosit tua (ukuran lebih kecil). Hitung jenis lekosit dilakukan sampai jumlah
lekosit terpenuhi 100 sel dengan catatan tidak ada indikasi abnormal. Akan tetapi
seringkali penghitungan sudah mencapai 100 sel sebelum sampai ke zona IV.
Untuk mencapai zona IV maka penghitungan diteruskan sehingga jumlah sel
melebihi angka 100 selanjutnya diprosentase. Sebagai contoh bila penghitungan
hanya sampai di zona VI sajakarena hasilnya sudah 100 sel maka hasil yang
didapat banyak sel PMN dan monosit sedangkan limfositnya sedikit. Sebagaimana
diketahui bahwa morfologi preparat apus darah tepi adalah simetris antara bagian
atas dan bawah. Oleh karena itu bagaimana bila pada penghitungan jenis lekosit
dilakukan pada salah satu zona saja yaitu zona atas atau bawah dari mulai zona VI
menuju zona IV sehingga kemungkinan kelebihan dari 100 sel lekosit dapat
teratasi dan waktu pembacaan menjadi lebih efisien serta sebaran jenis lekosit
dapat terbaca dalam penghitungan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
perbedaan hitung jenis sel lekosit berdasarkan zona atas dan bawah. (Budi, 2010)
Pembacaan preparat darah apus dilakukan pada preparat yang telah
memenuhi syarat sebagai preparat yang baik. Pembacaan dilakukan pada zona
baca VI hingga IV pada bagian atas dan bawah secara terpisah. Nilai normal
jumlah lekosit berdasarkan rujukan adalah (Budi, 2010)
• Basofil 0-1%
• Eosinofil 1-3%
• Staf 2-6%
7
• Netrofil segmen 40-70%
• Limfosit 20-4-%
• Monosit 2-8%.
8
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah
a. Tabung dan Rak Westergreen
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
a. Bilik Hitung NI
b. Cover Glass
c. Pipet Leukosit
d. Mikroskop
3. Hitung Jenis Leukosit
a. Mikroskop
b. Preparat apus darah tepi
4. Membuat Sediaan Apus Darah Tepi
a. Obyek glass yang bersih
b. Spreader/penggeser
c. Pipet darah dan pengaduk
d. Bak pengecatan dan bak pengeringan
e. Timer
f. Gelas Ukur
B. Bahan
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah
a. Larutan Natrium Sitrat 3,8%
b. Darah EDTA
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
a. Larutan Turk
b. Darah EDTA
3. Hitung Jenis Leukosit
a. Oil Emersi
4. Membuat Sediaan Apus Darah Tepi
a. Giemsa
b. Larutan penyangga pH 6,4 atau dengan aquades pH 6,4
c. Methanol (90%) untuk fiksasi
d. Darah vena atau darah kapiler
9
C. Cara Kerja
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah
10
2. Pemeriksaan Hitung Jumlah Leukosit
11
3. Hitung Jenis Leukosit
Nyalakan Mikroskop
Letakan Preparat
12
Bentuk sudut 45º antara objek glass dan
spreader, lalu geserkan spreader ke
belakang dahulu, lalu dorong ke depan
hingga darah tampak membentuk peluru
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
Identitas Probandus :
Nama : Tuan X
Umur : Dewasa
Identitasi probandus :
Nama : Tuan X
Umur : Dewasa
14
3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 0 0%
Basofil 1 1%
Limfosit 15 15%
Monosit 8 8%
Pelaporan :
Eos / Baso / Stab netro / Segmen netro / Limfo / Mono
0/1/12/64/15/8
15
4. Membuat Sediaan Hapus Darah Tepi
B. Pembahasan
1. Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED)
Tingkat sedimentasi eritrosit (ESR) adalah salah satu pertimbangan reologi
penting dari darah manusia (Lin’Kova, 2008) yang sering digunakan untuk
menyaring adanya peradangan. Ini disebut sebagai ESR karena mengukur tingkat
di mana sel darah merah (sel darah merah) terpisah dari bagian cair darah
(plasma) dan jatuh ke bagian bawah tabung tes membentuk sedimen. (Eman et all,
2017).
Ada dua factor yang mempengaruhi endapan darah yaitu factor biologis
dan factor non-biologis. Factor biologis salah satunya termasuk factor eritrosit,
plasma, viskositas, umur, jenis kelamin, dan juga ras. Sedangkan factor non-
biologis seperti factor teknis dan mekanis. (Ibrahim,2010 dalam Eman et
all,2017).
Dari hasil pemeriksaan yang didapat, terjadi peningkatan laju endap darah
karena laju endap darah normal pada pria dewasa adalah 0-15mm/jam. Hal ini
bisa saja terjadi karena beberapa faktor seperti :
16
d. Saat meletakkan darah ke dalam pipet Westergreen, posisi tabung dalam
rak tidak tegak lurus.
17
3. Pemeriksaan Hitung Jenis Leukosit
(Atmaja et al,2016)
Setelah menghitung jumlah jenis leukosit untuk 100 leukosit yang
pertama diidentifikasi pada preparat apusan darah, dapat disimpulkan
bahwa,
Kadar eosinofil dalam keadaan di bawah normal yaitu 0%.
Kemungkinan yang terjadi adalah peningkatan produksi adrenosteroid
(Atmaja et al,2016)
Kadar basofil dalam keadaan normal yaitu 1%, dapat dikatakan bahwa
pasien tidak mengalami reaksi alergi
Kadar neutrofil staf dalam keadaan diatas normal yaitu 12%.
Kemungkinan yang terjadi adalah stress fisik, infeksi akut supuratif,
leukimia mielositik, trauma atau sindrom cushing. (Atmaja et al,2016)
Kadar neutrofil segmen normal yaitu 64%,
18
Kadar limfosit dalam keadaan di bawah normal yaitu 15 %.
Kemungkinan yang terjadi leukimia,sepsis, penyakit imunodefisiensi,
dll. (Atmaja et al,2016)
Kadar monosit dalam keadaan diatas normal yaitu 8%. Kemungkinan
yang terjadi adalah kelainan inflamatorik kronis, infeksi virus,
tuberkulosis, dll.
19
BAB V
APLIKASI KLINIS
A. Leukimia
Perubahan kadar leukosit memang bervariasi dan biasanya terkontrol dan
disesuaikan berdasarkan dengan kebutuhan tubuh, namun terkadang terjadi
variasi kadar leukosit diluar control tubuh. Bisa terlalu sedikit atau terlalu
banyak (Sherwood, 2016).
B. Leukopenia
20
terhadap banyak bakteri dan agen-agen lain yang mungkin masuk mengenai
jaringan (Guyton, 2008)
C. Multiple Myeloma
21
BAB VI
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Hasil pemeriksan laju endap darah didapatkan waktu selama 65 mm/jam.
Interpretasinya berupa meningkat karena nilai normal laju endap darah
bagi laki-laki dewasa 0-15/jam
2. Hasil dari hitung jumlah leukosit didapatkan 4.800 ribu/mm3 . Angka
tersebut termasuk normal karena nilai normal bagi laki-laki dewasa
sejumlah 4-11 ribu/mm3 .
3. Hasil dari hitung jenis leukosit didaptkan eosinofil 0%, basofil 1%,
neutrofil batang 12%, neutrofil segmen 64%, limfosit 15%, dan monosit
8%. Kadar eosinofil dan limfosit pada probandus mengalami penurunan
dari nilai normal yaitu 1-4% untuk eosinofil dan 20-40% untuk limfosit.
Neutrofil batang dan monosit memiliki interpretasi meningkat dari nili
normal yaitu 2-5%untuk neutrofil batang dan 1-6% untuk monosit. Untuk
basofil memiliki interpretasi normal yaitu 1% dengan nilai normal 0-1%
dan neutrpfil segmen memiliki interpretasi normal yaitu 64% dengan nilai
normal 50-70%.
4. Hasil dari pembuatan sediaan apus darah tepi kurang baik karena terdapat
banyak area yang tebal, tidak merata, dan apusan terputus-putus.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, I.2010. The Effect Of Laser Radiation And Viscosity Of Red Blood Cells
On Erythrocytes Sedimentation Rate ( ESR). Tikrit Journal of Pure Science,
Kirkuk : physics Department, Science College. vol. 15 page. 75-83
Atmaja, A.S.,Kusuma, R., Dinata, F.2016. Pemeriksaan Laboratorium untuk
Membedakan Infeksi Bakteri dan Infeksi Virus. CDK-241.Vol 43,No.6.
Brilianto, F.A. 2012. Gambaran Laju Endap Darah Penderita Diare Rawat Inap
di Rumah Sakit Roemani Semarang. Available at:
hhtp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/139/jtpunimus-gdl-febriaribr-6915-3-
babii.pdf (diakses 16 Desember 2018).
Budi, S., (2010). Differential Counting Berdasarkan Zona Baca Dan Bawah Pada
Preparat Darah Apus, Prosiding Seminar Nasional Unimus. Vol. 1(1). hh.
55-59.
Dorland, W. N. 2015. Kamus Saku Kedokteran Dorland (29 ed.). (Y. B.
Hartanto, W. K. Nirmala, Ardy, & S. Setiono, Eds.). Jakarta: Elsevier.
Gerecke, C. 2016. The Diagnosis and Treatment of Multiple Myeloma. Dtsch
Arztebl Int. Vol. 113(27-28), hal. 470-476.
Guyton arthur C, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Lin’kova, N., Gorshkova, O., Shuvaeva, V., and Dvoretskii, D. 2008. Effect of
low-intensity laser radiation of the red spectrum on some propertiesof
erythrocytes inWistar rats. Bull ExpBiol Med;145:7–9.
Maulyda, Rizky., Christofel Elim., Lisbeth F. J. Kandou., Neni Ekawardani. 2015.
Jurnal e-Clinic (eCl). Vol. 3(1)
Shaker, E. A., Rasheed, N., & Salman, Z. R. 2017. Effect of laser on erythrocytes
sedimentation rate and some hematological parameters. Journal of the
Faculty of Medicine. vol. 59(1) page. 71-73.
Sherwood, Lauralee. 2016. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem (8 ed). (Pendit,
B.U, Herman O. O., Albertus Agung, Dian Ramadhani, Eds.) Jakarta: EGC.
Yulvina, K., Reskiani, M. (2018). Gambaran Eritrosit Padasediaan Darah Tepi
Pasien Malaria Di Puskesmas Sungai Pancur. Jurnal Endurance. Vol. 2(3).
hh. 226-231.
23