Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENANAMAN


MODAL DALAM NEGERI

A. PENJELASAN UMUM PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Penanam Modal dalam Negeri di dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang


Nomor 25 Tahun 2007, Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal
dalam negeri. Selanjutnya, Pasal 1 ayat 5 Penanam modal dalam negeri adalah
perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik
Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara
Republik Indonesia.

Menurut Yusnan, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang


Penanaman Modal bertujuan untuk beberapa hal diantaranya, pertama, sebagai
bentuk kepastian terhadap berbagai ketidakpastian yang terkait dengan kegiatan
investasi; kedua, untuk memperbaiki image investasi dalam negeri sehingga
menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing
tetapi tempat yang layak untuk melakukan investasi dan setidak-tidaknya
dengan diterbitkannya Undang-undang ini terlihat ada respon positif yang
ditunjukkan dari angka statistik persetujuan investasi dan realisasi investasi.1

Tujuan penyelenggaran penanaman modal tersebut hanya dapat


tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal
dapat diatasi, antara lain dengan perbaikan koordinasi antarinstansi pemerintah
pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang
penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha
yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha 2. Atas dasar

1
Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung:Nuansa Aulia, 2010). hlm.130
2
Dhaniswara. K Harjono, Hukum Penanaman Modal: Tinjauan Terhadap Pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Jakarta:Raja Grafindo
Persada,2007). hlm.107
hal tersebut, tujuan penyelenggaran penanaman modal antara lain menurut
ketentuan Pasal 3 ayat (2) adalah untuk:

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;


2. Menciptakan lapangan kerja;
3. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
4. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
5. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasioanal;
6. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
7. Mengolah ekonomi potensial menjadi kegiatan ekonomi riil dengan
menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar
negeri; dan
8. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Paul Scholten dalam risalahnya, Rechts-beginselen menyatakan bahwa


asas-asas hukum itu adalah “tendensi-tendensi yang disyaratkan kepada hukum
oleh paham kesusilaan kita (tendenzen, welke ons zedelijk oordeel aan het recht
stelt). H.J. Hommes dalam “Algemene rechts-beginselen voor de praktijk”
berpendapat bahwa asas-asas hukum yang konkrit, melainkan perlu dipandang
sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk (rishtnoer) bagi hukum yang berlaku. 3

Menurut Eikemma Hommes, asas hukum tidak boleh dianggap sebagai


norma hukum yang konkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai dasar-dasar
umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan hukum
praktis perlu berorientasi pada asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain asas
hukum ialah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.

Sebagai hukum positif Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2007 tentang Penanaman Modal juga mengandung asas hukum yang menjadi
pedoman atas kaidah hukum yang tertuang dalam pasal-pasal dalam Undang-
undang tersebut. Adapun asas-asas hukum tersebut adalah:

3
O. Notohamidjojo, Soal-soal pokok Filsafat Hukum (Salatiga:Griya Media, 2011) hlm.23
1. Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang meletakkan
hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam
setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal.
2. Asas keterbukaan, yaitu asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang
kegiatan penanaman modal.
3. Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari penyelenggaraan penanaman modal dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
4. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas
perlakuan pelayanan nondiskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan
penanam modal dari negara asing lainnya.
5. Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam
modal secara bersama-sama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat.
6. Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan
penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam
usaha mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing.
7. Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan
berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk
menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik
untuk masa kini maupun yang akan datang.
8. Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang
dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan
dan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.
9. Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan
tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri
pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.
10. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas
yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam
kesatuan ekonomi nasional.

Hadirnya Penanam Modal dalam kegiatan penanaman modal di suatu


negara diharapkan dapat membawa manfaat bagi pembangunan ekonomi di
suatu negara, baik penanaman modal yang dilakukan oleh penanam modal asing
maupun penanam modal dalam negeri. Namun beberapa literatur mencatat
bahwa manfaat penanaman modal asing selalu menjadi pembahasan utama
mengingat bahwa kegiatan penanaman modal asing berkaitan dengan masuknya
modal asing ke dalam negeri.

Menurut Gunarto Suhardi, “Investasi langsung lebih baik jika


dibandingkan dengan investasi portofolio karena investasi langsung lebih
permanen.” Selain itu manfaat investasi langsung adalah sebagai berikut:4

1. Memberikan kesempatan kerja bagi penduduk.


2. Mempunyai kekuatan penggandaan ekonomi local.
3. Memberikan residu baik berupa peralatan maupun alih teknologi.
4. Bila di produksi diekspor memberikan jalan atau jalur pemasaran yang
dapat dirunut oleh pengusaha local di samping seketika memberikan
tambahan devisa dan pajak bagi negara.
5. Lebih tahan terhadap fluktuasi bunga dan valuta asing.
6. Memberikan perlindungan politik dan keamanan wilayah karena baik
penanam modal berasal dari negara kuat niscaya bantuan keamanan juga
akan diberikan.

Mengenai hak penanam modal di atur dalam Pasal 14 Undang-Undang


Nomor 25 Tahun 2007 yang menentukan bahwa setiap penanam modal berhak
untuk mendapat hal-hal sebagai berikut:

1. Kepastian hak, kepastian hukum, dan kepastian perlindungan

4
Sentosa Sembiring, Op.cit, hlm.8
a. Kepastian hak adalah jaminan pemerintah bagi penanam modal untuk
memperoleh hak sepanjang penanam modal telah melaksanakan
kewajiban yang di tentukan.
b. Kepastian hukum adalah jaminan pemerintah untuk menempatkan
hukum dan ketentuan perundang-undangan sebagai landasan utama
dalam setiap tindakan dan kebijakan bagi penanam modal.
c. Kepastian perlindungan adalah jaminan pemerintah bagi penanam
modal untuk memperoleh perlindungan dalam melaksanakan kegiatan
penanam modal.
2. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya.
3. Hak pelayanan.
4. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Mengenai kewajiban penanam modal diatur dalam Pasal 15 Undang-


undang No. 25 tahun 2007 yang menentukan bahwa setiap penanam modal
mempunyai kewajiban untuk :

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;


2. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaannya, yaitu tanggung jawab
yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan
lingkungan, nilai, norma, dan budaya setempat;
3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan
menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal, di mana
laporan ini merupakan laporan kegiatan penanaman modal yang memuat
perkembangan penanaman modal dan kendala yang di hadapi penanam
modal yang di sampaikan secara berkala kepada BKPM dan pemerintah
daerah yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal;
4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal;
5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban penanam modal diatur secara khusus guna memberikan
kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanam modal terhadap penerapan
prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan penghormatan terhadap
tradisi budaya masyarakat, dan melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan. Pengaturan tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk
mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab
lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya
mendorong upaya ketaatan penanam modal terhadap peraturan perundang-
undangan. (Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal).

Mengenai tanggung jawab penanam modal di atur dalam pasal 16


Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 yang menyatakan bahwa setiap
penanam modal bertanggung jawab untuk :

1. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak


bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika
penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan
kegiatan usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
3. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik
monopoli, dan hal lain yang merugikan negara;
4. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
5. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan
pekerja;
6. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan penanaman modal tidak terlepas dari lembaga-lembaga


yang terkait penanaman modal, untuk memahami tersebut perlu diketahui
aspek-aspek kelembagaan yang terkait kegiatan penanaman modal, antara lain
sebagai berikut:5

5
Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2010). hlm.64.
1. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
BKPM yang pada awalnya didirikan dengan Keppres Nomor 20 Tahun
1973 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keppres Nomor 183 Tahun
1998 dimaksudkan sebagai suatu one stop investment service center. BKPM
merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Sebagai suatu one stop investment
service center, BPKM mempunyai fungsi-fungsi, antara lain:
a. Penetapan kebijaksanaan di bidang investasi dan pendapatan iklim
usaha sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan,
b. Pengkoordinasian kegiatan investasi dan sistem pelayannya secara
lintas sektoral dan regional serta potensi seumber daya nasional,
c. Pemberian pelayanan perizinan dan fasilitas serta pelayanan teknis dan
bisnis di bidang investasi,
d. Pelaksanaan kerja sama luar negeri di bidang investasi dan
pendayagunaan bantuan teknik luar negeri, dan lain-lain.

Dalam rangka mendorong kegiatan investasi, ada beberapa langkah yang


kini sedang dikaji oleh BKPM untuk segera ditempuh yaitu seperti berikut:

a. Mempermudah izin investasi dengan cara:


1). Mempersingkat jangka waktu perizinan dari 10 (sepuluh) hari
menjadi 1 (satu) hari dengan moto one day service dengan sistem
perizinan satu atap;
2). Perluasan pelimpahan pemberian izin investasi dari BKPM kepada
BKPMD;
3). Pengesahan akta pendirian perusahaan yang selama ini di pusat
dilimpahkan ke daerah;
4). Menghapuskan rekomendasi dari departemen teknis terkait.
b. Dan lain-lain
BKPM mengatur secara rinci pedoman dan tata cara permohonan
penanaman modal yang didirikan dalam rangka penanaman modal baik
dalam negeri maupun luar negeri, baik menyangkut permohonan
penanaman modal baru, permohonan perluasanan penanaman modal,
dan permohonan penambahan penanaman modal. Bentuk-bentuk
persetujuan dan izin yang diberikan mencakup, antara lain:
1). Surat Persetujuan (SP) Penanaman Modal
2). Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden (SPPP)
3). Surat Persetujuan Fasilitas dan Izin Pelaksanaan Penanaman Modal.
2. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD)
BKMPD dipimpin oleh seorang ketua yang bertanggung jawab kepada
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Setiap BKPMD bertugas untuk
membantu calon investor untuk memperoleh izin-izin setempat, seperti Izin
Lokasi, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Ho/UUG.

B. KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PENANAMAN MODAL


DALAM NEGERI

Dalam ketentuan penanaman modal sebagaimana diatur dalam berbagai


penanaman modal, khususnya yang terdapat dalam ketentuan undang-undang
tentang penanaman modal ditetapkan kebijakan penanaman modal di Indonesia
sebagai dasar atau landasan begi pemerintah untuk mengatur dan mengarahkan,
serta mengembangkan penanaman modal di Indonesia. Adanya kebijakan
penanaman modal ini mempertegas upaya pemerintah dalam mengatur dan
mengarahkan penanaman modal yang ada di Indonesia agar dapat memberi
kontribusi optimal pada pembangunan ekonomi Indonesia.

Adanya suatu kebijakan penanaman modal memberi batasan dan arahan


terhadap suatu tindakan atau perbuatan pemerintah untuk melakukan suatu hal
yang berkenaan dengan kepentingan atau kebutuhan dasar masyarakat terhadap
pendapatan masyarakat. Keberadaan penanaman modal disebuah negara
haruslah diatur dan diarahkan sedemikian rupa agar dalam pelaksaannya dapat
bersesuaian dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat dan tidak
bertentangan dengan kebijakan pembangunan ekonomi.

Didalam ketentuan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang


Penanaman Modal Dalam Negeri yang sekarang ketentuannya telah diganti
menjadi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, kehadiran undang-undang
baru ini sekaligus mempertegas dan memperjelas kebijakan pengaturan
penanaman modal di Indonesia.

Dalam ketentuan Bab 3 Pasal 4 tentang kebijakan dasar penanaman


modal yang menjadi acuan dan kerangka dalam kerangka pengembangan
penanaman modal di Indonesia baik bagi penanaman modal dalam negeri
maupun asing, secara tegas disebutkan bahwa pemerintah menetapkan
kebijakan dasar penanaman modal untuk :6

a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi


penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional.
b. Memepercepat penanaman modal.

Selain itu, dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud


ini maka pemerintah akan memberikan perlakuan yang sama bagi penanaman
modal dalam negeri dan asing dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional. Selanjutnya, pemerintah akan menjamin kepastian hukum dan
keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan
hingga berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, serta membuka kesempatan bagi
perkembangan dan memberikan perlindungan.

Untuk mempertegas arah kebijakan dasar penanaman modal tersebut,


maka pemerintah akan mewujudkannya dalam suatu bentuk rencana umum
penanaman modal. Dalam rencana umum penanaman modal yang akan disusun
oleh pemerintah tersebut diharapkan sudah mencakup arah pengembangan
penanaman modal di Indonesia. Dalam hal kebijakan pemerintah untuk
penanaman modal diatur didalam Pasal 30 Ayat 1 sampai dengan Ayat 6
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman modal: 7

1. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan


berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.

6
Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia (Kencana:Jakarta, 2010),
hlm. 59.
7
Pasal 30 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
2. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal
yang menjadi urusan Pemerintah.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang
merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria
eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman
modal.
4. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi
menjadi urusan Pemerintah.
5. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas
kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.
6. Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam
satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.

Sedangkan yang menjadi urusan pemerintahan dalam hal kewenangan


di bidang penanaman modal terdapat didalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 9
UU No.25 Tahun 2007 yaitu :

1. Penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan
dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
2. Penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada
skala nasional;
3. Penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antar
wilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
4. Penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan
keamanan nasional;
5. Penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal
asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian
yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
6. Bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut
undang-undang;
7. Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi
kewenangan Pemerintah, Pemerintah menyelenggarakannya sendiri,
melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi
pemerintah kabupaten/kota;
8. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah;

Dalam Penanaman Modal salah satu faktor yang menentukan adalah


kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan kepada para penanam modal yang
berminat melakukan penanaman modal. Sementara kebijakan pelayanan
perizinan penanaman modal di Indonesia dalam sepuluh tahun terakhir selalu
berubah-ubah sehingga dapat membingungkan penanam modal. Bila ditelusuri
dalam kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2009 kebijakan pelayanan
mengalami beberapa kali perubahan yaitu mulai dari Keppres No.97/1993 yang
diubah dengan Keppres No. 115/1998 jo. Keppres No. 117/1999 dan Keputusan
Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999 posisi provinsi adalah sebagai
penyelenggara pelayanan administrasi pelayanan penanaman modal diberikan
kewenangan mengeluarkan persetujuan penanaman modal dalam negeri
(PMDN). Kebijakan tersebut diubah dengan Keppres No. 29/2004 tentang
penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN melalui
sistem pelayanan terpadu satu atap yang pada intinya menarik kembali ke BKPM
kewenangan persetujuan PMDN yang telah dilimpahkan ke provinsi. 8

Dalam perjalanannya ternyata pelayanan perizinan kita tidak mampu


bersaing dengan negara lain dalam kecepatan penyelesaian izin memulai usaha.
Setelah dievaluasi maka guna meningatkan daya saing dengan negara lain
pemerintah mengeluarkan kebijakan pelayanan penanaman modal melalui
sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) berdasarkan Perpres No. 27 tahun
2009 dimana kewenangan perizinan dan non perizinan kembali menjadi
kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan PP Nomor 38 Tahun
2007. Pelaksanaan kebijakan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bidang
penanaman modal tidak terasa sudah berlangsunglebih dari satu tahun sejak

8
Firdaus, “Kewenangan Perizinan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN),”
https://www.kompasiana.com/kedamaianhati/kewenangan-perizinan-penanaman-modal-dalam-
negeri-pmdn-provinsi-kabupaten-dan-kota, diakses 6 Mei 2011.
dikeluarkannya Perpres Nomor 27 Tahun 2009 tanggal 23 Juni 2009. Perpres
tersebut menjelaskan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang
sudah menjadi kewenangan pemerintahan provinsi dan pemerintahan kab/kota
dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota (pasal 11 ayat 3 huruf
a dan pasal 12 ayat 3).

Sebelum menyelenggarakan kewenangan urusan pemerintahan bidang


penanaman modal daerah diberikan waktu 2 tahun mempersiapkan sumber daya
manusia yang profesional dan memiliki kompetensi, tempat, sarana dan
prasarana kerja dan media informasi, mekanisme kerja dan sistem pelayanan
informasi dan pelayanan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE).
Selama masa transisi PTSP BKPM dapat memproses permohonan Perizinan
dan Non Perizinan penanaman modal atas urusan pemerintahan dibidang
penanaman modal yang menjadi kewenangan provinsi ataupemkab/kota
berdasarkan pasal 67 ayat 2 dan 3 Perka Kepala BKPM No.12 tahun 2009.

Menjelang batas waktu 2 tahun pada tanggal 23 Juni 2011 sebagai batas
waktu sudah diterapkannya PTSP di daerah Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal mengeluarkan Surat Edaran No. 2 tahun 2011, tanggal 7
Maret 2011 kepada Para Gubernur, Para Bupati dan Walikota seluruh Indonesia
yang mengingatkan daerah agar memperhatikan batas waktu penerapan sistem
pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal (PTSP). Persoalan yang
timbul dalam pelimpahan kewenangan adalah keengganan intansi teknis
menyerahkan kewenangannya kepada PTSP. Sebetulnya bila di kaji sangat
tergantung dari kebijakan Gubernu/Bupati/Walikota bila mereka memandang
PTSP sangat penting untuk peningkatan pelayanan masyarakat khususnya dunia
usaha maka instansi teknis tidak dapat menghalangi.

Penting bagi daerah guna melaksanakan secepatnya kewenangan


mengeluarkan perizinan dan non perizinan pmdn seperti izin prinsip perluasan,
izin usaha sehingga investor tidak perlu lagi ke BKPM di Jakarta. Izin
penanaman modal yang diberikan oleh PTSP kepada investor berdasarkan
pelimpahan kewenangan dari Gubernur untuk PTSP Provinsi dan
Bupati/Walikota bagi PTSP di Kabupaten dan Kota melalui Peraturan Gubernur
atau Peraturan Bupati. Lingkup kewenangan perizinan penanaman modal antara
provinsi dan kabupaten/kota diatur bila proyek penanaman modal berlokasi di
satu kabupaten/kota menjadi kewenangan kabupaten/kota yang bersangkutan
bila proyek penanaman modal berlokasi lintas kabupaten/kota menjadi
kewenangan provinsi.

Pembagian kewenangan urusan penanaman modal semakin jelas antara


Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota setelah dikeluarkanya PP No. 38
tahun 2007. Lingkup kewenangan pemerintah pusat (BKPM) dibidang
perizinan dan non perizinan penanaman modal dilakukan apabila proyek
penanaman modal berlokasi lintas provinsi dan penanaman modal yang hanya
menjadi urusan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 7 UU
No.25 tahun 2007. Urusan pemerintah pusat tersebut meliputi penanaman
modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat
resiko kerusakan lingkungan yang tinggi, penanaman modal asing dan penanam
modal yang menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain
didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain.

Badan Koordinasi Penanaman Modal terus mendorong pemerintah


provinsi dan kabupaten/kota untuk mempersiapkan diri bagi terselenggaranya
fungsi pelayanan perizinan dan non perizinan PTSP. Untuk itu BKPM telah
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan PTSP bidang penanaman modal
terhadap aparatur penanaman modal daerah sebanyak 18 angkatan dalam tahun
2010 dan melakukan pelatihan SPIPISE. Melalui diklat diharapkan mampu
mendorong kesiapan daerah menepati batas waktu penerapan pelayanan
perizinan penanaman modal dalam negeri didaerah. Apabila terjadi
keterlambatan pembentukan PTSP didaerah berarti tertundanya Pemerintah
Provinsi/Kab/Kota melaksanakan kewenangannya mengeluarkanizin
penanaman modal dalam negeri (PMDN) sehingga investor terpaksa harus ke
BKPM pusat untuk menyelesaikan izin dan non perizinan yang sebenarnya
sudah dapat dikeluarkan daerah.Adanya pembagian kewenangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan PP 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah kabupaten/kota sebagai daerah otonom, akan
dapat menjelaskan konsep tataran pelaksaan penyelenggaraan pelayanan
penanaman modal di Indonesia baik dipusat maupun didaerah, dengan
pembagian urusan penanaman modal yang jelas dan tegas akan diperoleh
kesepahaman dalam penyelenggaraan penanaman modal, dimana pemerintah
pusat hanya berwenang untuk mengatur dan memberikan supervisi serta
pembinaan dan pengawasan maupun pengendalian penanaman modal,
sedangkan daerah berwenang mengurus dan mengatur penyelenggaran
penanaman modal didaerah melalui, penetapan standar pelayanan penanaman
modal, pengaturan prosedur dan tata cara penanaman modal, bidang usaha
secara umum, aturan pokok pertanahan, perpajakan, jangka waktu investas,
aturan pokok izin usaha, penyelesaian sengketa dan lain – lain. 9

9
Aminuddin Ilman, op.cit., hlm.80.

Anda mungkin juga menyukai